2.2. Landasan Teori
2.2.1. Tinjauan Mengenai Proses Produksi
Sebelum kita membahas mengenai sistem Just – In - Time, sebaiknya terlebih dahulu kita mengerti arti dari proses produksi. Tetapi
kita harus mendefinisikan arti dari proses itu sendiri. Yang dimaksud dengan proses adalah cara, metode, dan teknik bagaimana sesungguhnya
sumber-sumber tenaga kerja, mesin, bahan, dan dana yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil.
Sedangkan produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang dan jasa.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa : Proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode, dan teknik
untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber tenaga kerja, mesin, bahan,
dan dana yang ada Assauri, 2000:216.
2.2.2. Tinjauan Mengenai
Just – In – Time JIT 2.2.2.1. Pengertian Just – In - Time
Terdapat beberapa pengertian yang dikemukakan mengenai Just – In - Time. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
Menurut Taichi Ohno 1995:4,” Just – In - Time berarti bahwa, dalam suatu rangkaian proses produksi, suku cadang yang diperlukan
untuk perakitan tiba pada ujung lini rakit pada waktu yang diperlukan dan hanya dalam jumlah yang diperlukan”.
Menurut William L. Duncan 1988:21,” Just – In - Time is a philosophy which has as it’s objective the elimination of waste”.
Menurut Simamora 1999:12, Just – In – Time adalah filosofi yang terpusat pada penentuan waktu, efisiensi, dan mutu dalam
memenuhi komitmen-komitmen. Sedangkan Just – In – Time menurut Machfoedz 1996:51 berarti
filosofi yang memusatkan aktivitas yang diperlukan oleh segmen internal lain dalam suatu organisasi.
Schniederjans 1993:316 menyatakan Just – In - Time sebagai “The successful completion of a product or service at each stage of
production activity from vendor to customer just-in-time for its use and at minimum cost. Just – In - Time can also be generally defined as strategy
or guiding philosophy whose goal it is to seek manufacturing excellence”. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, diketahui bahwa kunci
pokok dari Just – In - Time adalah eliminasi pemborosan atau waste.
2.2.2.2. Tujuan Just – In - Time
William L. Duncan, 1988:21 berpendapat bahwa “Just – In - Time …. Has as its subjective the elimination of waste “. Pendapat ini
sesuai dengan pendapat A. Ansari dan B. Modarres 1990:28 yang
mengatakan “ objective of the Just – In - Time technique is reduction of cost throught the elimination of waste”.
Waste atau pemborosan didefinisikan oleh A. Ansari dan B. Modarress 1990:28 sebagai “ … anything other than the minimum
amounts of equipment, materials, workers, and time that are absolutely essensial to production.”
2.2.2.3. Manfaat Just – In – Time
Just – In – Time bukan hanya sekedar metode pengendalian persediaan, tetapi juga merupakan sistem produksi yang saling berkaitan
dengan semua fungsi dan aktivitas di dalam perusahaan. Manfaat Just – In – Time, antara lain :
a. Mengurangi biaya tenaga kerja langsung dan tidak langsung sebagai
akibat adanya penghapusan kegiatan seperti penyimpanan persediaan;
b. Mengurangi ruang atau gudang untuk tempat penyimpanan barang;
c. Mengurangi waktu set up dan penundaan jadwal produksi;
d. Mengurangi pemborosan barang rusak dan barang cacat dengan
mendeteksi pada sumbernya; e.
Mengurangi lead time karena ukuran lot yang kecil sehingga sel produksi lebih dapat memberikan umpan balik terhadap masalah
kualitas; f.
Penggunaan mesin dan fasilitas secara lebih baik;
g. Menciptakan hubungan yang lebih baik dengan pemasok;
h. Layout pabrik yang lebih baik;
i. Integrasi dan komunikasi yang lebih baik di antara fungsi-fungsi
seperti pemasaran, pembelian, dan produksi; dan j.
Pengendalian kualitas dalam proses.
2.2.2.4. Sasaran pelaksanaan JIT
Sasaran pelaksanaan Just – In – Time pada dasarnya terdiri atas Tjiptono dan Diana, 2001: 309-314 :
1. Persediaan metode pengurangan persediaan terbagi atas :
a. Bahan baku – lebih sedikit pemasok, penyerahan lebih sering, order lebih kecil, kontrak jangka panjang dan inspeksi pemasok;
b. Barang dalam proses – perbaikan konfigurasi pabrik, fleksibilitas karyawan, peningkatan kualitas, dan waktu set up lebih singkat,
serta; c Barang jadi – demand pull, pengurangan cycle time, dan
peningkatan fleksibilitas produksi. 2.
Cycle time atau throughput time Throughput time adalah interval waktu dari dimulainya proses
produksi sampai produk selesai dan dikirim kepada pelanggan, terdiri atas :
a. Waktu pemrosesan adalah waktu sesungguhnya untuk mengerjakan suatu produk;
b. Waktu inspeksi adalah waktu yang diperlukan untuk menginspeksi produk untuk menjamin bahwa produk telah sesuai
dengan standar produksi juga mencakup waktu yang diperlukan untuk mengerjakan kembali produk yang kurang memenuhi
spesifikasi dan inspeksi ketika bahan baku diterima; c. Waktu gerak adalah waktu yang diperlukan untuk memindahkan
produk dari satu departemen ke departemen berikutnya serta dari dan ke gudang;
d. Waktu tunggu adalah waktu dimana produk berada dalam satu departemen sebelum diproses;
e. Waktu simpan adalah waktu untuk menyimpan bahan baku dan barang dalam proses sebelum digunakan oleh departemen
produksi serta barang jadi di gudang sebelum dikirim ke pelanggan.
Berdasarkan kelima unsur throughput time di atas, waktu pemrosesan yang sungguh-sungguh merupakan produksi aktual. Oleh
karena itu waktu pemrosesan adalah waktu yang memiliki nilai tambah, sedangkan ke empat unsur yang lain sebagai waktu yang tidak memiliki
nilai tambah karena tidak ada nilai tambah yang dapat diberikan pada produk ketika produk tersebut diproses.
Dalam bentuk rumus dapat disajikan sebagai berikut :
Tjiptono dan Diana, 2001: 295 Semakin pendek throughput time menunjukkan semakin efisien
proses produksi, maka semakin rendah biaya produksi dan semakin meningkat pula kemampuan perusahaan untuk merespon dengan cepat
perubahan permintaan pelanggan. Rasio Efisiensi Manufaktur atau Manufacturing Efficiency Ratio MER dapat disajikan sebagai berikut :
Tjiptono dan Diana, 2001: 295
3. Perbaikan yang berkesinambungan
Perbaikan berbeda dengan pemeliharaan; perbaikan berarti menjadikan sesuatu yang lebih baik daripada keadaan semula. Dalam
Just – In – Time, perbaikan yang berkesinambungan dilaksanakan dengan baik, sehingga apabila terjadi kerusakan kualitas dan tingkat
produksi tidak sesuai akan dapat terlihat segera. Apabila suatu proses menerima produk yang tidak sesuai dari proses sebelumnya maka
Throughput time = Processing +
Waste Time Value added time Non-value added time
MER = Value Added Time Throughput Time
pekerja dalam proses akan menghentikan proses dan melaporkan masalah tersebut kepada penyelia dan pemrosesan sebelumnya.
4. Penghapusan pemborosan
Just – In – Time mampu untuk menghapus : a. Pemborosan karena produksi berlebihan
Dalam lingkungan Just – In – Time, pelanggan masuk dalam sistem dari awal dengan mengajukan permintaan melalui sistem
distribusi kepada pemanufaktur. Sistem Just – In – Time tidak akan memproduksi tanpa permintaan yang timbul dari pelanggan;
b. Pemborosan karena waktu tunggu Dalam Just – In – Time, bahan baku diletakkan di pabrik bukan di
gudang, dan disediakan waktu untuk pemeliharaan mesin dan peralatan, sehingga penggantian dan reparasi selama periode
produksi jarang terjadi;
c. Pemborosan karena transportasi Pabrik dalam sistem Just – In – Time harus membeli dalam jumlah
kecil dan sering. Ini berarti bahwa pemasok seharusnya relatif dekat dengan pabrik untuk memotong biaya transportasi;
d. Pemborosan karena pemrosesan Dalam Just – In – Time menekankan pada perbaikan proses,
sehingga apabila proses tidak beres, maka akan segera teridentifikasi dan diperbaiki untuk menghapus pemborosan;
e. Pemborosan karena sediaan yang tidak perlu Dalam Just – In – Time, sediaan tidak ada sebelum diproses.
Dengan demikian tidak ada biaya penyimpanan dan penanganan sediaan yang meliputi biaya gedung, penjaga, administrasi, dan
lain-lain;
f. Pemborosan karena gerakan yang tidak perlu Layout pabrik dalam sistem Just – In – Time diatur berdasarkan
produk sehingga meminimalisasi gerakan, baik karyawan maupun produk, karena tidak memberikan nilai tambah dan menyebabkan
diperlukannya pekerja tambahan;
g. Pemborosan karena memproduksi barang cacat atau rusak Barang cacat atau rusak menimbulkan biaya karena produk harus
dikerjakan kembali untuk memperbaiki kekurangan serta biaya garansi merupakan pemborosan dan kehilangan pelanggan
merupakan kerugian penjualan di masa yang akan datang.
2.2.2.5. Elemen Just – In - Time
Menurut Edward J. Hay 1988:12, terdapat tujuh elemen dalam Just – In - Time. Elemen pertama dan ke dua adalah filosofi Just – In -
Time itu sendiri dan kualitas. Tiga elemen berikutnya meliputi tiga elemen teknik indutri yang terdiri atas kesamaan waktu produksi,
keseragaman prosedur produksi, dan pengurangan waktu penyetelan. Elemen ke enam dan ke tujuh terdiri atas sistem pengendalian yang
disebut dengan sistem tarik pull system atau kanban dan pembelian Just – In - Time.
Terdapat tiga komponen dasar Just – In – Time yang perlu mendapatkan perhatian dalam mengurangi pemborosan waste, yaitu
flow, employee involvement, dan quality.
Hay menggambarkan pengertian filosofi Just – In - Time yang menggambarkan ketiga komponen tersebut adalah sebagai berikut:
JIT Philosophy
Elimination of waste
Flow Employee
Involvement Quality
Uniform plant load Reduced setup times
Overlapping operations Pull system lingking operations
JIT purchasing
GAMBAR 2.1. FILOSOFI JUST – IN – TIME
Sumber : Hay, Edward J, 1988, The JIT Breakthrough : Implementing
the New Manufacturing Basics, John Wiley and Sons, hal 14 Terdapat empat aspek pokok dalam konsep Just – In – Time
menurut Supriyono yang mengutip dari Foster dan Hongren 1997:65, yaitu:
1. Menghilangkan semua aktivitas atau sumber-sumber yang tidak
bernilai dan bernilai tambah terhadap produk dan jasa; 2.
Komitmen untuk mencapai tingkat kualitas prima atau tinggi 3.
Komitmen untuk mendorong dilakukannya perbaikan berkesinambungan atau berkelanjutan untuk meningkatkan efisiensi;
dan
4. Memberikan tekanan pada penyederhanaan aktivitas dan peningkatan
visibilitas aktivitas yang punya nilai tambah.
2.2.2.6. Persyaratan Just – In – Time
Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penerapan Just – In – Time Tjiptono dan Diana, 2001: 314-322 :
1. Organisasi pabrik.
Just – In – Time menggunakan sel kerja yaitu : semua proses yang diperlukan untuk membuat produk tertentu diletakkan dalam satu
lokasi. Sel kerja Just – In – Time berbentuk putaran U atau L dengan ukuran lot yang kecil dan menggunakan kanban untuk produksi
sehingga tidak ada waktu untuk antri sebelum diproses dan waktu siklus dalam Just – In – Time kurang dari setengah waktu siklus yang
sama dalam sistem tradisional.
2. Pelatihan dan tim.
Agar sistem Just – In – Time dapat diterapkan secara efektif, pekerja harus diberi pelatihan mengenai bagaimana menghadapi perubahan
yang dilakukan dari sistem tradisional, bagaimana cara kerja Just – In – Time, apa yang diharapkan dari Just – In – Time, dan bagaimana
akibat Just – In – Time; termasuk pelatihan secara mendalam mengenai kanban, perbaikan proses, dan alat-alat statistik. Dalam Just
– In – Time, pekerja bekerja dalam tim dan harus berfungsi sebagai suatu tim, dimana tim tersebut bertanggung jawab dari proses
produksi pertama sampai produk dikirim dengan cara bekerja sama, saling mendukung, memecahkan masalah, dan memeriksa pekerjaan.
3. Membentuk aliran.
Suatu lini produksi yang baru harus di-set up sebagai pengujian untuk membentuk aliran produksi dan menyeimbangkan aliran tersebut.
4. Kanban pull system.
Bersamaan dengan perencanaan sel kerja, skema kanban seharusnya dibuat. Sistem kanban artinya kartu untuk memberikan tanda yang
menunjukkan adanya perpindahan unit komponen atau produk dari pekerja tertentu kepada pekerja berikutnya. Sistem kanban dasar
menggunakan 3 kartu, yaitu : a. Kartu pengambilan withdrawal kanban adalah kartu yang
digunakan untuk menentukan jumlah sediaan yang diambil oleh proses selanjutnya dari proses sebelumnya.
b. Kartu produksi production kanban adalah kartu yang digunakan untuk menentukan jumlah yang harus diproduksi pada proses
sebelumnya.
c. Kartu pemasok vendor kanban adalah kartu yang digunakan untuk memberitahu para pemasok agar mengirimkan komponen
atau bahan sejumlah tertentu dan pada saat yang diperlukan. 5.
Pengendalian visual visual scan. Visual scan yang cepat dapat memperlihatkan adanya kemacetan atau
kelebihan kapasitas, misalnya lampu yang menyala pada suatu proses yang bermasalah dan akibatnya proses produksi dihentikan serta
segera pekerja dalam tim tersebut akan membantu mengatasi apabila masalah tersebut di luar kemampuan tim, orang yang ahli dan
berwenang akan mengatasi dengan cepat.
6. Eliminasi kemacetan Bottleneck.
Bottleneck process adalah proses berjalan secepat mungkin sepanjang waktu tanpa mengikuti permintaan. Untuk mengatasi Bottleneck
process, semua proses dalam Just – In – Time harus terus menerus diteliti, dipelihara, dipantau, dan disempurnakan prosesnya serta perlu
ditetapkan suatu pendekatan yang melibatkan tim fungsi silang yang terdiri atas departemen produksi, PPC, keuangan, dan departemen
lainnya yang terkait.
7. Ukuran lot kecil dan penggurangan waktu setup.
Dalam sistem Just – In – Time, ukuran lot yang terbaik adalah ukuran lot yang terkecil. Pendekatan ini sesuai bila mesin yang digunakan
untuk menghasilkan berbagai macam produk dalam satu lini produksi. Hal ini mensyaratkan adanya waktu set up yang relatif singkat yang
dapat diperoleh melalui beberapa cara antara lain : memastikan peralatan dan komponen lainnya yang dibutuhkan telah tersedia dan
orang yang melaksanakan proses akan hadir pada saat yang telah ditetapkan serta mesin produksi perlu dimodifikasi sedemikian rupa
sehingga dapat di-setup dengan hanya sekali sentuh tangan.
8. Total Productive Maintenance TPM.
Tindakan untuk menjaga agar kualitas produk tetap prima adalah dengan memelihara mesin sebaik mungkin dengan cara pemeliharaan
preventif yang sistematis agar kondisi dan kinerja mesin menjadi lebih tinggi serta memprediksi kapan waktu penggantian suku cadang
atau kapan harus melakukan perbaikan mesin agar kualitas produk tetap terjaga.
9. Kemampuan proses, Statistical Process Control SPC, dan perbaikan
berkesinambungan. Permasalahan seputar proses dapat diatasi dengan memahami proses
secara menyeluruh serta mengoptimalkan dan mengendalikan proses dengan metode statistik dengan berbagai alat seperti diagram pareto,
diagram sebab akibat, stratifikasi, check sheets, histogram, scatter diagram, run chart dan control chart, flow chart, serta desain
eksperimen. Statistical Process Control SPC ini harus diterapkan dengan memperbaiki proses secara terus menerus. Tiga hal ini harus
ada dalam sistem Just – In – Time karena : a.
Segala sesuatu harus bekerja sesuai dengan harapan dan mendekati sempurna;
b. Tidak adanya sediaan penyangga untuk kemacetan proses; dan
c. Semua proses dengan mesin dan pekerjanya harus beroperasi
dalam kondisi prima sepanjang waktu.
10. Pemasok
Dalam sistem Just – In – Time, pemilihan pemasok merupakan hal yang sangat penting karena pemasok harus dapat menyediakan apa
yang diperlukan dalam jumlah yang tepat pada saat dibutuhkan. Oleh karena itu, pemanufaktur Just – In – Time berupaya menjalin
hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok, antara lain : a.
Mengurangi jumlah pemasok; b.
Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan pemasok dengan membuat persetujuan jangka panjang yang
mencakup harga, kualitas, dan penyerahan; c.
Memberikan bantuan teknis kepada pemasok; dan d.
Melibatkan pemasok pada tahap perancangan produk dan proses sehingga material yang dibeli “fitness for use” dan sedikit
memerlukan inspeksi.
Terdapat tiga kondisi yang harus dipenuhi oleh pemasok agar dapat menjadi rekan kerja yang baik Dixon, 1996 :
1. Pemasok memiliki kompetensi dalam bidangnya.
Hal ini diperlukan karena perusahaan perlu mendapatkan suatu jaminan kualitas ini yang akan didapat oleh perusahaan.
2. Memiliki keahlian secara komputerisasi.
Hal ini diperlukan karena semua kegiatan yang terkait dengan pengumpulan informasi sebagai dasar melakukan transaksi antara
perusahaan dengan pemasok sebaiknya dilakukan melalui komputer electronic data interchange.
3. Pemasok bersedia untuk menempatkan salah satu karyawan kunci di
suatu perusahaan dan mau bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berkaitan dengan tugasnya.
2.2.2.7. Prinsip Kunci Just – In - Time
Menurut Schniederjans 1993:5, Just – In - Time didasarkan atas delapan prinsip kunci yang terdiri atas :
1. Seek a produce – to – order production schedule.
2. Seek unitary production.
3. Seek to eliminate waste.
4. Seek continuous product flow improvement.
5. Seek product quality perfecton.
6. Respect people.
7. Seek to eliminate contingencies.
8. Maintain a long-term emphasis.
Menurut William L. Duncan 1998:11, ketika filosofi Just – In - Time digunakan untuk membangun sebuah program, di dalamnya selalu
terdapat delapan komponen utama yang meliputi: 1.
Organization of the program. 2.
Quality. 3.
Simplified, synchronous production. 4.
Roses-oriented flow. 5.
Advanced procurement technology. 6.
Improved design methods. 7.
Enchanced support functions. 8.
Employee involvement.
Sedangkan Chase dan Aquilano 1998:248 berpendapat bahwa untuk mencapai tujuan Just – In - Time dibutuhkan hal-hal sebagai
berikut: 1.
Design flow process. 2.
Total Quality Control TQC. 3.
Stabilize schedule. 4.
Kanban Pull.
5. Work with vendors.
6. Reduce inventory more.
7. Improve roduct design.
Dari ke tiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa prinsip- prinsip Just – In - Time secara umum meliputi:
1. Mempertahankan penekanan jangka panjang.
Penerapan Just – In - Time merupakan proyek jangka panjang, sehingga keberhasilannya memerlukan komitmen yang kuat dari
seluruh pihak yang terlibat. Untuk itu perusahaan harus memiliki tujuan jangka panjang yang jelas dalam menerapkan Just – In - Time.
2. Mengorganisasi program.
Penerapan Just – In - Time perlu dijabarkan ke dalam program- program jangka menengah dan pendek untuk memudahkan
pengendalian dan evaluasi serta meningkatkan motivasi pihak-pihak yang terlibat untuk terus mendukung penerapan Just – In - Time.
Penanggung jawab dan pelaksana program-program tersebut harus terorganisasi dengan baik dan memiliki kewajiban serta wewenang
yang jelas.
3. Melakukan produksi sesuai dengan permintaan Pull Production.
Produksi diusahakan seimbang dengan permintaan pasar, tidak kurang dan tidak lebih. Jika dimungkinkan, produksi dilakukan setelah ada
permintaan yang nyata dari pasar. Salah satu cara untuk menerapkan prinsip ini adalah menggunakan sistem kanban dalam produksi.
4. Mengusahakan jadwal produksi sestabil mungkin.
Kestabilan jadwal produksi diperlukan untuk meminimalkan persediaan pengaman. Untuk itu process control harus dilaksanakan
dengan baik pada setiap aktivitas perusahaan. Kemungkinan terjadinya hambatan-hambatan yang bersifat kebetulan
contingencies terhadap proses produksi perlu dihapuskan. Hambatan–hambatan semacam itu antara lain : mesin break-down,
pemogokkan karyawan, dan sebagainya. Mesin break-down dapat dicegah dengan pelaksanaan Total Preventive Maintenance TPM.
5. Mengusahakan unit produksi sekecil mungkin.
Unit produksi yang ideal adalah satu. Unit produksi yang kecil, dengan frekuensi produksi yang tinggi, diperlukan agar perusahaan
mudah menyesuaikan produksi dengan perubahan permintaan.
6. Terus menerus memperbaiki aliran aktivitas dengan berorientasi pada
proses. Aliran aktivitas harus diusahakan sedemikian rupa agar berjalan
dengan lancar, efektif, dan efisien. Aliran produksi harus dibuat sesederhana dan selancar mungkin. Salah satu caranya adalah dengan
membuat sel-sel kerja work-cell. Dalam sel-sel kerja, seorang karyawan melakukan beberapa pekerjaan pada beberapa mesin secara
berurutan. Dengan cara ini waktu tunggu lead time antara satu proses dengan proses yang lain dapat diminimalkan. Proses produksi
antara berbagai sel juga diusahakan agar sinkron atau serempak agar barang dapat mengalir dari satu sel kerja ke sel kerja lain dengan
lancar.
7. Mengutamakan kesempurnaan kualitas.
Untuk mencapai kesempurnaan kualitas perlu dilakukan Total Quality Control
TQC. Tercapainya kesempurnaan kualitas dapat menghapuskan pemborosan baik berupa scrap maupun waktu, tenaga,
dan bahan untuk melakukan pengerjaan ulang rework. Bila kesempurnaan kualitas tercapai, persediaan pengaman dapat
diminimalkan.
8. Melibatkan karyawan.
Dalam penerapan Just – In - Time keterlibatan karyawan sangat diperlukan. Karyawan harus diberi penjelasan mengenai pentingnya
penerapan Just – In - Time bagi perusahaan, partisipasi dan tanggung jawab yang diharapkan dari mereka dalam penerapan Just – In - Time,
dan manfaat penerapan Just – In - Time bagi diri mereka sendiri maupun perusahaan. Karyawan harus dimotivasi untuk memberi saran
dan kritik yang membangun mengenai penerapan Just – In - Time yang dilakukan perusahaan. Karyawan juga perlu dilatih untuk
menjalankan beberapa proses secara berurutan dalam sel kerjanya, untuk memeriksa kualitas barang yang diterima dari bagian
sebelumnya, untuk merawat mesin dan peralatan yang mereka gunakan, dan untuk melakukan aktivitas-aktivitas lain yang
dibutuhkan dalam penerapan Just – In - Time.
9. Memperluas fungsi-fungsi pendukung.
Penerapan Just – In - Time memang ditekankan pada fungsi produksi. Namun agar hasil yang diharapkan dapat tercapai, penerapan Just – In
- Time perlu diperluas ke dalam fungsi-fungsi lain di perusahaan.
10. Bekerja sama dengan pemasok.
Kerja sama dengan pemasok diperlukan agar bahan baku maupun suku cadang dapat tiba tepat pada saat akan digunakan, dalam jumlah
dan kualitas yang diinginkan, dengan biaya seminimal mungkin. Kerja sama dilakukan dengan sejumlah kecil pemasok yang terseleksi
dan dimaksudkan untuk jangka panjang. Pemasok yang dilibatkan hendaknya yang dapat diandalkan dan dapat mendukung penerapan
Just – In - Time pada perusahaan secara konsisten.
2.2.2.8. Langkah-Langkah Implementasi Just – In – Time
Sebuah perusahaan yang menerapkan Just – In – Time harus melalui beberapa tahap implementasi. Tahap demi tahap adalah sangat
penting karena merupakan bagian dari komitmen melaksanakan program mewujudkan efisiensi dan kualitas total. Implementasi Just – In – Time
juga memerlukan komitmen dari manajer perusahaan, karena itu jika ke dua hal tersebut, baik program kualitas total dan komitmen manajemen
diterapkan, maka Just – In – Time dapat terwujud I Made Narsa, 1999:25-27.
Tahap-tahap implementasi terdiri atas :
1. Mengorganisasi kelompok penyelesaian masalah
Mengorganisasi kelompok penyelesaian masalah dapat melibatkan pimpinan dari berbagai bagian disertai staf yang berkualitas agar
setiap permasalahan di setiap bidang produksi dapat diselesaikan secara cepat dan tepat. Di sinilah dituntut adanya komitmen yang
tinggi dari semua pihak.
2. Mendesain sistem dan prosedur dalam proses pembelian
Mendesain kembali berbagai perangkat yang berhubungan dengan sistem prosedur produksi barang menjadi sangat penting. Prosedur
selama ini dirasakan sebagai pemborosan baik dalam penggunaan waktu, tenaga, maupun ruang harus dilakukan penataan atau
dikurangi. Termasuk dalam pengertian ini adalah membuat pemetaan terhadap daftar pemasok.
3. Mensosialisasikan pengendalian kualitas total
Pengendalian kualitas total atau Total Quality Control TQC adalah suatu praktek mewujudkan kualitas barang dalam proses pengadaan
sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh konsumen atau pemakai. Just – In – Time dapat berjalan dengan optimal karena hasil
yang dicapai melalui proses pengadaan sesuai dengan kualitas barang yang diinginkan. Maka ada kemungkinan tidak adanya aktivitas
pemesanan ulang atau pengerjaan ulang.
4. Stabilisasi jadwal dan proses arus kerja yang jelas
Stabilisasi jadwal dapat dilaksanakan dalam jenjang jadwal. Jenjang jadwal adalah urut-urutan kegiatan dimana barang sejak awal waktu
masuk pertama kali ke dalam gudang, mengalami pemrosesan dengan elemen lainnya dengan mengikuti aturan-aturan tertentu. Hal ini
menunjukkan bahwa proses pengadaan barang yang fleksibel, tetapi
didasarkan pada proses perencanaan di masing-masing unit kerja yang rinci dan hati-hati.
5. Mengurangi kegiatan penyimpanan
Selain dibantu dengan jaminan dari pemasok, usaha untuk mengurangi kegiatan penyimpanan dapat dilakukan dengan cara
mengatur konfigurasi barang sedemikian rupa agar proses pengadaan berjalan dengan cepat, lancar, dan berusaha meminimalkan barang
dalam proses.
6. Area kerja yang rapi dan bersih
Setiap karyawan harus memahami dan dapat menerapkan konsep lima S sebagai sumber peningkatan produktivitas, yaitu :
a. Seiri sisih artinya sisihkan barang-barang yang tidak diperlukan
dari tempat kerja. b.
Setton susun artinya susun barang-barang yang diperlukan supaya mudah ditemukan oleh siapa saja saat diperlukan.
c. Seiso sasap artinya bersihkan tempat kerja dengan teratur agar
tidak terdapat debu di lantai, barang-barang, dan peralatan yang dipakai.
d. Seiketsu sosoh artinya peliharan taraf pengurusan rumah tangga
dan organisasi tempat kerja setiap saat.
e. Shitsuke suluh artinya berilah panutan dan suluh agar semua
orang mematuhi disiplin pengurusan rumah tangga masing-masing atas kesadaran sendiri.
2.2.3. Tinjauan Mengenai Produktivitas Perusahaan 2.2.3.1. Peranan dan Pentingnya Produktivitas
Pentingnya arti produktivitas dalam meningkatkan kesejahteraan nasional telah disadari secara universal. Tidak ada jenis kegiatan manusia
yang tidak mendapat keuntungan dari produktivitas yang ditingkatkan sebagai kekuatan untuk menghasikan lebih banyak barang-barang
maupun jasa. Produktivitas itu penting sekali, karena pendapatan nasional GNP
banyak diperoleh dengan meningkatkan koefisien dan mutu tenaga kerja dibandingkan dengan melalui informasi modal dan penambahan kerja.
Dengan kata lain pendapatan nasional atau GNP melaju lebih cepat dari faktor masukan.
Peningkatan produktivitas juga menghasilkan peningkatan langsung pada standar hidup yang berada di bawah kondisi distribusi
yang sama dari perolehan produktivitas yang sesuai dengan masukan tenaga kerja. Pada tingkat nasional produtivitas yang meningkat melalui
posisi untuk.meningkatkan standar hidup atau paling tidak mempertaruhkannya sambil melakukan upaya peningkatan kualitas hidup.
2.2.3.2. Pengertian Produktivitas
Produktivitas berkaitan dengan penggunaan sumber daya sebagai masukan secara efisien dalam memproduksi produk atau jasa sehingga
keluaran. Biasanya perbedaan kombinasi atau bauran masukan dapat digunakan untuk menghasilkan tingkat keluaran tertentu.
Menurut Sinungan 1997:12 pengertian produktivitas secara umum diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun hasil fisik
barang-barang atau jasa dengan masuknya yang sebenarnya. Masukan sering dibatasi dengan masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur
dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai. Produktivitas juga diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa.
Menurut L. Greenberg yang dikutip oleh Sinungan 1997:12 mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas
pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut.
Sumber-sumber ekonomi digerakkan secara efektif memerlukan ketrampilan organisatoris dan teknik sehingga mempunyai tingkat hasil
guna yang tinggi. Artinya, hasil yang diperoleh seimbang bahkan melampaui dari masukan yang diperoleh.
Menurut Winardi 1994:392, produktivitas adalah jumlah hasil yang dicapai oleh seorang pekerja atau unit dan faktor produksi lain
dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Matz dan Usry yang diterjemahkan oleh Gunawan Hutauruk 1992:383, produktivitas didefinisikan sebagai ukuran prestasi
produksi dengan menggunakan usaha manusia sebagai tolak ukur yardstick. Produktivitas adalah jumlah barang-barang atau jasa yang
dihasilkan oleh pekerja. Produktivitas juga dapat diartikan sebagai efisiensi untuk mengubah sumber daya menjadi komoditi dan jasa.
Produktivitas juga diartikan sebagai : a.
Tingkat efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa. b.
Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil. c.
Perbedaan antara kumpulan jumlah penawaran dan masukan yang dinyatakan oleh satuan-satuan unit umum Sinungan, 1997:12.
Menurut Hansen dan Mowen Hermawan, 1997:22, produktivitas berkaitan dengan pembuatan output secara spesifik menunjukkan pada
hubungan antara output hasil produksi dan input bahan baku yang digunakan untuk memproduksi output.
Ravianto 1985:21, produktivitas adalah konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara output hasil kerja dengan waktu
yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja. Dari definisi-definisi di atas secara lebih sederhana dapat
disimpulkan bahwa produktivitas adalah hasil bagi perbandingan antara jumlah yang dihasilkan output atau keluaran dengan jumlah setiap
sumber input atau masukan yang diperlukan selama proses produksi berlangsung.
2.2.3.3. Konsep Dasar Sistem Produksi
Produksi merupakan fungsi pokok dalam setiap organisasi, yang mencakup aktivitas yang bertanggung jawab untuk penetapan nilai
tambah produksi yang merupakan output dari setiap organisasi tersebut. Sistem produksi memiliki komponen atau elemen struktural dan
fungsional yang berperan penting menunjang kontinuitas operasional sistem produksi itu. Komponen atau elemen struktural yang membentuk
sistem produksi terdiri atas bahan material, mesin dan peralatan, tenaga kerja, modal, energi, informasi, tanah, dan sebagainya. Sedangkan
komponen atau elemen fungsional terdiri atas supervisi, perencanaan, pengendalian, koordinasi, dan kepemimpinan, yang semuanya berkaitan
dengan manajemen dan organisasi. Dalam sistem produksi terdapat beberapa input baik variabel
maupun tetap, salah satu faktornya menurut Gasperz 2000:9 adalah : 1.
Tenaga kerja Labor Operasi sistem produksi membutuhkan intervensi manusia dan orang-
orang yang terlibat dalam proses sistem dianggap sebagai input tenaga kerja labor. Input tenaga kerja dapat diklasifikasikan sebagai input
tetap, misalnya karyawan bulanan yang memiliki gaji tetap; atau input
variabel, misalnya buruh harian yang pembayaran upahnya berdasarkan kuantitas produksi yang dihasilkan setiap hari.
2. Modal
Operasi sistem produksi membutuhkan modal. Berbagai macam fasilitas peralatan, mesin-mesin produksi, bangunan pabrik, gudang,
dan lain-lain; dapat dianggap sebagai barang modal. Biasanya dalam periode jangka pendek, modal diklasifikasikan sebagai input tetap.
1.2.3.4. Konsep Dasar Sistem Produktivitas
Menurut Mali yang dikutip oleh Gasperz 2000:18 menyatakan bahwa produktivitas tidak sama dengan produksi. Performansi kualitas,
hasil-hasil, merupakan komponen dari usaha produktivitas. Dengan demikian, produktivitas merupakan suatu kombinasi efektivitas dan
efisiensi, sehingga produktivitas dapat diukur berdasarkan pengukuran berikut :
Produktivitas = Output yang dihasilkan
Input yang dipergunakan =
Efektivitas pelaksanaan
tugas Efisiensi penggunaan sumber-sumber daya
Produktivitas merupakan suatu proses yang kontinyu terus- menerus, yang melibatkan aspek-aspek : Pengukuran, Evaluasi,
Perencanaan, dan Peningkatan produktivitas. Secara skematis, siklus produktivitas dapat digambarkan sebagai berikut :
Tahap 1
Pengukuran Produktivitas
Tahap 4
Peningkatan Produktivitas
Tahap 2
Evaluasi Produktivitas
Tahap 3
Perencanaan Produktivitas
GAMBAR 2.2. SIKLUS PRODUKTIVITAS Sumber : Gasperz, Vincent, 2000, Manajemen Produktivitas Total
Strategi Peningkatan Bisnis Global, Jakarta . Berdasarkan konsep siklus pendapatan, secara formal program
peningkatan produktivitas harus dimulai melalui pengukuran produktivitas dari sistem industri itu sendiri. Untuk keperluan ini,
berbagai teknik pengukuran dapat dipergunakan dan dikembangkan dari memilih indikator pengukuran yang sederhana sampai yang lebih
kompleks dan komprehensif. Apabila produktivitas dari sistem produksi itu telah diukur, langkah berikutnya adalah mengevaluasi tingkat
produktivitas aktual itu untuk diperbandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan.
Kesenjangan yang terjadi antara tingkat produktivitas aktual dan rencana productivity gap merupakan masalah produktivitas yang harus
dievaluasi dan dicari akar penyebab yang menimbulkan kesenjangan produktivitas itu. Berdasarkan evaluasi ini, selanjutnya dapat
direncanakan kembali target produktivitas yang akan dicapai baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, untuk mencapai target
produktivitas yang telah direncanakan itu, berbagai program formal dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas secara terus menerus. Siklus
produktivitas itu diulang kembali secara kontinyu untuk mencapai peningkatan produktivitas terus menerus dalam sistem industri.
2.2.3.5. Pengukuran Produktivitas
Suatu organisasi perusahaan perlu mengetahui pada tingkat produktivitas manakah perusahaan itu beroperasi, agar dapat
membandingkannya dengan produktivitas standar yang telah ditetapkan manajemen, mengukur tingkat perbaikan produktivitas dari waktu ke
waktu, dan membandingkan dengan produktivitas industri yang sejenis yang juga menghasilkan produk yang serupa. Hal ini menjadi penting
agar perusahaan dapat meningkatkan daya saing dari poduk yang dihasilkannya di pasar global yang sangat kompetitif. Dapat disimpulkan
bahwa, pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting di semua tingkatan ekonomi. Pada tingkatan perusahaan,
pengukuran produktivitas terutama sebagai manajemen untuk mendorong efisiensi produksi.
Pengukuran produktivitas menurut Hansen dan Mowen Hermawan, 1997:24 adalah penilaian kuantitatif atas perubahan
produktivitas. Menurut Matz dan Usry yang diterjemahkan oleh Gunawan Hutauruk 1992:383, tujuan pengukuran produktivitas adalah untuk
menyajikan kepada manajemen suatu indeks yang singkat dan tepat untuk memperbandingkan hasil-hasil yang nyata dengan standar prestasi. Atau
dengan kata lain, untuk menilai apakah efisien produktivitas meningkat atau menurun.
Menurut Sinungan 1997:22, manfaat dari pengukuran produktivitas adalah sebagai berikut :
1. Digunakan sebagai perantara manajemen untuk menganalisa dan
mendorong efisiensi produksi; dan 2.
Penempatan perusahaan yang tetap seperti dalam menentukan target atau sasaran tujuan yang nyata dan pertukaran informasi antara
tenaga kerja dan manajemen secara periodik terhadap masalah- masalah yang berkaitan.
Menurut Gasperz 2000:32 model pengukuran produktivitas yang paling sederhana adalah pendekatan output atau input. Hansen dan
Mowen membedakan jenis pengukuran produktivitas menjadi tiga jenis pengukuran produktivitas, yaitu :
1. Pengukuran Produktivitas Parsial
Produktivitas parsial sering juga disebut sebagai produktivitas faktor tunggal single factor productivity, merupakan rasio dari
output terhadap salah satu jenis input.
Rumus dari Produktivitas parsial adalah :
Produktivitas Parsial = Output Hasil Parsial Input Masukan Total
Input dapat berupa tenaga kerja, bahan, modal, dan energi. Jika input atau output yang diukur dalam kuantitas fisik, maka ukuran ini
disebut pengukuran produktivitas operasional operational productivity measure sedangkan jika keluaran dan masukan diukur
dalam nilai uang maka disebut pengukuran produktivitas keuangan financial productivity measure
Kelebihan dari pengukuran produktivitas parsial ini adalah : a.
Memungkinkan para manajer untuk memusatkan pada penggunaan masukan input tertentu;
b. Ukuran operasional tertentu lebih mudah digunakan untuk menilai
kinerja produktivitas karyawan operasional; c.
Untuk kepentingan pengendalian operasional, seringkali standar kinerja yang digunakan bersifat jangka pendek; dan
d. Dengan menggunakan standar parsial, trend produktivitas dalam
satu tahun itu sendiri dapat ditelusur.
Kelemahan dari pengukuran produktivitas parsial ini adalah : a.
Ukuran parsial yang digunakan secara terpisah atau tidak dihubungkan dengan ukuran-ukuran lainnya yang dapat
menyesatkan; dan b.
Tidak dapat menjelaskan tentang kenaikan biaya total, sebab penurunan produktivitas dari salah satu jenis masukan input
lainnya. Dalam pengukuran parsial ini akibat yang bersifat menyeluruh ini tidal dapat tercermin.
2. Pengukuran Faktor Total
Merupakan rasio dari output bersih terhadap banyaknya input modal dan tenaga kerja yang digunakan.
Rumus dari produktivitas faktor total adalah :
Produktivitas Faktor Total = Output bersih
Input tenaga kerja + Modal
3. Pengukuran Produktivitas Total
Menurut Hansen dan Mowen Hermawan, 1997:27 pengukuran produktivitas total merupakan rasio dari output total terhadap input
total semua input yang digunakan dalam proses produksi.
Rumus dari produktivitas faktor total adalah :
Produktivitas Total =
Output total Input total
Ukuran produktivitas total ini dapat digunakan untuk menilai pengaruh seluruh masukan input.
Kelebihan pengukuran produktivitas total ini adalah :
a. Memperhitungkan semua keluaran output dan faktor masukan
input yang kuantitatif; b.
Mudah dilakukan analisis sensitivitas; c.
Mudah dihubungkan dengan total biaya; dan d.
Perhitungannya lebih akurat karena masukan semua faktor output dan input yang mempengaruhi.
Kelemahan pengukuran produktivitas total ini adalah : a.
Data pada tingkat produksi dan langganan relatif sulit diperoleh kecuali sistem pengolahan diatur untuk tujuan tersebut; dan
b. Baik pengukuran produktivitas parsial maupun total tidak
mempertimbangkan keberadaan faktor-faktor masukan dan keluaran yang tidak tampak.
Menurut Handoko 1992:212, ada tingkat prinsip yang harus diikuti dalam pengukuran produktivitas pada tingkat yang lebih rendah
dalam perusahaan, yaitu : 1.
Para manajer harus diminta untuk mengembangkan ukuran-ukurannya sendiri dengan bantuan staf;
2. Rasio-rasio produktivitas sedapat mungkin harus dikaitkan dengan
semua tanggung jawab pekerjaan; dan 3.
Semua pengukuran produktivitas hendaknya dihubungkan dalam suatu pola hierarki yang berarti untuk menjaga konsistensi rasio-rasio
tingkatan atas dan bawah, para manajer departemen seharusnya tdak menetapkan rasio-rasionya sendiri sampai rasio-rasio tingkat yang
lebih tinggi telah ditentukan.
Penilaian perubahan produktivitas dapat juga dilakukan dengan memperhitungkan dampak perubahan produktivitas tersebut terhadap laba
pada periode yang bersangkutan. Penilaian ini disebut dengan profit linked productivity measurement. Dengan mengetahui dampak ini akan
membantu pihak manajemen untuk memahami betapa pentingnya perubahan produktivitas secara ekonomi.
