Manfaat Penelitian Keaslian Penulisan Sistematika Penulisan

2. Untuk mengetahui proses pembinaan terhadap warga binaan wanita di Rutan Kelas II B Kabanjahe. 3. Untuk mengetahui hambatan dan upaya mengatasi hambatan dalam proses pembinaan warga binaan wanita di Rutan Kelas II B Kabanjahe.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan 17 . Penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat dan memperluas wawasan bagi penulis, mahasiswi, pemerintah, dan masyarakat umum mengenai proses pembinaan warga binaan wanita, riset di Rutan Kelas II B Kabanjahe. b. Manfaat Praktis Manfaat praktis adalah untuk dasar pengambilan keputusan dalam upaya memecahkan masalah yang timbul 18 . Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan pihak-pihak terkait dalam menentukan arah kebijaksanaan dan merupakan sumber hukum untuk mengetahui proses pembinaan terhadap warga binaan wanita. 17 J. Supranto, Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 192. 18 Ibid.

E. Keaslian Penulisan

Penulisan Skripsi yang berjudul Proses Pembinaan Terhadap Warga Binaan Wanita, Riset di Rutan Kelas II B Kabanjahe benar merupakan hasil karya Penulis sendiri, yang mana sumbernya diperoleh dari peraturan perundang- undangan, buku-buku hukum, media elektronik yang berhubungan dengan skripsi ini, dan Studi yang dilakukan di Rutan Kelas II B Kabanjahe. Sepanjang pengetahuan berdasarkan hasil penelusuran data kepustakaan Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara bahwa skripsi dengan judul Proses Pembinaan terhadap Warga Binaan Wanita, Riset di Rutan Kelas II B Kabanjahe, belum pernah ada yang menulis sebelumnya.

F. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pidana, Tujuan, Dan Teori Pemidanaan

