Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Hasil Belajar Siswa di Madrasah Aliyah Al Mawaddah Jakarta Selatan.

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh : Husnawati NIM. 109011000161

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang sudah ada pada setiap manusia sejak lahir serta mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Ilahiah sebagai makhluk yang memiliki ketergantungan terhadap kekuatan Sang Maha Pencipta.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) Untuk mengetahui kecerdasan spiritual siswa MA di lingkungan ponpes Al-Mawaddah Jakarta Selatan, (2) Untuk mengetahui prestasi belajar siswa MA di lingkungan ponpes Al-Mawaddah Jakarta Selatan. (3) Untuk menganalisa pengaruh kecerdasan spiritual terhadap hasil belajar siswa di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Jakarta Selatan.

Metode yang digunakan dalam metode ini adalah menggunakan metode penelitian deskriptif korelasional (Descriptive Correlation Research). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 25 siswa berasal dari kelas XI dan 5 siswa berasal dari kelas XII. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket kecerdasan spiritual dengan bentuk alternatif jawaban SL (selalu) SR (sering) KD (kadang-kadang) TP (tidak pernah) jumlah quesioner sebanyak 60 soal. Sedangkan teknik korelasi yang digunakan adalah product moment.

Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan spiritual terhadap hasil belajar siswa di Madrasah Aliyah Al Mawaddah Jakarta Selatan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual mempunyai pengaruh yang sangat kuat (tinggi) terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari perolehan perhitungan korelasional antara kecerdasan spiritual dengan prestasi belajar yaitu sebesar 0,979 dan setelah dikonsultasikan pada tabel nilai “r” Product Moment berada diposisi 0,90-1,00 yang berarti antara kecerdasan spiritual dan hasil belajar terdapat korelasi yang signifikan.

Dari pengujian hipotesis, menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual juga memberikan kontribusi dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini menunjukkan kecerdasan spiritual merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa di Madrasah Aliyah Al Mawaddah Jakarta Selatan.


(8)

being from birth and are able to actualize the divine values as being dependent on the power of the Creator.

The purpose of this study is: (1) To determine the spiritual intelligence MA students in the boarding school Al-Mawaddah South Jakarta, (2) To determine student achievement in environmental MA Al-Mawaddah boarding school in South Jakarta. (3) To analyze the influence of spiritual intelligence on student achievement in environmental MA Al-Mawaddah boarding school in South Jakarta.

The method used in this research is descriptive correlational research method (Descriptive Correlation Research). Sampling was done using purposive sampling technique. Sample was derived from 25 students of class XI and class 5 students coming from XII. The instrument used was a questionnaire study of spiritual intelligence to shape alternative answers SL (always) SR (often) KD (sometimes) TP (never) number questioner about 60. While the correlation technique used is the product moment.

The results found in this study that a significant difference between spiritual intelligence on learning outcomes of students in Madrasah Aliyah Al Mawaddah South Jakarta. The results also suggest that spiritual intelligence has a very strong influence (high) on student learning outcomes. It can be seen from the calculation of correlation between the acquisition of spiritual intelligence with learning achievement that is equal to 0.979 and after consultation on the table of values "r" Product Moment is positioned between 0.90 to 1.00 which means spiritual intelligence and learning achievement, there is a significant correlation.

Of testing the hypothesis suggests that spiritual intelligence also contributed in improving student achievement. This suggests spiritual intelligence is one of the factors that may affect student achievement in Madrasah Aliyah Al Mawaddah South Jakarta.


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena dengan inayah, rahmat dan karunia Allah SWT, penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai revolusioner dunia dan pembawa risalah serta kepada keluarga, dan para sahabatnya, mudah-mudahan kita semua akan mendapatkan syafa’atul ‘udzma di yaumil kiamat kelak Amin.

Pada dasarnya dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapati kesulitan. Akan tetapi, dengan adanya bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak Alhamdulillah penulisan skripsi ini masih banyak sekali kekurangan sehingga saran serta kritik dengan kerendahan hati penulis terima dengan sehingga skripsi dapat lebih sempurna lagi.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkanbanyak terima kasih kepada berbagai pihak dan instansi lainnya yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini antara lain kepada :

1. Dr. Hj. Nurlena Rifa‟i. M.A. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku ketua Jurusan PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Marhamah Saleh, Lc., M.A selaku Sekretaris Jurusan PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4. Dr. Sururin, M.A selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah sabar membimbing, memberikan saran, arahan, motivasi dan telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran di sela-sela kesibukannya.

5. Yayasan Baitul Rahim khususnya Ibu Neneng Hasanah, S.Ag, MM, Selaku Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Al Mawaddah Jakarta Selatan. Serta seluruh dewan guru, staf karyawan dan siswa siswi Al Mawaddah kelas XI dan XII yang telah berpartisipasi dan memberikan kontribusinya


(10)

dalam memperoleh informasi, dan telah meluangkan waktunya kepada penulis hingga terselesainya skripsi ini.

6. Ayahanda Drs Ahmad dan Ibunda Musyarrofah yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dan motivasi hingga terselesainya skripsi ini. Ananda mungkin tidak mampu membalasnya. Serta kakakku Mawaddah, adik-adikku Sayyidah Muflihah dan Lailaturrahmah.

7. Teman-teman seperjuangan jurusan PAI kelas D angkatan 2009 dan jurusan PAI peminatan TH (Tafsir Hadis) angkatan 2009 yang tidak dapat penulis sebutkan. Yang telah menemani perjalanan dalam menyelesaikan setiap mata kuliah, selalu memberikan motivasi, hingga selesainya skripsi ini. Mudah-mudahan tali silaturrahim selalu terjaga diantara kita.

Akhirnya penulis menyerahkan semuanya kepada Allah SWT. Mudah-mudahan mendapat balasan yang lebih baik. Harapan penulis mudah-Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi siapa saja yang membacanya untuk menambah ilmu pengetahuan. Amin ya Robbal ‘alamin.

Jakarta, 01 April 2014

Husnawati


(11)

LEMBAR UJI REFERENSI

LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 6

C. Pembatasan Masalah 6

D. Perumusan Masalah 6

E. Tujuan Penelitian 7

F. Kegunaan Penelitian 7

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teoretik 1. Kecerdasan Spiritual

a. Pengertian Kecerdasan Spiritual 8

1. Kecerdasan Spiritual Perspektif Psikologi 12

2. Kecerdasan Spiritual Perspektif Islam 15

b. Karakteristik dan Ciri-Ciri Kecerdasan Spiritual 24

c. Fungsi Kecerdasan Spiritual 26

d. Perkembangan Jiwa Agama (Spiritual) Anak Usia Remaja 30 2. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar 33

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar 34 3. Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi Belajar 36

B. Hasil Penelitian Yang Relevan 37

C. Kerangka Berfikir 38


(12)

D. Populasi dan Sampel 41

E. Teknik Pengumpulan Data 42

F. Teknik Analisis Data 44

G. Hipotesis Statistik 49

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Profil Sekolah 50

2. Sejarah Berdirinya Madrasah Aliyah Al Mawaddah 50

3. Visi dan Misi 51

4. Waktu Belajar dan Aktivitas Siswa 52

5. Struktur Organisasi Madrasah Aliyah Al Mawaddah 54

6. Struktur Kurikulum 54

7. Keadaan Guru Madrasah Aliyah Al Mawaddah 59

8. Keadaan Siswa Madrasah Aliyah Al Mawaddah 59

9. Sarana dan Prasarana Madrasah Aliyah Al Mawaddah 59

B. Deskripsi Data 60

C. Analisa Data 70

D. Interpretasi Data 75

E. Pembahasan Hasil Penelitian 77

F. Keterbatasan Penelitian 78

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 79

B. Implikasi 80

C. Saran-saran 80

DAFTAR PUSTAKA 82


(13)

3. Tabel 3.3 Skor Angket Penelitian untuk jawaban yang negatif 45

4. Tabel 3.4 Skala kecerdasan spiritual 46

5. Tabel 3.5 Klasifikasi Prestasi Belajar Siswa 46

6. Tabel 3.6 Angka indeks korelasi “r” Product Moment 47

7. Tabel 3.7 Hipotesis Statistik 49

8. Tabel 4.1 Aktifitas Harian Siswa Al Mawaddah 53

9. Tabel 4.2 Aktivitas Mingguan Siswa Al Mawaddah 54

10.Tabel 4.3 Kurikulum Madrasah Aliyah Al Mawaddah 56

11.Tabel 4.4 Struktur Kurikulum Kelas X 57

12.Tabel 4.5 Struktur Kurikulum Kelas XI dan XII program IPS 58

13.Tabel 4.6 Keadaan siswa MA Al Mawaddah Tahun 2013/2014 60

14.Tabel 4.7 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan Ibadah atau Keimanan 62 15.Tabel 4.8 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan Ibadah atau Keimanan 62 16.Tabel 4.9 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan Ibadah atau Keimanan 63

17.Tabel 4.10 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan keilmuan 64

18.Tabel 4.11 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan akhlak 65

19.Tabel 4.12 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan akhlak 66

20.Tabel 4.13 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan Pergaulan Sosial dalam

Kehidupan Sehari-hari 67

21.Tabel 4.14 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan Pergaulan Sosial dalam

Kehidupan Sehari-hari 68

22.Tabel 4.15 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan Belajar 68

23.Tabel 4.16 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan Kejujuran 69

24.Tabel 4.17 Kecerdasas Spiritual Berkaitan dengan kebersihan 70

25.Tabel 4.18 Data hasil angket kecerdasan spiritual siswa MA Al Mawaddah 71 26.Tabel 4.19 Data Hasil belajar siswa kelas XI dan XII MA Al Mawaddah 73


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan suatu Bangsa akan selalu membawa perubahan di segala bidang kehidupan, terutama dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dengan melalui pendidikan yang berkesinambungan dan peran serta aktif semua pihak akan memberikan dampak yang baik dalam menentukan kemajuan suatu bangsa.

