Kondisi Kelembagaan Pengusaha dalam bidang Perikanan Cakalang

Implikasi dari pelaksanaan program dibidang perikanan yang dilakukan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Halmahera Utara adalah tersedianya sarana perikanan tangkap serta modal usaha bagi nelayan, namun sarana dan modal yang diberikan masih sangat terbatas baik jumlah maupun mutunya. Program yang dilakukan jika dilihat dalam jangka panjang tidak mempunyai prospek yang bagus karena pragram selalu dalam bentuk bantuan sarana dan modal usaha fisikfinansial perikanan, sementara penyiapan sumberdaya, ketrampilan dan kelembagaan perikanan nelayan tidak dilaksanakan. Apalagi program bantuan sarana dan modal yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan nelayan. Dalam upaya untuk mengelolah sumberdaya perikanan cakalang yang ada di pulau-pulau kecil, pemerintah daerah Halmahera Utara selama ini hanya bersandar pada aturan-aturan secara nasional, baik Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah, hal ini karena selama ini pemerintah daerah baik sebelum pemekaran dan setelah pemekaran belum memiliki peraturan daerah Perda yang mengatur tentang pengelolaan sumberdaya perikanan.

5.4.2. Kondisi Kelembagaan Pengusaha dalam bidang Perikanan Cakalang

Pengusaha yang melakukan investasi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan komoditas cakalang di Kepulauan Morotai saat ini hanya terdapat satu perusahaan yaitu PT. Primareva Indo. Perusahaan ini mulai beroperasi pada akhir tahun 1997 sebagai perusahaan pengumpul dan pengawetan cold storage. PT. Primareva Indo tidak memiliki armada sendiri tetapi hanya melakukan kegiatan pembelian hasil tangkapan nelayan sebagai penampung ikan cakalang segar kemudian hasilnya diekspor ke Banyuwangi dan Jakarta. Karena hanya terdapat satu perusahaan maka organisasi antar perusahaan jelas tidak ada. Kelembagaan yang ada hanya mengatur secara internal perusahaan dalam pemanfaatan komoditas cakalang. Hubungan Perusahaan dengan nelayan di Kepulauan Morotai melalui dua pola yaitu dengan sistem kemitraan dan bukan kemitraan. Nelayan yang mempunyai kemitraan akan mendapat bantuan prasarana dan sarana penangkapan dari perusahaan namun nelayan tersebut mempunyai kewajiban menjual hasil tangkapannya kepada perusahaan. Sedangkan nelayan yang tidak bermitra tentu tidak 114 mendapat fasilitas dari perusahaan dan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk perusahaan. Dengan hanya terdapat satu perusahan perikanan cakalang di Kepulauan Morotai menciptakan kondisi pasar cakalang menjadi pasar monopoli. Karena hanya terdapat satu pembeli maka harga ikan hanya ditentukan oleh perusahaan. Kondisi ini jelas merugikan nelayan yang tidak melakukan kemitraan karena pada satu sisi mereka tidak mendapat bantuan prasarana dan sarana tangkapan, pada sisi yang lain mereka terpaksa harus menjual hasil tangkapan mereka kepada perusahaan PT. Primareva Indo karena pasar komoditas cakalang yang masih terbatas. Selain hanya terdapat satu perusahaan pengumpul atau pembeli hasil tangkapan, pihak sawasta seperti perbankan dan koperasi juga belum terlihat pernannya dalam pengembangan pemanfaatan perikanan cakalang di Kepulauan Morotai. Di kepulauan ini hanya terdapat satu Bank yakni Bank Rakyat Indonesia BRI Unit Daruba. Menurut hasil wawancara dengan pihak perbankan BRI unit Daruba, kurang berperannya perbankan dalam pemanfaatan perikanan cakalang di Kepulauan Morotai karena pengorganisasian nelayan baik kelompok nelayan maupun koperasi nelayan di Kepulauan Morotai belum terbentuk sehingga kemitraan dan pembinaan terhadap nelayan dalam penyaluran kredit usaha mengalami kendala. 