1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah: 1. Mengkaji kelayakan pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk
menghasilkan biogas dan pupuk kompos pupuk organik cair dan pupuk organik padat dilihat dari aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek
teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial lingkungan. 2. Menganalisis tingkat kelayakan secara finansial proyek pengusahaan sapi
perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos pupuk organik cair dan pupuk organik padat dilokasi penelitian.
3. Menganalisis sensivitas kelayakan proyek pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos pupuk
organik cair dan pupuk organik padat lokasi penelitian. Penelitian diharapkan berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan
informasi mengenai energi alternatif, yang dapat dimanfaatkan melalui biomassa limbah ternak. Terutama bagi peternak ataupun petani, pemanfaatan instalasi
biogas tidak hanya mendapatkan gas saja, tetapi mendapat nilai lebih berupa pupuk organik cair dan pupuk organik padat berupa kompos yang ramah
lingkungan. Diharapkan dengan penelitian ini masyarakat dapat lebih menghemat penggunaan energi bumi yang semakin langka, dengan memanfaatkan bahan-
bahan organik di sekitar kita yang dapat dijadikan sumber energi. Manfaat bagi mahasiswa dan perguruan tinggi, penelitian ini dapat
menambah informasi pembaca yang membutuhkan. Dapat menambah wawasan mengenai biogas baik peneliti ataupun bagi pihak yang membutuhkan informasi.
1.4. Ruang Lingkup
Penelitian ini difokuskan pada kelayakan usaha peternakan sapi perah yang fokus utamanya adalah susu segar, sedangkan limbahnya digunakan untuk
menghasilkan biogas dan pupuk organik atau pupuk kompos pada UPP Darul Fallah dan Fakultas Peternakan.
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Usaha Peternakan Sapi Perah
Usaha peternakan merupakan suatu usaha produksi yang didasarkan pada proses biologis dari pertumbuhan ternak. Dalam rangka memenuhi kebutuhan
manusia, maka manusia campur tangan langsung untuk mengendalikan dan menguasai pertumbuhan hewan ternak. Berdasarkan pola pemeliharaan usaha
ternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu peternak rakyat, peternak semi komersil dan peternak komersil. Peternak rakyat dengan cara
memelihara ternaknya secara tradisional. Besarnya usaha peternakan sapi perah tergantung pada luas lahan yang
tersedia dan daerah dimana peternakan tersebut didirikan. Pendapatan suatu usaha peternakan akan berubah dengan reorganisasi usaha peternakan tersebut dengan
maksud untuk meningkatkan pendapatan peternak. Faktor-faktor produksi yang dapat diatur untuk reorganisasi usaha peternakan sapi perah ialah :
• Jumlah sapi yang diperah • Luas lahan yang ditanami hijauan pakan ternak
• Kandang • Peralatan
• Tenaga kerja Sudono, 2002
Dibandingkan dengan usaha peternakan hewan lainnya, beberapa keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan
usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, memiliki jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja
yang tetap, pakan yang relatif mudah dan murah, kesuburan tanah dapat dipertahankan, menghasilkan pedet yang bisa dijual jika jantan atau betina yang
dapat mengahasilkan susu Sudono, et al., 2003.
2.1.1 Perencanaan Usaha Peternakan Sapi Perah
Faktor menurut yang terpenting untuk usaha sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternaknya sendiri Sudono, 1999. Peternak harus
tahu bagaimana dan bagaimana penanaman modal untuk usaha peternakan, serta
dapat menentukan keuntungan-keuntungan apa yang didapat untuk tiap-tiap investment. Peternak harus dapat menggabungkan tata laksana yang baik dan
menentukan lokasi peternakan yang baik, besarnya usaha peternakan, sapi-sapi yang produksi tinggi, pemakaian peralatan yang tepat, lahan yang subursesuai
untuk tanaman hijauan serta pemasaran yang baik. Ada beberapa faktor menurut Susono, 1999 yang menjadi pertimbangan
pengusahaan sapi perah yaitu : 1. Mencari pemasaran yang baik
Dalam mendapatkan keuntungan yang baik dari penjualan susu, maka peternak harus mencari tempat dimana pengangkutantransport mudah atau
mudah menyalurkan susu yang dihasilkan secara ekonomis dan cepat karena susu cepat atau mudah rusak. Peternak harus dapat menyalurkan susu ke
penjual dealer di kota, atau secara bersama-sama membentuk koperasi distribusi penjualan susu tersebut. Dalam hal lain dealer mencari pasaran yang
secara teratur membayar pada tingkat harga yang tinggi dan mempunyai reputasi menjual susu yang berkualitas tinggi.
2. Lahan dan air Tipe lahan dimana peternakan akan didirikan merupakan hal yang
penting dan harus diselidiki tingkat kesuburan lahan tersebut. Pada dasarnya yang baik dapat ditingkatkan kesuburannya, tetapi lahan yang kurus tak dapat
atau sulit ditingkatkan kesuburannya. Disamping itu tipologi iklim curah hujan dan temperatur perlu diperhatikan. Hal penting yang tak dapat
diabaikan adalah tersedianya air bersih dalam jumlah yang banyak, karena peternakan sapi perah membutuhkan air untuk minum, pembersihan kandang
dan kamar susu. Untuk setiap liter susu yang dihasilkan sapi membutuhkan air minum sebanyak 3,5 – 4 liter.
3. Besarnya usaha peternakan Besarnya usaha peternakan sapi perah tergantung daripada luas lahan
yang tersedia dan daerah dimana peternakan tersebut didirikan. Di Indonesia, sekitar kota-kota besar rata-rata sapi yang diperah 25 ekor, sedangkan di
daerah pegunungan rata-rata sapi yang diperah 75 ekor per peternakan.
Dengan pemeliharaan yang baik, penambahan jumlah sapi yang diperah dalam suatu peternakan pada umumnya akan meningkatkan efisiensi perusahaan.
4. Tenaga Kerja Usaha peternakan pada saat sekarang harus memiliki tenaga yang
terampil dan berpengalaman, karena itu diperlukan fasilitas perumahan untuk dapat menarik tenaga tersebut dan bekerja dengan baik pada peternakan.
5. Sapi yang berproduksi tinggi Walaupun perhatian banyak dicurahkan pada efisiensi penggunaan
lahan dan tenaga kerja, tetapi produksi susu yang tinggi setiap sapi masih merupakan faktor yang sangat penting. Hendaknya sapi-sapi berproduksi
tinggi yang seragam, jangan sangat bervariasi, sebab usaha peternakan dengan produksi tinggi merata dan menggunakan pejantan-pejantan unggul yang baik,
maka produksi susu dapat ditingkatkan dan dipertahankan dari generasi ke generasi.
6. Penggunaan tanaman pakan ternak Penggunaan tanaman pakan ternak yang diproduksi sendiri perlu
dimaksimumkan, karena itu usaha peternakan sapi perah sangat memerlukan lahan untuk ditanami tanaman pakan ternak. Efisiensi produksi tergantung
pada cara pemberian makanan yang ekonomis, dan pakan hijauan diharuskan berasal dari tanaman sendiri sedangkan pakan konsentrat dibeli dari luar.
2.2. Sejarah Perkembangan Biogas
Kebudayaan mesir, Cina, dan Roma kuno diketahui telah memanfaatkan gas alam ini dengan cara dibakar untuk menghasilkan panas.
Sejarah penemuan proses anaerobik digestion untuk menghasilkan biogas tersebar di benua Eropa.
Penemuan ilmuwan Alessandro Volta terhadap gas yang dikeluarkan di rawa- rawa terjadi pada tahun 1776, dimana Volta pertama kali mengaitkan gas bakar ini
dengan proses pembusukan sayuran. William Henry pada tahun 1806 mengidentifikasi gas yang dapat terbakar tersebut sebagai gas methan yang
kemudian dilanjutkan oleh Avogadro. Setelah tahun 1875 dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari proses anaerobik digestion. Becham 1868, murid
Louis Pasteur dan Tapeiner 1882, menunjukkan asal mikrobiologis dari
pembentukan methan. Tahun 1884, Louis Pasteour melakukan penelitian tentang
biogas menggunakan kotoran hewan. Era penelitian Pasteour menjadi landasan untuk penelitian biogas hingga saat ini
9
. Akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Jerman
dan Perancis melakukan riset beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian pada masa antara perang dunia. Selama Perang
dunia II banyak petani di Inggris dan Benua Eropa yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk mengerakkan traktor. Karena
harga BBM semakin murah dan mudah memperolehnya, pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan. Di Negara-negara berkembang juga
demikian karena harga energi yang murah dan selalu tersedia, sehingga biogas kurang berkembang Prihandana dan Hendroko, 2008.
Biogas bukanlah teknologi baru, sejumlah Negara telah mengaplikasikannya beberapa tahun lalu, seperti Rusia dan Amerika Serikat.
Negara yang populasi ternaknya besar, seperti Amerika Serikat, India, Taiwan, Korea, Cina telah memanfaatkan kotoran ternak sebagai bahan baku pembuatan
bahan bakar. Di benua Asia, India merupakan Negara pelopor dan pengguna energi biogas ketika masih dijajah Inggris. Kegiatan produksi biogas di India
dilakukan sejak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun di India pada tahun 1900. India sendiri memiliki lembaga khusus yang meneliti
pemanfaatan limbah kotoran ternak yang disebut Agricultural Research Institute dan Gobar Gas Research Station. Di Indonesia baru mengadopsi teknologi
pembuatan biogas awal tahun 1970-an. Negara berkembang lainnya, seperti Cina, Filipina, Korea, Taiwan, dan
Papua Nugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit gas bio dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat kedap udara dengan
bagian-bagian pokok terdiri atas pencerna digester, lubang pemasukan bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan slurry, serta pipa penyaluran
gas bio yang terbentuk. Pemanfaatan teknologi tertentu, gas methan dapat digunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik,
5
N. Agung Pambudy. http:heruwahyu.wordpress.com
. Pemanfaatan Biogas Sebagai Energi Alternatif . 25 Februari 2008. Diakses 29 Nopember 2008
menjalankan kulkas, mesin tetas, traktor, dan mobil. Gas methan dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan menggunakan kompor gas, seperti
halnya elpiji Prihandana dan Hendroko, 2008.