Jenis pengukuran dilakukan dengan menentukan kuantitas produktivitas netral dari setiap masukan Productivity Netral Quantity
disingkat PQ.
PQ =
Keluaran output saat ini Rasio produktivitas periode dasar
Selanjutnya masing-masing PQ dikalikan dengan harga maksimum saat ini. Jumlah penghitungan ini Total PQ cost dibandingkan dengan
hasil perkalian kuantitas sesungguhnya dengan harga masukan saat ini total current cost, di mana hasil selisih keduanya merupakan dampak
terhadap laba profit linked effect.
2.2.3.6. Evaluasi Produktivitas
Masalah produktivitas dapat didefinisikan sebagai deviasi atau penyimpangan yang terjadi antara produktivitas aktual hasil aktual dan
sasaran produktivitas yang direncanakan atau diharapkan rencana mencapai sasaran produktivitas tertentu atau dapat pula didefinisikan
sebagai perubahan produktivitas kecenderungan menurun atau tetap sepanjang periode waktu tertentu.
Apabila masalah produktivitas telah dapat didefinisikan, seperti produktivitas input tenaga kerja, material, energi, dan modal menurun
atau tidak mencapai sasaran produktivitas yang diharapkan, maka
berbagai informasi penting berkaitan dengan masalah itu perlu dikumpulkan. Apabila informasi yang tepat tentang penyebab masalah
produktivitas yang timbul itu telah diperoleh, keputusan efektif untuk meningkatkan produktivitas terus-menerus dapat dilakukan oleh para
manajer. Menurut Gazpers 2000:71, alat-alat yang dipergunakan dalam
mengevaluasi akar penyebab penurunan produktivitas perusahaan adalah : 1.
Brainstorming 2.
Bertanya mengapa beberapa kali five whys 3.
Diagram pareto 4.
Diagram sebab akibat
Umumnya terdapat sejumlah faktor penyebab penurunan produktivitas perusahaan antara lain : Gasperz, 2000: 72
1. Ketidakmampuan manajemen dalam mengukur, mengevaluasi, dan
mengelola produktivitas perusahaan. 2.
Motivasi karyawan yang rendah karena sistem pengakuan dan penghargaan yang diberikan tidak berkaitan dengan produktivitas dan
tanggungjawab dari karyawan tersebut. 3.
Pengiriman produk yang sering terlambat karena ketidakmampuan memenuhi jadwal yang telah ditetapkan, sehingga mengecewakan
pelanggan. 4.
Peningkatan biaya-biaya untuk proses produksi dan pemasaran.
5. Pemborosan penggunaan sumber-sumber daya material, tenaga kerja,
energi, modal, waktu, informasi, dan lain-lain. 6.
Terdapat konflik-konflik dan hambatan dalam tim kerja sama yang tidak terpecahkan, sehingga menimbulkan ketidakefektifan dalam
kerja sama dan partisipasi total dari karyawan. 7.
Ketiadaan sistem pendidikan dan pelatihan bagi karyawan untuk meningkatkan pengetahuan tentang teknik-teknik peningkatan
kualitas dan produktivitas perusahaan. 8.
Kegagalan perusahaan untuk selalu menyesuaikan diri dengan tingkat peningkatan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam industri. 9.
Dan lain-lain, yang dapat diidentifikasi dan dikembangkan sendiri sesuai dengan masalah penurunan produktivitas dari masing-masing
perusahaan.
Dasarnya upaya-upaya peningkatan produktivitas perusahaan harus dimulai dari produktivitas individu karyawan yang ada dalam
perusahaan sebelum memberikan perhatian utama kepada masalah produktivitas dari sumber-sumber daya lain, seperti : material. modal,
energi, mesin dan peralatan, informasi, dan lain-lain.
2.2.3.7. Peningkatan Produktivitas
Sebuah perusahaan atau sistem produksi lainnya menerapkan kombinasi kebijakan, rencana sumber-sumber dan metodenya dalam
memenuhi kebutuhan dan tujuan khususnya. Kombinasi kebijakan- kebijakan ini dituangkan melalui dan dengan bantuan faktor-faktor
produktivitas internal dan eksternal. Pada tingkat perusahaan, faktor- faktor tersebut hampir seluruhnya direfleksikan dalam sumber pokok,
yaitu : manusia dan bahan-bahan. Menurut Sinungan 1997:60, peningkatan produktivitas di dalam
perusahaan terutama berkaitan dengan tiga jenis sumber, yaitu : a.
Modal perlengkapan, material, energi, tanah, dan bangunan. b.
Tenaga kerja. c.
Manajemen dan organisasi.
Perencanaan program-program peningkatan produktivitas perusahaan harus selalu melibatkan tim kerja sama dan partisipasi total
dari semua karyawan, yang dipimpin dan dikendalikan oleh manajemen puncak dari perusahaan itu.
Menurut Gaspersz 2000:89, terdapat lima strategi dalam meningkatkan perusahaan yang harus disesuaikan dengan situasi dan
kondisi perusahaan, antara lain : a.
Menerapkan program reduksi biaya. b.
Mengelola pertumbuhan.
c. Bekerja lebih tangkas.
d. Bekerja lebih efektif.
e. Mengurangi aktivitas.
Menurut Ravianto 1985:20, peningkatan produktivitas dapat dilihat dalam tiga bentuk :
1. Jumlah produk meningkat dengan menggunakan sumber daya yang
sama. 2.
Jumlah produk yang sama atau meningkat tercapai dengan menggunakan sumber daya yang kurang.
3. Jumlah produk yang jauh lebih besar diperoleh dengan pertambahan
sumber daya yang relatif lebih kecil.
Produktivitas dapat dikatakan meningkat menurut Winoto S.S. 1985:2, apabila :
a. Volume atau kuantitas keluaran bertambah besar, tanpa menambah
jumlah masukan. b.
Volume atau kuantitas keluaran tidak bertambah besar, akan tetapi jumlah masukannya berkurang.
c. Volume atau kuantitas keluaran bertambah besar, sedang jumlah
masukannya juga berkurang. d.
Jumlah masukan bertambah, asalkan volume atau kuantitas keluaran bertambah berlipat ganda.
Swasa dan Soekotjo 1984:59 mengatakan bahwa peningkatan produktivitas akan tercapai jika :
a. Keluaran yang dicapai besar meskipun masukan yang dicapai kecil.
b. Keluaran yang dicapai tidak berubah walaupun masukan yang dipakai
kecil. c.
Keluaran yang dicapai meningkat dan pada saat yang sama masukan yang dipakai bertambah tetapi relatif kecil.
d. Keluaran yang dicapai meningkat walaupun masukan yang dicapai
menurun. e.
Keluaran yang dicapai menurun dan pada saat yang sama masukan yang digunakan juga menurun, tetapi relatif besar.