5.4.3. Kondisi Kelembagaan Nelayan Perikanan Cakalang Nelayan di Kepulauan Morotai Halmahera Utara adalah nelayan perikanan tangkap dan hanya terdapat sebagian kecil nelayan budidaya rumput laut dan kerapu hidup. Komoditas cakalang menjadi jenis ikan yang paling banyak dimanfaatkan oleh nelayan perikanan tangkap di Kepulauan Morotai. Prasarana dan sarana nelayan cakalang masih tradisional. Dengan peralatan tangkap yang terbatas sehingga jumlah hari trip nelayan cakalang di Kepulauan Morotai hanya one day trip. Dari aspek peralatan penangkapan, nelayan cakalang di Kepulauan Morotai mempunyai dua peralatan yaitu hand line dengan armada kecil yang jumlah ABK antara 2 - 4 orang dan pole and line dengan armada besar yang mempunyai ABK antara 7 – 12 orang. Umumnya nelayan cakalang di Kepulauan Morotai belum terorganisir dengan baik, yang ada hanya pengorganisasian secara internal dalam satu armada penangkapan. 115 Secara internal dalam satu armada aturan-aturan yang mengatur hubungan antara pemilik kapal, juragan dan ABK umumnya sangat jelas, apakah tentang pembagian tugas antar ABK saat melaut maupun pembagian hasil penangkapan kelembagaan bagi hasil. Usaha perikanan cakalang umumnya dimiliki oleh usaha perorangan dan hanya beberapa unit usaha saja yang menjadi milik orang lain pengusaha yang diusahakan oleh nelayan. Sistem pembagian hasil umumnya dibagi dua yaitu 50 dari hasil tangkapan untuk pemilik perahu dan 50 untuk ABK, pembagian ini dilakukan setelah mengurangi biaya BBM dan operasional lainnya. Nelayan cakalang di Kepulauan Morotai sebagian besar tidak mempunyai hubungan kemitraan dengan pengusaha perusahaan kelembagaan hubungan kerja. Kondisi ini tercipta karena sebagian besar nelayan tidak terorganisir dengan baik. Namun nelayan cakalang di Desa Sangowo berbeda dengan desa-desa lainnya, mereka terhimpun dalam tiga kelompok nelayan yaitu kelompok nelayan Bahari Mandiri, Tuna Abadi dan Bubu Guraci. Kelompok- kelompok nelayan ini sudah terorganisir dengan baik, mereka mempunyai badan pengurus dan aturan-aturan organisasi ADART. Dengan kondisi seperti itu hak dan kewajiban anggota secara organisasi telah diatur dengan baik untuk mensejahterakan anggotanya. Walaupun nelayan Desa Sangowo memiliki kelembagaan yang baik namun mereka memiliki armada penangkapan yang umumnya berukuran kecil dengan mesin ketinting yang berkapasitas 5 PK, dengan jumlah ABK hanya 2 orang per armada. Dengan kondisi yang terorganisir tersebut nelayan di Desa Sangowo melakukan kemitraan dengan PT. Primareva Indo, sehingga dengan kemitraan ini nelayan dapat merasakan kepastian pasar walaupun harga yang dibeli kadang-kadang tidak sesuai dengan harga ikan di pasar lokal, namun mereka mempunyai kepastian harga dan pasar yang lebih baik dari yang tidak bermitra. Berdasarkan penelitian ini, kelembagaan nelayan di Kepulauan Morotai Halmahera Utara selain tidak memiliki kelompok nelayan yang memadai, nelayan di Kepulauan Morotai juga tidak memiliki organisasi atau usaha-usaha dagang atau koperasi. Kondisi ini sangat menyulitkan bagi pemerintah daerah maupun pengusaha dalam melakukan pembinaan, penyuluhan dan kemitraan. Di sisi lain, kondisi 116 kelembagaan nelayan ini akan memperlemah nilai tawar nelayan itu sendiri terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah maupun perusahaan atau kondisi pasar.

5.4.4. Analisis Interaksi antar Unsur Lembaga Perikanan Cakalang.