Dalam rangka melaksanakan pendidikan, Bangsa Indonesia melakukan usaha untuk mencapai Tujuan Nasional. Tujuan Pendidikan yang demikian mulianya oleh Pemerintah tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 mengenai fungsi dan tujuan pendidikan yaitu :

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”1

1

Depdiknas RI, Undang-Undang Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2003), h. 8.


(15)

Selain terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, tujuan pendidikan nasional juga terdapat dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Pasal 31 ayat 3 yaitu : “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.2

Dari kutipan-kutipan tersebut jelas bahwa pendidikan bertujuan menciptakan manusia-manusia yang berkualitas baik lahiriah maupun bathiniah. Salah satu usaha pemerintah untuk merealisasikan tujuan pendidikan nasional agar bangsa Indonesia menjadi manusia yang cerdas, dan berkualitas secara lahiriah dan bathiniah, maka pemerintah menetapkan Pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam, guna tercapainya realisasi tujuan akhir pendidikan Islam bagi bangsa Indonesia.

Memahami tentang tujuan pendidikan Islam, mengutip dari Ibnu Khaldun, A. Fattah Yasin menyebutkan bahwa tujuan pendidikan menyangkut tiga aspek diantaranya untuk mencerdaskan manusia, menumbuhkan sikap sosial manusia, dan untuk meningkatkan jiwa keruhanian manusia. Begitupun mengenai tujuan pendidikan Islam sebenarnya tidak terlepas dari tujuan hidup manusia. Maka tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan diciptakannya manusia itu sendiri yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT.3

Menurut Samsul Nizar, “menurut hasil Kongres Pendidikan Islam Sedunia Tahun 1980 di Islamabad, menyebutkan, bahwa pendidikan Islam haruslah bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh, secara seimbang, melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional, perasaan indera”.4

Untuk itu harus dibina seluruh potensi yang dimiliki dalam

2

MPR RI, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dan Ketetapan Majlis Permusyawaratan Rakyat Rapublik Indonesia, (Jakarta : Sekretariat Jenderal MPR RI, 2012), cet. ke-XI, h. 191.

3

A. Fattah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang : UIN-Malang Press, 2008), cet. ke-1, h. 114.

4

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan Islam, (Jakarta : Media Pratama, 2001), cet. ke-1, h. 106.


(16)

segala aspeknya seperti potensi spiritual, intelektual, perasaan, kepekaan, imajinatif, fisik, ilmiah dan sebagainya. Adapun, secara khusus agar pengembangan seluruh potensi manusia menjadi berkembang secara optimal dan bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan nasional, potensi manusia Indonesia dikembangkan melalui :

1) olah hati untuk memperteguh keimanan dan ketakwaan, meningkatkan akhlak mulia, budi pekerti, atau moral, membentuk kepribadian unggul, membangun ke-pemimpinan dan enterpreuneurship; 2) olah pikir untuk membangun kompetensi dan kemandirian ilmu pengetahuan dan teknologi; 3) olah rasa untuk meningkatkan sensitifitas, daya apresiasi, daya kreasi, serta daya ekspresi seni dan budaya; dan 4) olah raga untuk meningkatkan kesehatan, kebugaran, daya tahan, dan kesigapan fisik serta keterampilan kinestetis.5

Pendapat ini memberikan petunjuk dengan jelas bahwa dalam rangka mencapai pendidikan, Islam mengupayakan pembinaan seluruh potensi manusia secara serasi dan seimbang. Itulah manusia seutuhnya yang hendak dibentuk dan dituju oleh pendidikan Islam.

Sementara itu, dengan adanya Madrasah Aliyah yang menjadi fokus penelitian ini diharapkan kecerdasan spiritual dapat terbentuk sehingga terdapat keselarasan antara manusia sebagai makhluk dengan Khaliq-Nya, antara manusia dengan manusia lainnya sebagai makhluk sosial dan bahkan manusia dengan alam.

Hubungan manusia sebagai makhluk dengan Khalik-Nya, merupakan kebutuhan agama. Kebutuhan agama atau spiritual adalah kebutuhan manusia terhadap pedoman hidup yang dapat menunjukkan jalan ke arah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Semenjak lahirnya manusia sudah membawa fitrah beragama seperti disebutkan dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat 30 yang berbunyi :

5

Muhammad M. Basyuni, Revitalisasi Spirit Pesantren : Gagasan, Kiprah, dan Refleksi, (Jakarta : Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2006), cet. ke-1, h. 73.


(17)























































Artinya : “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetaplah pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah tersebut. Tidak ada perubahan bagi fitrah Allah; itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar-Rum :30).

Di samping ayat tersebut, juga disebutkan dalam hadits Nabi :

ُدَلْوُ ي ٍدْوُلْوَم ْنِماَم

الِا

ِِناَسِجَمُيْوَا ِِناَرِصَُ ي ْوَا ِِناَدِوَهُ ي ُاَوَ بَاَف ِةَرْطِفْلا ىَلَع

)ملسم اور(

Artinya :

“Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecendrungan untuk percaya kepada Allah). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Muslim).6

Dari ayat dan hadits di atas, jelaslah bahwa fitrah beragama pada manusia telah dibawa sejak lahir. Fitrah inilah yang merupakan intisari Kecerdasan Spiritual dalam perspektif Islam.

Sedangkan menurut psikologi modern, intisari dari SQ adalah God – Spot (Titik Tuhan).7 Sehingga SQ dilihat dari perspektif psikologi tidak mesti berhubungan dengan agama. Selain kebutuhan agama (Spiritual) manusia juga memerlukan pendidikan. Pendidikan merupakan sarana atau alat untuk mendapatkan Ilmu Pengetahuan. Pada awal abad ke-20, IQ pernah menjadi isu besar dalam dunia pendidikan. Kecerdaan intelektual adalah kecerdasan yang digunakan untuk memecahkan masalah logika maupun strategis. Kecerdasan Intelektual (IQ) inilah yang umumnya menjadi ukuran kecerdasan seseorang. Menurut teori, semakin tinggi IQ seseorang, maka semakin tinggi pula kecerdasannya.

6

Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), cet. ke-5, h. 96.

7

Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ : Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2001), cet. ke-3, h. 82.


(18)

Ternyata, IQ tinggi tidak menjamin mempunyai prestasi dan kehidupan yang sukses. Hal itu terjadi pada pertengahan tahun 1990-an, ketika Daniel Goleman mempublikasikan faktor-faktor yang terkait mengapa orang yang ber IQ tinggi gagal, dan orang yang ber IQ sedang menjadi sangat sukses. Faktor-faktor ini mengacu pada suatu cara lain untuk menjadi cerdas, cara itu disebut Emotional Quotien (Kecerdasan Emosional) atau umumnya disebut dengan istilah EQ. Emotional Quotien (EQ) ini merupakan suatu keterampilan yang mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat, dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial.

Penelitian-penelitian yang dilakukan para ilmuan telah berhasil menemukan “Q” jenis ke-3 yang memberikan gambaran utuh kecerdasan manusia, yaitu kecerdsan spiritual (SQ). Spiritual Quotien (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai. Kecerdasan yang dapat membuat kita mampu menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan, SQ merupakan kecerdasan tertinggi manusia.8 Spiritual Quotien (SQ) juga memberikan potensi bagi seseorang untuk tumbuh dan berubah, bersikap kreatif, luwes, berwawasan luas serta memungkinkan seseorang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain.9

Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan, bahwa keberadaan kecerdasan spiritual akan memupuk sikap-sikap positif seperti kejujuran, semangat, motivasi, kepemimpinan, kecerdasan emosional dan sikap-sikap positif lainnya. Dalam proses belajar, kehadiran sikap positif tersebut diharapkan dapat memacu semangat peserta didik untuk lebih giat belajar sehingga nantinya diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar yang akan mereka peroleh.

Apabila kecerdasan spiritual dimiliki oleh siswa, mereka akan lebih mampu memahami berbagai persoalan yang timbul selama proses belajar

8

Ibid, h. 3.

9


(19)

mengajar berlangsung di sekolah. Tidak hanya itu, dengan kecerdasan spiritual ini para santri akan lebih mampu memotivasi diri utuk lebih giat belajar atau menuntut ilmu sehingga dapat menemukan makna (arti) dari pelajaran yang diberikan oleh guru. SQ juga mendorong untuk lebih kreatif yaitu memiliki daya cita (kreasi) yang tinggi sehingga prestasi belajar di sekolah meningkat.

