Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Dan

kegagalan dalam pembinaannya seperti terjadinya perkelahian antar sesama warga binaan, ataupun warga binaan berusaha untuk melarikan diri.

B. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Dan

Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga pemasyaraktan yang dahulu dikenal dengan penjara sering menerima tuduhan sebagai sekolah kejahatan school of crime. Sebutan sebagai sekolah kejahatan, akan semakin terlihat apabila warga binaan wanita melakukan kejahatan setelah bebas, hal ini membuat pemahaman bagi masyarakat bahwa lembaga pemasyarakatan atau Rutan merupakan pusat latihan untuk para penjahat agar terlatih melakukan tindakan kriminal. 46 Lembaga Pemasyarakatan merupakan upaya pembinaan yang dilakukan negara untuk menjadikan seorang narapidana untuk menjadi lebih baik dan tidak mengulangi perbuatan yang melanggar norma lagi. Tujuan pidana dan pemidanaan yang bersifat filsafat pembinaan yang dilakukan untuk membebaskan si pelaku atau si pembuat kejahatan terbebas dari alam pikiran jahat dan dari kenyataan sosial yang memebelenggu. Pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan menyebutkan bahwa program pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan agar 46 Petrus Irawan Panjaitan dan Pendapotan Simorangkir, Op.Cit., Hal 43 warga binaan wanita dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Pasal 3 Peraturan Pemerintah ini menjelaskan pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian terhadap warga binaan wanita itu melitputi: 1. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2. Kesadaran berbangsa dan bernegara 3. Intelektual; 4. Sikap dan perilaku; 5. Kesehatan jasmani dan rohani; 6. Kesadaran hukum; 7. Reintegrasi sehat dengan masyarakat; 8. Keterampilan kerja; dan 9. Latihan kerja dan produksi Memahami kondisi lembaga pemasyarakatan atau Rutan sebagai lembaga pemasyarakatan atau Rutan sebagai lembaga yang bertugas memperbaiki perilaku warga binaan wanita, maka lembaga ini harus melakukan pembinaan-pembinaan ini dengan cara-cara yang manusiawi yang menghargai hak-hak warga binaan wanita. Pembinaan narapidana mempunyai arti memperlakukan seseorang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi sesorang yang baik. Pengertian pembinaan yang demikian, mengartikan bahwa yang perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana, yang didorong untuk membangkitkan rasa harga diri pada diri sendiri dan pada diri orang lain, serta mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan sejahtera dalam masyarakat, dan selanjutnya berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi. 47 Pembinaan warga binaan wanita yang menyangkut pribadi dan budi pekerti dilakukan selama waktu tertentu agar narapidana di kemudian hari tidak 47 Bambang Poernomo, Op.Cit., hal 187. melakukan kejahatan dan taat terhadap hukum yang berlaku. Pembinaan narapidana tergantung dengan hubungannya terhadap masyarakat luar, dan penerimaan masyarakat untuk menerima kembali narapidana ke dalam masyarakat. Arah pembinaan tertuju kepada membina narapidana agar jangan sampai mengulangi kejahatan dan menaati peraturan hukum, membina hubungan antara narapidana dengan masyarakat, agar dapat berdiri sendiri dan diterima menjadi anggotanya. Proses pembinaan warga binaan wanita dilakukan melaui beberapa tahap pembinaan. Pasal 7 ayat 2 PP ini menyebutkan tahap pembinaan dilakukan dengan 3 tiga tahap yaitu tahap awal, tahap lanjutan, dan tahap akhir. Pengalihan pembinaan dari satu tahap ke tahap lainnya dilakukan berdasarkan hasil sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan yang diterima dari data pembina pemasyarakatan, pengaman pemasyarakatan, pembimbing kemasyarakatan, dan wali narapidana. Berdasarkan SE.No.Kp 10.1331tanggal 8 Februari 1995, telah ditetapkan pemasyarakatan sebagai proses dalam pembinaan warga binaan wanita dan dilaksanakan melalui empat tahap. Tahap pertama, tahap maximum security sampai batas 13 dari masa pidana yang sebenarnya. Tahap kedua, tahap medium security sampai batas ½ dari masa pidana yang sebenarnya. Tahap ketiga, tahap minimum security sampai batas 23 dari masa pidana yang sebenarnya. Tahap keempay, tahap integrasi, dan selesainya 23 dari masa pidana sampai habis masa pidananya. 