a. Pidana Dan Pemidanaan

Pidana berasal kata straf Belanda, sering disebut dengan istilah hukuman. Algra Jassen berpendapat pidana atau straf adalah alat yang dipergunakan oleh penguasa hakim untuk memperingatkan mereka yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan, reaksi dari penguasa tersebut telah mencabut kembali sebagian dari perlindungan yang sehaarusnya dinikmati oleh terpidana atas nyawa, kebebasan, atau harta kekayaannya, yaitu seandainya ia telah tidak melakukan tindak pidana. 19 19 Marlina, Hukum Penitensier, PT Refika Aditama, Bandung, 2011, hal. 18 Pidana merupakan hal yang tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pemidanaan. Pemidanaan sinonim dengan istilah penghukuman. Menurut Sudarto, pemidanaan diartikan sebagai penetapan pidana dan tahap pemberian pidana. 20 Jenis-jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP terdiri atas pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok meliputi, pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana denda. Pidana tambahan meliputi pencabutan beberapa hak- hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, pengumuman putusan hakim. a Pidana Penjara Pidana penjara adalah bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan. Pidana penjara minimal satu hari dan maksimal seeumur hidup. Pidana penjara dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan atau sering disebut dengan LAPAS atau bisa juga dilaksanakan di rumah tahanan RUTAN. Pidana penjara biasanya dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana berat. Pidana penjara merupakan jenis pidana dibawah pidana mati. Ketentuan dalam pidana penjara yang dapat dijadikan sebagai jus constituendum, yaitu sebagai berikut : 1 Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu. Waktu tertentu dijatuhkan paling lama lima belas tahun berturut-turut atau paling singkat satu hari, kecuali ditentukan minimum khusus. 2 Jika dapat dipilih antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup; atau jika ada pemberatan pidana atas tindak pidana yang dijatuhi pidana penjara lima belas tahun maka pidana penjara dapat dijatuhkan untuk waktu dua puluh tahun berturut-turut. 3 Jika terpidana seumur hidup telah menjalani pidana paling kurang sepuluh tahun pertama dengan berkelakuan baik, Menteri Kehakiman dapat mengubah sisa pidana tersebut menjadi pidana penjara paling lama lima belas tahun. 4 Pelepasan bersyarat a Menteri Kehakiman dapat memberikan keputusan pelepasan bersyarat apabila terpidana telah mengalami setengah dari pidana 20 Ibid., hal. 33 penjara yang dijatuhkan, sekurang-kurangnya sembilan bulan dan berkelakuan baik. b Dalam pelepasan bersyarat ditentukan masa percobaan yaitu selama sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani ditambah dengan satu tahun. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan ialah sebagai berikut : Terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan Terpidana harus melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, tanpa mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berpolitik. c Terpidana yang mengalami beberapa pidana penjara berturut-turut, belum waktu tiga bulan terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana dalam masa percobaan dan tuntutan berakhir karena putusan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Jangka waktu antara saat mulai menjalani pelepasan bersyarat dan menjalani kembali pidana tidak dihitung sebagai menjalani pidana. 21 b Pidana kurungan Pidana kurungan merupakan jenis pidana yang hampir sama dengan pidana penjara, yaitu pidana yang membatasi kebebasan bergerak dari seseorang pelaku tindak pidana yang ditempatkan dalam LAPAS ataupun rumah tahanan RUTAN. Pidana kurungan merupakan pidana yang lebih singkat dari pidana penjara, sehingga dapat disimpulkan bahwa pidana kurungan lebih ringan daripada pidana penjara. Pasal 18 ayat 1 KUHP mengatakan bahwa pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun Perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urut-uRUTANnya dalam Pasal 10 KUHP 22 . Pasal ini menjelaskan bahwa pidana kurungan menempati uRUTAN ketiga, di bawah pidana mati dan pidana penjara. Pidana kurungan memang di pandang sebagai pidana yang ditujukan kepada delik-delik yang dipandang ringan seperti delik culpa dan pelanggaran. 21 Bambang Waluyo Pidana Dan Pemidanaan,Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal. 16-17. 22 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP, Pasal 69. Perbedaan lain antara pidana kurungan dengan pidana penjara adalah pekerjaan yang dibebankan kepada terpidana kurungan lebih ringan dibandingkan terpidana penjara. Pidana kurungan sebenarnya bertujuan untuk menakutkan afschrikking bukan untuk perbaikan. Kitab Undang-undang Hukum Pidana menentukan bahwa pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun, jika ada pemberat pidana yang disebabkan karena pembarengan atau pengulangan atau karena ketentuan Pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan, pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan. 23 Secara ringkas perbedaan antara pidana penjara dan pidana kurungan adalah sebagai berikut 24 Hukuman Penjara Hukuman Kurungan 1. Diancam terhadap tindak pidana kejahatan berat 1. Diancam sebagai hukuman alternatif dan untuk tindak pidana pelanggaran 2. Maksimumnya 15 tahun atau dapat diperberat menjadi 20 tahun 2. maksimumnya 1 tahun atau dapat diperberat menjadi 1 tahun 4 bulan 3. Dapat dilaksanakan di semua tempat Lembaga PemasyarakatanLAPAS 3. hanya dilaksanakan di LAPAS daerah tempat tinggal terpidana 23 Ibid, Pasal 18 ayat 1,2, dan 3. 24 H.M.Hamdan”Hukuman Dan Pengecualian Hukuman Menurut KUHP Dan KUHAP, USU Press, Medan, 2010, hal.19. 4. Terpidana tidak mendapatkan hak pistole 4. terpidana mendapatkan hak pistole Tabel 2 : Perbedaan hukuman penjara dan hukuman kurungan Pidana kurungan biasanya dijatuhkan oleh hakim sebagai pokok pidana ataupun pengganti dari pidana denda. Menurut Memorie van Toelichting, dimasukkannya pidana kurungan ke dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana itu telah terdorong oleh dua macam kebutuhan, yaitu : a. Oleh kebutuhan akan perlunya suatu bentuk pidana yang sangat sederhana berupa suatu pembatasan kebebasan bergerak atau suatu pembatasan kebebasan bergerak atau suatu vrijheidsstraf yang sifatnya sangat sederhana bagi delik-delik yang sifatnya ringan. b. Oleh kebutuhan akan perlunya suatu bentuk pidana berupa suatu pembatasan kebebasan bergerak yang sifatnya tidak begitu mengekang bagi delik yang menurut sifatnya “tidak” menunjukkan adanya suatu kecerobokan mental atau adanya suatu maksud yang sifatnya jahat pada pelakunya ataupun sering disebut juga sebagai custodia honesta belaka. 25