Untuk memahami pembahasan tersebut, penulis mencoba mengangkatnya menjadi bahan kajian dalam skripsi yang berjudul “Kecerdasan Spiritual dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Siswa di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Jakarta Selatan ”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah yang akan dimunculkan, diantaranya :

1. Tujuan pendidikan dalam undang-undang belum sepenuhnya dilaksanakan secara sempurna oleh lembaga pendidikan.

2. Perlu diupayakan tercapainya tujuan pendidikan Islam yaitu membina seluruh potensi yang dimiliki siswa secara seimbang terutama potensi spiritual.

3. Proses pembelajaran lebih banyak menekankan pada nilai-nilai kognitif. 4. Kecerdasan spiritual dapat mengoptimalkan IQ hal ini dapat diketahui

siswa yang ber-SQ dapat meraih prestasi dalam belajarnya.

5. Orang yang mempuyai kecerdasan spiritual mempunyai kepribadian yang positif.

6. Meraih prestasi dalam belajar bisa dipengaruhi oleh kecerdasan spiritual.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, penulis hanya membatasi masalah pada pengertian kecerdasan spiritual dalam perspektif Islam dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar berdasarkan hasil raport siswa Madrasah Aliyah di lingkungan ponpes Al-Mawaddah Jakarta Selatan.


(20)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka dalam penulisan skripsi ini masalah yang dibahas dapat dirumuskan :

1. Bagaimana kecerdasan spiritual siswa MA di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Jakarta Selatan?

2. Bagaimana prestasi belajar siswa MA di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Jakarta Selatan?

3. Adakah pengaruh kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar siswa MA di Madrasah Aliyah Jakarta Selatan?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kecerdasan spiritual siswa MA di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Jakarta Selatan.

2. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa MA di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Jakarta Selatan.

3. Untuk menganalisa pengaruh kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar siswa MA di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Jakarta Selatan.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Dapat menambah wawasan bagi penulis untuk mengetahui mengetahui pengertian kecerdasan spiritual dalam perspektif Islam dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar santri

2. Dapat dijadikan pertimbangan dalam mengambil kebijakan mengenai peningkatan hasil belajar siswa.

3. Dapat dijadikan acuan dan perbandingan untuk penelitian lebih lanjut mengenai tema-tema yang berhubungan dengan nilai-nilai spiritualitas dalam pembelajaran.


(21)

(22)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoretik 1. Kecerdasan Spiritual

a. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Kata kecerdasan spiritual terdiri dari dua kata “kecerdasan” dan “spiritual”. Sebelum mengetahui arti kecerdasan spiritual secara integral terlebih dahulu mengetahui arti kecerdasan spiritual secara terpisah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kecerdasan yaitu kesempurnaan akal budi seperti; kepandaian, ketajaman pikiran.1 Sedangkan kata kecerdasan menurut kamus psikologi yaitu kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara tepat dan efektif`.2 Kecerdasan (dalam bahasa Iggris disebut intelligence dan dalam bahasa Arab disebut al-Dzaka) menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan dan kesempurnaan sesuatu. Dalam arti, kemampuan (al-Qudrah) dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna. Begitu cepat penangkapannya itu sehingga Ibnu Sina, seorang psikolog falasafi, menyebut kecerdasan sebagai kekuatan intuitif (al-Hads).3

Beberapa tokoh masing-masing memiliki pengertian yang berbeda tentang kecerdasan. Bischof dan HeidenRich mengemukakan definisi

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008) , cet. Ke- IV, h. 262.

2

J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi terjemahan Kartini Kartono, (Jakarta : PT Raja Grafindo persada, 2008), h. 253.

3

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), cet. ke-2, h. 317.


(23)

intelegensi dengan pengertian yang sama yaitu : “inttelligence refers to the

ability to leam and to utilize what has been learned in adjuting to unfamiliar situations, or in the solving of problems.” (inteligensi menyangkut kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalm usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal, atau dalam pemecahan masalah-masalah).4

Suparman menjelaskan kecerdasan (intelligence) adalah kemampuan manusia untuk memperoleh pengetahuan dan pandai melaksanakannya dalam praktik, hal ini berarti kemampuan berpikir dan menalar. Adapun potensi kecerdasan meliputi : kemampuan memahami, menganalisis, membuat keputusan, sampai pada kemampuan menjalankan (mngeksekusi).5 Dalam hal ini yang terlibat bukan hanya kecerdasan intelektual, melainkan juga kecedasan emosional dan juga kecerdaan spiritual.

Feldam mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan memahami dunia, berpikir secara rasional, dan menggunakan sumber-sumber secara efektif pada saat dihadapkan dengan tantangan. Dalam pengertian ini kecerdasan terkait dengan kemampuan memahami lingkungan atau alam sekitar, kemampuan penalaran atau berpikir logis, dan sikap bertahan hidup dengan menggunakan sarana dan sumber-sumber yang ada.6

Menurut tokoh psikologi David C. Edward seperti dikutip oleh Alisuf Sabri dalam buku “Psikologi Pendidikan” sebagai berikut : “Intelligence is a general capacity of behave in an adaptable and acceptable manner”. Bahwa

kecerdasan adalah kemampuan umum mental individu yang tampak dalam cara bertindak atau berbuat atau dalam memecahkan masalah (problem solving).7

4

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan : Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2006), cet. ke-5, h. 141-142

5

Ririen Kusumawati, Artificial Intelligence Menyamai Kecerdasan Buatan Ilahi?, (Malang : UIN-Malang Press, 2007), cet. 1, h. 46.

6

Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2006), cet. 1, h. 59.

7


(24)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memahami lingkungan atau alam sekitar serta berpikir rasional guna menghadapi tantangan hidup serta dapat memecahkan berbagai problem yang dihadapi.

Sedangkan pengertian spiritual, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, bathin).8 Dalam kamus psikologi spiritual yaitu pertama berkaitan dengan roh, semangat atau jiwa, kedua religius yang berhubungan dengan agama, keimanan, kesalehan, menyangkut nilai-nilai transendental, ketiga sifat mental bersifat lawan dari mental, fisikal atau jasmaniyah. 9

Menurut Aliah B. Purwakania Hasan, kata “spirit” berasal dari kata benda bahasa Latin “spiritus” yang berarti napas dan kata kerja “spirare” yang berarti untuk bernapas. Melihat asal katanya, untuk hidup adalah untuk bernapas, dan memiliki napas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti memiliki ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material.10 Ada juga yang mengartikan pengertian spiritual secara leksikal, “spiritual” berarti berkenaan dengan kualitas, atau makna di luar kualitas, makna fisik, material, dan temporal, seperti mengani keadaan akal atau jiwa manusia; tentang makhluk supera natural; dan tentang sesuatu yang bersifat ukhrawi dan hakiki.11 Dapat disimpulkan bahwa spiritual adalah keadaan akal dan jiwa atau rohani manusia yang berhubungan dengan nilai-nilai ketuhanan.

Setelah mengetahui arti dari masing-masing kata kecerdasan dan spiritual, maka dapat diketahui arti kecerdasan spiritual secara integral. Yaitu, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berkenaan dengan hati dan

8

Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 1335.

9

J.P. Chaplin, op. cit., h. 480.

10

Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 288.

11

M. Syamsul Hady, Islam Spiritual : Cetak-biru Keserasian Eksistensi, (Malang : UIN Malang Press, 2007), h. 12.


(25)

kepedulian antar sesama manusia, makhluk lain, dan alam sekitar berdasarkan keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa.12

Selama ini kecerdasan hanya diartikan dengan kemampuan yang digunakan untuk masalah logika maupun strategis, yang lebih dikenal dengan IQ. Kecerdasan intelektual inilah yang umumnya menjadi ukuran kecerdasan seseorang. Namun pada awal abad 1990 Daniel Goleman, mempopulerkan kecerdasan emosional atau EQ. Kecerdasan ini tak kalah pentingnya dengan kecerdasan intelektual. Sebuah kemampuan untuk menanggapi dan mengenali perasaan secara tepat. Kecerdasan ini merupakan prasyarat dasar untuk menggunakan kecerdasan intelektual secara efektif.13

Pada akhir abad kedua puluh ini, dalam lapangan psikologi dipopulerkan kecerdasan jenis ketiga dalam diri manusia, yakni kecerdasan spiritual, atau yang dikenal dengan spiritual quotient (SQ).

Adapun, pengertian kecerdasan spiritual menurut tokoh-tokoh psikologi sebagaimana yang dikutip dari Danah Zohar dan Sudirman Tebba sebagai berikut :

1. Danah Zohar dan Ian Marshall

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah landasan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.

Selain itu, secara literal kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar dan Ian Marshall adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia yang berhubungan dengan kearifan di luar ego atau jiwa sadar. 2. Marsha Sinetar

Kecerdasan spiritual adalah pemikiran yang terilhami atau mendapat inspirasi. Kecerdasan ini diilhami oleh dorongan dan efektifitas yang

12

Departemen Pendidikan Nasional. loc. cit.

