Analisis Postur Tubuh Ibu Menyusui dalam Posisi Duduk Menggunakan Rapid Upper Limb Assesment Kelurahan Pisangan

(1)

ANALISIS POSTUR TUBUH IBU MENYUSUI DALAM

POSISI DUDUK MENGGUNAKAN RAPID UPPER LIMB

ASSESMENT KELURAHAN PISANGAN TAHUN 2014

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH:

Nadya Hanifa Burmawi 108101000049

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1436 H. 2015 M.


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesahatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesahatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesahatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(3)

iii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Juni 2015

Nadya Hanifa, NIM: 108101000049

Analisis Postur Tubuh Ibu Menyusui dalam Posisi Duduk Menggunakan Rapid Upper Limb Assesment Kelurahan Pisangan

xvii + 106 Halaman + 14 Tabel + 19 Gambar + 2 Bagan + 10 Lampiran

ABSTRAK

Penerapan ergonomi yang tidak tepat sering terjadi pada ibu menyusui saat duduk. Ibu menyusui lebih sering mengabaikan kenyamanan mereka yang dapat menimbulkan postur janggal mengakibatkan keluhan rasa sakit. Gejala yang umum terjadi akibat penerapan ergonomi yang tidak tepat adalah timbulnya risiko ergonomi akibat kerja berupa MSDs. Namun masalah muncul adalah postur tubuh ibu menyusui yang menggunakan posisi duduk apa yang meminalisasi timbulnya risiko ergonomi.

Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk melihat gambaran analisis posisi duduk ibu menyusui menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan tahun 2014. Penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan pendekatan observasional terhadap postur tubuh pada ibu menyusui menggunakan metode ergonomic risk assessment RULA (Rapid Upper Limb Assesment). Untuk mendapatkan gambaran postur kerja dari aktivitas ibu menyusui dalam posisi duduk menggunakan kursi ergonomis, kursi biasa dan tidak menggunakan kursi.

Hasil yang diperoleh pada ibu menyusui menggunakan kursi ergonomis menggunakan metode RULA skornya 6 level risiko sedang, sedangkan postur tubuhnya paling berisiko yaitu leher sebanyak 30,8% (4 orang) dan siku kiri 31,2% (5 orang). Pada ibu menyusui menggunakan kursi/sofa menggunakan metode RULA skornya 7 level risiko tinggi sedangkan postur tubuhnya paling berisiko yaitu punggung sebesar 23,1% (3 orang), siku kiri 37,5% (3 orang) dan siku kanan (3orang). Pada ibu menyusui tidak menggunakan kursi/sofa menggunakan metode RULA skornya 7 level risiko tinggi sedangkan postur tubuhnya paling berisiko yaitu leher sebanyak 53,8% (7 orang), punggung sebanyak 61,5% (8 orang), lengan bawah kiri sebanyak 44,4% (4 orang), dan siku kiri sebanyak 50% (8 orang). Sedangkan berdasarkan hasil observasi yang ditemukan postur janggal pada posisi duduk ibu yang kursi/sofa dan yang tidak menggunakan kursi terdapat postur janggal pada bagian tubuh seperti leher, lengan, punggung, kaki kecuali menggunakan kursi ergonomis yang menggalami postur janggal pada bagian leher dan lengan. Oleh karena itu disarankan ibu menyusui untuk untuk duduk secara benar baik menggunakan kursi ergonomis, kursi/sofa, dan tidak mengunakan kursi dengan duduk membentuk huruf S apabila dilihat dari samping, adanya bantalan pada punggung.

Kata kunci: Ibu Menyusui, Posisi Duduk, Postur Tubuh. Daftar Bacaan: 25 (1993-2010)


(4)

iv

Undergraduate Thesis, Juli 2015

Nadya Hanifa, NIM: 108101000049

Analysis Posture of Breast Mother in Sitting Position using Rapid Upper Limb Assesment in Kelurahan Pisangan

xvii + 106 Pages + 14 Tables + 19 Figures + 2 Schemes + 10 Attachments

ABSTRAK

Improper application of ergonomics often occurs in breastfeeding mothers when sitting. Breastfeeding mother sometime abandon their convenience which can result in awkward postures and pain. The common symptoms to improper application of ergonomics is the emergence of ergonomic is the occupational risk in form of MSDs. But the problem came with breastfeeding sit position and the equiptment that can minimize ergonomic risk.

Because of that, this research tried to study about representation analysis sitting position of breastfeeding mother with RULA in Kelurahan Pisangan 2014. This study used descriptive method with quantitative approachment and observational approachment toward posture of breastfeeding mother with ergonomic risk assesment RULA (Rapid Upper Limb Assesment) method. To get an overview of the activities of breastfeeding mothers in sitting position, we use ergonomic chairs, regular chairs and no chair.