2.2.1. Pengertian Biogas
Gas Bio atau biogas Prihandana dan Hendroko, 2008 adalah suatu campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu proses fermentasi bahan organik
oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen anaerobic process. Biogas adalah teknologi konversi biomassa sampah menjadi gas dengan bantuan mikroba
anaerob. Proses biogas menghasilkan gas yang kaya akan methane dan slurry. Gas methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi sedangkan
slurry dapat digunakan sebagai kompos Hadisuwito, 2007. Produk dari digester tersebut berupa gas methan yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500
kJNm3
10
. Gasbio adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang
merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas methan CH
4
dan gas karbondioksida CO
2
Simamora, dkk. 1989. Gasbio memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkalm
3
, untuk gas methan murni 100 mempunyai nilai kalor 8900 kkalm
3
. Menurut Maramba 1978 produksi gasbio sebanyak 1275- 4318 I dapat digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan
menjalankan lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per hari.
Tabel 3. Perbandingan Biogas dengan Bahan Bakar lainnya
Biogas 1m
3
Volume •
Elpiji •
Minyak tanah •
Minyak solar •
Bensin •
Gas kota Kayu bakar
0,46 kg 0,62 liter
0,52 liter 0,80 liter
1,50 m
3
3,50 kg
Sumber : Wahyuni 2009
6
http:www.iatpi.org . Mengubah Limbah Ternak Menjadi Energi. 29 Nopember 2008. Diakses
29 Nopember 2008.
20 Bahan gasbio dapat diperoleh dari limbah pertanian yang basah, kotoran
hewan manure, kotoran manusia dan campurannya. Kotoran hewan seperti kerbau, sapi, babi dan ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil
gasbio dan hasil yang diperoleh memuaskan Harahap et al., 1980. Perbandingan kisaran komposisi gas dalam gasbio antara kotoran sapi dan campuran kotoran
ternak dengan sisa pertanian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Gas dalam Gasbio antara Kotoran Sapi dan Campuran
Kotoran Ternak dengan Sisa Pertanian Jenis gas
Kotoran sapi Campuran kotoran ternak
dan sisa pertanian • Metan CH
4
• Karbondioksida CO
2
• Nitrogen N
2
• Karbonmonoksida CO • Oksigen O
2
• Propen C
3
H
8
• Hidrogen sulfida H
2
S • Nilai kalor kkalm
3
65.7 27.0
2.3 0.0
0.1 0.7
tidak terukur 6513
54-70 45-27
0.5-3.0 0.1
6.0 -
sedikit sekali 4800-6700
Sumber : Harahap et al. 1978
11
.
Biogas merupakan sebuah proses produksi gas bio dari material organik dengan bantuan bakteri. Proses degradasi material organik ini tanpa melibatkan
oksigen disebut anaerobic digestion. Gas yang dihasilkan sebagian besar lebih 50 persen berupa methana. Material organik yang terkumpul pada digester reaktor
akan diuraikan melalui dua tahap dengan bantuan dua jenis bakteri. Tahap pertama, material organik akan didegradasi menjadi asam lemah dengan bantuan
bakteri pembentuk asam. Bakteri ini akan menguraikan sampah pada tingkat hidrolisis dan asidifikasi. Hidrolisis yaitu penguraian senyawa kompleks atau
senyawa rantai panjang seperti lemak, protein, karbohidrat menjadi senyawa yang sederhana. Sedangkan asidifikasi yaitu pembentukan asam dari senyawa
sederhana Prihandana dan Hendroko, 2008. Setelah material organik berubah
7
http:tumoutou.net . Pemanfaatan Limbah Ternak Ruminansia untuk Mengurangi Pencemaran
Lingkungan. Diakses 29 Nopember 2008
20 menjadi asam, maka tahap kedua dari proses anaerobic digestion adalah
pembentukan gas methana dengan bantuan bakteri pembentuk methana seperti methanococus, methanosarcina, methano bacterium.
Perkembangan proses
anaerobic digestion telah berhasil pada banyak aplikasi. Proses ini memiliki kemampuan untuk mengolah sampahlimbah yang
keberadaanya sangat melimpah dapat diolah menjadi produk yang lebih bernilai ekonomis. Aplikasi anaerobic digestion telah berhasil pada pengolahan limbah
industri, limbah pertanian, limbah peternakan.
2.2.2. Model Digester
Kotoran ternak yang ditumpuk atau dikumpulkan begitu saja dalam beberapa waktu, dengan sendirinya akan membentuk gas methan. Jika gas tidak
ditampung maka akan hilang menguap ke udara. Bermacam kontruksi yang dibuat khusus penampung gas. Berdasarkan cara pengisiannya ada dua jenis digester
pengolah gas yaitu batch fedding dan continuous fedding Simamora, dkk. 2006.
