5.4 Kajian Perubahan Tata Guna Lahan dan Aktivitas Manusia dengan Nilai IMKA
Nilai Indeks Mutu Kualitas Air IMKA adalah nilai akhir yang berkaitan dengan kualitas air, baik itu fisik atau kimia, di dalam suatu perairan. Karena nilai
IMKA ini berkaitan dengan kualitas air maka bisa ditarik hubungan antara nilai IMKA itu sendiri dengan perubahan lahan danatau aktivitas manusia di Sub DAS
Daerah Aliran Sungai Saluran Tarum Barat. Data nilai IMKA di setiap titik sampel air dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Nilai IMKA di sepuluh titik pengambilan sampel air di Sub DAS Saluran Tarum Barat tahun 2004
Lokasi 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10
Nilai IMKA
67,16 71,49
69,84 57,18
64,98 57,38
60,75 69,66
72,37 70,34
Status Cemar
Sedang Baik
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Baik
Sedang Keterangan: Lokasi 1= Bendungan Curug
Lokasi 6 = Bendungan Cikarang Lokasi 2= Btb 10
Lokasi 7 = Bendungan Bekasi Lokasi 3= Btb 23
Lokasi 8 = Intake Buaran Lokasi 4= Suplesi Cibeet
Lokasi 9 = Intake Pulogadung Lokasi 5= Btb 35
Lokasi 10= Intake Pejompongan
Dapat dilihat pada Tabel 19 bahwa secara keseluruhan nilai IMKA di Sub DAS Saluran Tarum Barat tergolong ke dalam kualitas air kelas sedang. Hanya
pada titik-titik tertentu yang masuk ke dalam kualitas baik. Nilai IMKA di bagian hilir Intake Buaran, Intake Pulogadung dan Intake Pejompongan mengalami
kenaikan dibanding dengan nilai IMKA di titik sampel bagian hulu dan bagian tengah sungai. Hal tersebut tentunya bertentangan dengan hipotesis sementara ini
bahwa semakin ke hilir maka kualitas air cenderung semakin buruk. Nilai IMKA di bagian hilir yang cenderung lebih baik dibanding di bagian
hulu maupun bagian tengah, yang berkebalikan dengan hipotesis sementara ini, diduga terjadi karena semakin ke hilir maka TDS semakin berkurang. Dugaan ini
berasal dari data sekunder yang menyebutkan bahwa secara keseluruhan nilai TDS di bagian hilir lebih kecil dibandingkan dengan nilai TDS di hulu. Penjelasan
mengenai hal ini terjadi karena sebelum Intake Buaran terdapat Bendungan Bekasi. Bendungan tersebut cukup besar dan oleh karenanya terjadi pengendapan
padatan terlarut di Bendungan tersebut karena aliran air tertahan di bendungan
tersebut. Hal ini sesuai dengan Linsley RK Franzini JB 1985 yang mengatakan bahwa partikel-partikel padatan yang agak besar mengendap sebagai
suatu delta di hulu wadukbendungan. Sedangkan partikel-partikel yang lebih kecil dan ringan akan terbuang ke arah hilir sungai dan mengendap di bagian hilir
sehingga kadar zat padat terlarut di bagian hilir lebih rendah. Nilai IMKA terendah terdapat di lokasi pengambilan sampel air Suplesi
Cibeet dengan nilai sebesar 57,18. Hal yang menyebabkan nilai IMKA di lokasi tersebut paling rendah karena nilai kualitas air di lokasi tersebut dari segi
parameter suhu air, BOD, zat padat terlarut dan nitrat tercatat paling tinggi atau dengan kata lain pencemaran limbah organik di lokasi tersebut tergolong tinggi.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa hal yang mempengaruhi tinggi- rendahnya suhu air salah satunya adalah iklim, dalam hal ini curah hujan. Bulan
Agustus adalah salah satu bulan paling kering di Sub DAS Saluran Tarum Barat dan lokasi titik sampel Suplesi Cibeet merupakan lokasi dengan curah hujan
terendah selama tahun 2004, sehingga wajar apabila suhu air tercatat paling tinggi di lokasi tersebut.
Kadar BOD sedikit banyaknya dipengaruhi oleh aktivitas manusia sepanjang sungai atau perairan karena BOD merupakan petunjuk dari pengeruh
yang terjadi pada badan air berkaitan dengan pengurangan kandungan oksigen karena pemecahan bahan organik oleh bakteri Soeparman Suparmin 2001.
