Rapid Upper Limb Assesment RULA
skor tersebut adalah dengan menggolongkan menjadi 4 level gerakan atau aksi itu memberikan sebuah indikasi dari kerangka waktu yang mana layak untuk
mengekspektasi pengendalian risiko yang akan diajukan Staton dkk dalam Ikrimah 2010.
Langkah penilaian skor RULA adalah sebagai berikut: 1.
Langkah pertama: a. +1 Untuk 20° extension hingga 20° flexion
b. +2 Untuk extension lebih dari 20° atau 20° - 45° flexion c. +3 Untuk 45° - 90° flexion
d. +4 Untuk 90° flexion atau lebih Keterangan:
a. + 1 jika pundakbahu ditinggikan
b. + 1 jika lengan atas abducted
c. -1 jika operator bersndar atau bobot lengan ditopang
Gambar 2.9: Postur Bagian Lengan Atas Staton, 2005
.
2. Langkah kedua : Skor tersebut yaitu:
a. + 1 untuk 60° - 100° flexion b. +2 untuk kurang dari 60° atau lebih dari 100° flexion
Keterangan: a.
+ 1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau keluar dari sisi
Gambar 2.10 : Postur Bagian Lengan Bawah Staton, 2005
3. Langkah ketiga : Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and
Safety Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut: a. + 1 untuk berada pada posisi netral
b. + 2 untuk 0 - 15° flexion maupun extension c. + 3 untuk 15° atau lebih flexion maupun extension
Keterangan: a.
+1 jika pergelangan tangan berada pada deviasi radial maupun ulnar
Gambar 2.11: Postur Pergelangan Tangan Staton, 2005
4. Langkah keempat :
Putaran pergerakan tangan pronation dan supination yang dikeluarkan oleh Health and Safety Executive pada postur netral berdasar pada Tichauer. Skor tersebut
adalah: b. +1 jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran
c. +2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang putaran.
Gambar 2.12: Postur Putaran Pergelangan Tangan Staton, 2005
5. Langkah kelima :
Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati
dan ditentukan skor unutk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk memperoleh skor A.
Tabel 2.2 Skor Grup A
Sumber: Staton, 2005
6. Langkah keenam : Skor penggunaan otot
Tambahkan nilai +1, apabila terjadi : a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih.
b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit. 7. Langkah ketujuh :
Skor untuk penggunaan tenaga atau beban Tabel 2.3 Berat Beban
Sumber: Staton, 2005
8. Langkah kedelapan : Tetapkan lajur pada table C
Tabel 2.4 Grand Total Score Table
Sumber: Staton, 2005
9. Langkah kesembilan : Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan
oleh Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan kisaran tersebut adalah:
a. +1 untuk 0 - 10° flexion b. +2 untuk 10 - 20° flexion
c. +3 untuk 20° atau lebih flexion d. +4 jika dalam extention
Apabila leher diputar atau dibengkokkan Keterangan :
a. +1 jika leher diputar atau posisi miring, dibengkokkan ke kanan atau kiri.
Gambar 2.13 : Postur Leher Staton, 2005
10. Langkah kesepuluh : Kisaran untuk punggung dikembangkan oleh Druy, Grandjean dan Grandjean et al :
a. +1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut paha tubuh 90°atau lebih
b. +2 untuk 0 - 20° flexion c. +3 untuk 20° - 60° flexion
d. +4 untuk 60° atau lebih flexion Punggung diputar atau dibengkokkan
Keterangan:
a. +1 jika tubuh diputar b. +1 jika tubuh miring kesamping
Gambar 2.14: Postur Punggung Staton, 2005
11. Langkah kesebelas :
Kisaran untuk kaki dengan skor postur kaki ditetapkan sebagai berikut: a. +1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.
b. +1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana terdapat ruang untuk berubah posisi.
a. +2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.
Gambar 2.15 : Postur Kaki Staton, 2005
12. Langkah kedua belas :
Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher, punggung badan dan kaki diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur.
Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B.
Tabel 2.5 Skor Grup B
Sumber: Staton, 2005
13. Langkah ketiga belas : Skor penggunaan otot
Tambahkan nilai +1, apabila terjadi : a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih.
b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit. 14. Langkah keempat belas :
Skor untuk penggunan tenaga atau beban. Tabel 2.6: Berat Beban
Sumber: Staton, 2005
15. Langkah kelima belas : Tetapkan lajur pada table C
Tabel 2.5 Neck, trunk and leg score
Sumber: Staton, 2005
Penetapan skor final yaitu dengan memasukkan nilai postur kelompok A arm and wrist analysis kedalam kolom vertikal tabel C, lalu memasukkan nilai postur
kelompok B neck, trunk, and leg analysis ke dalam kolom horizontal tabel C. Setelah diperoleh grand score, yang bernilai 1 sampai 7 menunjukkan level tindakan action
level sebagai berikut: a.
Action Level 1: Skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur dapat diterima selama tidak dijaga atau berulang untuk waktu yang lama.
b. Action Level 2: Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa penyelidikan lebih jauh
dibutuhkan dan mungkin saja perubahan diperlukan. c.
Action Level 3: Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera.
d. Action Level 4: Skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan
dibutuhkan sesegera mungkin mendesak.
Metode ini memiliki keterbatasan dalam pengukurannya, diantaranya Corlett, 1998 :
a. Tangan : metode ini tidak bisa mengukur gerakan tangan menggenggam,
meluruskan, memutar, memerlukan tekanan pada telapak tangan. b.
Tempat kerja : metode ini tidak mengukur antropometri tempat kerja yang dapat menyebabkan terjadinya postur janggal.
c. Ketidaknyamanan : metode ini tidak mengukur derajat ketidaknyamanan
akibat dimensi fisik tempat kerja. Meskipun begitu, metode ini juga memiliki banyak keuntungan yaitu mudah
digunakan, cepat, praktis, dapat dikombinasikan dengan metode lainnya dan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan investigasi lebih lanjut tindakan
perbaikan dalam Maijunidah 2010.