48 48 Petrus Irwan Panjaitan dan Pendapotan Simorangkir, Op.Cit.,Hal. 73 Pasal 10 PP ini, menjelaskan lebih rinci tentang tahapan proses pembinaan mulai dari tahap awal, tahap lanjutan, sampai pada tahap akhir, yaitu : 1. Pembinaan tahap awal meliputi : a. Masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan paling lama 1 satu bulan; b. Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; c. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; dan d. Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap wal. 2. Pembinaan tahap lanjutan meliputi: a. Perencanaan program pembinaan lanjutan; b. Pelaksanaan program pembinaan lanjutan; c. Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan; dan d. Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi. 3. Pembinaan tahap akhir meliputi: a. Perencanaan program integrasi; b. Pelaksanaan program integrasi; dan c. Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir. Pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan warga binaan wanita dilakukan oleh petugas pemasyarakatan yang wanita juga, yang terdiri dari pembina pemasyarakatan, pengaman pemasyarakatan, dan pembimbing pemasyarakatan, dalam melaksanakan pembinaan ini, kepala LAPAS mentepkan petugas pemasyarakatan yang bertugas sebagai wali warga binaan. Petugas Pemasyarakatan yang paling banyak berhubungan dengan narapidana pada faktanya adalah para petugas yang tingkat pendidikanya sekolah menegah kebawah sedangkan yang memiliki pendidikan sarjana dan sarjana muda, biasanya lebih banyak duduk sebagai pejabat struktural, seperti Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Bagian, Kepala Seksi, dan Kepala Balai Bispa. 49 49 Ibid, hal. 68 Kondisi karakteristik pendidikan narapidana yang berbeda-beda membuat usaha pembinaan narapidana lebih banyak ditentukan oleh kemampuan petugas untuk memberikan pengarahan, bimbingan yang bersifat psikologis, serta pribadi dan dengan mealakukan pendekatan ketertiban. Lembaga Pemasyarakatan seharusnya memiliki tenaga-tenaga yang berkualitas, seperti yang dikatakan oleh Karsono Adisumarto, bahwa pelaksanaan pemasyarakatan pada hakikatnya memerlukan tenaga-tenanga ahli seperti psikiater, psikolog, sosiolog, dokter, insinyur, ahli perusahaan dan lain-lain ahli, sesuai dengan kebutuhan teknis operasional lembaga pemasyarakatan. Hal ini berarti bahwa sifat pekerjaan pemasyarakatan memerlukan kualitas personil tertentu. 50 Proses pembinaan warga binaan di LAPAS juga dapat dilakukan dengan cara memindahkan narapidana dari satu LAPAS ke LAPAS lain. Pasal 46 ayat 1 Peraturan pemerintah ini menyebutkan bahawa pemindahan narapidana dilakukan oleh kepala LAPAS apabila telah memenuhi syarat-syarat pemindahan. Syarat- syarat pemindahan ini dijelaskan dalam Pasal 46 ayat 2 yaitu ada izin pemindahan tertulis dari pejabat yang berwenang, dilengkapi dengan berkas- berkas pembinaan, dan hasil pertimbangan Tim Pengamat Pemasyarakatan. Berkas-berkas pemidanaan adalah file narapidana yang memuat penelitian pemasyarakatan, kartu pembinaan, medical record, dan laporan atau keterangan lain yang berkaitan dengan proses pembinaan yang bersangkutan. 51 Pemindahan narapidana dari satu LAPAS ke LAPAS lainnya dilakukan dengan tahapan yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah ini yaitu : 50 Ibid, 51 Penjelasan Pasal 46 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan Pasal 51 1 Pemindahan narapidana dan anak didik pemasyarakatan dari satu LAPAS ke LAPAS lain dapat dilakukan dengan menggunakan sarana tyransportasi darat, laut dan udara. 2 Pemindahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang membutuhkan waktu bermalam dalam perjalanan harus menginap di LAPAS atau RUTAN terdekat 3 Pemindahan dilaksanakan pada hari kerja, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan setiap saat dengan tetap memperhatikan faktor keamanan. 