13


(26)

terinspirasi, keberadaan atau hidup keilahian atau penghayatan ketuhanan yang mempersatukan kita sebagai bagiannya.14

3. Khalil Khavari

Kecerdasan spiritual adalah bagian dari dimensi non material-roh manusia.15

4. Howard Gardner

Dalam multipe intelligence, Howard Gardner dari Harvard menyatakan bahwa sedikitnya ada 7 macam kecerdasan yang dimiliki manusia, termasuk kecerdasan musikal, spasial, kinenstetis, rasional, dan emosional. Tapi menurut Danah Zohar, bahwa semuajenis kecerdasan yang disebutkan Gardner pada hakikatnya adalah variandari ke-3 kecerdasan utama yaitu IQ, EQ, SQ, serta pengaturan saraf ketiganya.16

Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang sudah ada pada setiap manusia sejak lahir dan mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Ilahiah sebagai makhluk yang memiliki ketergantungan terhadap kekuatan Sang Maha Pencipta.17

1. Kecerdasan Spiritual Perspektif Psikologi (Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall)

Secara umum dalam meningkatkan kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, adalah dengan mengenali diri sendiri. Dan selalu bertanya mengapa? Untuk mencari keterkaitan antara segala sesuatu, untuk membawa ke permukaan asumsi-asumsi mengenai makna di balik atau di dalam sesuatu, menjadi lebih suka merenungi diri, lebih jujur terhadap diri sendiri, dan lebih pemberani.18

14

Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik, (Jakarta : Kencana, 2004), cet. ke-1, h. 24.

15

Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., h. xxvii.

16

Ibid, h. 4.

17

Abd. Wahab dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011), h. 52-53.

18


(27)

Kecerdasan terhadap diri sendiri merupakan langkah awal dalam meningkatkan kecerdasan spiritual. Selain itu ada enam jalan untuk bisa cerdas secara spiritual, yaitu :

Jalan 1 : Jalan tugas

Jalan ini ditempuh oleh manusia yang konvensional. Yaitu manusia yang melaksanakan tugas atau kewajiban yang telah ditambahkan Tuhan secara optimal sesuai dengan kemampuannya.

Jalan 2 : Jalan Pengasuhan

Jalan ini ditempuh oleh manusia sebagai makhluk sosial. Pengabdiannya terhadap Tuhan diwujudkan dengan membantu sesama manusia atau memberikan pengabdian sosial kepada masyarakat. Jalan ini sangat cocok untuk orang-orang seperti : perawat, guru, dan setiap orang yang berjiwa sosial.

Jalan 3 : Jalan pengetahuan

Jalan yang ditempuh manusia dengan mengabdikan diri melalui jalur ilmu pengetahuan. Jalan ini sangat cocok bagi mereka yang berlatar belakang akademik, intelektual, atau yang berminat pada ilmu pengetahuan, sekecil apapun.

Jalan 4 : Jalan perubahan pribadi

Sebuah upaya untuk pengabdian diri lewat latihan-latihan mistik dan spiritual. Jalan ini sangat cocok bagi mereka yang berlatar belakang seni.

Jalan 5 : Jalan persandaran

Sebuah upaya untuk pengabdian kepada Tuhan lewat jalur pengorbanan akan kepentingan diri demi kepentingan manusia yang lebih banyak ini sangat cocok bagi orang yang berjiwa realistis.

Jalan 6 : Jalan pemimpin yang penuh pengabdian

Sebuah upaya pengabdian kepada Tuhan lewat jalan pengabdian kepada orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya sedemikian sehingga pemimpin sebenarnya adalah pengabdian kepada umatnya.19

Keenam jalan ini menuju ke pusat. Pusat adalah perasaan kesucian dalam obyek dan peristiwa sehari-hari, rasa kesucian dalam tindakan penuh kasih sayang, rasa gembira ketika seseorang membawa sesuatu yang baru kedunia, rasa sangat puas ketika

19


(28)

seseorang melihat keadilan ditegakkan, rasa damai ketika seseorang mengabdi kepada Tuhan.20

Namun menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, meskipun dari masing-masing keenam jalan spiritual itu berbeda untuk mendapatkan kecerdasan spiritual lebih tinggi, karena untuk mendapatkan kemajuan, setiap jalan harus melalui langkah berikut :

Langkah 1 : Menyadari situasi

Pada tahap ini, dituntut upaya untuk menggali kesadaran diri, sehingga menjadi kebiasaan untuk merenungkan diri. Kecerdasan spiritual yang paling tinggi adalah menyelami diri hingga yang palng dalam, menilai diri sendiri dan perilaku dari waktu ke waktu.

Langkah 2 : Ingin berubah

Pada tahap ini kesadaran diri mendorong setiap kegiatan akan lebih baik sehingga bertekad untuk berubah dan rela menanggung segala resiko.

Langkah 3 : Mengenali diri

Pada tahap ini, dibutuhkan tingkat perenungan yang paling dalam, mengenal dirinya dan letak pusat diri, sehingga mengetahui motivasi diri yang paling dalam.

Langkah 4 : Menyingkirkan hambatan

Pada tahap ini, menyadari penghalang yang merintang, mengetahui posisi diri, seperti kemarahan, kerasukan, rasa bersalah, rasa takut, atau sekedar kemalasan.

Langkah 5 : Disiplin

Pada tahap ini, mengetahui disiplin atau jalan yang harus ditempuh sebagai kemungkinan untuk bergerak maju.

Langkah 6 : Makna terus menerus

Pada tahap ini, menjalani hidup menuju pusat berarti mengubah pikiran dan aktivitas sehari-hari menjadi ibadah terus menerus,

20


(29)

memunculkan kesucian alamiah yang ada dalam setiap situasi yang bermakna.

Langkah 7 : Hormati mereka

Dan akhirnya setelah menetapkan jalan yang telah dipilih, tetaplah sadar bahwa masih ada jalan-jalan yang lain. Hormatilah mereka yang melangkah dijalan-jalan lain. Sikap ini menumbuhkan sikap hidup yang terbuka, inklusif dan lapang menghadapi keragaman dan perbedaan.21

2. Kecerdasan Spiritual Perspektif Islam

a) Menurut KH. Toto Tasmara

Kecerdasan ruhaniah atau kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berpusatkan pada rasa cinta yang mendalam kepada Allah Rabbul „Alamin dan seluruh ciptaanNya. Kecerdasan ruhaniah merupakan bentuk kesadaran tertinggi yang berangkat dari keimanan kepada Allah SWT.22

b) Menurut Dr. M. Utsman Najati

Kecerdasan spiritual yaitu kemampuan seseorang dalam memperhatikan keseimbangan antara kesehatan mental dan fisik. Rasulullah selalu mendidik sahabat dalam meluruskan perilaku dan mental para sahabat yang mengalami keguncangan-keguncangan kejiwaan dan cenderung berperilaku menyimpang. Rasulullah mencerdaskan ruhani dengan :

Iman. Tidak pelak lagi bahwa iman dapat memperkuat sisi ruhaniah manusia. Iman yang terdapat dalam hati manusia adalah sumber ketenangan batin dan keselamatan jiwa. dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim “Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasadnya. Jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah itu adalah hati.”

21

Ibid., h. 231-233.

22

Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence), (Jakarta : Gema Insani Press, 2001). Cet. 1, h. viii.


(30)

Ibadah. Beribadah dapat menghapus kegelisahan yag timbul dari perasaan berdosa dan memberikan perasaan tenang. Beribadah juga mengajarkan banyak hal terpuji bagi manusia seperti sikap sabar, mampu menanggung kesulitan, melawan hawa nafsu, taat, teratur, mencintai dan berbuat baik kepada manusia, membantu orang-orang yang membutuhkan, saling tolong-menolong dan solodaritas sosial. Hal tersebut menjadi indikator penting dalam kesehatan jiwa.

Shalat. Shalat memiliki pengaruh besar dan efektif meyembuhkan manusia dari dukacita dan gelisah. Allah memerintahkan manusia untuk meminta pertolongan dengan shalat jika kesulitan dan duka cita menghadang, karena shalat memberikan ketenangan dan kedamaian dalam jiwa dan memberi energi ruhaniah yang luar biasa yang dapat membantu menyembuhkan penyakit-penyakit fisik dan jiwa. Energi ruhani shalat juga dapat membantu membangkitkan harapan, menguatkan tekad, meninggikan cita-cita dan menjadikan seseorang lebih siap menerima ilmu, pengetahuan dan hikmah.

Puasa. Manfaat utama puasa adalah menumbuhkan kemampuan mengontrol syahwat dan hawa nafsu pada diri manusia, serta dapat meningkatkan solidaritas sosial dengan kecendrungan membantu manusia dan merasakan penderitaan fakir miskin.23

Selain itu, menurut Dr. Djamaludin Ancok Fuat Nashori Suroso dalam bukunya Psikologi Islam, mengemukakan bahwa : Ditinjau dari segi ilmiah puasa dapat memberikan kesehatan jasmani maupun rohani. Dua buku yang ditulis oleh Dr. Alan Cott, doktor ahli dari Amerika tentang manfaat puasa “Fasting as a Way of Life” dan

“Fasting the Ultimate Diet”.

