Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring bertambahnya waktu kehidupan manusia mengalami perkembangan yang lebih maju. Perkembangan tersebut tidak bisa lepas dari keberadaan pendidikan yang selalu mengiringi kehidupan manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Dwikarya Dwi Siswoyo, 2011: 1 bahwa pendidikan merupakan suatu gejala semesta fenomena universal dan akan berlangsung sepanjang hayat manusia, di manapun manusia berada. Thomas Lickona 2012: 7, mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan adalah membimbing para generasi muda menjadi pribadi yang cerdas serta berperilaku baik. Hal ini sejalan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional di Negara Indonesia. Pada UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab” Oleh karena itu tugas pendidikan bukan hanya membentuk pribadi yang cerdas namun juga membentuk pribadi yang bertakwa, berbudaya serta berkarakter. Hal ini sebagai salah satu langkah dalam mewujudkan visi pembangunan nasional, seperti yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional RPJPN 2005 – 2025 yaitu “mewujudkan masyarakat 2 berakhlak mulia, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila” Theresiana,dkk, 2014: 1. Muchlas Samani, dkk. 2005: 43 mengungkapkan bahwa karakter atau budi pekerti tidaklah diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Pendidikan budaya dan karate bangsa meruapakan salah satu langkah tenaga pendidik dalam mengembangkan budaya dan karakter bangsa dan salah satu karakternya adala disiplin. Maria J. Wantah 2005: 143, mengemukakan bahwa melihat dari sisi pendagogik anak, disiplin sangatlah penting bahkan merupakan keharusan bagi pertumbuhan anak serta perkembangan anak yang akan mewujudkan pengendalian diri. Disiplin merupakan salah satu kebutuhan perkembangan bagi anak serta sekaligus upaya mengembangkan anak-anak untuk berperilaku sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Ketika kedisiplinan seseorang tinggi, maka keamanan dan ketertiban akan mudah untuk diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Peraturan itu ada untuk memberikan pedoman dalam menjalani kehidupan agar menjadi lebih terarah dan lebih baik lagi. Kehidupan anak-anak sangat akrab dengan kegiatan bermain. Peraturan- peraturan yang terdapat dalam permainan harus diikuti oleh para pemainnya sehingga dapat membantu mengajarkan anak dalam menaati peraturan serta bertindak disiplin. Hurlock 1993: 320, mengungkapkan bahwa sebenarnya bermain bukanlah kegiatan pemborosan waktu justru terdapat pengalaman belajar yang berharga terdapat didalamnya. 3 Permainan tradisional merupakan salah satu warisan budaya yang menyimpan transformasi nilai di dalam permainan-permainannya Sukirman, 19921993: 45. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Christriyati A, dkk. 19971998: 56 bahwa permainan anak tradisional sebagai salah satu warisan dari leluhur bangsa Indonesia diyakini mengandung nilai-nilai positif yang sangat berguna bagi perkembangan jiwa anak. Hal itu dikarenakan dalam permainan tradisional menyimpan simbol-simbol yang dapat digunakan sebagai pembelajaran nilai-nilai, sehingga keberadaannya memberikan sumbangan bagi pembelajaran nilai-nilai kehidupan dalam diri anak. Permainan tradisional yang dahulu sangat digemari anak-anak dan merupakan sarana sosialisasi kini mulai terkikis keberadaannya Sukirman D,dkk, 2004: 18. Chirstriyati A dalam Sujarno, 2013: 2 mengatakan bahwa seiring perkembangan zaman, permainan tradisional mulai tergantikan oleh permainan yang relative baru dan modern. Disamping itu, banyak orang dewasa memandang bahwa permainan tidak memberikan sumbangan yang berarti untuk meningkatkan prestasi anak khususnya dalam bidang akademik anak. Mayoritas beranggapan bahwa prestasi belajar siswa sangatlah penting dan perlu mendapatkan porsi belajar tambahan dengan mengikuti les-les belajar setelah jam sekolah Marsono, 1999: 1. Hal ini sudah tentu mengurangi porsi bermain anak dalam kehidupan sehari-harinya. Permainan elektronikpun menjadi pilihan yang dipandang tepat untuk memenuhi porsi bermain anak. Padahal hal tersebut tidak seratus persen tepat. Karena manfaat aktivitas bermain anak yang dimaksudkan untuk memenuhi perkembangan anak bukan sekedar untuk memperoleh kesenangan dalam diri 4 anak. Tapi juga terdapat manfaat lain yang bisa diambil dalam aktivitas bermain, seperti kebutuhan sosial atau ketangkasan fisik yang tidak sepenuhnya mampu diberikan oleh pemainan elektronik. Sekolah Dasar Nahdlatul Ulama’ merupakan sekolah berbasis pesantren. Selain pelajaran umum, siswa juga mendapatkan pelajaran keagamaan. Jadi, siswa mengikuti jam sekolah lebih lama dibanding dengan siswa sekolah dasar pada umunya. Karena terdapat tambahan waktu untuk pembelajaran keagamaan, khususnya siswa yang mengikuti program asrama yaitu kelas V dan VI. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa siswa memiliki jadwal belajar yang padat. Diantara jadwal pembelajaran tersebut, siswa sebenarnya sudah diberikan waktu istirahat dan bermain. Namun sayangnya, siswa kurang dapat memanfaatkan waktu tersebut dengan baik untuk bermain. Seringkali siswa menghabiskan waktu istirahat tersebut dengan mengobrol di depan kelas, berlari- larian di halaman sekolah atau di komplek perumahan yang berada di sekitar sekolah atau melihat kartun animasi dengan meminjam komputer sekolah yang tersambung dengan internet. Selain itu, suatu kali pernah siswa bermain air dengan wastafel yang ada di sekolah hingga menimbulkan banyak genangan air disekitarnya dan wastafel tersebut mengalami kerusakan karena tersumbat. Berdasarkan hasil observasi pada siswa kelas V Sekolah Dasar Nahdalatul Ulama Yogyakarta, muncul tanda-tanda kurang adanya kedisiplinan dalam diri siswa. Hal ini dapat dilihat pada keseharian siswa ketika di lingkungan sekolah, seperti saat siswa bermain di sekitar sekolah, saat siswa sedang dalam kegiatan belajar mengajar di kelas atau hal- hal yang berkaitan dengan ketaatan siswa 5 terhadap peraturan-peraturan sekolah. Pada saat bel masuk kelas telah berbunyi, siswa tidak langsung memasuki kelas tetapi masih meneruskan aktivitas bermainnya hingga dipanggil oleh guru untuk segera masuk ke dalam kelas. Ketika sudah di dalam kelas, tak jarang siswa tidak memperhatikan pelajaran karena sedang bermain atau menunjukkan sikap hiperaktif seperti bermain glotekan memukul-mukul bangku yang membuat kelas menjadi gaduh. Disamping itu, pada saat pembelajaran sedang berlangsung tak jarang siswa berjalan keluar kelas tanpa meminta ijin kepada guru yang mengajar terlebih dahulu. Berkenaan dengan peraturan sekolah, masih terdapat beberapa siswa yang tidak tertib dalam pemakaian seragam seperti memakai seragam tidak sesuai dengan jadwal atau pemakaian atribut sekolah yang kurang lengkap. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Peningkatan Sikap Disiplin Siswa Melalui Penggunaan Permainan Tradisional Siswa Kelas V Sekolah Dasar Nahdlatul Ulama’ Sleman, Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah