Kebudayaan Remaja sebagai Pemilih Pemula

commit to user dengan menyebut segi positif dan negatifnya, maka derajat kemungkinan penerimaan pesan adalah lebih besar. Sesuatu yang dikatakan “sepintas lalu “ biasanya mempunyai efek yang paling besar, yaitu sikap karena sikap demikian ini merangsang “sikap ingin tahu” pada manusia dan kenyataan bahwa sesuatu yang hanya dikatakan “sepintas” lalu memberi kesan seakan-akan komunikator kurang memperhatikan persoalannya, dengan akibat bahwa disangka orang tersebut tidakkurang mempunyai perhatian dan kepentingan terhadap apa yang dikatakannya, Justru karena hal yang terakhir ini, yaitu dugaan orang akan tidak atau kurang adanya kepentingan akan hal yang disebut sepintas lalu, membuat orang lebih yakin akan kesungguhan dan kemurnian pernyataannya dan selanjutnya inilah yang meningkatkan nilai kepercayaan akan pesan, sehingga pesan lebih mudah diterima oleh komunikan. Sebaliknya, bila dalam menyampaikan sesuatu, beberapa segi terlalu ditekan, maka komunikan segera akan menarik kesan bahwa pihak komunikator terlalu berkepentingan tentang hal yang dinyatakannya, sehingga orang segera menerimanya. 30

5. Kebudayaan Remaja sebagai Pemilih Pemula

Siswa atau remaja pada umumnya memiliki suatu sistem sosial yang seolah-olah menggambarkan bahwa mereka mempunyai “dunia sendiri”. Dalam sistem remaja ini terdapat kebudayaan yang antara lain mempunyai nilai-nilai, norma-norma. Sikap serta bahasa tersendiri yang berbeda dari orang dewasa. Dengan demikian remaja pada umumnya mempunyai persamaan dalam pola 30 Susanto, Astrid S, Komunikasi Dalam Teori Dan Praktek, Bandung: Rindang Mukti.1977, hlm. 14 commit to user tingkah laku, sikap dan nilai, dimana pola tingkah laku kolektif ini dapat berbeda dalam beberapa hal dengan orang dewasa. 31 Nilai kebudayaan remaja antara lain adalah santai, bebas dan cenderung pada hal-hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang kurang menyenangkan dihindari. Disamping mencari kesenangan, kelompok sebaya atau “peer group” adalah penting dalam kehidupan seorang remaja, sehingga bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman sendiri dalam pergaulan. Masa pubertas merupakan tahap permulaan perkembangan perasaan sosial. Pada masa ini timbul keinginan remaja untuk mempunyai teman akrab dan sikap bersatu dengan temantemannya, sedangkan terhadap orang dewasa mereka menjauhkan diri. “Peer culture” ini berpengaruh sekali selama masa remaja sehingga nilai-nilai kelompok sebaya mempengaruhi kelakuan mereka. Sesuai dengan yang tercantum dalam UU No 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Bab IV Tentang Hak Memilih pada pasal 19 adalah warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 tujuh belas tahun atau lebih atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih ayat 1. Dalam kategori politik, kaum remaja dimasukkan dalam kelompok pemilih pemula, yaitu kelompok yang baru pertama kali menggunakan hak pilih. Dengan hak pilih itu, kaum remaja yang sudah berusia 17 tahun atau sudah menikah ini akan mempunyai tanggung jawab kewarganegaraan yang sama dengan kaum dewasa lain. Selain itu, kaum remaja ini menjadi sasaran paling empuk untuk diperebutkan. Jumlah pemilih pemula yang berkisar pada angka 20 31 Prijono, Onny. 1987. Kebudayaan Remaja dan Sub-Kebudayaan Delinkuen. CSIS, Jakarta commit to user juta orang dalam pemilu sangat menggiurkan dari segi kemenangan dan kekalahan dalam pemilu. 32 Berdasarkan kondisi psikologis yang dipaparkan di atas, maka pemilih pemula memiliki ciri-ciri sebagai berikut: - Apolitis - Pertama kali menggunakan hak pilih - Memiliki ketidakpastian dalam pemilihan - Kesadaran politik rendah Studi Hasil temuan Tim Litbang Bali Post Bali Post, 4 April 2009 dalam jajak pendapat terhadap 150 siswa kelas tiga pada beberapa SMA Negeri di Denpasar yang telah mengikuti simulasi pemilu menjelang Pemilu 2009 yang lalu, setidaknya bisa memberikan gambaran orientasi politik mereka sebagai pemilih pemula pada Pemilu 2009 yang lalu. Kelompok pemilih pemula ternyata sebagian besar 64 akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2009. Tetapi, bayang- bayang perilaku memilih untuk tidak memilih golput masih ada, karena 26, 4 dari mereka mengaku tidak tahu apakah akan menggunakan hak pilihnya, dan 7,2 lainnya tidak akan menggunakan hak pilihnya. Bandingkan dengan angka golput tingkat nasional yang mencapai 10,07 pada Pemilu 1999 dan 10,40 pada Pemilu 2004 lalu. 33

6. Komunikasi Politik