b. Tujuan Pemidanaan

Roeslan saleh berpendapat bahwa, pidana merupakan reaksi atas delik yang banyak berwujud nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik 26 . Pidana juga sering disebut juga dengan hukuman. Hukuman merupakan sesuatu yang secara sengaja diberikan oleh pihak-pihak yang berwenang Hakim bagi orang-orang yang telah melanggar aturan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Delik merupakan suatu perbuatan yang dilakukan individu maupun sekelompok individu yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku saat ini. Jadi dapat disimpulkan bahwa pidana merupakan hukuman yang secara sengaja diberikan kepada individu atau pun sekelompok individu yang 25 P.A.F Lamintang, Hukum Pidana I : Hukum Pidana Material Bagian Umum, Binacipta, Bandung, 1987. Hal.84, dalam buku Marlina,Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011, hal.111. 26 Bambang Waluyo, Op.Cit, hal.9. melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di tengah- tengah masyarakat. Richard D. Schwartz dan Jerome H. Skolnick menyatakan bahwa tujuan pidana adalah untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana to prevent recidivism, mencegah orang lain melakukan perbuatan yang sama seperti yang dilakukan si terpidana to deter other from the performance of similar acts, menyediakan saluran untuk mewujudkan motif-motif balas to provide a channel for the expression of retaliatory motives 27 . Emile Durkheim mengemukakan mengenai fungsi dari pidana untuk menciptakan kemungkinan bagi pelepasan emosi-emosi yang ditimbulkan atau diguncangkan oleh adanya kejahatan the function of punishment is to create a possibility for the release of emotion that are araoused by the crime 28 . Tujuan dari pemidanaan diatur dalam Pasal 2 konsep tahun 19711972, selengkapnya Pasal 2 menentukan : 1. Maksud tujuan pemidanaan a. Untuk mencegah dilakukannya tindakan pidana demi pengayoman negara, masyarakat dan penduduk. b. Untuk membimbing agar terpidana insyaf dan menjadi anggota masyarakat yang berbudi baik dan berguna. 2. Untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh tindak pidana. Pemidanaan tidak dimaksukan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. Kemudian tujuan pemidanaan tersebut mengalami perubahan, pada konsep KUHP tahun 19821983, Buku I menyatakan bahwaa tujuan pemberian pidana adalah : 1. Pemidanaan bertujuan untuk : a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum dari pengayoman masyarakat. 27 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1992 hal. 20 28 ibid b. Mengadakan koreksi terhadap terpidana dengan demikian menjadikan orang yang baik dan berguna serta mampu untuk hidup bermasyarakat. c. Menyelesaikan konflik yang disebabkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. 2. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. Dalam konsep rancangan KUHP tahun 19911992, tujuan pidana ditentukan sebagai berikut ; 1. Pemidanaan bertujuan untuk : a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum dari pengayoman masyarakat. b. Mengadakan koreksi terhadap terpidana dan dengan demikian menjadikan orang yang baik dan berguna serta mampu untuk hidup bermasyarakat. c. Menyelesaikan konflik yang disebabkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana 2. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. Selanjutnya, dalam konsep KUHP Nasional tahun 2000 mengenai tujuan pemidanaan secara tegas diatur dalam Pasal 50, selengkapnya Pasal 50 konsep KUHP Nasional tahun 2000 yang menentukan bahwa : 1. Pemidanaan bertujuan untuk : a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan mencegah norma hukum demi pengayoman masyarakat. b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna. c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. 2. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia 29 RUU KUHP tahun 2004 menyebutkan tujuan pemidanaan dalam Pasal 50 yaitu : 1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat. 29 Marlina, Hukum Penitensier, PT Refika Aditama, Bandung 2011, hal.25-27. 2. Anak di bawah umur bukan merupakan alasan penghapus pidana, namun hanya disebutkan sebagai alasan yang dapat meringankan pidana. 3. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. 4. membebaskan rasa bersalah pada terpidana. 30