Dari kedua buku tersebut dikemukakan antara lain bagaimana keterkaitan antara puasa dengan gangguan kejiwaan dan tingkat kecerdasan seseorang.

Pertama, gangguan jiwa yang parah dapat disembuhkan dengan berpuasa. Dr. Nicolayev, seorang guru yang bekerja pada Lembaga

23

M. Utsman Najati, Belajar EQ dan IQ dari Sunah Nabi Diterjemahkan dari Al-Hadits Al-Nabawi wa ‘Ilmu Al-Nafs, (Jakarta :Penerbit Hikmah, 2002), cet. I, h. 100-110.


(31)

Psikiatri Moskow, mencoba menyembuhkan gangguan kejiwaan dengan berpuasa. Nicolayev mengadakan penelitian eksperimen dengan membagi subyek menjadi dua kelompok yang sama besar, baik usia maupun berat-ringannya penyakit yang diderita. Kelompok pertman diberi pengobatan dengan ramuan obat-obatan. Sementara kelompok kedua diperintahkan untuk berpuasa selama 30 hari. Dua kelompok tadi diikuti perkembangan fisik dan mentalnya dengan tes-tes psikologis. Dari eksperimen itu diperoleh hasil sangat baik, yaitu banyak pasien-pasien yang tidak bisa disembuhkan dengan terapi medik ternyata bisa disembuhkan dengan puasa dan kemungkinan pasien untuk tidak kambuh kembali setelah 6 tahun kemudian, ternyata sangat tinggi. Lebih dari separuh pasien tetap sehat. Ditinjau dari segi penyembuhan kecemasan Alan Cott juga mengatakan bahwa penyakit seperti susah tidur, merasa rendah diri, juga dapat disembuhkan dengan puasa.

Kedua, adanya percobaan Psikologi yang membuktikan bahwa berpuasa mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang. Hal ini berkaitan dengan prestasi belajarnya. Ternyata orang yang rajin berpuasa dalam tugas-tugas kolektif memperoleh sekor yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak puasa.24

Haji. Haji mengajarkan manusia untuk mampu menanggung kesulitan, melatih berjihad melawan nafsu dan megontril syahwat. Karena orang yang melakukan haji dilarang bersenggama, tidak menyakiti sesama, dan tidak melakukan hal yang dibenci Allah. Haji juga mendidik manusia untuk tidak takabur, ujub, dan tinggi hati. Karena semua makhluk di hadapan Allah adalah sama tidak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin, majikan dan pelayannya.

Zikir dan Doa. Rasulullah menyatakan bahwa dengan zikrullah, dapat memberikan kedamaian dan ketenangan dalam jiwa. dan doa merupakan zikir dan ibadah. Dengan berdoa terdapat kelapangan jiwa dan penyembuhan kesulitan, duka cita dan gelisah, karena berdoa dapat meringankan beban kesulitan dengan cara berkeluh kesah kepada Allah.

Membaca Al-Quran. Membaca Al-Quran adalah bentuk zikit yang paling utama karena dapat membersihkan hati, menyembuhkan dan menenangkan jiwa. jadi, Al-Quran menghilangkan

24

Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islam : Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995), cet. ke-2, h. 57-58.


(32)

penyakit yang menimbulkan keinginan-keinginan destruktif sehingga hati menjadi sehat dan kembali pada fitrah aslinya sebagaimana halnya badan kemali pada kondisi normal.25

c) Menurut Amr Hasan Ahmad Badran

Ibadah mahdah seperti shalat, puasa, haji dan lain sebagainya sebenarnya adalah olah spiritual yang sering dilaksanakan. Hal itu termasuk prinsip olah spiritual diri seseorang untuk membentuk pola hidup yang baik agar menjadikan hidup ini bernilai ibadah.

Usaha-usaha untuk meningkatkan daya kecerdasan baik fisik, mental maupun spiritual ternyata telah dilakukan oleh orang-orang saleh terdahulu dan berhasil seperti Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, dan Imam Syafi‟i.

Adapun beberapa praktik olah spiritual yang juga harus diperhatikan adalah :

Meninggalkan kemaksiatan. Melakukan kemaksiatan dapat membuat diri menjadi berat untuk menjalankan ketaatan, kebaikan, bahkan dalam mencari ilmu. Imam syafi‟i pernah mengeluh kepada gurunya Imam Waki‟ atas daya ingatnya yang buruk, lalu Imam Waki‟ menasihatinya agar meninggalkan kemaksiatan. Sebab, menurut Imam Waki‟ “Ilmu itu cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang-orang yang bermaksiat”.

Bersyukur. Makna bersyukur adalah bahagia dengan apapun yang didapatkan pada hari ini. Dengan bersyukur maka seseorang akan mendapatkan kebahagiaan, sekaligus mendapatkan kekuatan daya kecerdasan baik fisik, mental maupun spiritual. Rasa bersyukur harus dilatih, tanpa latihan dalam kehidupn sehari-hari, bersyukur akan terasa sulit untuk dilakukan.

Meminta didoakan oleh orang shaleh. Sahabat Abu Hurairah pernah mengeluhkan daya ingatnya kepada Rasulullah, lalu Rasulullah memerintahkan untuk membentangkan selendangnya lalau Rasulullah

25


(33)

mendoakannya. Sejak saat itu Abu Hurairah tidak pernah lupa sedikitpun terhadap hadits yang diterimanya.

Mendirikan shalat dengan rutin. Shalat melatih diri untuk sellu disiplin, mencegah diri dari kemaksiatan dan kemungkaran. Mencegah diri dari kemaksiatan dan kemungkaran merupakan pola hidup yang benar untuk mendapatkn kekuatan daya ingat atau kecerdasan fisik, mental dan spiritual yang maksimal, kekuatan daya tersebut yang akan membawa diri selalu dalam kebaikan. Oleh karena itu shalat lima waktu ditambah shalat-shalat sunnah menjadi kebutuhan harian seseorang terutama orang muslim.26

d) Menurut Ary Ginanjar Agustian

Dalam buku ESQ berdasarkan 6 rukun Iman dan 5 rukun Islam, Ary Ginanjar memberikan sebuah definisi tentang kecerdasan, yaitu kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia seutuhnya (Insan Kamil), dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik), serta prinsip “hanya kepada Allah swt”.

Kecerdasan spiritual (SQ) dalam pandangan Khalil Khavari merupakan dimensi nonmaterial atau ruh manusia. Hal tersebut selaras dengan SQ perspekif Islam. Karena, ruh merupakan esensi kemanusiaan. Ruhlah yang membedakan manusia dengan makhluk lain.

Ruh menjadi sumber segala kecerdasan manusia baik intelektual, emosional, dan spiritual. Hakikat ruh adalah kuasa Tuhan, tetapi ruh bisa dikenal melalui manifestasi elemen-elemennya berupa kesadaran, yaitu kesadaran ilmiyah dan intelektual, kesadaran akhlaqi, dan kesadaran ruhaniah (dzikrullah).

26

Amr Hasan Ahmad Badran, Rahasia Cerdas Otak Cara Islami, Terj. dari Kayfa Tuwaajihu An-nisyaana Wa Dho‟fu Adz-Dzaakirah ? oleh Abdurrahman Jufri, (Solo : Kafilah Publishing, 2011), cet. I, h. 65-70.


(34)

Spiritualitas tidak dapat dipisahkan dari kesadaran tauhid, ke-Esaan Allah, dan hidup berjalan sesuai kehendak-Nya salah satu bentuk kecerdasan spiritual model Islam terdapatdalam bukunya Ary Ginanjar Agustian yang berjudul ESQ (Emosional Spiritual Quotient). Berdasarkan 6 rukun Iman dan 5 rukun Islam, yaitu :

Tahap 1 : Zero Mind Process (Penjernihan Emosi)

Usaha mengungkapkan belenggu-belenggu pikiran dan mencoba mengidentifikasi paradigma itu. Sehingga dapat dikenali apakah paradigma tersebut telah mengkerangkeng pikiran. Tujuh belenggu itu : prasangka negatif, prinsip-prinsip hidup, pengalaman, kepentingan dan prioritas, sudut pandang, perbandingan dan literatur.27

Apabila manusia telah dapat mengendalikan belenggu yang dapat menutupi fitrah (God-Spot) maka terbentuklah hati dan pikiran yang jernih (suci).

Tahap 2 : Mental Building (Membangun mental)

Setelah melalui tahap 1, manusia diharapkan sudah dapat mengenali tujuh faktor yang membelenggu god-spot (fitrah),. Pada tahap 2, manusia akan mulai diisi dan dibangun melalui enam prinsip yang didasarkan atas 6 rukun Iman, yaitu :

Prinsip Bintang (Star Principle) : Tuhan menciptakan manusia dengan sempurna dan dianugerahi sifat-sifat-Nya. Sehingga manusia dapat menjalankan tugas-tugasnya sebagai khalifah di Bumi. Apabila manusia telah menyadari bahwa dirinya memiliki sifat-sifat Tuhan, maka upayakan dan pupuklah terus hingga menghasilkan sebuah kekuatan dan motivasi yang maha dahsyat. Dengan sebuah keberanian dan kekuatan yang berlandaskan Iman kepada Tuhan. Akan tercipta sebuah jati diri (eksistensi) yang memiliki nilai tinggi.