The results are in breastfeeding mothers using ergonomic chairs with RULA methods the score is 6 levels moderate risk, whereas most risky posture is neck as much as 30.8% (4 people) and left elbow 31.2% (5 people). In breastfeeding mothers using the chair / sofa with RULA methods the score is 7 levels high risk posture while most at risk, namely the back of 23.1% (3 people), left elbow 37.5% (3 people) and right elbow (3 people). In nursing mothers did not use the chair / sofa with RULA methods the score is 7 levels high risk posture while most at risk, namely the neck as much as 53.8% (7 people), back as much as 61.5% (8 people), left forearm as much as 44, 4% (4 people), and the left elbow as much as 50% (8 people). While based on the observation, women found awkward postures in the sitting position who used chairs / sofas and women found comfort at the part of body such as neck, arms, wrists, back, legs except when used ergonomic chairs they felt comfort at back. Therefore advisable for breastfeeding mothers to sit correctly either use an ergonomic chair, chair/sofa, and no chair to sit down to form the letter S when viewed from the side, the pads on the back.

Keywords: Breastfeeding, Sitting Position, Posture.


(5)

(6)

(7)

vi

RIWAYAT HIDUP

Data Diri

Nama Lengkap : Nadya Hanifa Burmawi

Tempat Tanggal Lahir : Padang, 05 November 1990

Alamat : Jl.Kantil II Blok H2 No.25 Harapan Kita,

Karawaci-Tangerang.

Telepon : 085697549711

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Email : hanifanadya@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1996 – 2002 : SD Islam Al-Isqitomah Tangerang

2002 – 2005 : SMP Negeri 19 Tangerang

2005 – 2008 : SMA Negeri 5 Karawang

2008 – sekarang : S1 – Kesehatan Masyarakat, Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN MAGANG

Januari-Februari 2012 : Divisi Health Safety and Environment (HSE) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

PENGALAMAN ORGANISASI

 Paskibra SMP Negeri 19 Tangerang  Paskibra SMA Negeri 5 Karawang


(8)

vii

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, atas Berkat dan Rahmat-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam tak lupa senantiasa tercurah kepada Nabi Besar

Muhammad Shallallahu‘alaihi wassalam, isteri-isteri, keluarga, sahabat dan pengikut mereka dalam kebajikan hingga akhir zaman.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu upaya dari mahasiswa dalam memenuhi kewajibannya sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penyelesaian skripsi ini melalui banyak proses yang telah saya lalui dalam waktu yang tidak sebentar. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua saya tercinta atas kasih sayang yang tidak terhingga yang telah mendidik dan membesarkan saya hingga saat ini, mengajarkan begitu banyak hal tentang arti syukur, cinta dan pengorbanan. Selalu mendoakan dan memberikan motivasi serta selalu menjadi penyemangat dan inspirasi untuk tidak berhenti berusaha dan melakukan yang terbaik.

2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

viii

4. Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA, sebagai pembimbing skripsi I yang telah memberikan bimbingan, masukan dan pengarahannya selama penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Ibu Yuli Amran, SKM, MKM, sebagai pembimbing skripsi II yang telah memberikan bimbingan, masukan dan pengarahannya selama penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D sebagai sebagai penguji I skripsi saya yang sudah memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.

7. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM sebagai penguji II skripsi saya yang sudah memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.

8. Ibu Meilani M Anwar, SKM, M.T sebagai penguji III skripsi saya yang sudah memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.

9. Segenap bapak ibu dosen Kesehatan Masyarakat yang telah membagikan ilmu pengetahuan dan memberikan pengarahannya selama prosesi akademi.

10.Ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Pisangan yang selalu bersedia membantu dalam memberikan informasi terkait ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan. 11.Ibu-ibu menyusui yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini.

12.Adik penulis dan keluarga besar untuk semangat dan motivasinya supaya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan memberikan yang terbaik bagi keluarga. 13.Saudari-saudariku Risma Budiyanti, Maratush Sholilah, Ade Rahmi, dan Ade

Fithrotinnadhiroh

14.Sahabat penulis Sinthi Ayesha yang selalu menyemangati dan mendoakan untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(10)

ix

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini, masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun isi. Maka dari itu, penulis berharap akan adanya penyusunan yang lebih baik untuk generasi mendatang.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Jakarta, Juli 2015


(11)

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Pertanyaan Penelitian ... 7

D. Tujuan ... 7

1. Tujuan Umum ... 7

2. Tujuan Khusus ... 7

E. Manfaat ... 8

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Ergonomi ... 11

B. Faktor Risiko Ergonomi ... 12

a. Postur Tubuh ... 12

b. Frekuensi ... 18

c. Durasi ... 18

d. Force/Gaya ... 19

e. Faktor Objek ... 19

C. Menyusui ... 20


(12)

xi

D. Anatomi Tulang Belakang ... 27

E. Metode Penilaian Risiko Ergonomi ... 29

1. RULA (Rapid Upper Limb Assesment) ... 29

2. REBA (Rapid Entire Body Assesment) ... 39

3. QEC (Quick Exposure Checklist) ... 41

4. OWAS (Ovako Working Posture Analysing System) ... 42

5. BRIEF (Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors) 43 6. Musculoskeletal Discomfort Survey Used at NIOSH ... 45