Dalam kasus ini faktor yang paling berpengaruh terhadap tingginya nilai BOD di lokasi Suplesi Cibeet adalah aktivitas peternakan. Hal ini diperoleh dari data
kontribusi beban pencemaran BOD yang ada di seluruh wilayah penelitian tahun 2004 yang disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20 Kontribusi beban pencemaran potensial BOD sumber pencemar peternakan di Sub DAS Saluran Tarum Barat tahun 2004
No KabupatenKota
Kontribusi BOD dari Ternak Sapi dan
Kerbau tonekortahun
Kontribusi BOD dari Ternak Kambing dan
Domba tonekortahun
Total BOD tonekortahun
1 Jakarta Timur
285,5 87,98
373,48 2
Kota Bekasi 109,5
364,46 473,96
3 Kab. Bekasi
4.215,25 9.679,53
13.894,78 4
Karawang 4.506,75
55.560,37 60.067,12
Sumber: Badan Pusat Statistik.
Kadar nitrat yang tinggi di lokasi Suplesi Cibeet disebabkan oleh penggunaan lahan dan aktivitas manusia. Kabupaten Karawang merupakan salah
satu daerah yang memiliki luasan sawah yang besar di dalam keseluruhan wilayah penelitian. Pupuk yang digunakan oleh petani mengandung nitrat yang terbuang
dari saluran irigasi sawah ke Saluran Tarum Barat. Hal itu menjadi pemicu tingginya kadar nitrat di dalam air. Faktor lain yang menjadi penyebab utamanya
adalah limbah feses manusia. Seperti diketahui di daerah Karawang ditemukan banyak sekali toilet sementara yang didirikan di bantaran Sub DAS Saluran
Tarum Barat. Kotoran yang dibuang tersebut meningkatkan kadar nitrat dalam air seperti yang diungkapkan oleh Sastrawijaya 1991 dalam Putri 2004 yang
mengatakan bahwa limbah manusia dan aktivitas pertanian akan menghasilkan amoniak yang berperan dalam meningkatkan kadar nitrat dalam air.
Nilai IMKA keseluruhan di Sub DAS Saluran Tarum Barat tahun 2005 menunjukkan kualitas air sedang. Nilai IMKA terendah berada pada titik sampel
air Intake Pulogadung. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 2005 pada titik sampel Intake Pulogadung nilai parameter Suhu air tercatat paling tinggi yakni
sebesar 34°C, kadar kemasaman tercatat paling basa yakni sebesar 7,4 dan kadar oksigen terlarut tercatat paling rendah yakni sebesar 2,7 mgl. Untuk lebih
jelasnya data nilai IMKA tahun 2005 disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Nilai IMKA di sepuluh titik pengambilan sampel air di Sub DAS
Saluran Tarum Barat tahun 2005
Lokasi 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10
Nilai IMKA
63,61 65,17
67,38 63,95
67,47 64,67
61,93 63,66
61,56 65,49
Status Cemar
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Keterangan: Lokasi 1= Bendungan Curug
Lokasi 6 = Bendungan Cikarang Lokasi 2= Btb 10
Lokasi 7 = Bendungan Bekasi Lokasi 3= Btb 23
Lokasi 8 = Intake Buaran Lokasi 4= Suplesi Cibeet
Lokasi 9 = Intake Pulogadung Lokasi 5= Btb 35
Lokasi 10= Intake Pejompongan
Penggunaan lahan di sekitar Intake Pulogadung didominasi oleh permukiman. Terkait dengan hal tersebut aktivitas penduduk berkontribusi paling
besar terhadap perubahan kualitas air Saluran Tarum Barat. Rendahnya kadar oksigen terlarut dan tingginya nilai basa di lokasi tersebut diduga berasal dari
limbah domestik.
Nilai IMKA tahun 2006 secara keseluruhan lebih baik daripada nilai IMKA tahun 2005. Perubahan paling nyata bisa dilihat pada tiga titik terakhir yaitu
Intake Buaran, Intake Pulogadung dan Intake Pejompongan. Nilai IMKA di tiga
titik tersebut tergolong baik dengan nilai pada masing-masing titik sebesar 71,08 di Intake Buaran; 72,52 di Intake Pulogadung dan 73,10 di Intake Pejompongan.
