PRODUKSI IKLAN POLITIK BERBASIS KEBUTUHAN INFORMASI POLITIK DI KALANGAN PEMILIH PEMULA DI SURAKARTA

(1)

commit to user

PRODUKSI IKLAN POLITIK

BERBASIS KEBUTUHAN INFORMASI POLITIK DI KALANGAN PEMILIH PEMULA DI SURAKARTA (Studi Eksperimen Poduksi Iklan Politik Berbasis Kebutuhan Informasi Tentang Pemilihan Umum Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden 2009

Terhadap Siswa Kelas XII SMA N 6 Surakarta Dan SMA Muhammadiyah 1 Surakarta)

DISUSUN OLEH :

Ulfah Hidayati D0206103

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing Skripsi untuk dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pembimbing Skripsi,

Dra. Prahastiwi Utari, Ph.D NIP. 19600813 1987022 001


(3)

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji dan disahkan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Hari :

Tanggal : Panitia Penguji :

Dra. Hj. Sofiah, M. Si

NIP. 19530726 197903 2 001 ( ………)

Drs. Kandyawan

NIP. 19610413 199003 1 002

( ………)

Dra. Prahastiwi Utari, Ph.D

NIP. 19600813 1987022 001 ( ………)

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta Dekan,

Drs. Supriyadi SN. SU 19530128 198103 1 001


(4)

commit to user

MOTO

Man Jadda Wa Jada

“ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. “ (Q.S Al-Insyroh : 11)

“Wahai orang- orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah,niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Q.S Muhammad: 7)


(5)

commit to user

LEMBAR PERSEMBAHAN

Untuk Ibu, Ibu, Ibu, Bapak..

Atas doa, cinta, dan pengorbanannya

Semoga karya kecil ini menjadi bagian dari baktiku


(6)

commit to user

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirobbil’alamin, Syukur terus terlimpahkan pada Rabb Semesta Alam, Allah SWT, atas limpahan nikmat maupun ujian yang sarat akan hikmah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Rasulullah SAW yang senantiasa kita nantikan syafa’atnya di hari akhir kelak. Berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

PRODUKSI IKLAN POLITIK BERBASIS KEBUTUHAN INFORMASI POLITIK DI KALANGAN PEMILIH PEMULA DI SURAKARTA (Studi Eksperimen Poduksi Iklan Politik Berbasis Kebutuhan Informasi Tentang Pemilihan Umum Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden 2009 Terhadap Siswa Kelas XII SMA N 6 Surakarta Dan SMA Muhammadiyah 1 Surakarta) yang merupakan kewajiban penulis sebagai mahasiswa demi mencapai gelar sarjana jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Skripsi ini berisi paparan mengenai proses penyampaian pesan dalam komunikasi. Penelitian ini betujuan untuk mengetahui informasi mendasar apa mengenai pemilu yang harus diketahui oleh pemilih pemula dan mendapatkan bentuk pengemasan informasi tentang pemilu untuk kepentingan/ kebutuhan pemilih pemula. Output dari penelitian tersebut adalah iklan politik berbasis kebutuhan informasi tentang pemilu di kalangan pemilih pemula.

Penelitian ini mengacu pada pemahaman bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan yang memperhatikan aspek pemilih pemula (komunikan). Teori Uses and Gratification digunakan sebagai salah satu acuan dalam penelitian ini karena melibatkan peran aktif komunikan dalam proses komunikasi.

Penulis menyadari banyaknya keterbatasan dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada orang – orang yang telah membantu


(7)

commit to user

sampai terselesaikannya skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapakan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada :

1. Drs. H. Supriyadi, S.N, S.U selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Prahastiwi Utari, M.si.,Ph.D selaku ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS sekaligus dosen pembimbing skripsi.

3. Keluargaku tercinta, Ibu (alm) dan Bapak serta mbak Anis atas

dukungannya

4. Keluarga SMA N 6 Surakarta

5. Keluarga SMA Muhammadiyah 1 Surakarta

6. Adik-adik kelas XII SMA N 6 Surakarta dan SMA Muhammadiyah 1 Surakarta yang telah membantu dalam penelitian maupun FGD.

7. Keluarga besar Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP UNS dan KAMMI

Sholahuddin Al Ayyubi yang telah memberi banyak pengalaman luar hebat. Semangat yang begitu luar biasa telah meletupkan energi yang dahsyat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat 2006 di siyasi UNS: Yayuk, Vera, Ayut, Hamsih, Ika Sunu, dan Sinta atas kebersamaan, pemikiran besar, dan guyonan-guyonan segarnya.

9. Mbak Renia dan adik – adik kos Al – Banna yang telah menberikan banyak dorongan untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

10.Keluarga Posterix ( Fisip’s Moslem Brotherhood 2006) atas doa, dukungan, dan kebersamaannya selama ini. Aulia, Catur, Dwi Hastuti,


(8)

commit to user

Wahyu Ika, Himawan, Ari Mukti, dan Ivan. Semoga dipermudah dalam meraih cita paska kampus.

Besar harapan penulis, skripsi PRODUKSI IKLAN POLITIK BERBASIS

KEBUTUHAN INFORMASI POLITIK DI KALANGAN PEMILIH PEMULA DI SURAKARTA (Studi Eksperimen Poduksi Iklan Politik Berbasis Kebutuhan Informasi Tentang Pemilihan Umum Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden 2009 Terhadap Siswa Kelas XII SMA N 6 Surakarta Dan SMA Muhammadiyah 1 Surakarta) ini bukan hanya dutujukan sebagai formalitas belaka, tetapi juga sebagai pembelajaran dan dinamisasi dari proses tersebut. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surakarta, Februari 2011 Penulis,


(9)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

MOTTO iv

PERSEMBAHAN v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

ABSTRAK xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 10

B. Rumusan Masalah 10

C. Tujuan Penelitian 10

D. Manfaat Penelitian 10

E. Kerangka Teori 11

F. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional 46

1. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

Desain Pra Uji 47

a. Kebutuhan Informasi Tentang Pemilu 47

b. Iklan Politik 48


(10)

commit to user

2. Definisi Konseptual Dalam Desain Pasca Uji 50

a. Tingkat Kepuasan Pemilih Pemula 50 Terhadap Media Iklan Politik

G. Kerangka Berfikir 51

H. Metodologi penelitian 52

1. Desain Pra Uji 53

2. Desain Pasca Uji 53

3. Sumber Data 54

4. Lokasi Penelitian 54

5. Populasi dan Sampel 55

6. Teknik Pengumpulan Data 57

7. Validitas Data dan Reliabilitas 58

8. Teknik Analisis Data 60

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 65

A. SMA Negeri 6 Surakarta 65

1. Visi dan Misi Sekolah 65

2. Sejarah Sekolah 65

3. Tujuan Sekolah 67

4. Kegiatan Ekstrakulikuler 68

5. Kejuaraan Yang Dicapai 69

6. Struktur Organisasi 71

7. Fungsi dan Tugas pengelola Sekolah 72

B. SMA Muhammadiyah 1 Surakarta 75

1. Visi dan Misi Sekolah 75

2. Sejarah Sekolah 76

3. Tujuan Sekolah 77

4. Kegiatan Ekstrakulikuler 77

5. Kejuaraan Yang Dicapai 78

6. Struktur Organisasi 80


(11)

commit to user

BAB III ANALISIS DATA DESAIN PRA UJI 86

A. Kebutuhan Informasi Tentang Pemilu. 87

B. Pola Penggunaan Media 99

C. Iklan Politik 103

BAB IV ANALISIS DESAIN PASCA UJI 119

A. Focus Group Discussion 119

B. Materi Focus Group Discussion 120

C. Hasil Focus Group Discussion 129

BAB V PEMBAHASAN 140

A. Persiapan Dalam Pembuatan Pesan 141

B. Proses Pembuatan Pesan 142

C. Hasil/ Luaran 144

D. Efek Pada Khalayak 146

BAB III PENUTUP 149

A. Kesimpulan 149

B. Saran 150

DAFTAR PUSTAKA 152


(12)

commit to user

ABSTRAK

Ulfah Hidayati, D0206103, Produksi Iklan Politik Berbasis Kebutuhan Informasi Politik Di Kalangan Pemilih Pemula Di Surakarta (Studi Eksperimen Poduksi Iklan Politik Berbasis Kebutuhan Informasi Tentang Pemilihan Umum Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden 2009 Terhadap Siswa Kelas XII SMA N 6 Surakarta Dan SMA Muhammadiyah 1 Surakarta), Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011, 154 halaman.

Pemilu merupakan pesta demokrasi yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk pemilih pemula. Namun sejauh ini partisipasi politik masyarakat dalam pemilu setiap tahunnya mengalami penurunan yang ditandai dengan meningkatnya angka golput. Berbagai cara dilakukan untuk menekan angka golput di kalangan pemilih pemula, salah satunya dengan iklan politik. Sayangnya iklan politik yang ada tidak memperhatikan aspek komunikan (pemilih pemula).

Penelitian ini betujuan untuk mengetahui informasi mendasar apa mengenai pemilu yang harus diketahui oleh pemilih pemula dan mendapatkan bentuk pengemasan informasi tentang pemilu untuk kepentingan/ kebutuhan pemilih pemula. Output dari penelitian tersebut adalah iklan politik berbasis kebutuhan informasi tentang pemilu di kalangan pemilih pemula.

Penelitian ini mengacu pada pemahaman bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan yang memperhatikan aspek pemilih pemula (komunikan). Teori Uses and Gratification digunakan sebagai salah satu acuan dalam penelitian ini karena melibatkan peran aktif komunikan dalam proses komunikasi.

Metodologi yang digunakan adalah metode eksperimen yang menggunakan tahapan desain pra uji dan desain pasca uji. Dalam desain pra uji dilakukan survei terhadap sejumlah responden untuk mengetahui kebutuhan informasi mengenai pemilu, preferensi penggunaan media untuk iklan politik, dan preferensi dalam visualisasi iklan politik. Sedangkan dalam desain pasca uji dilakukan FGD (Focus Group Discussion) untuk mengukur efek pesan pada khalayak (tingkat kepuasan) terhadap iklan politik yang sudah dibuat.

Dari penelitian tersebut didapatkan empat informasi mendasar mengenai pemilu yang harus diketahui oleh pemilih pemula, yaitu informasi mengenai hak pilih, kewajiban memilih, waktu pemilu, dan visi misi kandidat. Dari masing-masing informasi tersebut akan diaplikasikan ke dalam iklan politik dengan menggunakan media poster dan spanduk yang telah dipilih oleh pemilih pemula. Visualisasi dari iklan politik tersebut juga disesuaikan dengan kecenderungan pemilih pemula.


(13)

commit to user

ABSTRACT

Ulfah Hidayati, D0206103, Production Of Political Information Requirement based Political Advertisement among Beginner Voters in Surakarta (Experimental Study of Information Requirement based Political Advertisement Productions on the General Election of President and Vice President Candidates in 2009 toward Students Class XII of SMA State 6 Surakarta and SMA Muhammadiyah 1 Surakarta against), Department of Communication Sciences, Faculty of Social and Political Sciences, Sebelas Maret University, 2011, 154 pages.

General Election is a democratic party which involves all public elements, including beginner voters. However, this far the public political participation in general election has decreased each year. It is marked by the increasing number of voting abstention. Many strategies have been done to suppress the number of voting abstention among voters. One of the strategies was politic advertisement. Unfortunately, this political advertisement did not consider to the communicant aspect (beginner voters).

The research aims to determine what the basic information about general election that should be known by beginner voter and get the form of information packaging about general election for beginner voter’s interests/requirements. Output of the research is information requirement-based political advertisement about general election among beginner voters.

This research refers to an understanding that communication is a process to transfer messages by considering to the beginner voter aspect (communicant). Uses and Gratification theory was applied as one of the reference in doing research since it involves the active role of communicant in communication process.

The researcher conducted experimental methods. That methods has two stages, pre experiment design and post experiment design. In doing pre experiment design researcher surveyed a number of respondents to find out: the information requirement on general election, the preference of using media in political advertisement, and the preference of political advertisement visualization. Meanwhile, post experiment design was done by conducting FGD (Focus Group Discussion) to measure the message effects to the public (level of satisfaction) against the political advertisement that have been made.

Results of this research indicate that there are four basic information’s about general election that should be known by beginner voters, namely: information about suffrage, compulsory suffrage, time of general election and vision and mission of candidates. The information then will be applied to the political advertisement by using poster and banner that has been chosen by beginner voters. The visualization of political advertisement also adapts to the beginner voters preferences.


(14)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pemilu 2009 sudah berlangsung beberapa waktu lalu. Namun demikian, pembicaraan tentang pemilu tidak akan pernah out of date selama Indonesia masih menggunakan sistem ini dalam penentuan calon pemimpin. Apalagi setiap tahunnya di Indonesia juga ada daerah yang melaksanakan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Hal ini tentunya menyebabkan pemilu nasional/ pemilu di daerah akan menjadi isu yang terus hangat.

Pemilu 2009 bisa menjadi referensi bagi pelaksanaan pemilu lima tahun ke depan maupun pemilu-pemilu yang selanjutnya. Pemilu 2009 yang menghabiskan lebih Rp 14 triliun dinilai lebih buruk dibanding pemilu 2004 maupun 1999. Dari hasil lembaga survei, masalah teknis dan pemutakhiran data pemilih yang jauh dari semestinya hingga rendahnya partisipasi rakyat dalam memilih para wakil rakyat untuk menentukan kebijakan trias politica menjadi catatan tersendiri dalam keberlangsungan pemilu 2009. Besarnya angka golput, akan menurunkan keabsahan sistem pemerintah kedepan.

Berikut ini merupakan fakta terkait hasil rekapitulasi suara pemilu 2009:

9 Partai yang memenuhi threshold 2.5% suara nasional

1. P Demokrat : 21,703,137 = 20.85%

2. P Golkar : 15,037,757 =14.45%

3. PDIP : 14,600,091 = 14.03%

4. PKS : 8,206,955 = 7.88%


(15)

commit to user 6. PPP : 5,533,214 = 5.32%

7. PKB : 5,146,122 = 4.94%

8. Gerindra : 4,646,406 = 4.46% 9. Hanura : 3,922,870 = 3.77% 1

Total suara yang masuk adalah 104.099.785 dari seharusnya sekitar 171 juta hak suara masyarakat. Atau angka golput mencapai 39%. Berikut daftar angka Golput sejak 1971 (Era Orde Baru) – 2009:

· 1971 : 6.64 %

· 1977 : 8.40 %

· 1982 : 8.53 %

· 1987 : 8.39%

· 1992 : 9.09 %

· 1997 : 9.42 %

· 1999 : 10.21 %

· 2004 : 23.34 %

· 2009 : 39.1%

Sumber: Data tahun 1971-2004 dari Pusat Studi dan Kawasan UGM ; 2009

Dari data daftar suara golput, maka sejak era reformasi, jumlah masyarakat yang abstain atau golput meningkat pesat yakni 10.21% pada tahun 1999 menjadi 39.1% di tahun 2009. Angka golput 39.1% jauh melebihi angka partai Demokrat yang menduduki posisi pertama dalam survei yakni 20% suara dari (100%-39% golput). Tampaknya “Partai Golput” menang mutlak. 2

Paling tidak ada dua hal mendasar yang perlu dicermati terkait persoalan partisipasi politik dalam pemilu 2009. Pertama, sistem politik. Perilaku politik

1

Hasil Pemilu 2009: Partai Golput Menjadi Pemenang”,

http://nusantaranews.wordpress.com/2009/04/10/hasil-pemilu-2009-partai-golput-menjadi-pemenang/ 21/06/2010/09.25

2

“ Hasil Pemilu 2009: Partai Golput Menjadi Pemenang”,

http://nusantaranews.wordpress.com/2009/04/10/hasil-pemilu-2009-partai-golput-menjadi-pemenang/ 21/06/2010/09.25


(16)

commit to user

pemilih akan ditentukan kebijakan dan UU tentang politik. Kalau UU atau kebijakan pemilu dipandang demokratis, maka partisipasi penggunaan hak pilih rakyat akan semakin tinggi dan demikian juga sebaliknya. Kedua, budaya politik. Perilaku politik pemilih sangat dipengaruhi nilai-nilai budaya yang muncul dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. 3

Merujuk payung hukum bagi terselanggaranya pemilu tahun 2009, UU No 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum ( Bab IV Tentang Hak Memilih pada pasal 19) disebutkan bahwa warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih (ayat 1).

Dalam hitung-hitungan politik dewasa ini, kaum remaja (usia 17 sampai dengan 21 tahun) memegang peranan penting sebagai pemilih pemula. Pemilih pemula yang dimaksud adalah mereka yang baru pertama kali mengikuti pemilu. Berdasarkan data dari Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) bahwa pemilih pemula berjumlah sekitar 20 – 30 persen dari jumlah pemilih secara keseluruhan yang diperkirakan sekitar 170 juta pemilih.4 Angka yang cukup tinggi dan perlu diamankan.

Namun yang sekarang menjadi permasalahan adalah pemilih pemula mungkin rentan menjadi golput, karena kepedulian mereka terhadap pemilu masih sangat kecil. Hal tersebut bisa jadi karena kurangnya sosialisasi oleh KPU dan juga begitu banyaknya beban-beban pendidikan yang harus mereka kerjakan.

3

Eddy Syofian, dalam www.analisdayli.com 4

http://www.jppr.or.id/index.php?option=com_akobook&Itemid=100&startpage=5/ 23/06/2010/11.10


(17)

commit to user

Untuk pelajar, proses Ujian Akhir Nasioal (UAN) menjadi lebih menarik daripada Pemilu, karena apabila mereka tidak lulus UAN maka mereka tidak akan lulus sekolah.

Jika pemilih pemula tidak mendapatkan perhatian khusus, hal tersebut bisa memicu masalah. Munculnya golput di kalangan pemilih pemula bisa saja dikarenakan minimnya informasi tentang pemilu yang didapatkan oleh para pemilh pemula. Jadi golput yang dilakukan oleh pemilih pemula bukan karena rasionalitas tetapi lebih karena ketidaktahuan mereka terhadap informasi mendasar tentang Pemilu. Selain buruknya sistem pendidikan politik yang ada di Indonesia dan fungsi pendidikan politik partai yang belum optimal serta mengutamakan kepentingan kekuasaan , pendidikan politik masih dinilai sebagai sesuatu yang menakutkan dan membosankan. Persepsi ketakutan dan kebosanan ini biasanya muncul karena model pendidikan politik yang ditawarkan tidak menarik. Adanya persepsi ini sering muncul pada para pemilih pemula. Kalau tidak diwaspadai, hal ini bisa menyebabkan rendahnya partisipasi politik di tingkat pemilih pemula.

Hal yang kemudian diutamakan adalah bagaimana memunculkan kesadaran pemilih pemula untuk menggunakan hak pilihnya. Jangan sampai mereka tidak menggunakan hak pilihnya hanya karena tidak tahu bahwa usia mereka adalah usia awal untuk memberikan partisipasi politik pada pemilu. Selain itu, mengingat juga bahwa remaja adalah generasi penerus bangsa yang perlu diselamatkan. Merekalah kaum intelektual muda yang akan mengisi pos-pos pemimpin bangsa ke depan. Jika saat remaja saja sudah apatis, lalu bagaimana


(18)

commit to user

nasib Indonesia ke depan? Oleh karena itu dibutuhkan pendidikan politik sejak dini kepada para remaja. Mengikuti pemilu adalah partisipasi politik yang baru bagi mereka sehingga bisa dijadikan momentum awal untuk memberikan pendidikan politik.

Banyak model pendidikan politik yang ditawarkan oleh partai politik dan aktor politik lainnya terhadap pemilih pemula. Audiensi, sosialisasi ke

sekolah-sekolah/ kampus, dan model-model face to face lainnya yang mencoba

menghadirkan para aktor politik langsung ke hadapan publik. Namun semua itu masih dirasa kurang efektif untuk masyarakat yang masih apatis terhadap politik. Forum-forum seperti itu terkadang sepi pengunjung, dirasa menjenuhkan dan membosankan. Selain itu, forum langsung itu juga mengharuskan publik untuk sengaja meluangkan waktunya agar bisa langsung bertatap muka dengan para aktor politik. Padahal, sebagian besar waktu yang dimiliki oleh masyarakat digunakan untuk melakukan aktivitas seperti bekerja, mengenyam pendidikan, dan aktivitas lainnya yang semakin menghimpit mereka seiring bertambahnya kebutuhan hidup.