27

Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Emotional Spiritual Quotient, (Jakarta : Arga Wijaya Persada, 2007), h. 37.


(35)

Hasil prinsip bintang : kepemilikan rasa aman instrinsik, kepercayaan diri yang tinggi, integritas yang kuat, bersikap bijaksana, dan memiliki tingkat motivasi yang tinggi, semua dilandasi dan dibangun karena iman kepada Allah.

Prinsip Malaikat (Angel Principle) : Malaikat adalah makhluk mulia, mereka sangat dipercaya oleh Allah untuk menjalankan segala perintah-Nya. Semua pekerjaan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Seberat apapun pekerjaan yang diberikan kepada mereka, akan dilaksanakan dengan sepenuh hati karena Allah.

Hasil prinsip Malaikat : seorang yang memiliki tingkat loyalitas yang tinggi, komitmen yang kuat, memiliki kebiasaan untuk mengawali dan memberi, suka menolong dan memiliki sikap saling percaya.

Prinsip kepemimpinan (Leadership Principle) : hampir semua orang menjadi pemimpin dilingkungannya masing-masing terlepas dari besar kecilnya jumlah orang dalam kelompok tersebut. Meskipun hanya satu orang saja pengikutnya maka ia masih dikatakan sebagai seorang pemimpin. Bahkan manusia seorang diripun harus memimpin dirinya sendiri untuk mengarahkan hidupnya.

Hasil prinsip kepemimpinan : pemimpin sejati yaitu seorang yang selalu mencintai dan memberi perhatian kepada orang lain, sehingga ia dicintai. Memiliki integritas yang kuat, sehingga ia dipercaya oleh pengikutnya. Selalu membimbing dan mengajari pengikutnya. Memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten. Dan yang terpenting adalah memimpin melandaskan suara hati yang fitrah.

Prinsip pembelajaran (Learning Principle) : perintah untuk membaca adalah langsung diturunkan oleh Tuhan. Perintah ini terdapat dalam QS. Al-Alaq ayat 1-5 :


(36)









































“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (al-Alaq/29: 1-5).

Membaca adalah awal mulanya suatu ilmu pengetahuan, karena dengan membaca seorang dapat mengetahui sesuatu.

Hasil prinsip pembelajaran : memiliki kebiasaan membaca buku dan membaca situasi dengan cermat. Selalu mengevaluasi pemikirannya kembali. Bersikap terbuka untuk mengadakan penyempurnaan. Memiliki pedoman yang kuat dalam belajar, yaitu berpegang teguh hanya kepada Allah.

Prinsip masa depan (mision principle) : pembangunan visi, tahap pembentukannya akan sangat tergantung pada kualitas kecerdasan hati yang terbentuk pada tahap sebelumnya. Visi yang dibangun sulit untuk berjalan dengan baik, sekiranya prinsip bintang yang dianut sudah salah sejak awal, maka prinsip malaikatnya tidak akan berhasil membangun suatu kepercayaan. Akibatnya pada tahap prinsip kepemimpinan, ia akan begitu rapuh dan sangat mudah terpengaruh, hingga akhirnya gagal menjadi pemimpin. Akibat dari semua kesalahan di atas maka pada tahap prinsip masa depan ini, ia akan membangun visi pada landasan yang goyah atau bahkan visi yang keliru.

Hasil prinsip masa depan : selalu berorientasi pada tujuan akhir dalam setiap langkah yang dibuat. Melakukan setiap langkah secara optimal dan sungguh-sungguh memiliki kendali diri dan sosial, karena telah memiliki kesadaran akan adanya “hari kemudian”. Memiliki kepastian akan masa depan dan memiliki ketenangan


(37)

batiniah yang tinggi, tercipta oleh keyakinannya akan adanya “hari pembalasan”.

Prinsip keteraturan (well organized principe) : prinsip ini menghasilkan manusia yang memiliki kesadaran, ketenangan dan keyakinan dalam berusaha, karena pengetahuan akan kepastian hukum alam dan hukum sosial dan sangat memahami akan arti penting sebuah proses yang harus dilalui dengan berorientasi pada pembentukan sisten (sinergi) , dan selalu berupaya menjaga sistem yang telah dibentuk.28

Tahap 3 : Personal Strength (ketangguhan pribadi)

Ketika seseorang berada pada posisi atau dalam keadaan telah memiliki pegangan prinsip hidup yang kokoh dan jelas. Seseorang bisa dikatakan tangguh apabila ia telah memiliki prinsip yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh lingkungannya yang terus berubah dengan cepat. Personal Strength terbagi menjadi :

Mission Statement (syahadat) : syahadat akan membangun suatu keyakinan dalam berusaha. Syahdat akan menciptakan suatu dorongan dalam upaya mencapai tujuan. Syahadat akan membangkitkan keberanian dan optimisme, sekaligus menciptakan ketenangan batiniah dalan menjalankan misi hidup.

Character Building (Shalat) : shalat merupakan metode relaksasi untuk menjaga kesadaran diri agar tetap memiliki cara berfikir yang fitrah. Shalat merupakan metode yang dapat meningkatkan kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual secara terus menerus. Shalat merupakan teknik pembentukan pengalaman positif.29

Self Controling (puasa) : puasa adalah suatu metode pelatihan untk pengendalian diri. Puasa bertujuan untuk meraih kemerdekaan sejati, dan pembebasan dari belenggu nafsu yang tak

28

Ibid., 99-216

29


(38)

kendali. Selain itu, puasa dapat melatih manusia untuk mengendalikan suasana hati dan pelatihan untuk menjaga prinsip-prinsip yang telah dianut berdasarkan rukun iman. 30

Tahap 4 : social strength (ketangguhan sosial)

Ketika seseorang dapat memberikan sebagian hartanya kepada orang lain yang memerlukan, maka orang itu dapat dikatakan memiliki ketangguhan sosial. Social strength terdiri dari :

Strategic Collaboration (zakat) : Zakat adalah lagkah nyata membangun sebuah sistem atau sinergi yang kuat, yaitu berlandaskan sikap empati, kepercayaan, sikap koperatif dan keterbukaan serta kredibilitas.

Total Action (Haji) : Haji merupakan lambang dari puncak “ketangguhan pribadi” dan puncak “ketangguhan sosial”. Haji berupakan sublimasi dari shalat dan keseluruhan Rukun Iman. Dan merupakan lambang perwujudan akhir dari rukun Islam. Singkatnya, haji adalah suatu wujud keselarasan antara idealisme dan praktek, keselarasan antara rukun Iman dan rukun Islam.31

Pokok pikiran dalam Rukun Iman dan Rukun Islam memberikan manusia bimbingan untuk mengenal dan memahami perasaan kita sendiri, dan perasaan orang lain, motivasi diri, mengelola emosi dalam berhubungan dengan orang lain yang berdasarkan keyakinan kepada Tuhan.

Sehingga Rukun Iman dan Rukun Islam bukan hanya sebuah ajaran ritual semata, tetapi memiliki makna yang penting dalam membangun kecerdasan emosi dan spiritual.

b. Karakteristik atau ciri-ciri Kecerdasan Spiritual

Anak-anak yang memiliki kecerdasan spiritual, memiliki karakter-karakter sebagai berikut :

1. Kemampuan untuk membedakan yang fisik dan material.

30

Ibid., h. 249-308.

31


(39)

2. Kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak yakni yakni merasakan kesejukan dalam diri ruhaniahnya.

3. Kemampuan untuk mengartikan makna pengalaman sehari-hari. 4. Kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual untuk

menyelesaikan masalah.

5. Kemampuan untuk berbuat baik.32

Orang-orang yang bisa berfikir dan memiliki kecerdasan spiritual serta mengetahui sesuatu secara inspiratif, tidak hanya memahami dan memanfaatkan sebagaimana adanya, tetapi mengembalikannya pada asal ontologisnya, yakni Allah SWT.

Menurut Jalaluddin Rahmat, kecerdasan spiritual ditandai dengan sejumlah ciri yaitu :

1. Mengenal motif kita yang paling dalam.

Motif kreatif adalah motif yang menghubungkan seseorang dengan kecerdasan spiritual. Ia tidak bisa dikembangkan lewat IQ. IQ hanya menganalisis atau mencari pemecahan soal secara logis. Sedang EQ adalah kecerdasan yang membantu kita untuk bisa menyesuaikan diri dengan orang-orang di sekitar, berempati dengan orang-orang di sekitar, untuk bisa bersabar, menerima orang lain apa adanya serta mengendalikan diri. Tetapi, untuk bisa kreatif kita memerlukan suatu kecerdasan, yaitu kecerdasan spiritual. Jadi, motif kreatif adalah motif yang lebih dalam, dan salah satu ciri orang yang cerdas seara spiritual adalah orang yang mengetahui motifnya paling dalam.

2. Memiliki tingkat kesadaran yang tinggi.

Maksudnya adalah dia memiliki tingkat kesadaran bahwa dia tidak mengenal dirinya lebih, karenanya selalu berupaya untuk mengenal dirinya lebih dalam.