Untuk lebih jelasnya data nilai IMKA tahun 2006 disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Nilai IMKA di sepuluh titik pengambilan sampel air di Sub DAS
Saluran Tarum Barat tahun 2006
Lokasi 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10
Nilai IMKA
63,98 69,34
58,84 66,31
64,61 64,90
64,13 71,08
72,52 73,10
Status Cemar
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Baik
Baik Baik
Keterangan: Lokasi 1= Bendungan Curug Lokasi 6 = Bendungan Cikarang
Lokasi 2= Btb 10 Lokasi 7 = Bendungan Bekasi
Lokasi 3= Btb 23 Lokasi 8 = Intake Buaran
Lokasi 4= Suplesi Cibeet Lokasi 9 = Intake Pulogadung
Lokasi 5= Btb 35 Lokasi 10= Intake Pejompongan
Bobot parameter yang paling berkontribusi terhadap tingginya nilai IMKA di ketiga lokasi yang telah disebutkan sebelumnya adalah kadar oksigen terlarut.
Khusus di titik sampel air Intake Pejompongan nilai kadar oksigen terlarutnya paling tinggi pada tahun 2006 yakni sebesar 6,8 mgl. Lee et al. 1978 dalam
Nugraheni 2001 menjelaskan bahwa apabila kadar oksigen terlarut dalam suatu perairan lebih dari 6,5 mgl maka perairan tersebut dikatakan tidak tercemar atau
tercemar sangat ringan. Hal ini berarti pada tahun 2006 bentuk pencemaran yang terjadi pada tiga lokasi tersebut bisa dikatakan sangat ringan jika ditinjau dari
kadar oksigen terlarutnya. Tahun 2007 nilai IMKA di Sub DAS Daerah Aliran Sungai Saluran
Tarum Barat menurun drastis dibandingkan dengan nilai IMKA tahun 2006. Tercatat hampir diseluruh titik sampel air nilai IMKA merosot dibandingkan
dengan nilai IMKA tahun 2006. Nilai IMKA paling buruk terdapat di titik sampel air Bendungan Curug dengan angka sebesar 49,53. Sedangkan nilai IMKA paling
baik terdapat di titik sampel air Bangunan Tarum Barat 35 Btb 35. Untuk lebih jelasnya data mengenai nilai IMKA tahun 2007 disajikan pada Tabel 23.
Rendahnya nilai IMKA di titik sampel Bendungan Curug disebabkan oleh tingginya nilai nitrat dan rendahnya kadar oksigen terlarut. Tahun 2007 kadar
nitrat max tahunan tercatat di Bendungan Curug dengan angka sebesar 8,53 mgl. Sementara itu melalui perhitungan nilai IMKA dapat dilihat bahwa kadar oksigen
terlarut di Bendungan Curug merupakan kontribusi paling nyata mengenai rendahnya nilai IMKA pada lokasi tersebut.
Tabel 23 Nilai IMKA di sepuluh titik pengambilan sampel air di Sub DAS Saluran Tarum Barat tahun 2007
Lokasi 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10
Nilai IMKA
49,53 56,62
60,17 60,80
66,27 60,23
57,20 51,73
55,26 56,61
Status Cemar
Buruk Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Keterangan: Lokasi 1= Bendungan Curug Lokasi 6 = Bendungan Cikarang
Lokasi 2= Btb 10 Lokasi 7 = Bendungan Bekasi
Lokasi 3= Btb 23 Lokasi 8 = Intake Buaran
Lokasi 4= Suplesi Cibeet Lokasi 9 = Intake Pulogadung
Lokasi 5= Btb 35 Lokasi 10= Intake Pejompongan
Penggunaan lahan di sekitar titik sampel air Bendungan Curug adalah sawah. Perubahan penggunaan lahan dari tahun 2004 – 2009 pada lampiran
menunjukkan tidak ada perubahan di sekitar lokasi tersebut. Dengan demikian kenaikan jumlah nitrat pada tahun 2007 disebabkan oleh kegiatan intensifikasi
pertanian yang berlebihan diantaranya pemberian pupuk untuk mengembalikan kesuburan tanah di persawahan.
Nilai IMKA tahun 2008 di Sub DAS Saluran Tarum Barat mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibandingkan dengan nilai IMKA tahun 2007.