• Batch feeding adalah jenis digester yang pengisian bahan organik campuran kotoran ternak dan air dilakukan sekali sampai penuh, kemudian ditunggu
sampai biogas dihasilkan. Setelah biogas tidak berproduksi lagi atau produksinya sangat rendah, isian digesternya dibongkar, lalu diisi kembali
dengan bahan organik yang baru. • Continuous feeding adalah jenis digester yang pengisian bahan organiknya
dilakukan setiap hari dalam jumlah tertentu, setelah biogas mulai berproduksi. Pengisian awal digester diisi penuh, lalu ditunggu sampai biogas berproduksi.
Setelah berproduksi, pengisian bahan organik dilakukan secara kontinu setiap hari dengan jumlah tertentu. Ada dua model continuous fedding yaitu model
tetap fixed dan model terapung floating. Perbedaan model ini adalah pengumpul biogas yang dihasilkan. Model floating, pengumpul gasnya
terapung diatas sumur pencerna sehingga kapasitasnya akan naik turun sesuai dengan produksi gas yang dihasilkan dan femanfaatan gas untuk memasak.
Model tetap fixed, model ini dapat dibuat sesuai dengan kapasitas tampung kotoran dan jumlah biogas yang ingin dihasilkan. Model permanen
20 ini memang membutuhkan modal yang lebih besar, tetapi usia
keekonomiannya lebih lama, perawatannya mudah, dan pengoperasiannya sederhana. Model digester tetap kontinu memerlukan bahan bangunan seperti
pasir, semen, batu kali, bata merah, besi kontruksi, cat, dan pipa paralon.
Gambar 1. Digester Model Tetap
2.2.3. Teknik Pembuatan Biogas
Proses pembentukan biogas dalam digester model yang tetap kontinu akan melalui beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Menampung kotoran Sapi di Bak Penampungan Sementara Kotoran sapi dari kandang yang bercampur dengan air cucian kandang
ditampung di dalam bak penampungan sementara. Bak penampungan sementara ini berfungsi untuk menghomogenkan bahan masukan.
2. Mengalirkan Kotoran Sapi ke Digester Lumpur kotoran sapi dialirkan ke digester melalui lubang pemasukan.
Pada pengisian pertama, kran pengeluaran gas yang ada dipuncak kubah sebaiknya tidak disambungkan dulu ke pipa. Kran tersebut dibuka agar udara
dalam digester terdesak keluar sehingga proses pemasukan lumpur kotoran sapi lebih mudah.
3. Menambahkan Starter Pada pemasukan pertama diperlukan lumpur kotoran sapi dalam
jumlah banyak sampai lubang digester terisi penuh. Untuk membangkitkan
20 proses fermentasi bakteri anaerob pada pengisian pertama ini perlu
menambahkan starter sebanyak 1 liter dan isi rumen segar dari rumah potong hewan RPH sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5-5,0 m
3
. 4. Membuang Gas yang Pertama Dihasilkan
Hingga hari ke-8, kran yang ada di atas dan gasnya dibuang. Pembuangan ini disebabkan gas awal yang terbentuk didominasi CO
2
. Pada hari ke-10 hingga hari ke-14 pembentukan gas CH
4
54 persen dan CO
2
27 persen maka biogas akan menyala. Selanjutnya, biogas dapat dimanfaatkan
untuk menyalakan kompor gas di dapur. 5. Memanfaatkan Biogas yang Sudah Jadi
Pada hari ke-14, gas sudah mulai terbentuk dan bisa digunakan untuk menghidupkan nyala api pada kompor. Mulai hari ke-14 kita sudah bisa
menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi lumpur kotoran sapi
secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal. Proses pembuatan biogas juga menghasilkan sisa buangan lumpur yang digunakan sebagai pupuk
organik. Sisa buangan lumpur ini dapat dijadikan pupuk organik padat dan pupuk organik cair.
2.3. Pengertian Pupuk Organik
Pupuk organik Simamora, dkk. 2006 merupakan bahan pembenah tanah paling baik dan alami dibandingkan dengan pupuk anorganik. Beberapa sifat
pupuk organik yang menyebabkan pupuk ini sangat penting bagi lahan pertanian sebagai berikut :
1. Memperbaiki sifat fisik tanah, yaitu tanah menjadi gembur, aerasi dan drainase lebih baik, meningkatkan pengikatan antar partikel, serta
meningkatkan kapasitas mengikat air sehingga dapat mencegah erosi dan longsor.
2. Memperbaiki sifat biologi tanah, yaitu mempercepat perbanyakan fungi, bakteri, mkroflora, dan mikrofauna tanah lainnya.
20 3. Memperbaiki sifat kimia tanah, yaitu meningkatkan kapasitas tukar kation
KTK serta meningkatkan ketersediaan hara dan asam humat sehingga akan membantu meningkatkan proses pelapukan bahan mineral.
2.3.1. Klasifikasi Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan pupuk yang terbuat dari bahan organik. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk dan lengkap karena unsur haranya lebih dari
satu unsur serta mengandung unsur mikro Suherman, 2005. Berdasarkan bentuknya, pupuk organik dibagi menjadi dua, yaitu pupuk cair dan padat.
1. Pupuk organik padat adalah pupuk yang sebagian besar atau keseluruhannya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan
kotoran manusia yang berbentuk padat. Dari bahan asalnya, pupuk organik padat dapat dibedakan menjadi pupuk kandang, humus, kompos, dan pupuk
hijau. 2. Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan organik
yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kandungan bahan kimia di dalamnya
maksimum 5 persen. Penggunaan pupuk organik cair memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut :
a. Pengaplikasiannya lebih mudah jika dibandingkan dengan pengaplikasian pupuk organik padat.
b. Unsur hara yang terdapat dalam pupuk organik cair lebih mudah diserap tanaman.
c. Mengandung mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk organik padat.
d. Percampuran pupuk organik cair dengan pupuk organik padat mengaktifkan unsur hara yang ada dalam pupuk organik padat tersebut.
2.3.2. Pupuk Organik
Hasil Keluaran Biogas
Bahan keluaran dari sisa proses pembuatan biogas dapat dijadikan pupuk organik, walaupun bentuknya berupa lumpur sludge. Pemanfaatan lumpur
keluaran biogas ini sebagai pupuk dapat memberikan keuntungan yang hampir sama dengan penggunaan kompos. Sisa keluaran biogas ini berbentuk lumpur dan
20 telah mengalami fermentasi anaerob sehingga bisa langsung digunakan untuk
memupuk tanaman. Di suatu kawasan peternakan sapi perah, lumpur biogas dapat langsung dialirkan kekebun rumput untuk memupuk rumput. Kualitasnya akan
lebih baik dibandingkan dengan kotoran sapi perah yang langsung dialirkan ke kebun rumput Simamora, 2006.
Kualitas lumpur sisa proses pembuatan biogas lebih baik daripada kotoran ternak yang langsung dari kandang, dikarenakan pada proses fermentasi terjadi
perombakan anaerobik bahan organik menjadi biogas dan asam organik yang mempunyai berat molekul rendah asam asetat, asam propionate, asam butirat,
dan asam laktat. Dengan demikian konsentrasi N, P, dan K akan meningkat. Dengan keadaan seperti ini, sludge lumpur biogas sudah menjadi pupuk organik
padat dan pupuk organik cair. Hasil buangan dari digester biogas berupa sludge lumpur sisa pembuatan
biogas dan mempunyai sifat kompos, sehingga hasil keluaran dari reaktor biogas dalam bentuk padatan dijual sebagai pupuk kompos oleh peternak atau petani.
Tabel 5. Kandungan Hara Makro Kotoran Padat dan Cair Beberapa Jenis
Ternak
Jenis Ternak
Jenis Kotoran
Kandungan hara makro Nitrogen Fosfor Kalium Kalsium
Kuda Padat Cair
0,56 1,24
0,13 0,004
0,23 1,26
0,12 0,32
Kerbau Padat Cair
0,26 0,62
0,08 -
0,14 1,34
0,33 -
Domba Padat Cair
0,65 1,43
0,22 0,01
0,14 0,55
0,33 0,11
Sapi Padat Cair
0,33 0,52
0,11 0,01
0,13 0,56
0,26 0,007
Babi Padat Cair
0,57 0,31
0,17 0,05
0,38 0,81
0,06 -
Sumber : Hadisuwito 2007
20 Dari Tabel 5 di atas dapat diketahui perbandingan kandungan makro
antara kotoran hewan yang berbentuk padat dan cair. Pada kotoran padat, kandungan nitrogen dan kaliumnya lebih kecil dibandingkan jumlah persentase di
dalam kotoran ternak.
2.3.3. Pengertian Kompos
Pengomposan Aminah, 2003 didefenisikan sebagai proses kimiawi yang melibatkan jasad renik sebagai agensia perantara yang merombak bahan organik
menjadi bahan yang mirip dengan humus. Pengomposan juga dimaksudkan untuk menurunkan kadar karbon terhadap nitrogen atau sering disebut CN ratio
Marsono dan Sigit, 2002. Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah
hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.
Tabel 6. Sumber-sumber Kompos dari Bahan Organik
Asal Bahan
1. Pertanian
Limbah dan residu tanaman
Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman,
batang pisang dan sabut kelapa
Limbah residu ternak Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan
ternak, cairan biogas Tanaman air
Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air
2. Industri
Limbah padat Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu,
limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan
Limbah cair Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto,
limbah pengolahan minyak kelapa sawit
3. Limbah rumah tangga
Sampah Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah
kota
Sumber: Wikipedia, 2008
12
8
http:wikipedia.co.id . Kompos. 14 Nopember 2008. Diakses 27 Nopember 2008
20 Kompos dalam Suherman 2005 adalah bahan organik yang telah menjadi
lapuk, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang, serta kotoran hewan. Kompos adalah hasil
penguraian parsialtidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi
lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik Modifikasi dari J.H. Crawford,2003
13
. Kompos dalam Hadisuwito 2007 berasal dari sisa bahan organik, baik
dari tanaman, hewan,maupun limbah organik yang telah mengalami dekomposisi atau fermentasi. Sebenarnya pupuk kandang dan pupuk hijau merupakan bagian
dari pupuk kompos. Bahan kompos dari ternak yang sering digunakan diantaranya kotoran ternak, urine, pakan ternak yang terbuang, serta cairan biogas. Menurut
Indrasti dalam Suherman 2005, kompos merupakan bahan yang dihasilkan dari proses degradasi bahan organik yang dapat berguna bagi tanah-tanah pertanian
seperti memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi.
