6. 2 Plastisasi Bahan Polimer 6. 3 Interaksi Pemlastis dengan Bahan Polimer

Adapun zat pemlastis atau plastisiser yang digunakan adalah gliserol, karena gliserol merupakan bahan yang murah, sumbernya mudah diperoleh, dapat diperbaharui dan juga ramah lingkungan karena mudah terdegradasi di alam. Penggabungan antara polimer dengan polimer lainnya dapat dicapai melalui proses blending pencampuran, laminating, atau coating pelapisan dengan sifat – sifat yang diinginkan. Blending adalah prosedur yang lebih mudah dan cara yang lebih efektif untuk membuat bahan polimer multifase. Hasil penelitian Zhong dan Xia, 2007 membuktikan bahwa film kitosan yang dicampur blending dengan pati ubi kayu, gelatin dan gliserol menghasilkan film yang transparan, homogen, tipis dan fleksibel. Secara visual, film yang dicampur memberikan penampilan warna kuning yang tipis. Karena konsentrasi kitosan dan gelatin bertambah pada larutan pembentuk film, warna dari film menjadi lebih kuning. Ketebalan dari film kitosan tersebut berkisar 0,100 ± 0,017mm Zhong dan Xia, 2007. Indri Juliyarsi et al, 2011 melalui penelitiannya tentang pengaruh penambahan gliserol sebagai plastisiser terhadap kualitas edible film berbahan whey milk. Hasilnya ada kecenderungan penurunan aktivitas air dari edible film whey milk yang sebanding dengan penambahan gliserol sebagai pemlastis.yang diakibatkan oleh karakteristik hidrofilik dari gliserol sehingga gliserol mampu terikat dengan air. Penambahan gliserol yang berlebihan akan menurunkan aktivitas air dari edible film yang diperoleh Juliyarsi et al, 2011.

2. 6. 2 Plastisasi Bahan Polimer

Polimer tinggi adalah molekul yang mempunyai massa molekul besar. Polimer tinggi dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan sederhana. Kesatuan – kesatuan berulang itu secara atau hampir sama dengan monomer. Universitas Sumatera Utara Pemakaian bahan polimer untuk memenuhi setiap segi kebutuhan manusia memerlukan bahan dengan sifat mekanis dari yang lunak dan ulet sampai yang keras dan kuat. Beberapa jenis polimer dengan struktur kimia rantai yang berbeda akan membentuk bahan dengan sifat mekanis yang berbeda pula. Akan tetapi untuk mendapatkan suatu bahan dengan kekerasan tertentu rancangan struktur kimia rantai sangat sulit dilakukan dan memerlukan biaya besar. Untuk itu dalam pengolahan membentuk bahan setengah jadi barang jadi, kedalam bahan polimer murni bisanya ditambahkan suatu zat cair padat untuk meningkatkan sifat plastisitasnya. Proses ini dinamakan plastisasi, sedang zat yang ditambahkan disebut pemlastis plastisiser. Disamping itu pemlastis dapat pula meningkatkan elastisitas bahan, membuat bahan lebih tahan beku dan menurunkan suhu alir, sehingga pemlastis kadang – kadang disebut juga elastikator antibeku atau pelembut. Jelaslah, bahwa plastisasi akan mempengaruhi semua sifat fisik dan mekanis polimer seperti kekuatan tarik, elastisitas, kekerasan, sifat listrik, suhu alir, dan suhu transisi kaca.

2. 6. 3 Interaksi Pemlastis dengan Bahan Polimer

Bahan pemlastis yang berupa zat cair perlu mempunyai titik didih yang tinggi sehingga tidak menguap selama pengolahan, misalnya senyawa ester dari asam – asam ftalat, sebasat, fosfat, dsb, juga beberapa hidrokarbon alam. Untuk pemlastis zat padat, titik lelehnya harus tidak terlalu tinggi agar dapat segera mencair pada suhu pengolahan. Proses plastisasi pada prinsipnya adalah dispersi molekul pemlastis kedalam fase polimer. Bilamana pemlastis mempunyai gaya interaksi dengan polimer, proses dispersi akan berlangsung dalam skala molekul dan terbentuk larutan polimer-pemlastis. Dalam hal ini, polimer dan pemlastis disebut bersifat kompatibel. Sifat fisik dan mekanis polimer-terplastisasi yang kompatibel ini merupakan fungsi distribusi dari sifat dan Universitas Sumatera Utara komposisi masing-masing komponen dalam sistem. Karena itu ramalan karakteristik polimer yang terplastisasi mudah dilakukan dengan variasi komponen pemlastis. Bila antara pemlastis dan polimer tidak terjadi interaksi karena pada prakteknya pemlastis ditambahkan menggunakan mesin pencampur secara cepat, maka mula-mula terjadi campuran koloid yang tak mantap polimer dan pemlastis tak kompatibel. Sifat fisik dan mekanis polimer terplastisasi dalam kondisi ini sukar diramalkan, bahkan tidak jarang bahwa kualitas sifat fisik polimer menjadi lebih rendah. Bila campuran dibiarkan, akan terjadi pemisahan fase secara perlahan-lahan karena viskositas campuran yang besar, misalnya selama penyimpanan atau dalam pemakaian bahan sebagai barang jadi. Di dalam bahan polimer yang tembus pandang, pemisahan fase pemlastis ini terlihat berupa pembentukan gelembung pada permukaan dan bahan menjadi keruh. Sebenarnya dalam proses plastisasi tidak selalu diperlukan pemlastis dengan kompatibilitas yang tinggi. Hal yang penting diperhatikan adalah bahwa pada komposisi pemlastis dan daerah suhu pemakaian bahan, sistem polimer-pemlastis masih bersifat kompatibel. Bilamana dalam kondisi suhu tertentu, misalnya selama penyimpanan atau pemakaian, sistem polimer-pemlastis berada di atas batas kompatibilitasnya, maka pemlastis akan terpisah dan keluar dari sistem.

2. 6. 4 Pengaruh Pemlastis Terhadap Sifat Fisik Polimer