Nilai IMKA pada bagian hilir Intake Buaran, Intake Pulogadung dan Intake Pejompongan menunjukkan keadaan yang tidak jauh berbeda dengan nilai IMKA
tahun sebelumnya, tetap relatif lebih buruk dibandingkan dengan bagian hulu dan tengah. Menurut informasi yang didapatkan dari salah satu karyawan di
Perusahaan Jasa Tirta hal tersebut terjadi karena berkembang pesatnya industri pencucian mobil yang ada di Kota Bekasi dan Kotamadya Jakarta Timur sehingga
sedikit banyaknya memberikan kontribusi terhadap buruknya nilai IMKA pada bagian hilir. Untuk lebih jelasnya data nilai IMKA tahun 2008 disajikan pada
Tabel 24. Nilai IMKA paling buruk pada tahun 2008 berada di titik pengambilan
sampel air Intake Buaran dengan nilai sebesar 52,49. Jika dilihat dari data perhitungan nilai IMKA tahun 2008 dapat dilihat bahwa parameter yang paling
berpengaruh terhadap rendahnya nilai IMKA di lokasi tersebut adalah BOD. Diperkirakan kontribusi limbah domestik dan industri di wilayah Kota Bekasi
menjadi akar kenaikan BOD di lokasi tersebut. Tabel 24 Nilai IMKA di sepuluh titik pengambilan sampel air di Sub DAS
Saluran Tarum Barat tahun 2008
Lokasi 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10
Nilai IMKA
65,64 67,06
62,85 64,30
65,35 61,61
58,95 52,49
52,77 57,12
Status Cemar
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Keterangan: Lokasi 1= Bendungan Curug
Lokasi 6 = Bendungan Cikarang Lokasi 2= Btb 10
Lokasi 7 = Bendungan Bekasi Lokasi 3= Btb 23
Lokasi 8 = Intake Buaran Lokasi 4= Suplesi Cibeet
Lokasi 9 = Intake Pulogadung Lokasi 5= Btb 35
Lokasi 10= Intake Pejompongan
Setelah dilihat nilai IMKA di kesepuluh titik pada tahun 2004 – 2008 selanjutnya akan dilihat nilai IMKA di tahun 2009 sebagai pembandingnya. Data
nilai IMKA tahun 2009 disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Nilai IMKA di sepuluh titik pengambilan sampel air di Sub DAS
Saluran Tarum Barat tahun 2009
Lokasi 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10
Nilai IMKA
65,64 67,06
62,85 64,30
63,35 61,61
58,95 52,49
52,77 79,44
Status Cemar
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Baik
Keterangan: Lokasi 1= Bendungan Curug Lokasi 6 = Bendungan Cikarang
Lokasi 2= Btb 10 Lokasi 7 = Bendungan Bekasi
Lokasi 3= Btb 23 Lokasi 8 = Intake Buaran
Lokasi 4= Suplesi Cibeet Lokasi 9 = Intake Pulogadung
Lokasi 5= Btb 35 Lokasi 10= Intake Pejompongan
Nilai IMKA tahun 2009 menunjukkan hal yang berkebalikan dengan nilai IMKA tahun 2004 jika ditinjau dari kualitas air di bagian hulu-hilir. Di tahun
2009 bagian hilir Bendungan Bekasi, Intake Buaran, dan Intake Pulogadung Sub DAS Saluran Tarum Barat cenderung memiliki nilai IMKA yang rendah
dibandingkan dengan nilai IMKA pada bagian hulu. Hal ini menandakan pada tahun 2009 terjadi pencemaran yang berarti di bagian hilir. Dilihat dari data
parameter kualitas air yang ada dapat dilihat parameter-parameter yang menjadi penyebab utama rendahnya nilai IMKA di bagian hilir. Parameter-parameter
tersebut adalah oksigen terlarut, BOD, dan nitrat.
Parameter-parameter yang mempengaruhi rendahnya nilai IMKA di lokasi- lokasi tersebut diantaranya adalah oksigen terlarut, BOD dan nitrat. Rendahnya
oksigen terlarut dan tingginya nilai BOD diduga berasal dari limbah industri dan aktivitas pencucian barang bekas yang ada di Kota Bekasi dan Jakarta Timur.
Sedangkan nitrat diduga berasal dari kotoran manusia yang dibuang langsung ke Saluran Tarum Barat.
Secara keseluruhan nilai IMKA di tahun 2004 dengan nilai IMKA di tahun 2009 menunjukkan perubahan yang kurang signifikan. Nilai IMKA tahun 2004
lebih baik dibandingkan dengan nilai IMKA tahun 2009 atau dengan kata lain terjadi penurunan kualitas air dari tahun 2004 ke tahun 2009 meskipun nilainya
tidak terlalu jauh. Hal ini karena baik perubahan penggunaan lahan maupun penambahan penduduk di Sub DAS Saluran Tarum Barat tergolong relatif sedikit
perubahannya. Penambahan permukiman sebesar 17,29 dan pertumbuhan penduduk sebesar 11,27 di seluruh wilayah penelitian adalah salah satu bukti
bahwa baik perubahan penggunaan lahan dan aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan kualitas air di Sub DAS Saluran Tarum Barat tidak
terlalu signifikan.
5.5 Pengaruh Pemanfaatan Sumberdaya Air di Sub DAS Saluran Tarum Barat