c. Jenis-jenis Teori Pemidanaan

1 Teori Absolut Pembalasan Tujuan dijatuhkannya pemidanaan menurut teori absolut adalah menjadikan pemidanaan sebagai sarana pembalasan atas kesalahan atau kejahatan yang telah dilakukan seseorang. Tujuan pemidanaan hanya merupakan pembalasan. Pembalasan ini dirasakan adil karena pemidanaan dijatuhkan kepada orang-orang yang melakukan perbuatan yang amoral dan asusila di tengah-tengah masyarakat. Kesimpulannya bahwa teori absolut merupakan pemidanaan yang dijatuhkan untuk melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berprikelakuan amoral dan asusila, dan pembalasan yang dilakukan sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. 2 Teori Relatif TujuanManfaat Tujuan pemidanaan menurut Beccaria adalah mencegah seseorang untuk melakukan kejahatan, dan bukan menjadi sarana balas dendam masyarakat the purpose of punishment is to deter persons from the commission of crime and not to provide social revenge 31 . 30 https:www.google.comsearch?q=konsep+KUHP+Nasional+tahun+2012ie=utf- 8oe=utf-8aq=trls=org.mozilla:en-US:officialclient=firefox-a, diakses tanggal 14 April 2014 Pukul 16.00 Wib. 31 M.Hamdan, Hukuman Dan Pengecualian Hukuman Menurut KUHP Dan KUHAP, USU Press, Medan, 2010, hal. 11 Teori relatif berpandangan bahwa pemidanaan itu dilakukan untuk mencegah dilakukannya kembali perbuatan yang bertentangan dengan hukum, sehingga tercipta masyarakat yang taat hukum. 3 Teori Gabungan Menurut teori gabungan bahwa tujuan pidana itu selain membalas kesalahan penjahat juga bermaksud untuk melindungi masyarakat dengan cara mewujudkan ketertiban. Teori gabungan menjelaskan bahwa pemidanaan dilakukan untuk melakukan pembalasan secara sengaja kepada si pembuat delik atau pelaku kejahatan untuk melindungi masyarakat. Pemidanaan bertujuan untuk melindungi masyrakat maksudnya ialah, dengan adanya pemidanaan maka seseorang yang berniat untuk melakukan kejahatan akan berpikir berulang kali, karena dengan melakukan kejahatan, berarti sudah siap menerima pembalasan dari kejahatan yang dilakukan, sehingga niat tidak akan terlaksana dan tercipta lah ketertiban di tengah-tengah masyarakat.

2. Tujuan Pembinaan a.

Pengertian Pembinaan Pembinaan ialah suatu tahapan yang secara sengaja dilakukan untuk memperlakukan seorang narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik. Pembinaan ini meliputi pembinaan pribadi dan budi pekerti narapidana, yang didorong untuk membangkitkan rasa harga diri pada diri sendiri dan pada diri orang lain, serta mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan sejahtera dalam masyarakat, dan selanjutnya berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi. Pembinaan terhadap pribadi dan budi pekerti yang dimaksudkan tidaklah tanpa batas, akan tetapi selama waktu tertentu memberi perubahan agar narapidana di kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi dan taat terhadap hukum yang berlaku di masyarakat. Arah pembinaan harus tertuju pada membina pribadi narapidana agar jangan sampai mengulangi kejahatan dan menaati peraturan hukum, dan membina hubungan antara narapidana dengan masyrakat luar, agar dapat berdiri sendiri dan diterima menjadi anggotanya. Sitem pembinaan berawal dari sistem pemenjaraan, sistem pemenjaraan sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan. Sistem pemenjaraan menempatkan warga binaan pada tempat yang diberi nama penjara. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan dan disertai dengan penjara, secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem yang tidak sejalan dengan proses rehabilitasi, agar terpidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri sendiri, masyarakat, dan lingkungannya. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka sejak tahun 1964, sistem pembinaan bagi warga binaan telah berubah, yaitu dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan, dalam proses pembinaan warga binaan menempatkan warga binaan di LAPAS atau RUTAN. Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta pembinaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarkat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab 32 . Pembinaan dengan bimbingan dan, kegiatan lainnya yang diprogramkan terhadap narapidana dapat meliputi cara pelaksanaan: 1 Bimbingan mental Diselenggarakan dengan pendidikan agama, kepribadian dan budi pekerti, dan pendidikan umum yang diarahkan untuk membangkitkan sikap mental baru sesudah menyadari akan kesalahan masa lalu. 2 Bimbingan sosial Diselenggarakan dengan memberikan pengertian akan arti pentingnya hidup bermasyarakat, dan pada masa-masa tertentu diberikan kesempatan untuk assimilasi serta integrasi dengan masyarakat di luar. 3 Bimbingan keterampilan Diselenggarakan dengan kursus, latihan kecakapan tertentu sesuai dengan bakatnya, yang nantinya menjadi bekal hidup untuk mencari nafkah dikemudian hari. 4 Bimbingan untuk memelihara rasa aman dan damai, untuk hidup dengan teratur dan belajar menaati peraturan, 5 Bimbingan-bimbingan lainnya yang menyangkut perawatan kesehatan, seni budaya dan sedapat-dapatnya diperkenalkan kepada segala aspek kehidupan bermasyrakat dalam bentuk tiruan masyarakat kecil selaras dengan lingkungan sosial yang terjadi di luarnya. 32 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ayat 2.