2.4. Tinjauan Studi Terdahulu 2.4.1. Studi Empiris Mengenai Kelayakan Usaha
Sukiaki 2004 meneliti tentang Analisis Kelayakan Finansial Pilot Plant Biogas dengan kompos sebagai produk sampingan di TPA Pasar Impun. Hasil
analisis kelayakan usaha Pilot Plant Biogas dengan skala 3.500 kg, dengan tingkat diskonto 10 persen nilai NPV positif sebesar Rp. 750.569.906 atau lebih
besar dari nol, nilai IRR adalah sebesar 14 persen atau lebih besar dari tingkat diskonto yang ditentukan. Nilai Payback Period adalah 10 tahun 10 bulan.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial maka usaha Pilot Plant Biogas di TPA Pasar Impun Bandung layak untuk dilaksanakan.
Penelitian Agustina 2007 yang berjudul Analisis Kelayakan Finansial Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Perah Studi Kasus di CV Cisarua
Integrated Farming. Berdasarkan analisis aspek-aspek penunjang kelayakan
9
. Kompos. 14 Nopember 2008. Diakses 29 Nopember 2008
20 proyek yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek finansial menunjukkan bahwa
pengusahaan sapi perah pada Cisarua Integrated Farming layak untuk dilaksanakan. Analisis kelayakan finansial proyek sapi perah dengan tingkat
diskon faktor 12 persen menunjukkan nilai NPV sebesar Rp. 359.203.465,91, Net BC sebesar 1,32, IRR sebesar 19,04 persen, dan Payback Period 13,89 tahun.
Peneliti Wulandari 2007 yang berjudul Analisis Kelayakan proyek Instalasi Biogas Dalam mengelola Limbah Ternak Sapi Perah Kasus di
Kelurahan Kebun Pedes Bogor. Berdasarkan analisis aspek-aspek penunjang kelayakan proyek yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek institusional-organisasi-
manajerial, aspek sosial dan aspek finansial menunjukkan bahwa proyek instalasi biogas di kelurahan Kebon Pedes layak untuk dilaksanakan.
Analisis kelayakan finansial proyek instalasi biogas kapasitas 3,5 m
3
dengan tingkat diskonto 16 persen menunjukkan nilai NPV positif sebesar Rp.10.797.029,96, Net BC sebesar 1,41, Payback Period selama 10,5 tahun. Hasil
membuktikan proyek instalasi layak untuk dilaksanakan dengan tingkat diskonto yang ada. Hasil analisis switching value dengan tingkat diskonto 16 persen
menunjukkan, bahwa proyek tidak akan layak pada penurunan penjualan sebesar 3 persen dan peningkatan biaya variable sebesar 5 persen. Proyek nstalasi biogas
dalam mengolah limbah ternak sangat peka terhadap penurunan harga penjualan dan kenaikan biaya variable.
Peneliti Sembiring 2007, yang berjudul Analisis Finansial dan Ekonomi Usaha Pembuatan Kompos dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Studi Kasus PT.
