BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini
1. Neraca Analitik Ohauss
2. Hot plate Stirer Thermolyne
3. Termometer 4. Alat – alat gelas
Pyrex 5. Seperangkat Alat Uji Tarik
MFG SC – 2DE 6. Seperangkat Mikroskop Pindai Elektron SEM
JEOL JSM-6510 LV 7. Seperangkat Alat FTIR
Shimadzu FTIR 8201PC 8. Seperangkat alat XRD
Philips PW1710 BASED 9. Oven blower
Gallenkamp 10. Ayakan Sieve-shaker
11. Kaca 30 x 30 cm
12. Oven 13. Desikator
14. Sprayer 15. Autoklave
16. Jarum ose
Universitas Sumatera Utara
17. Magnetik bar 18. Krus porselen
3.2 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
1. Pati Tapioka 325 mesh 44 mikron
2. Gliserol p.a E-Merck
3. Serbuk Limbah Tandan Kelapa 4. Akuades
5. Larutan Asam Nitrat 3,5 6. Kristal Natrium Nitrit
p.a E-Merck 7. Larutan Natrium Hidroksida 2
8. Larutan Natrium Sulfit 2 9. Larutan Natrium Hipoklorit 1,75
10. Larutan Natrium Hidroksida 17,5 11. Larutan Asam Klorida 2,5 N
12. Media NA p.a E-Merck
13. Biakan E. coli 14. Biakan Salmonella.
15. Larutan NaCl 5 jenuh
Universitas Sumatera Utara
16. Indikator Universal E-Merck
3.3 Prosedur Penelitian 3. 3. 1 Penyediaan Serbuk Limbah Tandan Kelapa Muda
Limbah tandan kelapa yang digunakan adalah tandan kelapa muda yang berasal dari kelapa hibrida berumur kira – kira 3 tahun, yang diperoleh dari pedagang minuman es
kelapa muda. Tandan kelapa muda yang sudah kering dirajang, dihaluskan, dan siap untuk proses selanjutnya.
3.3.2 Proses Delignifikasi
Sebanyak 75 gram limbah serbuk tandan kelapa muda dimasukkan kedalam beaker glass 2000 mL. Kemudian ditambahkan 1 Liter campuran asam nitrat 3,5 dan 0,1 gram
natrium nitrit, lalu dicelupkan kedalam penangas air pada suhu 90ºC selama 2 jam. Dicuci dengan akuades sampai netral, kemudian disaring. Residu hasil penyaringan
selanjutnya didigesti dengan 500 mL larutan natrium hidroksida 2 dan natrium sulfit 2 pada suhu 80ºC selama 1 jam, lalu dan dicuci dengan akuades sampai netral lalu
disaring.
3. 3. 3 Proses Hidrolisa
Dilakukan proses pemutihan terhadap residu hasil delignifikasi serat tandan kelapa dengan 500 mL larutan natrium hipoklorit 1,75 pada temperatur mendidih selama 30
menit hingga didapat α-selulosa. Setelah itu dilakukan pemurnian α-selulosa dari sampel dengan 500 mL larutan natrium hidroksida 17,5 pada suhu 90ºC selama 30 menit.
Kemudian dicuci hingga netral lalu disaring. Selanjutnya residu α-selulosa tadi
Universitas Sumatera Utara
diputihkan dengan 500 mL larutan natrium hipoklorit 1,75 pada suhu 100ºC selama 15 menit. Dicuci dengan akuades, lalu disaring dan dikeringkan pada suhu 60ºC dalam
oven sampai kering selama 4 jam, didinginkan kemudian ditimbang.
3. 3. 4 Pembuatan Selulosa Mikrokristal
Sebanyak 10 gram serbuk α – selulosa dihidrolisis dengan 200 mL larutan asam klorida 2,5 N lalu direfluks pada suhu 100ºC selama 15 menit. Kemudian dilakukan pencucian
dengan akuades sampai netral, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 60ºC sampai kering selama 4 jam, didinginkan lalu dihaluskan dengan ayakan dengan ukuran 100 -
120 mesh, kemudian ditimbang. Selanjutnya mikrokristal yang diperoleh dikarakterisasi sifat fisiko-kimianya
yakni: pengujian FTIR, XRD, dan pengujian mikroskopik dengan SEM Ohwoavrhua dan Adelakun, 2005.
3. 3. 5 Pembuatan Spesimen Film Campuran Pati Tapioka dengan Gliserol
Sebanyak 10 gram pati tapioka ditambahkan dengan 100 mL akuades dan 1,5 gram gliserol sambil diaduk hingga merata. Kemudian campuran dipanaskan hingga suhu
80ºC sampai mengental. Lalu hasilnya dicetak diatas kaca berukuran 30 x 30 cm yang telah dilapisi kertas aluminium foil, kemudian dikeringkan di dalam oven blower selama
24 jam. Film yang dihasilkan dianalisa dengan menggunakan FTIR, uji tarik, kadar air, uji WVTR, uji toksisitas, XRD, dan SEM.
Universitas Sumatera Utara
3. 3. 6 Pembuatan Spesimen Film campuran Pati Tapioka dengan Gliserol dan Mikrokristal Selulosa
Sebanyak 10 gram pati tapioka ditambahkan dengan 100 mL akuades lalu diaduk hingga merata lalu ditambahkan 1,5 gram gliserol dan 0,1 gram mikro kristal selulosa.
Kemudian dipanaskan hingga suhu 80ºC sampai campuran mengental. Setelah campuran mengental diletakkan diatas kaca ukuran 30 x 30 cm yang telah dilapisi kertas
aluminium foil, lalu matriks dikeringkan di dalam oven blower selama 24 jam. Dilakukan hal yang sama untuk variasi berat mikrokristal selulosa sebanyak 0,2 g; 0,3 g;
0,4 g; dan 0,5 g. Kemudian hasil dikarakterisasi dengan uji tarik, uji permukaan dengan SEM, analisis FTIR, uji kadar air, uji WVTR, analisis XRD, dan uji toksisitas.
3. 4. Karakterisasi Film Pati Tapioka dengan Gliserol dan MikroKristal Selulosa sebagai Bahan Pengisi
3. 4. 1 Uji KemuluranUji Tarik
Film hasil spesimen dipilih dengan ketebalan 0,1 mm dan dipotong membentuk spesimen untuk pengujian kemuluran.
Gambar 3.1 Gambar Spesimen Uji Tarik
115 mm
64 mm 33 mm
6 mm
19 mm
25,5 mm
Universitas Sumatera Utara
Kedua ujung spesimen dijepit pada alat kemuluran kemudian dicatat perubahan panjang mm berdasarkan besar kecepatan 50 mmmenit Yazdani G, 2000.
Dicatat harga tegangan maksimum F
maks
dan regangannya. Data pengukuran regan
gan diubah menjadi kuat tarik δ
t
dan kemuluran ε. Harga kemuluran bahan dihitung dengan menggunakan rumus persamaan 5 di
bawah ini : Kemuluran
� =
� −�� ��
× 100 Dimana : l – lo = harga stroke ; lo = panjang awal
Nilai kekuatan tarik bahan dihitung dengan persamaan 6 berikut : Kekuatan tarik Kgfmm
2
=
����� ����� ����� ��� � ��
2
Dimana : A = luas permukaan yang mendapat beban.
3. 4. 2 Analisis Permukaan Spesimen dengan SEM
Analisis SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi dari film yang dihasilkan. Hasil analisis SEM dapat kita lihat rongga – rongga hasil pencampuran pati tapioka,
gliserol dan mikro kristal selulosa. Informasi dari analisa ini akan mendapatkan gambaran seberapa baik bahan – bahan tersebut bercampur.
3. 4. 3 Analisa FTIR
Film uji dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada alat FTIR kearah sinar infra merah. Hasilnya akan direkam berupa aliran kurva bilangan gelombang terhadap
intensitas.
Universitas Sumatera Utara
3. 4. 4 Uji Laju Transmisi Uap Air WVTR
Kecepatan transmisi uap air melalui edible film ditentukan dengan metode gravimetri penimbangan atau metode cawan. Uji ini didasarkan pada standar ASTM E96 yang
terdiri dari dua cara, yakni cara basah water method dan cara kering dry method. Edible film yang akan diuji cara basah diletakkan di atas cawan yang diisi larutan
garam NaCl jenuh. Kontak antara permukaan cawan dengan film uji diberi lak seal dari lilin atau vacuum grease. Kemudian cawan yang berisi larutan NaCl
jenuh yang telah ditutupi dengan film uji diletakkan di dalam ruangan yang terkendali suhu dan
kelembapannya. Dalam percobaan dipergunakan suhu ruang yakni 30ºC. Secara periodik atau selang waktu penimbangan selama 24 jam, perubahan berat
diukur dengan neraca analitis terhadap besarnya perbedaan berat yang diukur dari periode ke periode berikutnya.
Gambar 3. 2 Cawan uji transmisi film uji terhadap uap air
Laju transmisi uap air pada kondisi seimbang steady dalam satuan gram per hari per m
2
luasan dapat dihitung dengan persamaan 7 Rizvi dan Mittal, 1992:
WVTR =
24 ��
�.�
Dimana : Mv = penambahanpengurangan massa uap air gram t
= periode penimbangan jam Film uji
Larutan Garam jenuh NaCl atau
silika gel 10 mm
30 mm
100 mm
Universitas Sumatera Utara
A = luas edible film uji m
2
Lastriyanto et al, 2010
3.4.5 Pengujian Kadar Air
Kadar air film uji dilakukan dengan metode pemanasan di dalam oven pada suhu 105ºC kemudian ditimbang sampai diperoleh bobot konstan. Sampel film uji ditimbang
sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah ditimbang bobot kosongnya, kemudian cawan dan sampel ditimbang bobotnya lalu dipanaskan di
dalam oven pada suhu 105ºC selama 6 jam sampai diperoleh bobot konstan.
3.4.6 Analisis XRD
Film uji ditempatkan di dalam kompartemen sampel kemudian dianalisis dengan alat difraksi sinar-X yang berasal dari tabung katoda logam Cu dengan tegangan generator
sebesar 40 kV dan arus listrik generator sebesar 30mA. Sinar-X yang dihasilkan dari tabung katoda Cu disaring agar menghasilkan radiasi monokromatik. Selanjutnya radiasi
sinar-X tersebut diarahkan terhadap sampel sehingga menghasilkan interferensi konstruktif sinar difraksi antara sampel dengan sinar-X yang memenuhi Hukum
Bragg.
3. 4. 7 Uji Toksisitas terhadap Bakteri E. coli, Salmonella, dan Salmonella thyphii
Sebelum melakukan kerja mikrobiologi, daerah tempat kerja disterilkan dengan menggunakan cairan desinfektan dan tangan disterilkan menggunakan cairan antiseptik.
Media NA yang telah steril dituang ke dalam cawan petri yang telah disterilkan, kemudian didiamkan hingga memadat.
Universitas Sumatera Utara
Suspensi E. coli dan Salmonella, Salmonella thypii disiapkan dan masing – masing diambil beberapa ose dan dimasukkan kedalam tabung yang berisi NaCl
fisiologis, divorteks hingga jumlah sel sebanyak 10
8
dengan volume 10 mL standar Mc Farlan. Kemudian masing – masing sebanyak 1 mL suspensi mikroba diinokulasikan
kedalam cawan petri dengan diameter 9 cm, kemudian dituang 10 mL media NA. Setelah itu digoreskan suspensi biakan E. coli, Salmonella, dan Salmonella thyphii
dengan menggunakan jarum ose yang telah steril ke seluruh permukaan media NA. Kemudian sampel film uji dipotong berbentuk bulat dengan ukuran 0,52 cm
yang telah direndam dengan air dan disterilkan dengan alcohol. Kemudian sampel film uji diletakkan di bagian tengah cawan petri, lalu diinkubasi pada suhu 37ºC selama 48
jam. Kemudian diamati zona bening yang terbentuk dan diukur dengan menggunakan jangka sorong Chandra, 2010.
Universitas Sumatera Utara
3. 5 Bagan Penelitian 3. 5. 1 Isolasi α - Selulosa dari Serat Tandan Kelapa
Dimasukkan kedalam beaker glass 2000 mL Ditambah campuran 1 L HNO
3
3,5 + 0,1 gram NaNO
2
Dipanaskan diatas penangas air pada 90ºC selama 2 jam Dicuci dengan akuades sampai netral lalu
disaring
Didigesti dengan 500 mL NaOH 2 dan 500 mL Na
2
SO
3
2 Dipanaskan selama 1 jam pada 80ºC
Dicuci dgn akuades sampai netral lalu disaring
Diputihkan dgn 500 mL NaOCl 1,75 pada 100º selama 30
menit Dicuci dgn akuades sampai
netral lalu disaring
Dimurnikan dengan 500 mL NaOH 17,5 pada 90ºC
selama 30 menit Diputihkan dgn 500 mL
NaOCl 1,75 pada 100ºC selama 30 menit
Dicuci dgn akuades sampai netral lalu disaring,
Dikeringkan pada suhu 60ºC, ditimbang
Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005
75 gram Serbuk Tandan Kelapa
Residu Filtrat
Filtrat Residu
Filtrat Residu
α-selulosa
Filtrat α - Selulosa
Universitas Sumatera Utara
3. 5. 2 Pembuatan Selulosa Mikrokristal dari α – Selulosa Serat Tandan
Kelapa
Dihidrolisis dgn 200 mL HCl 2,5 N pada suhu 100ºC selama 15 menit
Dicuci dgn akuades sampai netral lalu disaring
Dikeringkan dalam oven pada suhu 60ºC
Didinginkan lalu dihaluskan dgn ayakan 100 mesh
Ditimbang
Dikarakterisasi
Ohwoavrhua dan Adelakun, 2005
10 gram α – Selulosa kering
Mikrokristal Selulosa Residu
Filtrat
Analisis SEM
Analisis FTIR
Analisis XRD
Universitas Sumatera Utara
3. 5. 3 Pembuatan Spesimen Film Campuran Pati Tapioka dengan Akuades dan Gliserol
Diaduk hingga campuran merata
Dipanaskan pada suhu 80ºC
Dituangkan diatas kaca 30 x 30 cm Dikeringkan di dalam oven blower
selama 24 jam
Dicetak spesimen Dikarakterisasi
10 g Pati Tapioka
100 mL Akuades + 1,5 g Gliserol
Campuran
Bentuk Film
Uji Tarik
Analisis SEM
Analisis FTIR
Uji WVTR
Uji Toksisitas
Uji Kadar Air
Analisis XRD
Universitas Sumatera Utara
3. 5. 4 Pembuatan Spesimen Campuran Pati Tapioka dengan Gliserol dan Mikrokristal selulosa
Dicampur homogen
Dipanaskan sampai mengental pada suhu 80ºC
Dicetak diatas kaca 30 x 30 cm Dikeringkan di dalam oven blower
selama 24 jam
Dicetak spesimen Dikarakterisasi
10 g Pati tapioka + 0,1 g; 0,2 g ; 0,3 g; 0,4 g; 0,5 g
mikrokristal selulosa 100 mL Akuades + 1,5 g
Gliserol
Campuran
Bentuk Film
Uji Tarik
Analisis SEM
Analisis FTIR
Uji WVTR
Uji Toksisitas
Uji Kadar Air
Analisis XRD
Universitas Sumatera Utara
3. 5. 5 Uji Toksisitas Film Layak Makan Pati Tapioka dengan MCC dan Gliserol dengan Bakteri E. coli
Media NA Dituang kedalam
cawan petri
Didiamkan hingga padat
Biakan E. coli digoreskan
Kertas cakram direndam dalam larutan penyalut
Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam
Diamati Zona Bening
Diukur dengan jangka sorong
H a s i l
Universitas Sumatera Utara
3. 5. 6 Uji Toksisitas Film Layak Makan Pati Tapioka dengan MCC dan Gliserol dengan Bakteri Salmonella, dan Salmonella thypii
Media NA Dituang kedalam
cawan petri
Didiamkan hingga padat
Biakan Salmonella, dan Salmonella .thypii
digoreskan
Kertas cakram direndam dalam larutan penyalut
Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam
Diamati Zona Bening
Diukur dengan jangka sorong
H a s i l
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Pembuatan Mikrokristalin Selulosa MCC dari Limbah Tandan
Kelapa Muda Cocos nucifera
Pada pembuatan mikrokristal selulosa limbah tandan kelapa muda dari 600 gram sampel serbuk limbah tandan kelapa muda dihasilkan MCC sebanyak 44 gram hasil =
7,33. Mikrokristalin selulosa serbuk limbah tandan kelapa muda hasil penelitian ini berwarna putih yang dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.
Gambar 4.1 Mikrokristalin Selulosa Serbuk Limbah Tandan Kelapa Muda
Universitas Sumatera Utara
4.1.2. Karakteristik Mikrokristalin Selulosa 4.1.2.1. Analisis FT – IR
Spektra hasil analisis FT – IR dari serbuk mikrokristalin selulosa memberikan puncak – puncak spektrum serapan dengan bilangan gelombang yang dapat dilihat pada Tabel. 4.1
sebagai berikut :
Tabel 4. 1. Data Analisis FT – IR pada serbuk Mikrokristalin Selulosa
Sampel Bilangan
Gelombang Gugus Fungsi
Pustaka Dachriyanus, 2004
Mikrokristal selulosa
4001,50 cm
-1
Gugus O-H bebas 3500 – 4000
3437,30 cm
-1
O-H ikatan Hidrogen 3330 – 3500
2898,17 cm
-1
Uluran C-H 2840 – 3000
1051,25 cm
-1
Ikatan tunggal C – O 1050 - 1300
Adapun hasil spektrum analisis FT – IR dari mikrokristalin selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.2. Dari analisis gugus fungsi dengan FT-IR diperoleh hasil bahwa
mikrokristal selulosa limbah tandan kelapa muda mengandung gugus fungsi OH bebas pada bilangan gelombang 4001,50 cm
-1
kemudian terdapat juga spektrum yang menunjukkan ikatan hidrogen pada bilangan gelombang 3437,30 cm
-1
serta terdapat juga spektrum uluran C–H pada bilangan gelombang 2898,17 cm
-1
. Kemudian pada bilangan gelombang 1051,25 cm
-1
menunjukkan adanya ikatan tunggal C – O aldehida
dari mikrokristal selulosa yang diuji.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 Spektrum Hasil Analisis FT – IR dari MCC
4.1.2.2. Analisis Difraksi Sinar – X XRD
Hasil analisis difraksi Sinar – X dari mikrokristalin selulosa memberikan puncak yang tajam dari difraktogram yang dapat dilihat pada Gambar. 4.3 dibawah ini :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. 3 Difraktogram Sinar – X dari Mikrokristalin Selulosa
Dari gambar difraktogram diatas diperoleh tiga peak yang tajam berada pada angle ø2é : 12,200 d-value: à1 = 7,2489 dan à2 = 7,2668; 19,880 d–value: à1 =
4,4625 dan à2 = 4,4735 dan 21,935 d-value: à1 = 4, 0488 dan à2 = 4, 0588. Hal ini menyimpulkan bahwa mikrokristalin selulosa memang berbentuk kristal dengan dua
peak maksimum yang tajam yang berada pada sudut ø2é = 19,880 d–value: à1 = 4,4625 dan à2 = 4,4735 dan 21,935 d-value: à1 = 4, 0488 dan à2 = 4, 0588. Hasil ini
dapat dibandingkan dengan hasil penelitian dari Ardizzone et al, 1999 yang meneliti struktur mikrokristalin selulosa MCC komersial AVICEL PH 102 dan AVICEL PH
101. Dan dapat dilihat pada Gambar 4.4 dengan d-value = 4,63 dan angle ø2é sekitar 21.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. 4 Difraktogram Sinar – X Sampel MCC Ardizzone et al, 1999
4.1.2.3. Analisis Permukaan dengan Mikroskop Pemindai Elektron SEM
Hasil analisis SEM dari mikrokristal selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut ini :
a b
Universitas Sumatera Utara
c Gambar 4. 5 a. Foto SEM dari MCC Limbah Tandan Kelapa Muda
Perbesaran 1000x b. Foto SEM dari MCC Limbah Tandan Kelapa Muda
Perbesaran 5000x c. Foto SEM dari MCC Ardizzone et al, 1999
Dari foto SEM gambar 4.5 a dan b diperoleh hasil bahwa mikrokristal selulosa berbentuk kristal. Namun dalam penelitian ini bentuk partikel mikrokristal
selulosa limbah tandan kelapa muda belum merata berbentuk bulat spherical. Ardizzone et al, 1999 pada gambar 4.5 c melaporkan bahwa bentuk kristal partikel
mikrokristal selulosa adalah berbentuk bulat spherical dengan diameter 340 μm
Ardizzone et al, 1999.
Universitas Sumatera Utara
4.1.3. Pembuatan Film Pati Tapioka – Gliserol dan Film Pati Tapioka – Gliserol – Mikrokristal Selulosa MCC
Penampilan edible film pati – gliserol tanpa MCC ditunjukkan pada Gambar 4. 6 berikut :
Gambar 4. 6. Edible Film Pati – Gliserol tanpa MCC
Tampak dalam Gambar 4.6 bahwa edible film yang dihasilkan dari Pati Tapioka dengan 1,5 gram Gliserol tanpa MCC sedikit transparan dan fleksibel karena
menggunakan gliserol sebagai plastisiser. Gliserol merupakan salah satu plastisiser yang banyak digunakan karena cukup efektif mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga
akan meningkatkan jarak intermolekuler. Secara teoritis plastisiser dapat menurunkan gaya internal diantara rantai polimer
sehingga akan menurunkan tingkat kegetasan dan meningkatkan permeabilitas terhadap uap air Gontard et al, 1993 dan Adi Krisna, 2011. Rodriguez et al, 2006
menambahkan bahwa gliserol merupakan plastisiser yang bersifat hidrofilik, sehingga cocok untuk bahan pembentuk film yang bersifat hidrofilik seperti pati. Molekul
plastisiser akan mengganggu kekompakan pati, menurunkan interaksi intermolekuler dan meningkatkan mobilitas polimer.
Selanjutnya mengakibatkan peningkatan elongation dan penurunan tensil strength seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol. Penurunan interaksi
Universitas Sumatera Utara
intermolekuler dan peningkatan mobilitas molekul, akan memfasilitasi migrasi molekul uap air Rodriguez et al, 2006 dan Adi Krisna, 2011.
Kemudian hasil edible film pati-tapioka-MCC variasi massa 0,1 g, 0,2 g, 0,3 g, 0,4 g dan 0,5 gram dihasilkan edible film yang penampilannya hampir sama dengan
edible film pati – gliserol tanpa MCC yang sedikit transparan tetapi kurang fleksibel dibandingkan edible film pati tanpa MCC, hal ini disebabkan karena penambahan MCC
dari 0,1 gram sampai 0,5 gram sebagai bahan pengisi dalam film pati menyebabkan MCC membentuk lapisan antar-muka yang kuat di sepanjang matriks pati Yakubu et al,
2011. Penampilan edible film pati – gliserol - MCC 0,1 g tampak seperti Gambar 4.7 dibawah ini :
Gambar 4.7 Edible Film Pati – Gliserol – 0,1 g MCC
Gambar 4.8 Edible Film Pati Tapioka – Gliserol – 0,2 g MCC
Universitas Sumatera Utara
Pada gambar 4.8 yaitu edible film pati – gliserol – 0,2 g MCC pada permukaannya masih terlihat sedikit fleksibel dan kurang transparan karena
penambahan MCC yang tersebar di permukaan film pati dan terlihat adanya titik – titik putih yang disebabkan oleh adanya gelembung udara yang terperangkap di dalam gel
pati. Diperlukan adanya modifikasi fisik untuk menghilangkan gelembung udara
tersebut.
Gambar 4.9 Edible Film Pati Tapioka – Gliserol – 0,3 g MCC
Pada gambar 4.9 penampilan edible film pati – gliserol – 0,3 g MCC yang dihasilkan masih sedikit fleksibel dan kurang transparan dan gelembung udara yang
terlihat titik – titik putih sedikit.
Gambar 4.10. Edible FilmPati Tapioka – Gliserol – 0,4 g MCC
Universitas Sumatera Utara
Pada gambar 4.10 edible film pati – gliserol – 0,4 g MCC yang dihasilkan masih sedikit fleksibel dan kurang transparan, namun gelembung udara yang terperangkap di
permukaan film terlihat semakin sedikit dibandingkan edible film pati – gliserol – 0,3 g MCC.
Gambar 4.11. Edible Film Pati Tapioka – Gliserol – 0,5 g MCC
Pada gambar 4.11 edible film pati – gliserol – 0,5 g MCC yang dihasilkan masih kurang transparan dan sedikit fleksibel namun gelembung udara yang terperangkap
masih ada. Diperlukan modifikasi khusus untuk menghilangkan gelembung udara yang terperangkap dalam matriks film pati agar dihasilkan edible film yang transparan dan
mengkilat.
Universitas Sumatera Utara
4.1.4. Karakteristik Edible Film Pati – Gliserol – Mikrokristalin Selulosa MCC
4.1.4.1. Analisis Kadar Air
Kadar air menunjukkan jumlah total air yang terdapat dalam suatu bahan, baik berupa air terikat maupun air bebas, dibandingkan terhadap massa bahan tersebut.
Dari data yang diperoleh pada Tabel. 4.2, kadar air edible film pati –gliserol kontrol dengan edible film pati – gliserol – MCC mengalami penurunan. Kadar air
tertinggi terdapat pada edible film pati kontrol tanpa MCC yaitu 17,88. Sedangkan kadar air terendah terdapat pada edible film pati – gliserol – MCC dengan penambahan
0,5 gram yaitu 11,50.
Tabel. 4. 2. Data Kadar Air Edible Film Pati – Gliserol – tanpa MCC dan Edible Film Pati – Gliserol – MCC
No Sampel
Massa Sampel
gram Massa
cawan + sampel
mula -mula gram
Massa cawan +
sampel setelah
pemanasan gram
Kadar Air
1 Film pati kontrol
1.51 21.97
21.70 17.88
2 Film pati+0.1 g MCC
2.00 21.35
21.08 13.50
3 Film pati+0.2 g MCC
2.00 22.54
22.27 13.50
4 Film pati+0.3 g MCC
2.00 22.47
22.21 13.00
5 Film pati+0.4 g MCC
2.00 22.53
22.28 12.50
6 Film pati+0.5 g MCC
2.00 22.18
21.95 11.50
Nilai kadar air pada edible film pati-gliserol-MCC dapat dilihat pada gambar 4.12 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.12 Grafik Nilai Kadar Air Edible Film Pati-Gliserol-MCC
Adanya penurunan kadar air pada edible film ini disebabkan oleh penambahan mikrokristalin selulosa MCC. Semakin banyak MCC ditambahkan, mengakibatkan
kadar air semakin menurun. Hal ini dikarenakan MCC bersifat kristal yang tidak larut dalam air. MCC mempunyai kereaktifan permukaan yang tinggi terhadap gugus
hidroksil -OH pada permukaan, sehingga MCC berfungsi sebagai bahan pengikat yang kuat binder, seperti yang dijelaskan oleh Ilindra dan Dhake, 2008.
Pada edible film pati – gliserol tanpa MCC, kandungan pati yang mengandung molekul – molekul amilosa dan amilopektin membentuk agregat semi-kristalin yang
terkemas dalam granula - granula pati. Sehingga molekul – molekul pati mempunyai afinitas yang rendah terhadap air Kramer, 2009. Dhanapal et al, 2012 juga
menjelaskan kandungan amilosa yang tinggi pada pati juga membuat film yang dihasilkan bersifat fleksibel, impermeable terhadap oksigen, tahan terhadap minyak, dan
larut dalam air.
10 : 0 10 : 0.1
10 : 0.2 10 : 0.3
10 : 0.4 10 : 0.5
2 4
6 8
10 12
14 16
18
Kadar A
ir
Pati : MCC gram 17.88
13. 50 13. 50
13.00 12. 50
11. 50
Universitas Sumatera Utara
Dari analisis gugus fungsi pada MCC diketahui bahwa MCC juga mengandung banyak gugus hidroksil OH yang membentuk ikatan hidrogen. Dalam hal ini massa
pati dan gliserol tetap, dan massa MCC bertambah variasi massa 0,1 g – 0,5 g. Dengan bertambahnya jumlah MCC, maka bertambah juga jumlah gugus OH yang dapat
menurunkan afinitas terhadap air. Sehingga edible film yang dihasilkan menghasilkan penurunan kadar air.
Proses gelatinasi pada pembuatan edible film pati – gliserol – MCC, mengakibatkan molekul pati dan MCC akan mengikat molekul air menjadi gel dan
proses pengeringan film dilakukan pada kondisi yang sama. Air dalam bahan tersebut berada dalam bentuk terikat, baik secara struktur maupun kimiawi pada sistem pangan
Labuza et al, 1970 dan Adi Krisna, 2011.
Menurut Meyer 1985 bahwa sebagian air yang terkandung dalam suatu bahan sukar dihilangkan karena terikat pada molekul – molekul lain melalui ikatan hidrogen
yang berenergi besar. Makin banyak molekul pati yang terdapat sebagai pembentuk film, maka makin banyak air yang terikat oleh komponen kimia penyusun bahan dan
sebaliknya Adi Krisna, 2011. Dengan semakin menurunnya kadar air dan bertambahnya jumlah ikatan hidrogen, semakin meningkatkan interaksi intermolekuler
dan mobilitas molekul yang mengurangi migrasi uap air. Hasilnya penurunan kemuluran dan kenaikan kekuatan tarik seiring dengan peningkatan massa MCC Adi Krisna,
2011.
4.1.4.2 Analisis FT – IR.
Hasil analisis spektroskopi FT – IR dari edible film pati tapioka – Gliserol dan edible film pati tapioka – gliserol – MCC memberikan spektrum dengan puncak – puncak
serapan pada daerah bilangan gelombang yang dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Data Hasil Analisis Gugus Fungsi dengan Spektroskopi FT – IR
Spesimen Bilangan
Gelombang cm
-1
Gugus Fungsi Pustaka
Dachriyanus, 2004
Film Pati Kontrol 4008,08
Gugus O-H bebas 3500-3750 keatas
3633,89 Regangan O-H
3000 - 3750 1168,86
Regangan C-O, R-OH primer
1050 - 1300
Film Pati + 0,1 g MCC
4011,94 Gugus O-H bebas
3500-3750 keatas 3568,31
Regangan O-H 3000 - 3750
1168,86 Regangan C-O, R-OH
primer 1050 - 1300
Film Pati + 0,2 g MCC
4008,08 Gugus O-H bebas
3500-3750 keatas 3545,16
Regangan O-H 3000 - 3750
1095,57 Regangan C-O, R-OH
primer 1050 - 1100
Film Pati + 0,3 g MCC
4011,94 Gugus O-H bebas
3500-3750 keatas 3649,32
Regangan O-H 3000 - 3750
1095,57 Regangan C-O, R-OH
primer 1050 - 1100
Film Pati + 0,4 g MCC
4008,08 Gugus O-H bebas
3500-3750 keatas 3556,74
Regangan O-H 3000 - 3750
1168,86 Regangan C-O, R-OH
primer 1050 - 1300
Film Pati + 0,5 g MCC
4008,08 Gugus O-H bebas
3500-3750 keatas 3545,16
Regangan O-H 3000 - 3750
1168,86 Regangan C-O, R-OH
primer 1050 - 1300
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan spektra hasil analisis gugus fungsi dengan FT – IR dapat dilihat pada lampiran 2 sampai lampiran 8.
Dari hasil analisis spektrum FT – IR menunjukkan bahwa edible film pati tapioka – gliserol yang dihasilkan pada penelitian ini mengandung gugus O-H pada
bilangan gelombang diatas 3500 cm
-1
dan adanya gugus OH bebas pada bilangan gelombang diatas 4000 cm
-1
. Gugus OH bebas menunjukkan adanya kandungan air dalam edible film pati – gliserol – MCC yang intensitasnya mula – mula bertambah pada
penambahan 0,1 g – 0,2 g MCC kemudian menurun pada penambahan 0,3 – 0,5 g MCC. Edible film campuran pati tapioka - gliserol dan edible film pati tapioka – gliserol –
MCC menghasilkan peningkatan jumlah gugus O-H, yang mengindikasikan bahwa antara pati, gliserol dan MCC terjadi interaksi molekul yaitu gaya dipol-dipol gaya
Van der Waals akibat adanya gugus O-H dan ikatan hidrogen pada masing – masing komponen pembentuk film.
Gaya dipol-dipol merupakan gaya yang bekerja antara molekul-molekul polar, yaitu antara molekul-molekul yang memiliki momen dipol Chang, 2003. Spektra FT-
IR dari film pati tapioka – gliserol - MCC juga menunjukkan adanya regangan ikatan tunggal C-O pada bilangan gelombang diatas 1100 cm
-1
.
Panjang gelombang edible film pati tapioka–gliserol dan MCC dengan variasi massa 0,1 g – 0,5 g tidak mengalami perubahan yang berarti. Hal ini dikarenakan edible
film yang dihasilkan merupakan proses blending secara fisika karena tidak ditemukannya gugus fungsi baru.
Universitas Sumatera Utara
4.1.4.3 Pengujian Sifat Mekanik
Pengujian sifat mekanik dalam penelitian ini menggunakan beban 100 KgF dengan kecepatan 50 mmmenit. Ketebalan film 0,1 mm. Hasil pengujian sifat mekanik edible
film pati – gliserol – MCC dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Sifat Mekanik Edible Film Pati – Gliserol – MCC
No Sampel
Kemuluran Kekuatan
Tarik KgFmm²
1 Film pati kontrol
58.38 0.200
2 Film pati+0.1 g MCC
73.97 0.167
3 Film pati+0.2 g MCC
91.74 0.217
4 Film pati+0.3 g MCC
101.48 0.150
5 Film pati+0.4 g MCC
114.82 0.317
6 Film pati+0.5 g MCC
85.66 0.317
Kekuatan tarik Tensile strength menunjukkan gaya maksimum yang diperlukan untuk memutuskan edible film. Edible film dengan kekuatan tarik yang tinggi akan
mampu melindungi produk yang dikemasnya dari gangguan mekanik dengan baik Suryaningrum et al dan Hasdar et al, 2011. Adapun grafik nilai kemuluran dan nilai
kekuatan tarik dari masing – masing spesimen edible film pati – gliserol – MCC dapat dilihat pada Gambar 4.13 dan 4.14 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. 13 Grafik Nilai Kemuluran Edible Film Pati – Gliserol – MCC
Gambar 4. 14 Grafik Nilai Kekuatan Tarik Tensile Strength Edible Film Pati – Gliserol – MCC
10 : 0 10 : 0.1
10 : 0.2 10 : 0.3
10 : 0.4 10 : 0.5
20 40
60 80
100 120
K em
ul ur
an
Pati : MCC gram 58. 38
73. 97 91. 74
101. 48 114. 82
85. 66
10 : 0 10 : 0.1
10 : 0.2 10 : 0.3
10 : 0.4 10 : 0.5
0.00 0.05
0.10 0.15
0.20 0.25
0.30
Kek uat
an T ar
ik K
gF m
m
2
Pati : MCC gram 0.200
0.167 0.217
0.150 0.317
0.317
Universitas Sumatera Utara
Dari kedua grafik di atas, terlihat bahwa kemuluran yang paling tinggi berada pada edible film pati dengan penambahan 0,4 gram MCC dengan nilai 114,82 dan
nilai kekuatan tariknya juga tertinggi yaitu 0,317 KgFmm
2
. Hal ini menunjukkan bahwa edible film dengan penambahan 0,4 gram MCC merupakan hasil edible film yang
optimum.
Penambahan 0,1 gram – 0,5 gram MCC mengakibatkan adanya perubahan kekuatan tarik. Dengan meningkatnya kadar komponen selulosa, daya regang putus
edible film tersebut meningkat, dimana elongasi kemuluran saat putus dan permeabilitas film terhadap uap air menurun Lu et al, 2009.
Sifat mekanik dipengaruhi oleh besarnya jumlah kandungan komponen – komponen penyusun edible film yakni pati, gliserol, dan MCC. Gliserol sebagai
plastisiser dapat memberikan sifat elastis pada edible film yang jumlah komposisinya bervariasi sehingga dapat memberikan efek yang berbeda.
Menurut Weiping Ban 2005 dalam Yusmarlela 2009, Faktor penting yang mempengaruhi sifat mekanik pada suatu film adalah afinitas antara tiap komponen
penyusunnya. Afinitas adalah suatu fenomena dimana atom – atom molekul tertentu memiliki kecenderungan untuk bersatu atau berikatan. Dengan adanya peningkatan
afinitas, maka semakin banyak terjadi ikatan antar molekul.
Kekuatan suatu bahan dipengaruhi oleh ikatan kimia penyusunnya. Ikatan kimia yang kuat bergantung pada jumlah ikatan molekul dan jenis ikatannya seperti ikatan
kovalen, ikatan ion, ikatan hidrogen dan gaya Van der Waals. Ikatan kimia yang kuat sulit untuk diputus karena diperlukan energi yang cukup besar untuk memutuskan ikatan
tersebut. Penambahan gliserol pada edible film menyebabkan molekul – molekul gliserol terdispersi dan berinteraksi diantara struktur rantai pati yang menyebabkan rantai –
Universitas Sumatera Utara
rantai pati lebih lebih sulit bergerak akibat adanya halangan sterik. Sedangkan yang menyebabkan kekuatan tarik meningkat disebabkan oleh adanya gaya intermolekuler
antar rantai pati.
Kombinasi variasi massa MCC dengan pati dan gliserol juga menyebabkan perubahan pada karakteristik sifat mekanik dari edible film yang dihasilkan. Sama
seperti yang telah dituliskan sebelumnya, hal ini terjadi karena sifat mekanik dipengaruhi oleh besarnya jumlah komponen penyusun edible film. Mikrokristalin
selulosa MCC sebagai bahan pengisi dan penguat memberikan sifat kaku pada film yang efeknya berbeda, tergantung pada konsentrasi massa MCC yang ditambahkan.
Dari hasil analisis FT-IR edible film pati menunjukkan adanya peningkatan ikatan hidrogen seiring dengan peningkatan massa MCC. Penambahan MCC pada
gelatinasi film pati mengakibatkan pengelompokan ikatan hidrogen intermolekuler yang menyebabkan ikatan molekul amilosa dalam pati semakin kompak. Sehingga dengan
kenaikan ikatan hidrogen ini mempertinggi kekuatan tarik Adi Krisna, 2011.
Apabila kadar gliserol dan MCC ditingkatkan akan menyebabkan kekuatan tarik menurun. Hal ini disebabkan karena kesetimbangan molekul telah terlewati, sehingga
molekul pemlastis dan molekul filler yang berlebih berada pada fase tersendiri di luar fase pati dan akan menurunkan gaya intermolekuler antar rantai yang menyebabkan
gerakan rantai lebih bebas dan gaya intermolekuler akan menurun juga.
Jika karakteristik mekanik dihubungkan dengan analisis XRD, menurut Lii et al 1996, sifat reologi tergantung pada sifat-sifat granula pati. Struktur kristalin
memegang peranan penting dalam penggelembungan granula pati. Granula pati terdiri dari amilosa dan amilopektin yang dihubungkan dengan ikatan hidrogen dalam
kumpulan kristalin yang teratur yang disebut Misel Adi Krisna, 2011. Jika suatu
Universitas Sumatera Utara
granula dipanaskan dalam suatu medium berair, maka ikatan hidrogen yang mempertahankan struktur pati akan melemah sehingga granula pati akan menyerap air
dan mengalami penggelembungan.
Granula yang mengalami penggelembungan memegang peranan paling penting terhadap sifat reologi pati yaitu membangun suatu struktur dasar matriks gel Adi
Krisna, 2011. Penambahan MCC pada film pati pada kenyataannya telah mengubah struktur kristalin dalam film pati tersebut.
4.1.4.4 Analisis Difraksi Sinar – X XRD
Hasil analisis XRD untuk edible film pati – gliserol dan edible film pati – gliserol – 0,4 g MCC dapat dilihat pada Gambar 4.14 berikut :
a
Universitas Sumatera Utara
b Gambar 4.15 a. Difraktogram Edible Film pati – gliserol tanpa MCC
b. Difraktogram Edible Film Pati – Gliserol – 0,4 g MCC
Seperti yang terlihat pada Gambar 4.14, pola XRD edible film pati – gliserol memperlihatkan 1 puncak yang tajam pad
a sudut 2θ = 16,955 º dengan
d-spacing sebesar 5,22. Akan tetapi, setelah terjadi pencampuran antara pati – gliserol – dan 0,4
gram MCC, terjadi perubahan pergeseran sudut 2θ sebesar 16,755º dengan d-spacing =
5,28 dan ukuran puncaknya menjadi melebar dan tidak tajam. Pergeseran sudut 2θ
kekiri dari pola XRD film pati-gliserol tanpa MCC dengan pola XRD film pati-gliserol- 0,4 g MCC menunjukkan adanya pencampuran antara pati, gliserol dan MCC.
Edible film pati – gliserol berada pada keadaan semikristalin yang ditunjukkan dengan pola difraksi yang tajam pada peak maksimumnya dan sebagian besar dari pola
difraksi menunjukkan keadaan amorf. Edible film pati – gliserol – 0,4 g MCC berada pada keadaan sedikit semikristalin dan sebagian besar amorf. Akan tetapi, pola difraksi
Universitas Sumatera Utara
yang demikian menunjukkan adanya interaksi fisik antara pati – gliserol – dan MCC dimana sudut difraksi maksimum 2θ pada hasil XRD MCC yakni 19,880º dan 21,935º.
Kemudian hasil XRD pada edible film pati – gliserol tanpa MCC menghasilkan sudu t 2θ
sebesar 16,955º dan 22,870º. Sedangkan hasil XRD pada edible film pati-gliserol-0,4 g MCC menghasilkan sudut difraksi maksimum yang mengalami sedikit pergeseran sudut
dan hasilnya bersesuaian dengan pola XRD sebelumnya yang dihasilkan dari MCC dan film pati-
gliserol tanpa MCC yakni 2θ = 16, 755º; 19, 775º; dan 21, 825º.
Hasil difraktogram XRD edible film pati-gliserol tanpa MCC menunjukkan bentuk semikristalin yang berasal dari kandungan amilosa di dalam pati. Ketika film
pati-gliserol ditambahkan MCC dengan variasi 0,1 g – 0,2 g terjadi perubahan struktur kristalin dari sebagian besar semikristalin menjadi sebagian besar amorf, seperti yang
terlihat pada gambar 4. 15 a dan b. Penambahan MCC meningkatkan jumlah ikatan hidrogen yang menyebabkan struktur molekul pati saling berikatan kuat membentuk
jaringan yang kompak yang artinya interaksi molekul meningkat Adi Krisna, 2011.
Namun pada film pati-gliserol-0,4 g MCC hasil XRD menunjukkan sebagian besar struktur amorf yang berarti kristalinitas menurun, tetapi pada komposisi ini nilai
kekuatan tarik dan kemuluran menunjukkan harga yang maksimum. Sementara pada kenyataannya kenaikan nilai kekuatan tarik diiringi dengan tingginya kristalinitas. Yang
artinya diperlukan modifikasi fisik-kimia untuk meningkatkan kristalinitas dari edible film pati-gliserol-MCC.
Universitas Sumatera Utara
4.1.4.5 Analisis Permukaan dengan Mikroskop Pemindai Elektron SEM
Gambar 4.15 berikut menunjukkan hasil analisis SEM dari edible film pati – gliserol dan edible film pati – gliserol – 0,4 g MCC.
a
b Gambar 4.16 a. Foto SEM Edible Film Pati – Gliserol
b. Foto SEM Edible Film Pati – Gliserol – 0,4 g MCC