Produktivitas yang lebih tinggi dapat dicapai dengan proses-proses yang lebih baik, peralatan yang modern atau disempurnakan, atau faktor-
faktor lain yang meningkatkan pemanfaatan secara maksimal. Suatu usaha produksi baik itu barang atau jasa akan dapat
mencapai efisiensi yang tinggi apabila segala aspek yang mendukungnya bekerja secara efektif dan efisien. Produktivitas akan meningkat apabila
setiap unsur-unsur yang terdiri dari pekerja, pabrik, peralatan yang digunakan dalam produksi, produk dan jasa-jasa yang digunakan dalam
produksi, investasi modal, dan pemakaian jasa-jasa dilaksanakan dengan baik dan didasarkan untuk memenuhi kepuasan bagi para penggunanya.
Menurut Handoko 1994:213, langkah-langkah program peningkatan produktivitas adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan ukuran-ukuran produktivitas pada seluruh tingkat
organisasi. b.
Menetapkan tujuan-tujuan peningkatan produktivitas dalam konteks ukuran-ukuran yang ditetapkan.
c. Mengembangkan rencana-rencana untuk mencapai tujuan-tujuan.
d. Mengimplementasikan rencana.
e. Mengukur hasil-hasil.
2.2.4. Hubungan antara
Just-In-Time, Produktivitas, Kualitas Produk, dan Kemampu-Labaan.
Upaya peningkatan mutu atau kualitas untuk memenuhi kepuasan konsumen memang tidak dapat dipisahkan dari usaha peningkatan
produktivitas perusahaan. Tetapi usaha yang berlebihan untuk mendorong produktivitas bisa saja justru akan dapat mengorbankan mutu dari output
tersebut. Sebaliknya, fokus yang berlebihan pada peningkatan mutu juga bisa mengurangi perhatian dan upaya untuk memperbaiki produktivitas,
bahkan mungkin akan dapat mengorbankan produktivitas demi mengejar mutu yang tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa keduanya saling
berhubungan dan saling melengkapi satu sama lain. Kemudian apabila kualitas dan produktivitas perusahaan
dihubungkan secara sungguh-sungguh dapat menghasilkan suatu
kemampu-labaan bagi perusahaan. Seluruh prinsip dari hubungan mutu, produktivitas, serta kemampuannya dalam menghasilkan laba juga
terletak pada kesadaran perusahaan sebagai produsen untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan dari para pelanggannya konsumen, terutama
produk yang bermutu dengan harga relatif murah. Keterkaitan antara produktivitas, kualitas atau mutu, serta
kemampuan-labaan perusahaan akan dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan perusahaan secara berkelanjutan going concern.
Perusahaan juga diharuskan untuk memenuhi segala standar yang telah ditetapkan tersebut. Maka dari itu, banyak perusahaan mencoba berbagai
sistem yang sekiranya bisa mengatasi semua persoalan terkait kualitas produk yang dituntut oleh konsumen, produktivitas perusahaan itu baik
dari segi modal, karyawan atau tenaga kerja, produksi, organisasi, penjualan, dan produk, dan kemampuan untuk menghasilkan laba atau
profit. Sistem manufaktur tersebut seharusnya akan dapat menjawab
semua kelemahan-kelemahannya tersebut. Maka, perusahaan dapat mengimplementasikan atau menerapakan Sistem Produksi Tepat Waktu
atau Just – In – Time JIT. Sistem ini apabila diterapkan secara baik dan apabila dihayati filosofi dasar dari sistem ini, dapat dipastikan dalam
jangka panjang, Sistem Produksi Tepat Waktu atau Just – In – Time JIT akan dapat menjawab dan memenuhi semua kendala-kendala atau
kelemahan yang selama ini dihadapi oleh perusahaan apabila menggunakan sistem tradisional Nooerlailie Soewarno:440.
Hubungan antara just-in-time, kualitas, produktivitas, dan kemampu-labaan dikemukakan sebagai berikut ini :
GAMBAR 2.3 HUBUNGAN JUST-IN-TIME, PRODUKTIVITAS, KUALITAS PRODUK, DAN KEMAMPU-LABAAN
Sumber : Tjiptono, Fandy, dan Anastasia Diana, 2002, Total Quality
Management. Cetakan Pertama, Penerbit : Andi Offset, Yogyakarta, hal 297.
Q
u
P
Karakteristik Kualitas Persepsi konsumen :
konsumen akan merasakan kepuasan atas penggunaan
produk yang dihasilkan perusahaan.
Variabilitas produk : meliputi banyaknya konsumen,
pelayanan kesempatan yang mampu dipergunakan pada
produk tersebut dan fungsi kegunaan produk.
Nilai dalam hubungannya dengan biaya yang harus
dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan produksi
tersebut. Jaminan yang diterima oleh
konsumen terhadap mutu barang, termasuk pasca
pelayanan penjualan. Karakteristik Produktivitas
1. Sensitivitas terhadap
terpenuhinya kebutuhan konsumen dalam menjamin
keberhasilan produksi pada tingkat yang optimal.
2. Besarnya tanggungjawab
terhadap produk dan keleluasaan bertindak untuk
tiap tahap proses produksi untuk tercapainya tingkat
produksi yang optimal.
3. Biaya persatuan yang
dikeluarkan untuk memproses produk tersebut ada unsur
untuk penghematan setiap biaya yang harus dikeluarkan
selama proses produksi seminimal mungkin.
4. Jaminan akan terpenuhinya
keinginan konsumen akan menimbulkan kebanggaan dan
kepuasan pribadi bagi para pekerja.
Kemampu-Labaan P
1
Sistem Just-In-Time
Di mana : Q
u
= Kualitas yang diterima oleh konsumen. P = Produktivitas direfleksikan dengan apa yang dihasilkan
oleh pekerja. P
1
= Kemampu-labaan
Dari gambar di atas, maka dapat dijelaskan bahwa apabila karakteristik produktivitas dan karakteristik kualitas dapat dipenuhi, akan dapat
menimbulkan adanya peningkatan kemampuan-laba perusahaan. Tentunya ada baiknya apabila perusahaan memilih alternatif yang
seimbang yaitu dengan mewujudkan perbaikan, peningkatan kualitas output maupun juga peningkatan produtivitas input Hafid, 1995:40.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan sistem manufaktur Just-In-Time perusahaan yang ada di Indonesia, apakah terjadi
peningkatan produktivitas di dalamnya setelah melaksanakan atau menerapkan sistem tersebut, dan apakah juga membawa dampak
peningkatan terhadap kemampuan untuk menghasilkan laba bagi perusahaan tersebut. Maka peneliti memutuskan untuk melakukan
penelitian tersebut dengan melihat unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan butir-butir rumusan masalah, tujuan, dan manfaat
penelitian, maka peneliti memutuskan untuk menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami
bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia di sekitarnya Sugiyono, 2008 : 180. Dalam penelitian ini yang akan diamati adalah orang, yaitu orang-
orang yang terlibat di dalamnya antara lain : tenaga kerja bagian produksi, kepala bagian posisi keuangan dan produksi PT “X” dan pihak-pihak
yang masih berhubungan dengan penelitian ini. Melakukan interaksi dengan orang-orang tersebut, maka
diharapkan peneliti akan memperoleh gambaran semakin jelas terhadap