Nurul Arifin, caleg yang dicalonkan oleh Partai Golkar melalui daerah pemilihan Jawa Barat VI telah menangkap peluang lumbung suara di pemilih pemula. Ia telah melaunching komik ‘putih abu-abu’ sebagai media pendidikan politik di kalangan pemilih pemula. Komik setebal empat puluh halaman ini dikemas dengan bahasa anak muda. Melalui komik yang bercerita tentang siswa-siswi SMA 23 yang juga merupakan nomor urut Partai Golkar ini, Nurul berharap


(19)

commit to user

bisa menumbuhkan kesadaran pemilih pemula untuk menggunakan hak politik mereka dalam pemilihan umum nanti.5

Komik memang merupakan media yang dekat dengan remaja (pemilih pemula). Namun komik juga memiliki kelemahan jika kemudian dikaitkan dengan budaya baca di Indonesia. Dengan kondisi budaya baca di indonesia yang masih rendah, komik menjadi sesuatu yang sulit dijangkau. Komik hanya akan dinikmati oleh mereka yang memiliki hobi membaca. Dan jumlah orang yang hobi membaca pun minim. Budaya baca masyarakat Indonesia menempati posisi terendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur berdasarkan data yang dilansir

Organisasi Pengembangan Kerjasama Ekonomi (OECD).6

Salah satu cara untuk memberikan pengetahuan/informasi tentang pemilu terhadap pemilih pemula adalah lewat iklan politik sebagai suatu pendidikan politik. Namun iklan politik yang sekarang kita jumpai adalah iklan politik yang hanya menampilkan program, keberhasilan, dan janji-janji partai saja. Coba saja kita lihat iklan politik Gerindra dengan janji mensejahterakan petani, iklan Golkar dengan swasembada berasnya, Demokrat dengan keberhasilan menurunkan BBM, dan sebagainya. Belum ada iklan politik yang benar-benar memperhatikan aspek pemilih pemula.

5

“Nurul Arifin Mendidik Melalui Komik”,

http://www.tempointeraktif.com/hg/profil/2008/11/18/brk,20081118146653,id.html/21/06/2010/09 .40

6

“Budaya Baca Indonesia Terendah di Asia Timur”,

http://edukasi.kompas.com/read/2009/06/18/02590466/Budaya.Baca.Indonesia.Terendah.di.Asia.T imur/21/06/09.55


(20)

commit to user

Proses komunikasi hendaknya memperhatikan aspek psikologis

komunikan. Dalam hal ini, komunikan yang dimaksud adalah pemilih pemula. Psikologi memperhatikan karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. 7

Komunikasi merupakan peristiwa sosial, yaitu peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Mencoba menganalisis peristiwa sosial secara psikologis membawa kita pada psikologi sosial. Karena itu, pendekatan psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi. 8

Kaufman mendefinisikan psikologi sosial sebagai berikut:

“ Psikologi sosial adalah usaha untuk memahami, menjelaskan, dan meamalkan bagaimana pikiran, perasaan, dan tindakan individu dipengaruhi oleh apa yang dianggapnya sebagai pikiran, perasaan, san tindakan orang lain (yang kehadirannya boleh jadi sebenarnya, dibayangkan, atau disiratkan).9

Komunikasi merupakan proses pembentukan pesan. Di mana dalam pembuatan pesan tersebut perlu memperhatikan aspek psikologis komunikan. Dalam penelitian ini, proses pembuatan pesan dalam iklan politik juga memperhatikan aspek pemilih pemula yang merupakan remaja. Dimana karakter remaja adalah santai dan tidak serius. Begitu besarnya potensi pemilih pemula ini haruslah mendapat perhatian khusus. Iklan politik yang dibuat adalah yang sesuai dengan jiwa remaja, yaitu iklan politik yang menarik, tidak menakutkan, tidak membosankan, dan tidak menambah beban pendidikan formal. Agar lebih tepat sasaran, iklan politik untuk pemilih pemula tersebut juga memuat informasi tentang pemilu yang dibutuhkan oleh pemilh pemula.

7

Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi komunikasi, (Bandung: Remadja Karya, 1989), hlm5 8

Ibid, hlm 11 9

Kaufman, H., Social Psychology: The Study of Human Interaction, (New York: Holt, Rinehart, and Winston, Inc. 1973), hlm 6


(21)

commit to user

Pesan yang disampaikan dalam iklan politik merupakan informasi mengenai pemilu yang dibutuhkan oleh pemilih pemula. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan jenis pesan maupun bentuk pengemasan pesan maka akan digunakan metode eksperimen yang terbagi menjadi dua desain / tahap, yaitu desain pra uji dan desain paska uji. Pada desain pra uji dilakukan survei terhadap pemilih pemula. Survei bertujuan untuk mengetahui kebutuhan informasi tentang pemilu, visualisasi iklan politik, dan jenis media yang digunakan dalam iklan. Hasil dari desain pra uji tersebut digunakan sebagai acuan dalam memproduksi iklan politik. Selanjutnya, pada desain paska uji dilakukan FGD untuk melihat tingkat kepuasan pemilih pemula terhadap iklan yang sudah dibuat. Dalam FGD ini peserta FGD akan dimintai tanggapan terhadap iklan politik yang sudah dibuat.

Penyampaian pesan terhadap pemilih pemula tersebut dengan cara komunikasi visual melalui iklan politik. Komunikasi visual, yang merupakan salah satu bentuk dari komunikasi persuasi, yaitu komunikasi manusia yang dirancang untuk mempengaruhi orang lain dengan usaha mengubah keyakinan, nilai, atau sikap mereka.”.10

Komunikasi visual periklanan merupakan proses komunikasi lanjutan yang membawa para khalayak ke informasi terpenting yang memang perlu mereka ketahui. Pada dasarnya tujuan periklanan adalah mengubah atau mempengaruhi sikap-sikap khalayak. Periklanan tidak hanya berkaitan dengan pemberian informasi, tetapi periklanan juga harus dibuat sedemikian rupa supaya dapat menarik minat khalayak, harus original (asli), serta memiliki karakteristik

10

Djamaluddin dan Iriantara, Komunikasi Persuasif, (Bandung: Remadja Rosdakarya, 1994), hlm


(22)

commit to user

tertentu dan persuasif sehingga khalayak secara sukarela terdorong untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan yang diinginkan pengiklan11

Model komunikasi politik yang ditawarkan lewat iklan (komunikasi visual) dirasa cukup efektif karena dapat langsung menuju sasaran. Iklan dengan kekuatan pesannya (bahasa dan gambar) bisa menjadi media yang ampuh dalam memberi informasi maupun mempengaruhi publik.

Penyampaian pesan lewat gambar menjadi hal yang diminati dalam menyampaikan agenda-agenda politik. Sudah sejak beberapa tahun yang lalu gambar digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan politik, terutama saat masa-masa kampanye atau pemilu. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Kevin G. Barnhurts and Chaterine A. Steele

By 1988, image-consciousness held sway (Adatto, 1993). Bush and Dukakis postured for cameras in media events designed to convey a message through images. Political handlers set up scenes for the media and distributed video press releases, a commonplace by then.. The candidates responded to the visual rhythms of televisionnews: campaigns manufactured images in time for the evening report and newscasters exposed the mechanics of political imagemaking.12

Minimnya dana sosialisasi dari pemerintah menjadikan media massa sebagai barang mewah yang sulit dijangkau. Untuk itu, adanya media yang murah sangat dibutuhkan sebagai terobosan baru dalam pendidikan politik. Iklan politik dengan media komunikasi visual yang murah bisa menjadi referensi bagi para penggiat politik.

11

Jeffkins, Frank, Periklanan. (Jakarta: Erlangga. 1996), hlm.13 12

Barnhurts ,Kevin G. and Chaterine A. Steele. 1997. Image Bite News:

The Visual Coverage Of Elections On U.S. Television, 1968–1992. Harvard International Journal of Press/ Politics. 2.1 (Februaty): 40-58


(23)

commit to user

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang permasalahan di atas maka dibuatlah rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu :

1. Kebutuhan-kebutuhan informasi apa terkait pemilu yang harus diketahui atau dipahami oleh pemilih pemula?

2. Bagaimana bentuk pengemasan informasi tentang pemilu sesuai dengan model

yang diinginkan oleh pemilih pemula?

3. Bagaimana tingkat kepuasan pemilih pemula terhadap iklan politik yang telah diproduksi?

C.TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui informasi mendasar apa saja mengenai pemilu yang harus diketahui atau dipahami oleh pemilih pemula.

2. Mendapatkan bentuk pengemasan informasi tentang Pemilu untuk

kepentingan/ kebutuhan pemilih pemula.

3. Mengetahui tingkat kepuasan pemilih pemula terhadap iklan politik yang telah diproduksi.

D. MANFAAT PENELITIAN

Dari hasil penelitian diharapkan akan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut: 1. Bagi pemilih pemula, hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai sarana


(24)

commit to user

Dimana sarana (iklan politik) tersebut sesuai dengan kondisi psikologis pemilih pemula.

2. Untuk pemerintah dan penyelenggara Pemilu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam menentukan setiap kebijakan yang dibuat, terutama kebijakan yang ditujukan untuk para pemilih pemula. 3. Bagi para penggiat politik (partai politik dan kandidat capres/ cawapres),

hasil penelitian ini bisa dijadikan acuan dalam pembuatan iklan politik untuk pemilih pemula.

E. KERANGKA TEORI

1. Komunikasi sebagai proses penyampaian pesan

John Fiskei mendefinisikan adanya dua mahzab utama dalam studi komunikasi. Mahzab pertama melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Ia tertarik dengan bagaimana pengirim dan penerima mengkonstruksi pesan (encode) dan menerjemahkannya (decode), dan dengan bagaimana transmitter menggunakan saluran dan media komunikasi. Mahzab ini biasa disebut dengan mahzab proses. Mahzab kedua adalah mahzab semiotika. Mahzab ini melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna.

Untuk penelitian kali ini akan berdasarkan pada mahzab proses dimana komunikasi merupakan suatu proses yang dengannya seorang pribadi mempengaruhi perilaku, state of mind atau respons emosional yang lain, dan demikian pula sebaliknya. Hal ini lebih dekat dengan akal sehat (common sense), penggunaan sehari-hari dari frase tersebut. Selain itu, mazhab proses


(25)

commit to user

cenderung mempergunakan ilmu-ilmu sosial, terutama psikologi dan sosiologi, dan cenderung memusatkan dirinya pada tindakan komunikasi.

Dalam pembentukan pesan, mahzab proses melihat pesan sebagai sesuatu yang ditransmisikan melalui proses komunikasi. Tujuan (intention) merupakan suatu faktor yang krusial dalam memutuskan apa yang membentuk sebuah pesan. Tujuan pengirim mungkin dinyatakan atau tidak dinyatakan, disadari atau tidak disadari, namun harus dapat diperoleh kembali dengan analisis. Pesan adalah apa yang pengirim sampaikan dengan sarana apapun. 13

Model yang sangat jelas menjelaskan mengenai mahzab proses adalah model komunikasi Willbur Schramm. Model dasar komunikasinya menyajikan komunikasi sebagai suatu proses linier yang sederhana.

Model Schramm

Menurut Willbur Schramm, komunikasi senantiasa membutuhkan setidaknya tiga unsur: sumber (source), pesan (message), dan sasaran

13

Fiskei, John, Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komperehensif,

(Bandung: Jalasutra. 2006), hlm 14

Encoder Enterpreter Decoder

Decoder Enterpreter Encoder Message


(26)

commit to user

(destination). Seperti ditunjukkan oleh model di atas jelas bahwa setiap orang dalam proses komunikasi adalah sekaligus sebagai encoder dan decoder. Kita secara konstan menyandi balik tanda-tanda dari lingkungan kita, menafsirkan tanda-tanda tersebut, dan menyandi sesuatu sebagai hasilnya. Proses kembali dalam model di atas disebut umpan balik (feedback), yang memainkan peran sangat penting dalam komunikasi, karena hal itu memberitahu kita bagaimana pesan kita ditafsirkan, baik dalam bentuk kata-kata sebagai jawaban, anggukan kepala, gelengan kepala, kening berkerut, menguap, wajah yang melengos, dan sebagainya. 14

Sebenarnya, inti dari proses komunikasi adalah pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti. Proses ini berjalan dari komunikator ke komunikan, dan akan kembali lagi ke komunikator sebagai efek feedback. Keberhasilan sebuah proses komunikasi dilihat dari efek dan feedback yang muncul, maksudnya komunikasi dikatakan berhasil apabila hasil komunikasi sesuai dengan apa yang telah dikomunikasikan dan diharapkan oleh komunikator. Mc Luhan mengatakan bahwa suatu pesan yang akan disampaikan dan diterima oleh komunikan, tergantung dari medianya. Menurut Mc Luhan, “ Medium Is The Message” yaitu bahwa pada akhirnya pesan tergantung dari penggunaan media, bagaimana pengaruh pesan atas kehidupan komunikan.15

14

Cassata dan Asante, dalam Mulyana, Dedy, Ilmu Komunikasi, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. 2007), hlm. 152 15


(27)

commit to user

Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu proses primer dan proses sekunder.16 Proses komunikasi primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang yang digunakan adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu ‘menerjemahkan’ pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan, baik berbentuk ide, informasi atau opini, baik mengenai hal yang konkrit maupun yang abstrak. Lain halnya dengan proses sekunder. Proses sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua, setelah memakai lambang sebagai media pertama. Media kedua tersebut dapat berupa film, televisi, radio, surat kabar, majalah, telepon, surat dan sebagainya.

· Komunikasi sebagai tindakan satu arah

John R Wenburg dan William W. Wilmot mengemukanan setidaknya ada tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yakni komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi.

Suatu pemahaman popular mengenai komunikasi manusia adalah komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Jadi, komunikasi dianggap suatu

16


(28)

commit to user

proses linier yang dimulai dengan sumber yaitu pengirim dan berakhir pada penerima, sasaran atau tujuannya.

Pemahaman komunikasi sebagai proses searah ini oleh Michael Burgoon disebut “ definisi berorientasi-sumber” (source-oriented definition)”. Definisi ini mengisyaratkan komunikasi sebagai semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan respon orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap tindakan yang disengaja (intentional act) untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau membujuknya untuk melakukan sesuatu. Konseptualisasi komunikasi sebagai tindakan satu arah menyoroti penyampaian pesan yang efektif dan mengisyaratkan bahwa semua kegiatan komunikasi bersifat instrumental dan persuasif.17. Dalam konteks penyampaian informasi berupa iklan politik dari penggiat politik kepada pemilih pemula maka kerangka pemahaman komunikasi yang berlaku adalah komunikasi sebagai tindakan satu arah.

Beberapa Definisi yang sesuai dengan konsep ini adalah:

Bernard Berelson dan Gary A. Steiner

Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figur, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

17


(29)

commit to user

Theodore M. Newcomb

“Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).”

Euerett M. Rogers

“ Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.”

Mary B. Cassata dan Molefi K. Asante

“ Komunikasi adalah transmisi informasi dengan tujuan mempengaruhi khalayak.”18

Wilbur Schram mengatakan bahwa fungsi komunikasi adalah memberi penerangan, pendidikan, mempengaruhi, dean mengisi waktu senggang, akan tetapi juga komunikan mempunyai peranannya dalam proses ini. Dengan demikian maka Scharm memberikan fungsi kepada komunikator dan komunikan, fungsi mana harus cocok satu sama lain, isi mengisi dan merupakan interdependensi agar supaya komunikasi berjalan dengan harmonis, yaitu:

komunikator komunikan

penerangan (information) mengerti (understand)

pendidikan (teaching) kesediaan belajar

menyenangkan (to please) menikmati

18


(30)

commit to user

mempengaruhi dengan persuasi memutuskan untuk menolak atau menerima

(to persuade)19

2. Elemen-elemen Komunikasi

Harold Lasswell mendefinisikan komunikasi sebagai “(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?

Berdasarkan definisi Lasswell ini dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu:

a. Sumber (source)

Sering juga disebut pengirim (sender), penyandi (encoder), komunikator (communicator), pembicara (speaker), atau originator. Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara. Kebutuhannya bervariasi, mulai untuk memelihara hubungan yang sudah dibangun, menyampaikan informasi, menghibur, hingga kebutuhan untuk mengubah ideologi, keyakinan agama dan perilaku pihak lain. Untuk menyampaikan apa yang ada di dalam hatinya (perasaan) atau dalam kepalanya (pikiran), sumber harus mengubah perasaan atau pikiran tersebut ke dalam

19

Susanto, Astrid S, Komunikasi Dalam Teori Dan Praktek, (Bandung: Rindang Mukti.1977), hlm. 46


(31)

commit to user

seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang idealnya dipahami penerima pesan. Proses inilah yang disebut penyandian (encoding). Pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola pikir, dan perasaan sumber mempengaruhi sumber dalam merumuskan pesan.

b. Pesan

Pesan yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi. Pesan mempunyai tiga komponen: makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan. Simbol terpenting adalah kata-kata (bahasa), yang dapat mempresentasikan objek (benda), gagasan, dan perasaan, baik ucapan ataupun tulisan. Kata-kata memungkinkan kita berbagi pikiran dengan orang lain. Pesan juga dapat dirumuskan secara nonverbal, seperti melalui tindakan atau isyarat anggota tubuh.

c. Saluran atau media

Yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran boleh jadi merujuk pada bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima, apakah saluran verbal atau saluran non verbal. Pada dasarnya komunikasi manusia menggunakan dua saluran, yakni cahaya dan suara, meskipun kita bisa juga menggunakan kelima indra kita untuk menerima pesan dari orang lain. Saluran juga merujuk pada cara penyajian pesan: apakah langsung (tatap-muka) atau lewat media cetak (surat kabar, majalah) atau media elektronik (televisi , radio).


(32)

commit to user d. Penerima (receiver)

Sering juga disebut sasaran/ tujuan (destination), komunikate (communicate), penyandi balik (decoder) atau khalayak (audience), pendengar (listener), penafsir (interpreter), yakni orang yang menerima pesan dari sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola piker dan perasaannya penerma pesan ini menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal yang ia terima menjadi gagasan yang dapat ia pahami. Proses ini disebut penyandian balik (decoding).

e. Efek

Efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan, perubahan perilaku, atau dari tidak bersedia memilih partai politik tertentu menjadi bersedia memilihnya dalam pemilu, dan sebagainya.20

3. Informasi

Kata informasi yang diserap dalam Bahasa Indonesia berasal dari bahasa asing, yaitu kata bahasa Belanda infonnatip dan bahasa Inggris information. Kedua kata itu sendiri berasal dari kata Latin in dan formeve. In artinya dalam, dan formeve artinya memberikan bentuk kepada, membenluk. Dari gabungan kedua kata itu berkembanglah istilah informasi, information, informatie, informationen, informaria, dan lain-lain.

20


(33)

commit to user

Stevenson menyatakan bahwa informasi sebagai kata benda bermakna pengetahuan yang diberikan pada seseorang dalam bentuk yang dapat dipahami oleh orang lain.21 Dalam International encyclopedia of infonnation and library science dikatakan bahwa istilah informasi mungkin paling sering digunakan dan paling sedikit digunakan secara tepat dalam ilmu perpustakaan dan informasi. Informasi paling baik dilihat sebagai memiliki kedudukan dalam spektrum antara data mentah dan pengetahuan. Dengan melihat demikian, informasi merupakan susunan data dalam bentuk dipahami, yang mampu untuk komunikasi dan penggunaan.

Gambar Rangkaian Informasi (Sumber: Debons, Information science) 22

21Ingwersen, Peter. (1992) "Infonntion and infonnation science in context,"Libn, hlm 99 22

Ibid, hlm 101

Peristiwa

Simbol (representasi peristiwa) Data

Segmen Segmen berdasarkan kognisi

berdasarkan data

Informasi

Pengetahuan

Kearifan (wisdom) Nilai


(34)

commit to user

Karena adanya proses terjadinya infonnasi tersebut, definisi infonnasi akan bennacam-macam, terpulang dari mana seseorang melihatnya, mulai dan proses pembentukan data sampai dengan terjadinya infonnasi. Bila memperhatikan gambar rangkaian informasi maka pengetahuan terjadi setelah informasi dikomunikasikan pada orang lain.

Blumenthal mendefinisikan informasi sebagai data terekam, terklasifikasi, terorganisasi, berhubungan dengan atau ditafsirkan dalam konteks untuk meneruskan makna. Informasi merupakan penghubung antara pengetahuan dan fenomena yang diamati. 23

Di sisi lain Burch mendefinisikan informasi sebagai hasil pemodelan, pemformatan, pengorganisasian atau pengubahan data dalam sebuah cara sehingga meningkatkan pengetahuan penerimanya. Informasi akan memasok dan menunjang pengetahuan. 24

4. Pesan Dalam Proses Komunikasi

·Pembuatan pesan

Komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan perkataan lain, komunikasi adalah proses membuat sebuah pesan setala (tuned) bagi komunikator dan komunikan.

23

Hoffman, Eijahu. (1980) ."Defining information: an analysis of the information content of documents."Information Processing & Management, hlm. 291

24


(35)

commit to user

Komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti ia memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan.

Wilbur Schramm menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang pernah diperoleh komunikan.

Sebelum kita melancarkan komunikasi, kita perlu mempelajari siapa-siapa yang akan menjadi sasaran komunikasi kita. Pembuatan pesan harus disesuaikan dengan komunikan. Sudah tentu ini bergantung pada tujuan komunikasi, apakah agar komunikan hanya sekedar mengetahui (dengan metode informatif) atau agar komunikan melakukan tindakan tertentu (metode persuasif atau instrruktif). Apa pun tujuannya, metodenya, dan banyaknya sasaran, pada diri komunikan perlu diperhatikan fator-faktor sebagai berikut:

a. Faktor kerangka referensi

Pesan komunikasi yang akan disampaikan kepada komunikan harus disesuaikan dengan kerangka referensi (frame of reference)- nya. Kerangaka referensi seseorang terbentuk dalam dirinya sebagai hasil dari paduan pengalaman, pendidikan, gaya hidup norma hidup, status sosial, ideologi, cita-cita, dan sebagainya.

b. Faktor situasi dan kondisi

Yang dimaksud dengan situasi disini adalah situasi komunikasi pada saat komunikan akan menerima pesan yang kita sampaikan. Yang simaksud dengan


(36)

commit to user

kondisi disini ialah state of personality komunikan, yaitu keadaan fisik dan psikis komunikan pada saat ia menerima pesan komunikasi.

Seorang komunikator dalam menghadapi komunikan harus bersikap empatik (empathy), yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Dengan lain perkataan, dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. 25

Umumnya, setiap komunikasi mengharap efek, sehingga kegiatan interaksi manusia yang satu dengan yang lain tertuju pada timbulnya suatu efek seperti yang diharapkan oleh komunikator yang bersangkutan. Efek adalah hasil akhir dari suatu komunikasi, yakni sikap dan tingkah laku komunikan, baik yang sesuai atau tidak sesuai dengan yang diinginkan komunikator. Apabila sikap dan tingkah laku komunikan sesuai dengan yang diinginkan komunikator, berarti komunikasi itu berhasil, demikian juga sebaliknya.

Penting bagi kita untuk mengetahui lebih lanjut tentang efek yang ditimbulkan dari komunikasi. Sebuah efek dapat mengubah sikap, bahkan menggerakkan perilaku para peserta komunikasi. Efek bisa berarti penambahan pengetahuan, peningkatan pengetahuan, perubahan sikap, perubahan tingkah laku, timbulnya kekacauan, peningkatan prestis, pemusatan suatu hal atau masalah, pendapat publik, pendapat umum, dan sebagainya. Sebuah efek komunikasi merupakan berbagai perubahan yang timbul pada diri komunikan, yang disebabkan terjadinya kegiatan komunikasi.

25

Uchjana Effendy, Onong, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remadja


(37)

commit to user

Adanya efek dalam setiap komunikasi tergantung pada persyaratan yang dipenuhi dalam proses komunikasi. Efek komunikasi untuk selanjutnya lebih dikenal sebagai hasil komunikasi dan untuk mendapatkannya dibutuhkan suatu proses komunikasi yang efektif. Berkomunikasi secara efektif berarti antara komunikator dan komunikan saling memiliki pengertian yang sama mengenai suatu pesan. Syarat-syarat untuk berkomunikasi secara efektif antara lain:

1. Menciptakan suasana komunikasi yang menguntungkan.

2. Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti.

3. Pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat pihak

komunikan.

4. Pesan dapat menggugah kepentingan di pihak komunikan yang dapat

menguntungkannya.

5. Pesan dapat menumbuhkan suatu penghargaan atau reward di pihak

komunikan.

· Uses and Gratification Theory

Model ini digambarkan sebagai a dramatic break with effects tradition of the past, suatu loncatan dramatis dari model jarum hipodermik. Model ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan media pada diri orang, tetapi ia tertarik pada apa yang dilakukan orang terhadap media. Anggota khalayak dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Dari sini timbul istilah uses and gratification, penggunaan dan pemenuhan kebutuhan. Dalam asumsi ini tersirat pengertian bahwa komunikasi massa berguna (utility) ; bahwa komunikasi


(38)

commit to user

media diarahkan oleh motif (intentionality),; bahwa perilaku media mencerminkan kepentingan dan preferensi (selectivity); dan bahwa khalayak sebenarnya kepala batu (stubborn). Karena penggunaan media hanyalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan psikologis, efek media dianggap sebagai situasi ketika kebutuhan itu terpenuhi. 26

Konsep dasar model ini diringkas oleh pendirinya (Katz, Blumler, dan Gurevitch). Dengan model ini yang diteliti ialah (1) sumber sosial dan psikologis dari (2) kebutuhan, yang melahirkan (3) harapan-harapan dari (4) media massa atau sumber-sumber yang lain, yang menyebabkan (5) perbedaan pola terpaaan media (atau ketelibatan dalam kegiatan lain) , dan menghasilkan (6) pemenuhan kebutuhan dan (7) akibat-akibat lain, bahkan sering kali akibat-akibat yang tidak dikehendaki.

Model Uses and Gratification

Anteseden Motif Penggunaan Media Efek

-variabel -personal - hubungan - kepuasan individual - diversi - macam isi - pengetahuan - variabel - personal - hubungan - kepuasan lingkungan identity dengan isi

Dengan menggunakan model ini, peneliti berusaha menemukan hubungan di antara variable-variabel yang diukur. Seringkali peneliti hanya meneliti sebagian dari komponen-komponen dalam gambar di atas.

26

Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi dengan Contoh Analisis


(39)

commit to user · Persuasi dalam pembuatan pesan

Persuasi merupakan teknik mempengaruhi manusia dengan

memanfaatkan/ menggunakan data dan fakta psikologis maupun sosiologis dari komunikan yang hendak dipengaruhi.

Disinilah perlu adanya pengetahuan komunikator tentang lingkup referensi dan luas pengalaman dari komunikannya, supaya dapat diadakan pertemuan melalui lambang sehingga tercapailah overlapping of interest pada pihak komunikan dengan komunikator. Inilah persuasi dalam arti semurni-murninya, yaitu menggunakan informasi tentang situasi psikologis dan sosiologis serta kebudayaan dari komunikan, untuk mempengaruhinya dan mencapai perwujudan dari apa yang diinginkan oleh pesan. Tanpa pengetahuan situasi demikian maka pesan dan kegiatan komunikasi akan berhasil sedikit ataupun sama sekali akan gagal. 27

75% dari keputusan manusia dilandasi oleh emosi, maka persuasi biasanya mengadakan pendekatan dengan daya tarik terhadap emosi. Karena itu dikatakan, bahwa sebagai daya tarik pertama, pendekatan terhadap penggunaan emosi komunikan ternyata adalah yang paling efektif., 28 Oleh karena itu, proses pembuatan pesan juga perlu memperhatikan sisi-sisi persuasif, yaitu menggunakan fakta psikologis dari komunikan.

Dalam sebuah jurnal komunikasi, mengenai Effectiveness of Negative Political Advertising, dijelaskan bhawa keefektifan sebuah pembicaraan persuasif adalah tergantung bagaimana orang tersebut bisa menggunakan bahasa dalam

27

Susanto, Astrid S, Komunikasi Dalam Teori Dan Praktek, (Bandung: Rindang Mukti.1977), hlm. 17

28


(40)

commit to user

propaganda maupun periklanan. Bahasa apa yang akan digunakan akan berpengaruh pada pesan yang akan diterima oleh khalayak.

Expectancy theory focuses on the relationship between language use and the effectiveness ofsuch language use on persuasion. Expectancy theory assumes that “ since language is a rule- governed system, people develop norms and expectations concerning appropriate usage ini given situations. Most cultures and societies shape their own patterns of language and determine normative or non-normative patterns of language use. When messages conform to people’s norms and expectations, “the norms and expectations are strengthened, but the message exert minimal impact on attitudes.” (Won, Ho Chang, Jae-Jin Park, and Sung Wook Shim: 1998).”29

· Penerimaan pesan

Salah satu faktor bagaimana suatu isi pesan diterima tergantung dari lambang-lambang yang dipergunakan. “ Lambang” adalah suatu “perjanjian” setelah ia diberi suatu arti tertentu. Walaupun demikian, sikap psikologis manusia dapat memberikan arti berbeda kepada lambang yang sama. Di dalam menyajikan suatu pesan ada tiga kemungkinan:

a. Pesan mendesak pelaksanaan sesuatu

b. Pesan hanya menganjurkan

c. Pesan hanya sepintas lalu disampaikan.

Penelitian membuktikan, bahwa kalau suatu pesan disampaikan dengan sangat mendesak, khususnya bila hanya menyebut segi baiknya saja, maka orang lain akan ragu-ragu untuk menerima apa yang disampaikan. Kemungkinan penerimaannya, dengan demikian masih kecil. Sebaliknya bila sesuatu dianjurkan

29

Won Ho Chang, Jae-jin park, and Sung Wook Shim, Journal Of Communication. Effectiveness of Negative Political Advertising, 1998.