XYZ. Arus menfaat biaya yang mampu mewakili kondisi finansial dan ekonomi adalah arus manfaat-biaya III. Hasil dari analisis kelayakan investasi terhadap arus
manfaat-biaya finansial menunjukkan nilai diatas kriteria kelayakan. Nilai NPV yang diperoleh untuk analisis ini sebesar Rp. 43.593.614.577. Tingkat
pengembalian internal IRR yang diperoleh sebesar 51,83 persen. Nilai Net BC yang dihasilkan 7,2730. Proyek secara finansial akan memperoleh pengembalian
terhadap modal yang ditanamkan setelah satu tahun 5,35 bulan. Penggunaan asumsi-asumsi sama dalam analisis ekonomi, menunjukkan
hasil di atas nilai kriteria kelayakan. Nilai manfaat bersih sekarang NPV dari arus manfaat biaya ekonomi diperoleh nilai Rp. 63.532.612.933. Nilai IRR yang
diperoleh sebesar 73,37 persen. Nilai Net BC yang dperoleh sebesar 10,2409. Hasil analisis ekonomi juga menunjukkan bahwa proyek akan memperoleh
pengembalian terhadap modal setelah satu tahun 5,25 bulan. Secara keseluruhan proyek layak dilakukan baik dalam aspek teknis, pemasaran, aspek finansial dan
ekonomi. Peneliti Putri 2008, yang berjudul kelayakan Usaha Sapi Perah Rakyat di
Wilayah Kabupaten Bogor. Hasil dan pembahasan penelitian ini didapakan kesimpulan berupa jumlah kredit yang dibutuhkan oleh usaha ternak sapi perah
dengan kepemilikan 10 ekor sapi induk adalah kredit investasi sebesar Rp. 106.538.250,00 dan kredit modal kerja sebesar Rp. 2.301.000,00. Pelaksanaan
proyek usaha ternak sapi perah dengan kepemilikian 10 ekor sapi induk produktif dinyatakan layak dari berbagai aspek kelayakan usaha meski pada aspek
lingkungan masih terdapat masalah polusi udara. Pada analisis kelayakan aspek kelayakan aspek keuangan, pengajuan
kredit komersial KUR dinyatakan layak dengan kriteria NPV positf sebesar Rp.57.556.976,67 pada masa proyek 7 tahun, Net BC Ratio sebesar 1,30 Net
BC Ratio 1, IRR sebesar 24 persen lebih besar sari suku bunga KUR 16
persen, dan masa pengembalian selama 2 tahun 3 bulan dan 18 hari tidak melebihi masa pinjaman yaitu 5 tahun. Analisis switching value penurunan
pendapatan sampai dengan 14 persen masih dinyatakan layak dan akan menjadi tidak layak jika penurunan pendapatan lebih dari 14 persen, kenaikan biaya
operasional akan menjadikan proyek tidak layak pada tingkat kenaikan biaya operasional lebih dari 11 persen, penurunan pendapatan dan kenaikan biaya
operasional secara bersama-sama akan menjadikan proyek tidak layak pada tingkat perubahan lebih dari 10 persen.
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan dengan Wulandari 2007 mengenai biogas yang
dihasilkan dari limbah ternak dan pupuk organik yang dihasilkan dari instalasi biogas, memiliki perbedaan pada alat analisis yang digunakan serta hasil
switching value pada penelitian berbeda. Peneliti mengambil beberapa materi untuk membantu panelitian ini, yaitu berupa cara pengolahan biogas serta cara
pengolahan variabel-variabel untuk menganalisis kelayakan sebagai panduan
untuk membantu peneliti menyusun laporan. Persamaan dengan Sembiring, alat analisis yang digunakan sama mengkaji kelayakan suatu usaha, tetapi berbeda
dalam produk spesifikasi yang diteliti. Peneliti mengambil salah satu pengertian kompos dari skripsi Antoni Sembiring. Persamaan dengan Sukiaki, sama-sama
mengkaji kelayakan suatu usaha. Perbedaan terdapat pada spesifikasi produk yang digunakan, Sukiaki mengkaji Pilot Flant Gas dalam menghasilkan gas, yang
inputnya berupa sampah. Persamaan dengan Putri, sama-sama mengkaji kelayakan, tetapi berbeda dalam produk yang dianalisis, Putri mengkaji kelayakan
sapi perah. Perbedaan penelitian ini dengan studi terdahulu yaitu bahwa dalam penelitian ini seluruhnya dinilai dan diteliti, baik sapi perah, biogas, dan pupuk
kompos.
Tabel 7. Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian
Nama Tahun
Judul Beda Penelitian Terdahulu
Metode Analisis
Sukiaki 2004 Analisis
Kelayakan Finansial Pilot Plant
Biogas dengan kompos sebagai
produk sampingan di TPA Pasar Impun
Spesifikasi yang diteliti,dalam penelitian
mengkaji biogas dari limbah peternakan sapi perah.
NPV, Net BC, IRR,
PP
Agustina 2007
Usaha Peternakan Sapi Perah pada Cisarua
Intregrated Farming Dalam penelitian ini
mengkaji usaha peternakan sapi perah dalam rangka
pemanfaatan limbah. NPV, IRR,
BCR, Payback
Period Sembiring
2007 Analisis Finansial dan
Ekonomi Usaha Pembuatan Kompos
dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Studi
Kasus PT. XYZ Dalam penelitian kompos
diteliti, namun berasal dari limbah peternakan sapi
perah merupakan ampas instalasi biogas.
NPV, IRR, Net BC,
PP
Wulandari 2007
Analisis Kelayakan
proyek Instalasi Biogas Dalam
mengelola Limbah Ternak Sapi Perah
Kasus di Kelurahan Kebon Pedes Bogor
Dalam penelitian ini output utamanya juga dibahas yaitu
susu, limbah yang dimanfaatkan untuk
menghasilkan biogas dan kompos serta
pemasarannya. IRR, NPV,
BEP, PBP, Net BC
Ratio, Analisis
Sensitivitas Putri
2008 Usaha Sapi Perah Rakyat di Wilayah
Kabupaten Bogor Dalam penelitian ini
mengkaji usaha peternakan sapi perah dalam rangka
pemanfaatan limbah, tidak sebatas pada output
utamanya susu. NPV, IRR,
Net BC, PP
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Studi Kelayakan Proyek
Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. 1999 proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber
untuk mendapatkan kemanfaatan benefit; atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil returns di waktu
yang akan datang, dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Gitinger 1986 mendefinisikan proyek sebagai suatu kegiatan investasi yang
mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu.