b. Tujuan Pembinaan

Tujuan pembinaan ialah memasyarakatkan kembali seseorang yang pernah mengalami konflik sosial, sebagai suatu cara baru untuk menjadikan seseorang berguna bagi negara dan masyarakat sekitar. Secara umum tujuan pembinaan adalah untuk membuat narapidana mampu beritegrasi secara wajar dalam kehidupan kelompok selama dalam LAPAS atau RUTAN dan kehidupan yang lebih luas dalam masyarakat, setelah menjalani pidana. Pembinaan juga bertujuan untuk menciptakan manusia yang patuh terhadap hukum, dan tidak mau lagi mengulang perbuatan yang melanggar hukum.

3. Warga Binaan a.

Pengertian warga binaan Warga binaan merupakan warga masyarakat yang dibina dalam suatu LAPAS atau RUTAN ataupun di luar LAPAS ataupun RUTAN. Warga binaan pemasyarakatan adalah narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan. 33 Warga masyarakat merupakan manusia biasa yang memiliki hak selayaknya manusia, hanya saja warga binaan ini dipisahkan dari masyarakat karena melakukan perbuatan yang dilanggar oleh hukum yang berlaku di tengah- tengah masyarakat.

b. Jenis-jenis warga binaan

1 Narapidana Narapidana adalah seseorang yang menjalani pidana hilang kemerdekaann ataupun pidana penjara maupun pidana kurungan yang ditempatkan di LAPAS 33 Ibid, Pasal 1 ayat 5 atau RUTAN. Hilang kemerdekaan merupakan suatu penderitaan warga binaan yang harus berada di LAPAS atau RUTAN untuk jangka waktu tertentu, sehingga Negara mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaiki perilaku warga binaan ke arah yang lebih baik lagi, sedangkan LAPAS atau RUTAN adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana atau warga binaan. Narapidana sering juga disebut dengan “si terpidana”. Terpidana maksudnya adalah seseorang yang melakukan tindak pidana yang berdasarkan putusan pengadilan telah diberikan sanksi pidana hilangnya kemerdekaan dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Tindak pidana merupakan perbuatan yang melanggar norma hukum yang berlaku. Tindak pidana terdiri atas beberapa unsur anatara lain : 1 Suatu perbuatan manusia 2 Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang 3 Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan. Unsur-unsur diatas, harus terpenuhi untuk menentukan seseorang itu apakah subjek tindak pidana atau tidak. Perbuatan yang dilakukan itu harus merupakan perbuatan yang dilarang sehingga dapat diancam dengan hukuman oleh undang-undang yang berlaku dan perbuatan itu dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan, maksudnya adalah seseorang yang melakukan perbuatan pidana itu sudah dianggap cakap hukum. Cakap hukum maksudnya ialah, sudah memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan oleh undang-undang sebagai orang yang telah cakap dihadapan hukum. Seorang yang belum cakap hukum tidak akan bias mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum, misalnya seorang yang berada di bawah pengampuan, apabila melakukan perbuatan pidana tidak akan bias dimintai pertanggung jawaban nya. Narapidana terdiri atas narapidana wanita dan narapidana laki-laki. Proses pembinaan narapidana laki-laki berbeda dengan pembinaan wanita. Narapidana wanita ialah warga binaan pemasyarakatan yang berjenis kelamin wanita dan sudah dewasa. Pembinaan narapidana wanita dilaksanakan di LAPAS wanita 34 . 2 Anak Didik Pemasyarakatan Anak didik pemasyarakatan adalah : 1 Anak pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 delapan belas tahun; 2 Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada Negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS anak paling lama berumur sampai berumur 18 tahun; 3 Anak sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS anak paling lama berumur 18 delapan belas tahun. 