3. Bersikap responsif pada diri yang paling dalam.

32

Makmun Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak terjemahan Muhammad Muchson Anasy, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 182.


(40)

Bersikap responsif artinya, melakukan introspeksi diri, refleksi dan mau mendengarkan dirinya.

4. Mampu memanfaatkan dan mentransendenkan kesulitan.

Mentransendenkan kesulitan maksudnya adalah orang yang cerdas secara spiritual tidak menyalahkan orang lain ketika menghadapi kesulitan, dan ini berarti orang yang cerdas spiritual bertanggung jawab atas hidupnya dan tidak mengalihkan tanggung jawab itu kepada orang lain.

5. Sanggup berdiri, menentang, dan berbeda dengan orang banyak. Maksud pernyataan tersebut adalah orang yang cerdas spiritual mempunyai pendirian dan pandangan sendiri walaupun harus berbeda dengan pendirian dan pandangan orang banyak.

6. Enggan mengganggu atau menyakiti orang dan makhluk lain.

Dalam ciri ini orang yang cerdas spiritual merasa bahwa alam semesta adalah satu kesatuan, sehingga kalau mengganggu apa pun dan siap pun akan kembali kepada dirinya sendiri.

7. Memperlakukan agama cerdas secara spiritual.

Yaitu orang yang cerdas spiritual mampu mengajarkan dimensi esosentris pada dirinya, seperti perbuatan hati, sabar, adil, ikhlas dan sederhana.

8. Memperlakukan kematian cerdas secara spiritual.

Orang yang cerdas spiritual selalu menyiapkan diri untuk menghadapi kematian dengan selalu berbuat baik, beribadah dan beramal shaleh.33

Dengan demikian, kecerdasan spiritual dapat membuat kehidupan beragama seseorang mejadi lebih baik. Walaupun demikian tingkat kecerdasan spiritual seseorang dapat meningkat ataupun menurun. Oleh karena itu, harus terdapat self management agar kecerdasan spiritual yang memang telah dibangun di dalam diri setiap orang dapat terus dipertahankan agar tidak menurun.

c. Fungsi kecerdasan spiritual

33


(41)

Manusia yang memiliki spiritual yang baik akan memiliki hubungan yang kuat dengan Allah SWT, sehingga akan berdampak pula kepada kepandaian ia dalam berinteraksi dengan manusia, karena dibantu oleh Allah SWT yaitu hati manusia dijadikan cenderung kepada-Nya.

Firman Allah dalam surat Fushilat ayat 33 :



















“Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada

Allah, mengerjakan amal yang shaleh, dan berkata : Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (Q.S. Fushilat/41:33).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa kondisi spiritual seseorang berpengaruh terhadap kemudahan dia dalam menjalani kehidupan ini. Jika spiritual baik, maka ia menjadi seorang yang cerdas dalam kehidupan. Untuk itu yang terbaik adalah memperbaiki hubungan dengan Allah SWT dengan cara meningkatkan takwa dan menyempurnakan tawakal serta memurnikan pengabdian kepadanya.

Dan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 93 :





























































“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka Makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.

Dari ayat tersebut juga, tampak dengan sangat jelas keterkaitan antara takwa, iman, prinsip, dan amal shaleh yang merupakan indikasi kecerdasan spiritual.


(42)

Dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa seseorang yang cerdas secara spiritual dalam Al Quran sangat jelas keterkaitannya antara takwa, iman, dan amal shaleh. Adapaun beberapa fungsi kecerdasan spiritual menurut KH. Toto Tasmara antara lain :

1. Mengarahkan Manusia untuk Memiliki visi

Mereka yang cerdas secara ruhani, sangat menyadari bahwa hidup yang dijalaninya bukanlah “kebetulan” tetapi sebuah kesengajaan yang harus dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab (takwa). Orang yang memiliki kecerdasan spiritual merupakan orang yang mampu bersikap fleksibel, memiliki visi dan prinsip nilai, mempunyai komitmen dan tanggung jawab.34

2. Selalu Merasakan Kehadiran Allah

Mereka yang cerdas secara ruhaniah, merasakan kehadiran Alah di mana saja mereka berada. Mereka meyakini bahwa salah satu produk dari keyakinannya beragama antara lain melahirkan kecerdasan spiritual yang menumbuhkan perasaan yang sangat mendalam bahwa dirinya senantiasa berada dalam pengawasan Allah. Mereka merasakan serta menyadari bahwa seluruh detak hatinya diketahui dan dicatat Allah. Orang yang cerdas secara ruhaniah merasakan pengawasan Allah. Allah SWT berfirman :

































“sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia, dan Kami mengetahui apa yang bisikkan hatinya. Kami lebih kepadanya daripada urat nadinya.” (Qaaf

: 16).

3. Mengarahkan Manusia untuk selalu Berdzikir dan Berdoa

Berdzikir dan berdoa merupakan sarana sekaligus motivasi diri untuk menampakkan wajah seorang yang bertanggung jawab. Zikir

34

Monty P. Satiadarma dan Fidelis E. Waruru, Mendidik Kecerdasan, (Jakarta : Pustaka Populer obir, 2003), h. 45.


(43)

mengingatkan perjalanan untuk pulang dan berjumpa dengan yang dikasihinya. Dan dengan berdoa, mereka memiliki sifat optimis. 4. Mengarahkan Manusia Untuk Selalu Meningkatkan Kualitas Sabar

Dalam kandungan kualitas sabar, terdapat sikap yang istiqamah. Sabar berarti tidak bergeser dari jalan yang mereka tempuh. Sabar berkaitan pula dengan masa depan sebagaimana firman Allah SWT :







































“Maka bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar, dan

mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu

pada waktu petang dan pagi.” (Al-Mu‟min : 55).

Janji Allah memberikan nuansa “waktu dan masa depan”. Sehingga, sabar merupakan fungsi jiwa yang berkaitan sebanding dengan harapan waktu dan proses berikhtiar untuk menjadi nyata.

Sabar berarti memiliki ketabahan dan daya yang sangat kuat untuk menrima beban, ujian, atau tantangan tanpa sedikitpun mengubah harapan untuk menuai hasil yang ditanamnya.

5. Mengarahkan Manusia Untuk Cenderung Pada Kebaikan

Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang selalu cenderung kepada kebaikan dan kebenaran. Mereka merasakan kerugian yang dahsyat ketika waktu berlalu begitu saja tanpa ada satu pun kebaikan yang dilakukanya.

6. Memiliki Empati

Orang yang cerdas secara ruhani mampu beradaptasi dengan merasakan kondisi batiniah orang lain. Seperti halnya yang dilakukan Umar Ibnu Khattab terhadap rakyatnya.

7. Berjiwa Besar

Jiwa besar adalah keberanian untuk memaafkan dan sekaligus melupakan perbuatan yang pernah dilakukan oleh orang lain. Seorang yang cerdas secara ruhaniah, memiliki sikap pemaaf yang sangat besar


(44)

seakan lebur dalam cintanya yang sangat mendalam terhadap kebenaran dan sekaligus sangat besar kepeduliannya kepada kemanusiaan.

8. Bahagia Melayani

Budaya melayani dan menolong merupakan bagian dari citra diri seorang muslim. Mereka sadar bahwa kehadiran dirinya tidaklah terlepas dari tanggung jawab terhadap lingkungannya dengan menunjukkan sikapnya untuk senantiasa terbuka hatinya terhadap keberadaan orang lain dan merasa terpanggil atau ada semacam ketukan yang sangat keras dari lubuk hatinya untuk melayani.35

Dari pembahasan tersebut, dapat dikemukakan bahwa Kecerdasan spiritual (SQ) merupakan landasan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif dan kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan tertinggi.36 Apabila SQ tidak ada maka IQ dan EQ tidak berjalan secara efektif. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam kehidupan manusia SQ lah yang harus dimiliki. Orang yang cerdas keseluruhannya akan mampu menjaga interaksi sosialnya serta mampu memelihara ketenangan batinnya.

Peran IQ memang penting dalam kehidupan manusia untuk memanfaatkan teknologi demi efisien dan efektifitas. Sedangkan EQ juga mempunyai peran penting dalam membangun hubungan baik antar manusia. Tetapi semua itu tanpa didasari dengan nilai-nilai SQ hanya akan melahirkan Fir‟aun di muka bumi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual itu selain dapat membawa seseorang pada puncak kesuksesan dan memperoleh ketentraman diri, juga dapat melahirkan pribadi-pribadi yang mulia dalam diri manusia.

d. Perkembangan Jiwa Agama (spiritual) Anak Usia Remaja

Sebelum membahas tentang perkembangan spiritual pada masa remaja, kiranya penulis akan memamparkan pengertian tentang remaja.

35

Toto Tasmara, op.cit., h. 6-38

36


(45)

Ada beberapa pandangan atau pendapat tentang pengertian remaja dari berbagai lingkungan dan profesi, yaitu tinjauan menurut psikologi dan pendidikan, masyarakat serta hukum dan perundang-undangan antara lain :

Remaja dalam pengertian psikologi dan pendidikan. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah setelah masa kanak-kanak yakni setelah umur 12 tahun, ditandai oleh pertumbuhan fisik cepat. Pertumbuhan ini membawa pengaruh terhadap remaja dalam sikap, prilaku, kesehatan serta kepribadian remaja.