Pengertian lainnya diungkapkan oleh Umar 2005, proyek adalah suatu usaha yang direncanakan sebelumnya dan memerlukan sejumlah pembiayaan serta
penggunaan masukan lain yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu dan dilaksanakan dalam suatu bauran produk yang sudah ada dengan
menginvestasikan sumber daya yang dapat dinilai secara independen. Analisis kelayakan dilakukan untuk melihat apakah suatu proyek dapat
memberikan manfaat atas investasi yang ditanamkan. Studi kelayakan proyek menurut Umar 1999 ialah suatu penelitian tentang layak atau tidaknya suatu
proyek investasi dilaksanakan. Hasil kelayakan merupakan perkiraan kemampuan suatu proyek menghasilkan keuntungan yang layak bila telah dioperasionalkan.
Husnan et al 2000 menyatakan studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil.
Analisis kelayakan penting dilakukan sebagai evaluasi proyek yang dijalankan pihak yang membutuhkan studi kelayakan antara lain :
1 Investor Investor merupakan pihak yang menanamkan dana atau modal dalam suatu
proyek akan lebih memperhatikan prospek usaha tersebut tingkat keuntungan yang diharapkan.
2 Kreditur Bank Kreditur merupakan pihak yang membutuhkan studi kelayakan untuk
memperhatikan segi keamanan dana yang dipinjamkan untuk kegiatan proyek. 3 Pemerintah
Pemerintah lebih berkepentingan dengan manfaat proyek bagi perekonomian nasional dan pendapatan pemerintah atas pajak yang diberikan proyek
tersebut. Terdapat enam aspek yang dibahas dalam studi kelayakan, antara lain
aspek teknis, aspek manajerial dan administratif, aspek organisasi, aspek komersial, aspek finansial, dan aspek ekonomis Kadariah et al, 1999. Sedangkan
Gitinger 1986 membagi aspek-aspek dalam analisis kelayakan mencakup aspek teknis, aspek institusional-organisasional-manajerial, aspek sosial, aspek
komersial, aspek finansial dan aspek ekonomi. Umar 1999 membagi analisis kelayakan menjadi aspek teknis, aspek pasar, aspek yuridis, aspek manajemen,
aspek lingkungan dan aspek finansial. Husnan et al 2000 membagi aspek-aspek analisis kelayakan ke dalam aspek pasar, aspek keuangan, aspek manajemen,
aspek hukum, aspek ekonomi dan sosial. Semua aspek tersebut perlu dipertimbangkan bersama-sama untuk menentukan manfaat yang diperlukan
dalam suatu investasi. Gittinger 1986 menyatakan bahwa pada proyek pertanian ada enam
aspek yang harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan yaitu: 1. Aspek Pasar
Untuk memperoleh hasil pemasaran yang diinginkan, perusahaan harus menggunakan alat-alat pemasaran yang membentuk suatu bauran pemasaran.
Yang dimaksud dengan bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di
pasar sasaran Kotler, 2002. Analisis aspek pasar pada studi kelayakan mencakup permintaan, penawaran, harga, program pemasaran yang akan
dilaksanakan, serta perkiraan penjualan.
2. Aspek Teknis Aspek teknis menyangkut masalah penyediaan sumber-sumber dan pemasaran
hasil-hasil produksi. Aspek teknis terdiri dari lokasi proyek, besaran skala operasional untuk mencapai kondisi yang ekonomis, kriteria pemilihan mesin
dan equipment, proses produksi serta ketepatan penggunaan teknologi. 3. Aspek Manajemen
Analisis aspek manajemen memfokuskan pada kondisi internal perusahaan. Aspek-aspek manajemen yang dilihat pada studi kelayakan terdiri dari
manajemen pada masa pembangunan yaitu pelaksana proyek, jadwal penyelesaian proyek, dan pelaksana studi masing-masing aspek, dan
manajemen pada saat operasi yaitu bentuk organisasi, struktur organisasi, deskripsi jabatan, personil kunci dan jumlah tenaga kerja yang digunakan.
4. Aspek Hukum Terdiri dari bentuk badan usaha yang akan digunakan, jaminan-jaminan yang
dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta, sertifikat, dan izin yang diperlukan dalam menjalankan usaha.
5. Aspek Sosial Lingkungan Terdiri dari pengaruh proyek terhadap penghasilan negara, pengaruhnya
terhadap devisa negara, peluang kerja dan pengembangan wilayah dimana proyek dilaksanakan.
6. Aspek Finansial Pengaruh finansial terhadap proyek.
Tujuan dilakukannya analisis proyek adalah 1 untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, 2 menghindari
pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, 3 mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang
ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan dan 4 menentukan prioritas investasi Gray et al, 1992.
3.2. Teori Biaya dan Manfaat