35 Dalam rangka pembinaan terhadap anak pidana, anak Negara, dan anak sipil, ditempatkan di LAPAS anak .Anak pidana, anak Negara dan anak sipil dibina berdasarkan penggolongan atas dasar : 1 Umur, 2 Jenis kelamin, 3 Lama pidana yang dijatuhkan, 4 Jenis kejahatan, dan 5 Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan 34 Ibid, Pasal 12 ayat 2 35 Ibid, Pasal 1 ayat 8 Proses pembinaan anak pidana, anak sipil, dan anak Negara diawali dengan proses pendaftaran yang dilakukan dengan cara : 1 Pencatatatn : a Putusan pengadilan, b Jati diri, dan c Barang dan uang yang dibawa 2 Pemeriksaan kesehatan 3 Pembuatan pasfoto 4 Pengambilan sidik jari, dan 5 Pembuatan berita acara serah terima anak Negara, anak pidana ataupun anak sipil. 3 Klien Pemasyarakatan Klien pemasyarakatan adalah seseorang yang sedang berada dalam bimbingan BAPAS. Pembinaan warga binaan pemasyarakatan di LAPAS dilaksanatau RUTAN akan secara intramural di dalam LAPAS atau RUTAN dan secara ekstramural di luar LAPAS atau RUTAN. Pembinaan secara ekstramural yang dilakukan di LAPAS atau RUTAN disebut asimilasi, yaitu proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka ke dalam kehidupan masyarakat. Pembinaan secara ekstramural dilakukan oleh BAPAS yang disebut integrasi, yaitu proses pembinaan wrga binaan pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu untuk hidup dan berada kembali di tengah-tengah masyarakat dengan bimbingan dan pengawasan BAPAS. Klien pemasyarakatan terdiri atas : 1 Terpidana bersyarat 2 Narapidana, anak pidana, dan anak Negara yang mendapatkan pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas 3 Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya diserahkan kepada orangtua asuh atau badan social 4 Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di lingkungan Direktorat Jendral Pemasyarakatan yang ditunjuk , bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh atau badan social, dan 5 Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua atau walinya. Narapidana,dan anak didik pemasyarakatan, dalam menjalankan pidananya ditempatkan di LAPAS atau RUTAN. LAPAS atau RUTAN adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. 36 LAPAS atau RUTAN dan BAPAS didirikan di setiap ibukota dan kotamadya.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian deskriptif Deskriptif research yaitu “penelitian yang bersifat menemukan fakta-fakta seadanya fact finding. Penemuan gejala-gejala ini tidak sekedar menunjukkan distribusinya tetapi termasuk usaha mengemukakan hubungan satu sama lain dalam aspek- aspek yang sedang diteliti.” Hubungan-hubungan yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan proses pembinaan warga binaan menurut Undang-undang nomor 12 tahun 1995 dengan proses pembinaan warga binaan wanita di Rutan Kelas II B Kabanjahe. Dalam melakukan langkah-langkah penelitian deskriptif tersebut perlu diterapkan pendekatan masalah sehingga masalah yang akan dikaji menjadi lebih jelas dan tegas. Pendekatan masalah tersebut dilakukan melalui cara Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris. 36 Op.Cit., Pasal 1 Angka 3 a. Pendekatan Yuridis normtif adalah membahas doktrin-doktrin atau asas- asas dalam ilmu hukum 37 . Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap perundang-undangan dalam kerangka hukum nasional Indonesia sendiri. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normtif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif mengenai pengaturan proses pembinaan warga binaan wanita. Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan. Oleh karena tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan. Pendekatan tersebut melakukann pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan proses pembinaan warga binaan wanita. b. Pendekatan Empiris adalah penelitian terhadap identifikasi hukum hukum tidak tertulis dan penelitian terhadap efektivitas hukum 38 . Pendekatan empiris, dilakukan dengan cara berhadapan dengan warga masyarakat yang menjadi objek penelitian untuk mengetahui efektivitas hukum yang berlaku ditengah-tengah masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan studi lapangan yang dilakukan di Rutan Kelas II B Kabanjahe.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lakukan di wilayah hukum, RUTAN Kelas II B Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