Remaja dalam pengertian masyarakat. Penentuan seseorang telah remaja atau belum, tergantung kepada penerimaan masyarakat terhadap remaja. Misalnya, pada masyarakat desa yang masih tertutup, barangkali masa remaja itu tidak ada atau tidak mereka kenal. Sebab anak-anak belajar dan berlatih melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh orang tuanya atau orang sekampungnya. Tidak ada batas yang jelas antara anak-anak dan dewasa. Begitu tubuh sianak tumbuh besar dan kuat, mereka dianggap mampu melakukan pekerjaan seperti yang dilakukan orang tuanya. Mereka dianggap mampu memberi hasil untuk kepentingan diri dan keluarganya. Maka saat itu mereka diterima dalam lingkungannya, pendapatnya didengar dan diperhatikan dan mereka juga sudah terlatih untuk memikul tanggung jawab keluarga.

Lain halnya dengan masyarakat maju. Remaja belum dianggap sebagai anggota masyarakat yang perlu didengar dan dipertimbangkan pendapatnya serta dianggp belum sanggup bertanggung jawab atas dirinya. Terlebih dulu mereka perlu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kapasitas tertentu, serta mempunyai kemantapan emosi, sosial dan kepribadian.

Remaja dalam pandangan hukum dan perundang-undangan. Umur remaja dalam pandangan hukum dapat kita ketahui dari posisinya dimata hukum. Seseorang dianggap sah sebagai calon pemilih dalam pemilu bila telah berumur 17 tahun, dan untuk memperoleh surat izin mengemudi


(46)

(SIM) minimal usia 18 tahun. dengan demikian dapat disimpulkan umur remaja dalam segi hukum adalah 13-17 / 18 tahun.

Remaja dari segi ajaran Islam. Dalam Islam terdapat kata baligh yang biasa dikaitkan dengan mimpi. Kata balig dalam istilah hukum Islam digunakan untuk penentuan umur awal kewajiban melaksanakan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari. Atau dengan kata lain terhadap mereka yang telah balig dan berakal, berlakulah seluruh ketentuan hukum Islam. Dari sisni dapat diketahui bahwa ahli-ahli psikologi telah sepakat tentang berapa usia yang dapat ditentukan mengenai permulaan masa remaja, yaitu dengan dimulai datangnya haidh pertama pada wanita dan mimpi pada pria yakni sekitar umur 12-13 tahun dan masa remaja akhir sekitar umur 21 tahun.

Dari penjelasan tersebut, Prof. Dr. Hj Zakiah Darajat, membagi fase remaja kepada dua tahap yaitu masa remaja pertama pada usia 13-16 tahun dan masa remaja terakhir pada usia 17-21 tahun.37

Perkembangan pada masa remaja itu amatlah rumit, mereka mulai berfikir logis dan abstrak, mereka yang beranjak remaja tidak dapat melupakan Tuhan dari segala peristiwa yag dialaminya, sehingga segala apapun yang terjadi di alam, baik peristiwa alamiah maupun peristiwa sosial dilimpahkan kepada Tuhan. Pada masa remaja ini keyakinan kepada Tuhan amatlah rentang, kadang meningkat dan kadang menurun tergantung situasi yang mereka alami dan jiwa yang mereka rasakan. Ketika remaja itu melihat adanya kekacauan, kerusuhan, ketidakadilan dalam dirinya atau pun dalam masyarakat maka ia akan merasa kecewa kepada Tuhan. Akan tetapi sebaliknya ketika mereka melihat keindahan alam, keharmonisan dalam segala sesuatu maka mereka akan menjadi yakin kepada Tuhan bahwa Tuhan itu Maha Bijaksana.

Kemudian dalam berfikir remaja sudah kritis terhadap ajaran agama, dengan cara menolak saran-saran yang tidak dapat dimengerti

37

Heny Narendrani Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007), cet. I, h. 102- 105.


(47)

olehnya atau mengkritik pendapat yang berlawanan oleh pendapat yang diambilnya. Merekapun bimbang dalam meyakinkan agama yang ia miliki, karena pada masa ini perasaan, fikiran itu sangatlah mudah untuk dipengaruhi oleh fikiran-fikiran yang menyimpang dengan ajaran yang mereka yakinkan selama ini.

Dalam kehidupan keagamaannya mereka cenderung dihadapkan oleh konflik sehingga mereka bingung untuk menentukan pilihan. Kondisi ini menyebabkan remaja cenderung kepada pertimbangan lingkungan sosialnya. Jika remaja itu hidup di ligkungan yang lebih mementingkan duniawi maka remaja lebih cenderung jiwanya untuk menjadi materialistis dan jauh dari agama. Sebaliknya, jika remaja hidup dan dipengaruhi oleh lingkungan yang lebih mementingkan kehidupan yang religius, maka remaja lebih cenderung jiwanya untuk menjadi religius dan merasa dekat dengan Tuhan.

2. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Di dalam kata prestasi belajar terdapat dua kata yakni “prestasi” dan “belajar”. Dan penulis akan mamaparkan masing-masing kata tersebut sehingga dapat dipahami pengertian prestasi belajar tersebut.

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, “prestasi” adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan dsb). Atau prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melaluimata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru.38

Sedangkan “belajar” terdapat beberapa pengertian yaitu pertamaberusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, kedua berlatih,ketiga berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.39

Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan

38

Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., h. 1101.

39


(48)

dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.40

Menurut Slameto, “belajar adalah usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”41

Dengan demikian, belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat pengalaman atau latihan. Perubahan tingkah laku akibat belajar itu dapat berupa memperoleh perilaku yang baru atau memperbaiki/ meningkatkan perilaku yang ada.

Setelah membahas definisi prestasi dan belajar di atas maka penulis akan membahas mengenai pengertian prestasi belajar. Definisi prestasi belajar menurut pakar pendidikan Sutartinah Tirtonegoro berpendapat bahwa prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk huruf, angka, maupun simbol, yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu, misalnya tiap semester, hasil prestasi belajar abak dinyatakan dalam buku raport.42

Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar yang diperoleh dari proses usaha belajar yang dilakukan siswa berupa penguasaan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibuktikan melalui tes hasil belajar dan dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor yang telah dicapai.

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Adapun terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar selain kecerdasan spiritual, akan dikemukakan yaitu :

Belajar sebagai proses perubahan tingkah laku subyek belajar yang baik, yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik,

40

W.S Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta : Penerbit Media Abadi, 2004), cet. Ke-6, h. 59.

41

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2010), h. 2.

42

Sutartinah, Anak Supernormal dan Program Pendidikannya, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006), cet.ke-3, h. 43.


(49)

banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang secara global terdiri dari fator internal dan faktor eksternal.

1. Faktor internal (yang berasal dari diri sendiri) a. Aspek fisiologis (jasmani)

Kondisi umum jasmani dan tegang otot yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah dapat menurunkan kualitas ranah (kognitif) sehingga materi yang dipelajari pun kurang atau tidak berbekas.

b. Aspek psikologis

1) Intelegensi dan bakat

Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Jadi intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peranan otak dalam hubungannya dengan intelegensi manusia lebih menonjol daripada perean-peran organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan menara pengontrol hampir seluruh aktifitas manusia. 43

2) Minat dan motivasi

Sebagaimana halnya dengan intelegensi dan bakat maka minat dan motivasi adalah dua aspek psikis yang juga besar pengaruhnya terhadap pencapaian prestasi belajar. Minat dapat timbul karena daya tarik dari luar dan juga datang dari hati sanubari. Dan motivasi adalah daya penggerak atau pendoronguntuk melakukan suatu pekerjaan.44

43

Muhibbin Syah,Psikologi pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2002), cet. Ke-7, h. 132-143.

44


(50)

3) Sikap : sikap adalah gejala internal yang berdimensi efektif berupa kecendrungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap merupakan faktor psikologis yang akan mempengaruhi belajar. Dalam hal ini sikap yang akan menunjang belajar seseorang ialah sikap positif (menerima) terhadap bahan atau pelajaran yang akan dipelajari, terhadap guru yang mengajar dan terhadap lingkungan tempat tinggal dimana dia belajar.

2. Faktor Eksternal (faktor yang berasal dari diri sendiri) a) Faktor Lingkungan Sosial

Seperti masarakat, tetangga, juga teman-teman, sepermainan di lingkungan sekitar. Kondisi masarakat di lingkungan kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak pengangguran, misalnya akan sangat mempengruhi aktivitas belajar siswa. Paling tidak siswa tersebut akan menemukan kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskudi ataupun meminjam alat-alat belajar tertentu yang belum dimilikinya.

b) Faktor Lingkungan fisik

Seperti keadaan suhu, kelembaban udara, waktu, gedung sekolah, fasilitas belajar dan sebagainya. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat prestasi belajar siswa45

c) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian.

d) Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ada dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

45


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)