4 Pemindahan narapidana atau anak didik pemasyarakatan wajib menggunakan kenderaan khusus atau alat angkut lain yang memenuhi syarat keamanan. Pasal 52 1 Pengawalan pemindahan dilaksanakan paling sedikit 2 dua orang petugas pemasyarakatan. 2 Dalam hal pelaksanaan pemindahan memerlukan penanganan khusu dapat meminta bantuan pihak kepolisisan 3 Pengawalan dilakukan dengan tetap memperhatikan faktor kemanusiaan. 4 Petugas pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus dilengkapi dengan surat tugas dan perlengkapan pengamanan yang diperlukan. 5 Pemindahan narapidana wanita atau anak didik pemasyarakatan wanita dalam pengawalannya harus disertai dengan petugas pemasyarakatan wanita. Pasal 53 1 Kepala LAPAS yang melakukan pemindahan wajib memberitahu kepada: a. Keluarga narapidana atau anak didik pemasyarakatan yang bersangkutan; dan b. Hakim pengawas dan pengamat pengadilan negeri setempat 2 Kepala LAPAS sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dalam waktu 1 satu hari sebelum pemindahan wajib memberitahukan kepada narapidana atau anak didik pemasyarakatan. Pasal 54 Biaya pemindahan narapidana dan anak didik pemasyarakatan dibebankan kepada negara. Setelah melewati berbagai tahap pembinaan, maka seorang warga binaan wanita akan sampai pada tahap akhir peminaan dan pembimbingan. Tahap ini dilakukan apabila si warga binaan wanita telah habis masa pidananya, memperoleh pembebasan bersyarat, memperoleh cuti menjelang bebas, atau narapidana meninggal dunia. Seorang narapidana yang pembinaan dan pembimbingannya berakhir karena masa pidanya telah habis, maka narapidana akan diberikan surat pembebasan. Berakhir masa pidanaya maksudnya ialah, narapidana telah menjalankan pidana penjara atau kurungan selama waktu yang ditetapkan oleh putusan pengadilan. Narapidana yang pembinaan dan pembimbingannya berakhir karena memperoleh pembebasan bersyarat, dalam hal ini keppala LAPAS akan menyerahkan pembimbingannya kepada BAPAS dan pengawasannya kepada kejaksaan setempat. Narapidana yang pembinaan dan pembimbingannya berakhir karena memperoleh cuti menjelang bebas, akan diberikan surat pembebasan setelah narapidana selesai menjalani cuti. Cuti menjelang bebas adalah proses pembinaan terhadap warga binaan di luar LAPAS yang menjalani masa pidana atau sisa masa pidana yang pendek. Narapidana yang pembinaan dan pembimbingannya berakhir karena meninggal dunia, maka keppalas LAPAS akan menyerahkan jenazah narapidana yang bersangkutan kepada keluarganya, dan apabila pihak keluarga tidak bersedia menerima penyerahan jenazah atau petugas LAPAS tidak mengetahui atau menemukan alamat keluarga narapidana maka pihak LAPAS wajib melaksanakan pemakamannya dengan biaya negara Proses pembinaan terhadap warga binaan juga harus dilakukan dengan berpedoman terhadap dasar pemikiran pembinaan warga binaan berpatokan pada sepuluh prinsip pemasyarakatan yaitu 52 : 1. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna. 2. Penjatuhan pidana tidak didasari oleh latar belakang pembalasan, ini berarti tidak boleh ada penyiksaan terhadap narapidana dan anak didik pada umumnya, baik yang berupatindakan, perlakuan, ucapan, cara perawatan ataupun penempatan, satu-satunya derita yang dialami oleh narapidana dan anak didik hanya dibatasi kemerdekaan-nya untuk leluasa bergerak di dalam masyarakat bebas. 3. Berikan bimbingan bukannya penyiksaan supaya mereka bertobat. Berikan kepada mereka pengertian mengenai norma-norma hidup dan kegiatan-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatannya. 4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana. Salah satu cara diantaranya agar tidak mencampur baurkan narapidana dengan anak didik, yang melakukan tindak pidana berat dengan yang ringan dan sebagainya. 