3. Sumber Data

37 H. Zainuddin Ali, Op. Cit, hal. 24 38 Ibid, hal. 30. a. Data Primer, diperoleh langsung dari masyarakat. Penelitian ini data diperoleh dari orang yang berhubungan langsung dengan obyek penelitian lapangan bersumber dari RUTAN Kelas II B Blok wanita Kabanjahe b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber-smber tertulis atau data kepustakaan, terdiri dari buku-buku literatur dan bahan-bahan hukum primer, sekunder, tersier.

4. Metode Pengumpulan Data

Cara yang ditempuh untuk mengumpulkan data disesuaikan dengan jenis data yang diperlukan, antara lain : a. Studi kepustakaan library research, yaitu dengan mengumpulkan data melalui literatur, buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti. b. Studi lapangan field research yaitu dengan melakukan kunjungan ke lokasi yang sedang diteliti di Rutan Kelas II B Kabanjahe Kabupaten Karo, melakukan wawancara terhadap petugas RUTAN dan warga binaan wanita, termasuk melaksanakan studi dokumen terhadap berkas- berkas yang diperlukan dalam menelusuri kasus yang dipilih untuk penelitian.

5. Analisis Data

Sesuai dengan prosedur penelitian yang ada, maka data yang telah terkumpul baik data teoritis maupun data hasil observasiwawancara dan studi dokumen terhadap masalah yang sedang diteliti, kemudian dimanfaatkan dan dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Analisis Kualitatif yaitu pengolahan data yang digambarkan dengan kata- kata atau kalimat dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan teori-teori hukum, Undang-undang, dan peraturan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti terhadap fakta dari data yang diperoleh dalam penelitian. Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan pemecahan masalah dengan metode induktif yaitu mengambil kesimpulan dari fakta-fakta yang khusus untuk menarik kesimpulan secara umum, atau sebaliknya dengan menggunakan metode deduktif, yaitu dengan membuat kesimpulan secara khusus melalui kajian dan analisis terhadap fakta-fakta yang bersifat umum. Melalui metode-metode yang penulis kemukakan di atas, akhirnya di tarik suatu kesimpulan yang kemudian menjadi hasil penelitian ini.

H. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan adalah sebagai bab pengantar dari permaslahan, terdiri dari 7 tujuh sub bab yaitu : Latar Belakang, Permasalahan, Keaslian Penulisan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab II : Terkait dengan pengaturan pembinaan warga binaan wanita menurut hukum yang berlaku di Indonesia Bab III : Proses pembinaan warga binaan wanita di Rutan Kelas II B Kabanjahe Bab IV : Hambatan dan cara mengatasi hambatan dalam proses pembinaan warga binaan wanita di Rutan Kelas II B Kabanjahe Bab V : Kesimpulan dan Saran, bab ini merupakan penutup dari keseluruhan materi skripsi yang terdiri dari 2 dua sub bab yaitu kesimpulan dan saran.

BAB II PENGATURAN PEMBINAAN WARGA BINAAN WANITA MENURUT

HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA

A. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Warga binaan pemasyarakatan adalah narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan. Warga binaan wanita dalam hal ini dikategorikan sebagai narapidana. Narapidana adalah orang tersesat yang mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertobat. 39 Pada Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan mengatakan bahwa, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS. Terpidana yang dimaksud sesuai dengan Pasal 1 angka 6 undang-undang ini yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Tujuan dari menjalani pidana hilangnya kemerdekaan pada narapidana adalah untuk mengikuti proses pemasyarakatan. Maksud dari pemasyarakatan dalam Pasal 1 angka 1 UU Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. 39 Petrus Irwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hal.44. 35