Leksikon krama inggil digunakan untuk menyebutkan pada diri orang lain, sedangkan  leksikon  krama  andhap  dikenakan  untuk  menyebutkan  pada  sikap
penutur atau orang yang kelas sosialnya lebih rendah daripada orang yang diajak berbicara. Hal ini berkaitan dengan prinsip orang Jawa yang andhap asor
‘rendah diri.’ Contoh leksikon krama andhap dan krama inggil dapat dibedakan pada data
di bawah ini.
Tabel 2.2: Contoh Kosa Kata Krama Andhap-Krama Inggil Ngoko
Krama Andhap Krama Inggil
Arti
kowe sampeyan
panjenengan kamu
mangan nedha
dhahar makan
turu tilem
sare tidur
omong matur
ngendika bicara
lunga kesah
tindak pergi
Dalam tingkat tutur krama krama alus, selain bentuk kata yang dijadikan krama  kecuali  leksokon  netral,  afiks  imbuhan  juga  harus  diubah dari  ngoko
menjadi krama. Seperti imbuhan awalan di- menjadi dipun-, akhiran -e menjadi –
ipun,  dan akhiran –ake menjadi –aken.  Seperti  dalam  contoh: ditulis →
dipun serat
‘ditulis’, sikile → sukunipun
‘kakinya’, nukokake → numbasaken
‘membelikan,’ dan sebagainya. Ragam krama alus merupakan ragam bahasa yang paling sempurna standar
yang  digunakan  untuk  menghormati  mitra  tutur. Penggunaan  ragam  krama  alus selalu  berpedoman  kepada unggah-unggah  basa penggunaan  kosa  kata
berdasarkan tingkat umur dan sosial, yakni menggunakan kosa kata krama inggil orang  yang  lebih  tinggi  status  sosial  dan  umurnya  dan  krama  andhap  orang
yang  lebih  rendah  status  sosial  dan  umurnya.  Penggunaan  krama  diberlakukan pada kata dasar tembung lingga dan  imbuhan panambang.
c. Pembagian Tingkat Tutur Bahasa Jawa
Bahasa Jawa merupakan bahasa  yang mengenal  adanya tingkat tutur atau undha-usuk  basa  atau  unggah-ungguh  basa.  Adanya  tingkat  tutur  dalam  bahasa
Jawa  merupakan  adat  sopan  santun  berbahasa  Jawa.  Adat  sopan  santun  ini perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
mencerminkan perilaku kebahasaan yang sebenarnya juga tercermin dari perilaku masyarakat.
Menurut Harjawiyana dan Supriya 2001: 17-19 undha-usuk basa dapat di golongkan menjadi dua yaitu undha-usuk basa di zaman kejawen dan undha-usuk
basa  di  zaman  modern.  Yang  dimaksud  dengan  undha-usuk  zaman kejawen adalah  zaman  Keraton  Surakarta  dan  Ngayogyakarta  Hadiningrat,  sekitar  tahun
1900  Masehi.  Undha-usuk  di  zaman  modern  ditandai  setelah  proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
Bahasa  bersifat  dinamis.  Artinya  akan  selalu  berubah  mengikuti perkembangan zaman. Hal ini berlaku juga untuk bahasa Jawa. Pembagian undha-
usuk yang  sangat  banyak  akhirnya  mengerucut  hanya  menjadi  dua  yaitu ngoko dan krama. Menurut Sudaryanto, 1989 dan Ekowardono, 1993 dalam Sasangka,
2004: 16, Sudaryanto membagi tingkat tutur bahasa Jawa menjadi ngoko, ngoko alus,  krama dan krama  alus,  sedangkan  Ekowardono  mengelompokkan  unggah-
ungguh  bahasa  Jawa  menjadi  dua,  yaitu ngoko dan krama.  Jika unggah-ungguh ngoko ditambah  kata krama  inggil,  unggah¬ungguh  tersebut  akan  berubah
menjadi ngoko  alus.  Jika  unggah-ungguh krama ditambah  kata krama  inggil, unggah-ungguh  tersebut  akan  berubah  menjadi krama  alus.  Tanpa  pemunculan
kata krama inggil, unggah-ungguh itu hanya berupa ngoko lugu dan krama lugu. Perubahan  undha-unsuk  menjadi  lebih  sederhana  sangat  logis.  Hal  ini
seiring  dengan  perubahan  sistem  pemerintahan,  dari  zaman  monarki,  feodalisme ke  zaman  demokrasi.  Perubahan  zaman  tersebut  berdampak  pada  perubahan
politik, ekonomi termasuk unggah-ungguh basa  yang semakin sederhana. Zaman demokrasi  menginginkan  kebebasan,  sesuatu  yang  mudah  dan  sederhana,
termasuk dalam berbahasa. Pembagian unggah-ungguh bahasa  Jawa  yang  sekarang  digunakan  dalam
proses  belajar  mengajar  di sekolah,  mengacu  pada  pendapat  Sudaryanto  1989 dan Ekowardono 1993 yang pada dasamya memiliki kesamaan, yaitu: 1 ngoko
lugu, 2 ngoko alus, 3 krama lugu, dan 4 krama alus. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
1 Ngoko Lugu
Ngoko  Lugu adalah  ragam  pemakaian  bahasa  Jawa  yang  seluruh kalimatnya dibentuk dengan kosakata ngoko tennasuk kosakata netral. Afiksnya
awalan, akhiran juga tetap menggunakan afiks ngoko. Ragam ini digunakan oleh peserta tutur  yang mempunyai hubungan akrab dan tidak ada usaha untuk saling
menghormati. Ragam ngoko  lugu digunakan  untuk: 1 Berkomunikasi  dengan  orang
yang kedudukan atau statusnya lebih rendah misalnya antara guru dengan murid, orang  tua  dengan  anak,  dan  antara  orang  yang  sudah  akrap. 2 Berkomunikasi
yang sifatnya mum, misalnya pengumuman, iklan, menawarkan barang, dan juga dapat digunakan dalam penulisan surat kabar.
2 Ngoko Alus
Ngoko alus adalah  ragam  pemakaian  bahasa  Jawa  yang dasarnya adalah ragam ngoko, namun juga menggunakan kosakata krama inggil, dan atau krama
andhap.  Ngoko  alus digunakan  oleh  peserta  tutur yang mempunyai  hubungan akrab, tetapi diantara mereka ada usaha untuk saling menghormati Hardyanto dan
Utami, 2001:47. Afiks yang digunakan adalah afiks ngoko, kecuali awalan -kok, dan akhiran -mu. Awalan dan akhiran -mu diganti dengan kata panjenengan.
Harjawiyana  dan  Supriya  2001:46-49  mengemukakan  tentang  konsep pembentukan  ragam ngoko  alus sebagai  berikut. 1 Leksikon ngoko untuk
menghonnati orang lain diganti menjadi leksikon krama inggil apabila ada kalau tidak ada maka tetap menggunakan leksikon ngoko tersebut. 2 Leksikon ngoko
yang berhubungan dengan diri pribadi walaupun memiliki leksikon krama inggil, tetap  digunakan  leksikon ngoko. tidak  boleh  menggunakan krama  inggil untuk
diri  pribadi, 3 Leksikon ngoko yang  berhubungan  dengan  hewan,  tumbuh- tunbuhan,  walaupun  memiliki  kosakata krama  inggil, maka  tetap  digunakan
ngoko. Misalnya  : Perkutut  Panjenengan  njaluk  ngombe Perkututmu  minta minum.  Kalimat  tersebut  sudah  benar,  jangan  sampai  justru  diganti  menjadi
Perkutut  panjenengan nyuwun unjukan. 4 Tidak  digunakan  leksikon krama, hanya krama  inggil atau ngoko saja, 5
Awalan,  sisipan,  akhiran  tetap perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
menggunakan ngoko kecuali awalan - kok, dan akhiran --mu. Awalan -kok dan akhiran --mu diganti dengan kata panjenengan.
3 Krama Lugu
Krama adalah  ragam  pemakaian  bahasa  Jawa  yang  seluruh  kalimatnya dibentuk dengan kosakata krama, aliknya jugs menggunakan afiks krama. Krama
lugu  digunakan  oleh  peserta  tutur  yang  belum  atau  tidak  akrap  misalnya  baru kenal.  Kaidah  pembentukan  krama lugu  adalah  sebagai  berikut  1 Leksikon
ngoko yang  memiliki  padanan  dalam  leksikon krama,  maka  diubah  menjadi leksikon krama kecuali,  yang  tidak  memiliki  leksikon krama, maka  tetap
menggunakan leksikon ngoko. 2 Leksikon ngoko yang berhubungan dengan diri pribadi seandainya memiliki padanan dalam leksikon krama maka diubah menjadi
krama. 3 Afiks  ngoko  diubah  menjadi krama,  misalnya  awalan di- diubah menjadi dipun-,  awalan kok- diubah  menjadi sampeyan, ater-ater  dak- diubah
menjadi kula. 4 Leksikon  yang berhubungan dengan hewan, tumbuh-tumbuhan yang  memiliki  leksikon krama maka  diubah  menjadi krama.  Harjawiyana  dan
Supriya,2001: 46-49
4 Krama Alus
Ragam krama  alus adalah  bentuk unggah-ungguh bahasa  Jawa yang semua  kosakatanya  terdiri  atas  leksikon krama dan  dapat  ditambah  dengan
leksikon krama  inggil atau krarna  andhap. Meskipun  begitu  yang  menjadi leksikon inti adalah leksikon yang berbentuk krama. Leksikon madya dan ngoko
tidak pernah muncul di dalam tingkat tutur krama alus Sasangka, 2004;111 Harjawiyana  dan  Supriya  2001:  98-101  menjelaskan  tentang  kaidah
pembentukan  ragam  krama  alus,  sebagai  berikut. 1 Leksikon ngoko yang memiliki padanan krama inggil maka diubah menjadi krama inggil kecuali  yang
berhubungan dengan diri pribadi tetap menggunakan krama. 2 Apabila leksikon ngoko tidak  memiliki  padanan  dalam  leksikon krama  inggil, tetapi  hanya
memiliki  padanan  dalam  leksikon krama, maka  diubah  menjadi krama saja. 3 Apabila  leksikon ngoko tidak  memiliki  padanan  dalam  leksikon krama  inggil,
maupun krama, tetapi  hanya  memiliki  padanan  dalam  leksikon ngoko maka perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
diubah  menjadi ngoko. 4 Semua  afiks  diubah  menjadi krama. Misalnya di- menjadi dipun-, kok-menjadi panjenengan. Akhiran —e diubah menjadi —ipun, -
en menjadi panjenengan.
3. Hakikat Metode Pembelajaran Fishbowl a. Pengertian Pembelajaran