5. Selama kehilangan dibatasi kemerdekaan bergeraknya para narapidana dan anak didik tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Perlu ada kontak dengan masyarakat yang terjelma dalam bentuk kunjungan hiburan ke LAPAS dan Rutancabrutan oleh anggota- anggota masyarakat bebas dan kesempatan yang lebih banyak untuk berkumpul bersama sahabat dan keluarganya. 6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu. Juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi keperluan jawatan atau kepentingan Negara kecuali pada waktu tertentu saja, pekerjaan yang terdapat di masyarakat, dan yang menunjang pembangunan, seperti meningkatkan industry kecil dan produksi pangan. 7. Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik adalah berdasarkan Pancasila. Hal ini berarti bahwa kepada mereka harus ditanamkan semangat kekeluargaan dan toleransi di samping meningkatkan pemberian pendidikan rohani kepada mereka disertai dorongan untuk menunaikan ibadah sesuai dengan kepercayaan agama yang dianutnya. 8. Narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit perlu diobati agar mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah merusak dirinya, keluarganya dan lingkungannya, kemudian 52 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M. 02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan NarapidanaTahanan, Bab IV. dibinadibimbing ke jalan yang benar. Selain itu mereka haru diperlakukan sebagai manusia biasa yang memiliki pula harga diri agar tumbuh kembali kepribadiannya yang percaya akan kekuatan sendiri. 9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa membatasi kemerdekaannya dalam jangka waktu tertentu. 10. Untuk pembinaan dan bimbingan para narapidana dan anak didik, maka disediakan sarana yang diperlukan. Pembinaan dan pembimbingan warga binaan tidak akan berjalan sempurna tanpa didukung oleh sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah dana pembinaan, perlengkapan ibadah, perlengkapan pendidikan, perlengkapan bengkel kerja, dan perlengkapan olahraga dan kesenian. 53 Kenyataannya, masih banyak sekali LAPAS atau Rutan sebagai tempat terjadi proses pemasyarakatan kekurangan sarana dan prasarana dalam melakukan proses pembinaan, sehingga proses pembinaan dilakukan dengan cara memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada, karena tidak mungkin proses pembinaan tidak dijalankan karena kurangnya sarana dan prasarana, hanya saja akibat dari kurangnya sarana dan prasarana menyebaban proses pemasyarakatan tidak berjalan secara sempurna. Sarana dan prasarana yang kurang juga membuat warga binaan tidak diklasifikasikan berdasarkan jenis kejahatan, maupun lamanya pidana sehingga saran dan prasarana yang kurang juga menunjang terjadinya kelebihan kapasitas atau over kapasitas penghuni LAPAS ataupun Rutan. Over kapasitas merupakan masalah besar dalam gagalnya proses pembinaan. Over kapasitas dapat menimbulkan kerusuhan di LAPAS atau Rutan, mengganggu kesehatan warga binaan, dan bahkan terjadinya kejahatan di dalam LAPAS atau Rutan. 53 Penjelasan Pasal 8 auat 1 PP No. 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Narapidana Keadaan yang demikian dapat diatasi dengan peningkatan sarana dan prasarana di dalam LAPAS ataupun Rutan dan menghindari terjadinya kelebihan kapasitas dalam proses pembinaan sehingga proses pembinaan dapat berjalan lancer, dan tujuan pemasyarakatan dapat dicapai. Keberhasilan dalam proses pembinaan warga binaan dilakukan oleh 3 komponen yaitu warga binaan itu sendiri, petugas pemasyarakatan, dan masyarakat. Komponen ini harus saling berinteraksi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan dari pemasyarakatan, tetapi saat ini sering sekali warga binaan itu mengulangi kesalahan kembali karena dikucilkan oleh masyarakat, sehingga mengalami kesulitan untuk beradaptasi kembali dengan masyarakat lingkungannya. Proses pembinaan sebagaimana yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 ini harus dilaksanakan dengan baik dan tetap berpedoman dengan UU Pemasyarakatan, sehingga tujuan dari pemasyarakatan dapat dicapai.

C. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas