sampai dengan perahu yang berkapasitas 5 ton, armada-armada tersebut ada yang menggunakan mesin ketinting dan diesel TS yang dimodifikasi untuk armada perikanan
dengan jumlah ABK antara 2-3 orang, serta armada besar yang menggunakan Motor Tempel Yamaha enduro 40 PK dan mesin dalam dengan jumlah ABK antara 8 sampai
dengan 12 orang. Dengan pemanfaatan perikanan tangkap yang disampaikan di atas hasil yang
diperoleh masih belum optimal karena rata-rata jumlah ikan yang ditangkap untuk nelayan yang menggunakan armada kecil sebesar 69,78 kg per trip dan untuk armada
besar rata-rata dalam satu kali trip sebesar 411,67 kg. Ada beberapa kendala yang menyebabkan nelayan di Kepulauan Morotai
mempunyai hasil tangkapan yang kecil antara lain, Pertama; tingginya harga BBM merupakan salah satu kendala yang sangat dirasakan oleh nelayan di Kepulauan
Morotai. Dengan tipologi wilayah kepulauan dan aksesibilitas antar desa yang rendah menyebabkan harga BBM antara desa satu dengan desa yang lainnya sangat berbeda,
kisaran harga BBM di Kepulauan Morotai antara Rp. 5500lt sampai dengan Rp. 7000lt. Kedua; rendahnya harga ikan. Ketiga; banyaknya nelayan asing yang
melakukan penangkapan di wilayah perairan Kepulauan Morotai. Ada nelayan asing yang mempunyai izin operasi di daerah lain seperti di Sulawesi Utara, ada yang
memang tanpa izin sama sekali yang berasal dari negara Fhilipina dan Taiwan.
5.3.1. Aspek Biologi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Cakalang
Data pemanfaatan sumber daya perikanan cakalang dalam analisis ini dibuat dalam 6 titik waktu mulai dari tahun 1999 – 2004. Selama periode 1999 sampai dengan
2004, hasil tangkapan atau produksi catch dan hasil per unit penangkapan CPUE perikanan Cakalang di Kepulauan Morotai untuk alat tangkap Pole and Line dan Hand
Line berfluktuasi seperti terlihat pada Tabel 21. Dari Tabel 21, menunjukan bahwa hasil tangkapan tertinggi terdapat pada tahun
2004 yaitu sebesar 810 ton dengan intensitas penangkapan 2.642 trip, sedangkan terendah terjadi pada tahun 2000 dengan produksi sebesar 350 ton dan upaya
penangkapan sebesar 958 trip. Sementara itu fluktuasi pertumbuhan produksi catch tertinggi terdapat pada tahun 2001 yaitu sebesar 105.71 dan fluktuasi terendah terjadi
pada tahun 2000 yaitu -46.15.
103
Tabel 21. Fluktuasi Catch, Effort dan CPUE Cakalang selama periode 1999 – 2004 di Kepulauan Morotai.
Total Hasil Upaya Penangkapan Baku Trip
Total Effort CPUE
Tahun Tangkapan Trip
KgTrip Kg
Pole and Line Hand Line
X Y 1999 650000
1698 82.16 1780.16
365.14 2000 350000
912 46.56 958.56 365.13
2001 720000 2210
130.00 2340.00 307.69
2002 550000 1553
121.80 1674.80 328.40
2003 670000 1843
164.82 2007.82 333.70
2004 810000 2408
234.01 2642.01 306.59
Sumber: Diolah dari Data Produksi PT. Primarefa Indo Morotai 2006 Upaya
penangkapan effort
juga mengalami fluktuasi selama kurun waktu 1999 – 2004. Selama 6 titik waktu tersebut, pada tahun 2001 terjadi kenaikan upaya
penangkapan effort yang tertinggi, yaitu sebesar 144.12. Sedangkan penurunan effort
yang terbesar terjadi pada tahun 2000 yaitu mencapai -46.15. Penurunan upaya penangkapan effort pada tahun 2000 disebabkan oleh dampak konflik yang terjadi
pada bulan Desember tahun 1999. Nilai Catch Per Unit Effort CPUE merupakan jumlah tangkapan per satuan
upaya penangkapan. Nilai CPUE mempunyai hubungan yang negatif terhadap nilai effort
, artinya semakin tinggi nilai effort maka nilai CPUE semakin berkurang atau produktivitas alat tangkap yang digunakan akan berkurang jika dilakukan penambahan
effort . Berdasarkan hasil olahan data yang diperoleh dari PT. Primareva Indo Morotai
nilai CPUE tertinggi dalam kurung waktu 1999 – 2004 terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 6.73. Nilai CPUE terendah terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar -15.73,
hal ini terjadi karena pada tahun tersebut terjadi peningkatan effort seiring dengan kondisi keamanan pasca konflik yang mulai kondusif.
5.3.2. Fungsi Produksi Lestari Komoditas Cakalang