(41)

commit to user

dengan menyebut segi positif dan negatifnya, maka derajat kemungkinan penerimaan pesan adalah lebih besar. Sesuatu yang dikatakan “sepintas lalu “ biasanya mempunyai efek yang paling besar, yaitu sikap karena sikap demikian ini merangsang “sikap ingin tahu” pada manusia dan kenyataan bahwa sesuatu yang hanya dikatakan “sepintas” lalu memberi kesan seakan-akan komunikator kurang memperhatikan persoalannya, dengan akibat bahwa disangka orang tersebut tidak/kurang mempunyai perhatian dan kepentingan terhadap apa yang dikatakannya, Justru karena hal yang terakhir ini, yaitu dugaan orang akan tidak atau kurang adanya kepentingan akan hal yang disebut sepintas lalu, membuat orang lebih yakin akan kesungguhan dan kemurnian pernyataannya dan selanjutnya inilah yang meningkatkan nilai kepercayaan akan pesan, sehingga pesan lebih mudah diterima oleh komunikan. Sebaliknya, bila dalam menyampaikan sesuatu, beberapa segi terlalu ditekan, maka komunikan segera akan menarik kesan bahwa pihak komunikator terlalu berkepentingan tentang hal yang dinyatakannya, sehingga orang segera menerimanya.30

5. Kebudayaan Remaja sebagai Pemilih Pemula

Siswa atau remaja pada umumnya memiliki suatu sistem sosial yang seolah-olah menggambarkan bahwa mereka mempunyai “dunia sendiri”. Dalam sistem remaja ini terdapat kebudayaan yang antara lain mempunyai nilai-nilai, norma-norma. Sikap serta bahasa tersendiri yang berbeda dari orang dewasa. Dengan demikian remaja pada umumnya mempunyai persamaan dalam pola

30

Susanto, Astrid S, Komunikasi Dalam Teori Dan Praktek, (Bandung: Rindang Mukti.1977), hlm. 14


(42)

commit to user

tingkah laku, sikap dan nilai, dimana pola tingkah laku kolektif ini dapat berbeda dalam beberapa hal dengan orang dewasa.31

Nilai kebudayaan remaja antara lain adalah santai, bebas dan cenderung pada hal-hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang kurang menyenangkan dihindari. Disamping mencari kesenangan, kelompok sebaya atau “peer group” adalah penting dalam kehidupan seorang remaja, sehingga bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman sendiri dalam pergaulan. Masa pubertas merupakan tahap permulaan perkembangan perasaan sosial. Pada masa ini timbul keinginan remaja untuk mempunyai teman akrab dan sikap bersatu dengan temantemannya, sedangkan terhadap orang dewasa mereka menjauhkan diri. “Peer culture” ini berpengaruh sekali selama masa remaja sehingga nilai-nilai kelompok sebaya mempengaruhi kelakuan mereka.

Sesuai dengan yang tercantum dalam UU No 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum ( Bab IV Tentang Hak Memilih pada pasal 19) adalah warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih (ayat 1).

Dalam kategori politik, kaum remaja dimasukkan dalam kelompok pemilih pemula, yaitu kelompok yang baru pertama kali menggunakan hak pilih. Dengan hak pilih itu, kaum remaja yang sudah berusia 17 tahun atau sudah menikah ini akan mempunyai tanggung jawab kewarganegaraan yang sama dengan kaum dewasa lain. Selain itu, kaum remaja ini menjadi sasaran paling empuk untuk diperebutkan. Jumlah pemilih pemula yang berkisar pada angka 20

31

Prijono, Onny. 1987. Kebudayaan Remaja dan Sub-Kebudayaan Delinkuen. CSIS, Jakarta


(43)

commit to user

juta orang dalam pemilu sangat menggiurkan dari segi kemenangan dan kekalahan dalam pemilu.32

Berdasarkan kondisi psikologis yang dipaparkan di atas, maka pemilih pemula memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

- Apolitis

- Pertama kali menggunakan hak pilih

- Memiliki ketidakpastian dalam pemilihan

- Kesadaran politik rendah

Studi Hasil temuan Tim Litbang Bali Post (Bali Post, 4 April 2009) dalam jajak pendapat terhadap 150 siswa kelas tiga pada beberapa SMA Negeri di Denpasar yang telah mengikuti simulasi pemilu menjelang Pemilu 2009 yang lalu, setidaknya bisa memberikan gambaran orientasi politik mereka sebagai pemilih pemula pada Pemilu 2009 yang lalu. Kelompok pemilih pemula ternyata sebagian besar (64%) akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2009. Tetapi, bayang-bayang perilaku "memilih untuk tidak memilih" (golput) masih ada, karena 26, 4% dari mereka mengaku tidak tahu apakah akan menggunakan hak pilihnya, dan 7,2% lainnya tidak akan menggunakan hak pilihnya. Bandingkan dengan angka golput tingkat nasional yang mencapai 10,07% pada Pemilu 1999 dan 10,40% pada Pemilu 2004 lalu.33

6. Komunikasi Politik

32Piliang, Indra J. 2008. Kaum Remaja dan Demokrasi. Jakarta; Kibar

33http://blog.unila.ac.id/maulana/files/2009/03/isi-proposall-pemula.pdf/29/03/2011/


(44)

commit to user

Komunikasi politik dapat dipahami menurut berbagai cara. Mc Quail, misalnya mengatakan bahwa komunikasi politik merupakan:

“ all processes of information ( including facts, opinions, beliefs, etc) transmission, exchange and search enganged in by participants in the course of institutionalized political activities”. ( Semua proses penyampaian informasi,- termasuk fakta, pendapat-pendapat, keyakinan-keyakinan, dan seterusnya, pertukaran dan pencarian tentang itu semua yang dilakukan oleh para partisipan dalam konteks kegiatan politik yang lebih bersifat melembaga).”34

Cakupan dari komunikasi politik terdiri dari komunikator politik, pesan politik, persuasi politik, media komunikasi politik, khalayak komunikasi politik, dan akibat-akibat komunikasi politik. Kraus dan Davis membagi cakupan komunikasi politik menjadi komunikasi massa dan sosialisasi politik, komunikasi massa dan proses Pemilu, komunikasi dan informasi politik, penggunaan media dan proses politik, konstruksi realitas politik di masyarakat.35

Meadow sendiri dalam buku Pawito 36 mengemukakan bahwa istilah komunikasi politik merujuk pada segala bentuk pertukaran simbol atau pesan yang sampai tingkat tertentu dipengaruhi atau mempengaruhi berfungsinya sistem politik.

Sebagaimana dengan disiplin ilmu lainnya, komunikasi politik sebagai body of knowledge juga terdiri atas berbagai unsur, yakni: sumber (komunikator), pesan, media atau saluran, penerima dan efek.37

34

Pawito, Ph.D,, Komunikasi Politik: Media Massa Dan Kampanye Pemilihan (Yogyakarta:

Jalasutra. 2009) hlm.2 35

Nimmo, Dan, Komunikasi Politik : Komunikator, Pesan, dan Media, (Bandung:

RemajaRosdakarya Offset. 1999), hlm. 6 36

Pawito, Komunikasi Politik: Media Massa Dan Kampanye Pemilihan (Yogyakarta: Jalasutra.

2009) hlm.16 37

Nimmo, Mansfield dan Weaver dalam hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan


(45)

commit to user a. Komunikator Politik

Sumber atau komunikator politik adalah mereka-mereka yang dapat memberi informasi tentang hal-hal yang mengandung makna atau bobot politik, misalnya presiden, menteri, anggota DPR, MPR, KPU, gubernur, bupati atau walikota, LSM dan kelompok- kelompok penekan dalam masyarakat yang bisa mempengaruhi jalannya pemerintahan.

b. Pesan politik

Pesan politik adalah pernyataan yang disampaikan baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik secara verbal maupun non verbal, tersembunyi maupun terang-terangan, baik yang disadari maupun tidak disadari yang isinya mengandung bobot politik. Misalnya pidato politik, UU kepartaian, pernyataan politik, artikel, surat kabar, internet, televisi, dan radio yang berisi ulasan politik dan pemerintahan, iklan politik, makna logo, warna baju atau bendera, dan iklan politik propaganda.

c. Saluran atau media politik

Saluran atau media politik ialah alat atau sarana yang digunakan oleh para komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya. Media massa adalah saluran komunikasi politik yang sangat luas dan karenanya juga sangat berperan.

d. Sasaran atau Target Politik

Sasaran adalah anggota masyarakat yang diharapkan dapat memberi dukungan dalam bentuk pemberian suara (vote) kepada partai atau kandidat dalam pemilihan umum.


(46)

commit to user e. Pengaruh atau Efek Komunikasi politik

Efek komunikasi politik yang diharapkan adalah terciptanya pemahaman terhadap sistem pemerintahan dan parta-partai politik, dimana nuansanya akan bermuara pada pemberian suara (vote) dalam pemilihan umum.

Komunikasi politik memiliki beberapa fungsi yang sangat penting. Menurut Goran Hedebro, komunikasi politik berfungsi sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada masyarakat terhadap usaha-usaha yang

dilakukan lembaga politik maupun dalam hubungannya dengan pemerintah dan masyarakat.

2. Melakukan sosialisasi tentang kebijakan, program, dan tujuan lembaga politik. 3. Memberi motivasi kepada politisi, fungsionaris, dan para pendukung partai.

4. Menjadi platform yang bisa menampung ide-ide masyarakat sehingga menjadi

bahan pembicaraan dalam bentuk opini publik.

5. Mendidik masyarakat dengan pemberian informasi, sosialisasi, cara-cara pemilihan umum dan pemberian suara.

6. Menjadi hiburan masyarakat sebagai “ pesta demokrasi” dengan menampilkan

para juru kampanye, artis, dan para komentator atau pengamat politik.

· Iklan politik sebagai proses persuasi

Sebuah iklan biasanya terdiri dari tiga elemen tanda, yaitu gambar, objek atau produk yang diiklankan (object), gambar benda- benda di sekitar objek yang memberikan konteks pada objek tersebut (context), serta tulisan atau teks (text)


(47)

commit to user

yang memberikan keterangan tertulis. Ketiga elemen ini, antara satu dengan yang lainnya, saling mengisi dalam menciptakan ide, gagasan, konsep atau makna yang kompleks, mulai dari makna eksplisit, yakni makna yang berdasarkan pada apa yang nampak (denotative), serta makna lebih mendalam yang berkaitan dengan pemahaman-pemahaman ideology dan cultural (connotative).

Komunikasi visual periklanan merupakan proses komunikasi lanjutan yang membawa para khalayak ke informasi terpenting yang memang perlu mereka ketahui. Pada dasarnya tujuan periklanan adalah mengubah atau mempengaruhi sikap-sikap khalayak. Periklanan tidak hanya berkaitan dengan pemberian informasi, tetapi periklanan juga harus dibuat sedemikian rupa supaya dapat menarik minat khalayak, harus original (asli), serta memiliki karakteristik tertentu dan persuasif, sehingga khalayak secara sukarela terdorong untuk melakukan suatu tundakan sesuai dengan yang diinginkan pengiklan38

Periklanan mempunyai arti sebagai segala bentuk pesan tentang sesuatu yang disampaikan lewat media yang ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat sebagai calon konsumen. Iklan adalah bagian dari promise dan

merupakan medium informasi yang mengandung bobot seni.39 Komunikasi yang

efektif dalam iklan sangat ditentukan oleh harmonisasi antara kata-kata dan gambar. Salah satu cara untuk menyampaikan pesan secara cepat dan tepat adalah dengan menggunakan kata-kata sederhana yang dilengkapi tampilan visual menarik. Penggunaan kata-kata yang unik dan menarik dapat membangkitkan rasa

38

Jefkins, Frank. Periklanan, (Jakarta: Erlangga 1994), hlm. 3 39


(48)

commit to user

keingintahuan pemirsa sekaligus memaksa mereka untuk merenugkan sejenak makna dari iklan tersebut. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut ini.

Interaksi antara kata-kata dan gambar dalam menyampaikan makna40

Pemaknaan dari pesan yang disampaikan oleh komunikator tergantung pada persepsi komunikan seperti yang diungkapkan Brodbeck yang dikutip oleh Jalaludin Rakhmat bahwa makna tidak terletak pada kata-kata atau lambang-lambang , namun terletak pada pikiran seseorang, yakni pada persepsinya. Menurutnya, makna terbentuk dari pengalaman individu yang mengacu pada pengalaman sosial dan budayanya. Oleh karena itu makna antara pengirim dan penerima bisa jadi berbeda. 41

Pada dasarnya periklanan merupakan bagian dari komunikasi massa yang memiliki tujuan untuk memperkenalkan suatu produk atau pun jasa. Iklan adalah media promosi produk tertentu dengan tujuan produk yang ditawarkan terjual laris. Untuk itu iklan dibuat semenarik mungkin, sehingga terkadang dapat dinilai terlalu berlebihan, serta mengabaikan sisi psikologis, sosiologis, ekologis, dan estetika penonton atau sasaran produk yang diiklankan.42

40

Jefkins, Frank, Periklanan, (Jakarta: Erlangga 1994), hlm. 21 41

Rakhmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya.1994),

hlm. 276 42

Wajah Perempuan di Dunia Iklan, artikel di http://www.kabarindonesia.com,/20/09/2010/11.50

Unsur nonverbal Simbol-simbol Kata-kata Unsur verbal

Simbol-simbol Kata-kata


(49)

commit to user

Secara sederhana, Rhenald Kasali mendefinisikan iklan sebagai suatu pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat.43 Sementara itu, menurut masyarakat periklanan Indonesia, iklan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media, ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.44

Tujuan pembuatan iklan menurut Uyung Sulaksana ada 3 macam, yakni memberikan informasi, membujuk, dan mengingatkan. Namun, Uyung meningatkan bahwa tujuan iklan semestinya merupakan kelanjutan dari penentuan pasar sasaran (target market), positioning, dan bauran pemasaran.45

Dalam perkembangannya, iklan dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, yaitu iklan komersial, iklan layanan masyarakat, dan iklan politik. Jenis yang terakhir ini merupakan jenis iklan yang cukup popular akhir-akhir ini. Perkembangan dunia komunikasi telah membawa pengaruh cukup besar pada berkembangnya sosialisasi politik.

Dan Nimmo membagi kategori iklan menjadi dua macam saja, yakni iklan komersial dan iklan non komersial. Iklan komersial adalah iklan yang menawarkan dan mempromosikan produk atau jasa yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga komersial lain. Sedangkan iklan non komersial adalah

43

Kasali, Rhenald, Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, (Jakarta: PAU Eonomi UI. 1995), hlm. 9

44

Ibid, hlm. 11 45

Sulaksana, Uyung, Integrated Marketing Communication: Teks dan Kasus, (Yogyakarta:


(50)

commit to user

iklan yang dilakukan kelompok – kelompok amal, pemerintah, partai politik, dan kandidat politik.46

Sedangkan Monle Lee dan Carla Johnson mengklasifikasi kategori iklan secara lebih terperinci. Menurut mereka, kategori iklan antara lain: periklanan produk, periklanan eceran, periklanan korporasi, periklanan bisnis-ke-bisnis, periklanan politik, periklanan direktori, periklanan respon langsung, periklanan pelayanan masyarakat dan periklanan advokasi.47

Menurut Monle Lee dan Carla Johnson, iklan politik adalah iklan yang sering digunakan para politisi untuk membujuk orang agar memilih mereka. Di Amerika Serikat dan negara-negara lain yang membolehkan iklan politik, iklan jenis ini merupakan bagian penting dari proses pemilihan umum. 48

Ziauddin Sardar dan Asi Borin Van Loon mengungkapkan bahwa sekarang ini iklan sudah menjadi bagian integral dari kultur manusia. Bahkan iklan (iklan politik) juga digunakan dalam pemilihan para politisi seperti yang terjadi pada pemilihan presiden Amerika Serikat. 49

Di sisi lain Bartels dan Jamieson membagi iklan politik menjadi 3 macam, yaitu:

1. Iklan advokasi kandidat: memuji-muji (kualifikasi) seorang calon,

pendekatannya bisa: retrospective policy_satisfaction (pujian ataa prestasi masa lalu kandidat), atau benevolent- leader appeals (kandidat memang

46

Dan Nimmo, 135 47

Lee, Monle dan Carla Johnson, Prinsip-prinsip Pokok Periklanan dalam Perspektif Global, (Jakarta: Prenada Media. 2004), hlm 4

48

Sardar, Ziauddin dan Asi Borin Van Loon, Membongkar Kuasa Media, (Yogyakarta: Resist Book. 2008), hlm.7

49

Sardar, Ziauddin dan Asi Borin Van Loon, Membongkar Kuasa Media, (Yogyakarta: Resist Book. 2008), hlm. 109


(51)

commit to user

bermaksud baik, bisa dipercaya, dan mengidentifikasi diri selalu bersama atau menjadi bagian pemilih).

2. Iklan menyerang (attacking): berfokus pada kegagalan dan masa lalu yang jelek dari kompetitor. Pendekatannya bias ritualistic (mengikuti alur permainan lawannya, ketika diserang akan balik menyerang).

3. Iklan memperbandingkan (contrasting): menyerang tapi dengan

memperbandingkan data tentang kualitas, rekam jejak, dan proposal antar kandidat.50

Banyak orang yang menganggap bahwa iklan politik adalah sama dengan propaganda politik, atau pun anggapan bahwa iklan politik adalah bagian dari propaganda. Namun, Dan Nimmo membedakan anatara propaganda politik dengan iklan politik meskipun akar dari kedua hal tersebut relatif sama, yaitu komunikasi satu kepada banyak. Menurut Dan Nimmo, propaganda ditujukan kepada orang-orang sebagai anggota kelompok. Sementara iklan politik mendekati mereka sebagai individu-individu tunggal, independen, dan terpisah dari apa pun yang menjadi identifikasinya di dalam masyarakat. 51

Iklan politik merupakan bagian yang dianggap cukup penting dalam rangkaian kegiatan komunikasi politik. Hal tersebut ditujukan untuk membentuk citra dan persepsi positif tentang produk politik yang diiklankan. Dan Nimmo menganggap bahwa banyak aspek kehidupan politik dapat dilukiskan sebagai komunikasi. Definisi komunikasi politik versi Dan Nimmo adalah kegiatan

50

Sardar, Ziauddin dan Asi Borin Van Loon, Membongkar Kuasa Media, (Yogyakarta: Resist Book. 2008), hlm.10

51

Nimmo, Dan, Komunikasi Politik : Komunikator, Pesan, dan Media, (Bandung:


(52)

commit to user

komunikasi yang dianggap komunikasi berdasarkan konsekuensi-konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi-kondisi konflik.

Effendy Ghozali memberikan dua buah subtansi komunikasi politik, yaitu pencitraan dan fungsi-fungsi informasi (prospective policy choices). Pencitraan meliputi dua buah elemen dasar, yakni positioning dan memori (gampang diingat/ memorable). Sementara substansi sebagai fungsi informasi berguna untuk mengurangi ketidakpastian, sebagai kepentingan public (of public interest), sebagai upaya-upaya memprediksi (memperlihatkan arah, termasuk menggunakan polling dan tool lainnya), (working with the people, bukan working for the people) dan untuk merencanakan serta menjelaskan komunikasi strategik yang dilakukan secara terukur (measurable). 52

7. Media Dalam Iklan

Saat suatu institusi memutuskan untuk beriklan, maka pertimbangan pemilihan media sangat penting dilakukan. Pasalnya efektifitas komunikasi massa dapat tercapai dengan pemilihan media yang tepat. Dalam dunia periklanan ada berbagai macam jenis media yang dapat digunakan sebagai tempat beiklan, yaitu media massa elektronika dan media massa cetak. Media elektronik antara lain : televisi, radio, film,dan internet. Sedangkan media cetak meliputi surat kabar,

52

Presentasi Effendy Gazali dalam Seminar Nasional marketing Communication: Model dan Implementasinya di Indonesia, di Quality Hotel Solo pada 23 November 2005.


(53)

commit to user

majalah, dan buletin. Namun ada sarana media lain yang dapat digunakan untuk beriklan yaitu media luar ruang yang meliputi: baliho, poster, dan spanduk.

Sementara itu aktifitas iklan dapat digolongkan menjadi dua macam, yakni:

1. Above The Line (ATL) yaitu aktivitas yang menggunakan media massa untuk

berpromosi. Komunikasi semacam ini bersifat non-personal, yang berarti tidak menyasar setiap orang secara pribadi. Above The Line menggunakan media-media tradisional seperti televisi, koran, majalah, radio, outdoor media-media (media-media luar ruangan) dan internet.

2. Below The Line (BTL) yaitu aktivitas beriklan yang menggunakan metode yang lain daripada biasanya, yang disebut less conventional dibanding ATL. Contoh Below The Line yaitu: public relations, direct mail,, dan sales promotion. Aktifitas BTL biasanya terfokus pada komunikasi secara langsung, seperti direct mail dan e-mail. 53

Menurut Lee dan Johnson, media luar ruangan cukup strategis karena berbiaya efektif. Media ini mampu menjangkau setiap orang (yang dengan sengaja atau tidak melihatnya) dengan lebih sedikit biaya dibanding media lain. Namun, kelemahan dari media luar ruang adalah waktu lihatnya cukup singkat (sekilas pandang), yakni sekitar 10 detik. 54

Menurut Bovee, kelebihan dari media luar ruang adalah sebagai berikut:

1. Medium yang high impact (mempunyai dampak yang tinggi)

2. Ukuran visualnya besar

53

Jefkins, Frank, Periklanan, (Jakarta: Erlangga. 1994), hlm. 83 54


(54)

commit to user

3. Keseluruhannya sulit diabaikan oleh orang yang lewat

4. Reminder yang konstan

5. Menguatkan konsep kreatif di media lain

6. Media yang paling rendah biayanya mengingat usianya yang panjang Adapun kelemahan dari media luar ruangan antara lain adalah:

1. Dalam waktu 3-5 detik, media luar ruang harus dapat membuat orang yang lewat mencurahkan perhatiannya.

2. Pesannya harus singkat dan jelas. 3. Menimbulkan polusi visual

4. Kefektifannya tergantung pada lingkungan.

5. Secara demografis kurang mengena karena segmentasinya terlalu luas.55

Menurut Lee dan Johnson, ketika satu pengiklan ingin membanjiri pasar dengan pengenalan sebuah produk baru, media luar ruang merupakan pilihan media yang dianggap cukup tepat karena periklanan media luar ruang memungkinkan cakupan luas dalam waktu cepat. Pada dasarnya, media luar ruang

merupakan medium yang mempunyai jangkauan luas.56

Sejarah periklanan di media luar ruang dimulai pada tahun 1796 ketika proses litogratis (cetakan dari batu atau logam yang ditulisi atau digambari) telah mencapai kesempurnaannya. Ketika itu poster pertama mulai dibuat. Poster tersebut digunakan untuk menyampaikan pesan dalam periode waktu yang tetap dan dipajang di daerah yang memiliki lalu lintas padat. Perkembangan periklanan

55

Bovee, Courtland L dan Arens William F, Contemporary Advertising, 5th edition, (Illinois: Homewood. 1996), hlm. 488

56


(1)

commit to user

b. Untuk penggunaan bahasa dalam iklan politik, pemilih pemula memilih untuk menggunakan bahasa gaul dan bahasa Indonesia formal sehingga dalam aplikasinya dibuat empat iklan dengan bahasa gaul dan empat iklan dengan bahasa Indonesia formal.

c. Untuk penggunaan warna dalam iklan politik pemilih pemula cenderung menggunakan warna cerah sehingga delapan jenis iklan politik yang dibuat pun menggunakan warna cerah.

d. Dalam penggunaan tokoh pada iklan politik pemilih pemula

menginginkan penggunaan toloh capres/ cawapres sehingga dalam aplikasinya pun tokoh capres/ cawapres tersebut digunakan dalam pembuatan semua jenis iklan politik.

e. Untuk penggambaran tokoh, pemilih pemula menginginkan

penggambaran tokoh dalam bentuk karikatur dan asli sehingga dalam aplikasinya dibuat empat iklan politik yang menggunakan penggambaran tokoh dalam bentuk karikatur dan empat lainnya menggunakan penggambaran tokoh dalam bentuk asli.

B. SARAN

Berdasarkan hasil survei dapat diketahui bahwa mayoritas pemilih pemula tidak mengetahui informasi penting mengenai Pemilu. Informasi mengenai hak pilih yang tepat sesuai dengan UU No 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Bab IV Tentang Hak Memilih pada pasal 19 hanya diketahui oleh 18,31% pemilih laki-laki dan 25,53% pemilih perempuan.


(2)

commit to user

Di sisi lain, sebanyak 52,11% pemilih pemula laki-laki dan 72,34% tidak mengetahui waktu pemilu yang tepat. Dan terakhir adalah minimnya pengetahuan pemilih pemula akan visi misi capres/ cawapres dimana sebanyak 95,78% pemilih pemula laki-laki dan 97,87% pemilih pemula perempuan tidak mengetahui visi misi capres/ cawapres. Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran:

1. Dalam berkomunikasi terhadap komunikan hendaknya memperhatikan aspek psikologis komunikan sehingga komunikasi bisa efektif. Pemilih pemula yang baru pertama kali menggunakan hak pilih tentunya perlu mendapatkan perhatian khusus sehingga pengetahuannya akan pemilu bisa terpenuhi. Dalam hal ini, perhatian khusus tersebut kaitannya dengan mempertimbangkan faktor psikologis pemilih pemula dalam penyampaian pesan.

2. Informasi mengenai pemilu menjadi hal penting bagi pemilih pemula. Oleh karena itu pihak pemerintah maupun peserta pemilu hendaknya mengetahui informasi apa saja yang perlu diketahui oleh pemilih pemula sehingga mampu menekan angka golput di kalangan pemilih pemula.

3. Dalam pengemasan pesan (pembuatan iklan politik), pemilih pemula (komunikan) memiliki peran aktif sehingga pesan yang dibuat sesuai dengan kecenderungan pemilih pemula.


(3)

commit to user DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bovee, Courtland L dan Arens William F. 1996. Contemporary Advertising, 5th

edition. Illinois: Homewood.

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Cangara, Hafied,. 2009. Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi . Jakarta: Rajawali Pers.

Djamaluddin dan Iriantara, 1994. Komunikasi Persuasif. Bandung: Remadja Rosdakarya.

Fiskei, John. 2006. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar

Paling Komperehensif. Bandung: Jalasutra.

H.B. Sotopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Dasar Teori dan

Terapannya Dalam Penelitian. Surakarta : Sebelas Maret University Press.

Jeffkins, Frank. 1996 Periklanan. Jakarta: Erlangga.

Kartono, Kartini. 1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: CV Mandar Maju.

Kasali, Rhenald. 1995. Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di

Indonesia. Jakarta: PAU Eonomi UI.

Kaufman, H.. 1973. Social Psychology: The Study of Human Interaction. New York: Holt, Rinehart, and Winston, Inc.

Kumia, A dan Edi Sudadi. 1997. BPK Deskomvis UNS. Surakarta: UNS Press. Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana. Lee, Monle dan Carla Johnson. 2004. Prinsip-prinsip Pokok Periklanan dalam

Perspektif Global. Jakarta: Prenada Media.

Mulyana, Deddy 2007. Ilmu Komunikasi suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya.


(4)

commit to user

M, Suyanto. 2006. Strategi Perancangan Iklan Outdoor Kelas Dunia. Yogyakarta: Andi Offset.

Moelong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2004. Metode Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nimmo, Dan. 1999. Komunikasi Politik : Komunikator, Pesan, dan Media.

Bandung: RemajaRosdakarya Offset.

Nimmmo, Dan dan E. Combs James. 1994. Mediated Political Realities. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nurudin, Msi. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Ogilvy, David. 1983. Ogilvy on Advertising. London: Pan Books Ltd..

Onong U. Effendi. 2005. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Pawito. 2009. Komunikasi Politik: Media Massa Dan Kampanye Pemilihan

Yogyakarta: Jalasutra.

Piliang, Indra J. 2008. Kaum Remaja dan Demokrasi. Jakarta; Kibar

Prijono, Onny. 1987. Kebudayaan Remaja dan Sub-Kebudayaan Delinkuen.

CSIS, Jakarta

Rakhmat, Jalaluddin. 1989. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya Rakhmat, Jalaluddin, 1993. Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi dengan

Contoh Analisis Statistik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sardar, Ziauddin dan Asi Borin Van Loon. 2008. Membongkar Kuasa Media. Yogyakarta: Resist Book.

Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.

Sulaksana, Uyung. 2005. Integrated Marketing Communication: Teks dan Kasus.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Susanto. 2006. Metode Penelitian Sosial. Solo: UNS Press.

Susanto, Astrid S. 1977. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek. Bandung : P.T. Rindang Mukti.


(5)

commit to user

Walizer H., Michael dan Paul L.Wiener. 1991. Metode dan Analisis Penelitian. Jakarta: Erlangga.

William, Wells, Burnett Johns dan Moriarty Sandra. 2006. Advertising:Principles

and Practice, 5th edition. New Jersey: Prentice Hall.

Internet

Hasil Pemilu 2009: Partai Golput Menjadi Pemenang”,

http://nusantaranews.wordpress.com/2009/04/10/hasil-pemilu-2009-partai-golput-menjadi-pemenang/ 21/06/2010/09.25

www.analisdayli.com

http://www.jppr.or.id/index.php?option=com_akobook&Itemid=100&startpage=5 / 23/06/2010/11.10

“Nurul Arifin Mendidik Melalui Komik”,

http://www.tempointeraktif.com/hg/profil/2008/11/18/brk,20081118-146653,id.html/21/06/2010/09.40

Budaya Baca Indonesia Terendah di Asia Timur”,

http://edukasi.kompas.com/read/2009/06/18/02590466/Budaya.Baca.Indonesia.Te rendah.di.Asia.Timur/21/06/09.55

Wajah Perempuan di Dunia Iklan, artikel di http://www.kabarindonesia.com,/20/09/2010/11.50

Jurnal

Barnhurts ,Kevin G. and Chaterine A. Steele. 1997. Image Bite News: The Visual Coverage Of Elections On U.S. Television, 1968–1992. Harvard International Journal of Press/ Politics. 2.1 (February): 40-58

Won Ho Chang, Jae-jin park, and Sung Wook Shim, Journal Of Communication. Effectiveness of Negative Political Advertising, 1998.


(6)