7. JSI (Job Strain Index) ... 45

8. PLIBEL-The Method Assigned for Identification of Ergonomic Hazards ... 45

9. The Occupational Repetitive Action (OCRA) Methods: OCRA Index and OCRA Checklist……….46

F. Desain Kursi ... 47

1. Kursi Ergonomis ... 49

2. Kursi Non Ergonomis ... 51

G. Kerangka Teori ... 51

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 54

A. Kerangka Konsep ... 54

B. Definisi Operasional ... 56

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 59

A. Desain Penelitian ... 59

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 59

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 59

D. Instrumen Penelitian ... 59

E. Pengumpulan Data ... 61

F. Pengolahan Data ... 65

G. Analisis Data ... 70

BAB V HASIL ... 71


(13)

xii

di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 ... 71

1. Gambaran Postur Duduk Menggunakan RULA Pada Kursi Ergonomis ... 73

2. Gambaran Postur Duduk Menggunakan Kursi/Sofa ... 76

3. Gambaran Postur Duduk Tidak Menggunakan Kursi ... 82

B. Gambaran Analisis Postur Tubuh di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 ... 86

C. Gambaran Posisi Janggal Ibu Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 ... 88

BAB VI PEMBAHASAN... 90

A. Keterbatasan Penelitian ... 90

B. Gambaran Posisi Duduk Menggunakan Kursi Ergonomis, Kursi/Sofa, dan Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun Menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 ... 90

C. Gambaran Postur Tubuh Menggunakan Kursi Ergonomis, Kursi/Sofa, dan Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 ... 96

D. Gambaran Postur Janggal Menggunakan Kursi Ergonomis, Kursi/Sofa, dan Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 ... 99

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. Simpulan ... 104

B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(14)

xiii

Nomor Tabel Halaman

2.1 Postur janggal dan kemungkinan terjadinya

sakit atau gejala lainnya 17

2.2 Skor Grup A 33

2.3 Berat Beban 34

2.4 Grand Total Score Table 34

2.5 Skor Grup B 37 2.6 Berat Beban 37

2.6 Neck, trunk and leg score 38

3.1 Definisi Operasional 56

5.1 Distribusi Posisi Duduk Ibu saat Menyusui

di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 71

5.2 Gambaran Postur Tubuh Ibu Bayi yang Berumur 0-2 Tahun Menggunakan Kursi Egonomis di Kelurahan Pisangan

Tahun 2014 73

5.3 Gambaran Postur Tubuh Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun Menggunakan Kursi/Sofa di Kelurahan Pisangan

Tahun 2014 76

5.4 Gambaran Postur Tubuh Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun Tidak Menggunakan Kursi di Kelurahan Pisangan


(15)

xiv

5.5 Distribusi Frekuensi Keluhan Berdasarkan Bagian Tubuh pada Posisi Duduk Ibu Menyusui Bayi yang Berumur

0-2 Tahun di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 86 5.6 Gambaran Postur Janggal Menggunakan Kursi Ergonomis,

Kursi/Sofa, dan Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun di Kelurahan Pisangan

Tahun 2014 89


(16)

xv

Nomor Bagan Halaman

2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi postur kerja 13


(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

5.2 Posisi duduk yang benar saat menyusui 23

5.3 Posisi berdiri yang benar saat menyusui 24

5.4 Posisi rebahan yang benar saat menyusui 25

5.5 Posisi cradle hold yang benar saat menyusui 25

5.6 Posisi cross cradle hold yang benar saat menyusui 26

5.7 Posisi football hold yang benar saat menyusui 27

5.8 Posisi berbaring miring yang benar saat menyusui 27

5.9 Postur Bagian Lengan Atas 31

5.10 Postur Bagian Lengan Bawah 32

5.11 Postur Pergelangan Tangan 32

5.12 Postur Putaran Pergelangan Tangan 33

5.13 Postur Leher 35

5.14 Postur Punggung 36

5.15 Postur Kaki 36

3.1 Kerangka Konsep 55

4.1 Timbangan Digital 60

4.2 Samsung ST65 60

4.3 Busur Derajat 61


(18)

xvii

Lampiran 1 Form Pernyataan Persetujuan Responden Lampiran 2 Lembar Observasi

Lampiran 3 Form Pengukuran RULA Lampiran 4 Contoh Analisis RULA Lampiran 5 Form Nordic Body Map Lampiran 6 Data Kursi Ergonomis

Lampiran 7: Contoh Gambar Sofa yang Digunakan Ibu Menyusui Lampiran 8: Contoh Gambar Kursi yang Digunakan Ibu Menyusui Lampiran 9 Foto IbuMenyusui

Lampiran 10 Hasil Pengukuran RULA


(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Soedarjatmi (2003) sikap duduk yang salah (tidak ergonomis) akan meningkatkan risiko terpajan nyeri punggung bawah. Menurut Chang (2006), 60 % orang dewasa mengalami nyeri pinggang bawah karena masalah duduk yang terjadi pada saat mereka bekerja atau yang aktivitasnya lebih banyak dilakukan dengan duduk. Duduk lama dengan posisi yang salah dapat menyebabkan otot-otot punggung bawah menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya. Bila keadaan ini berlanjut, akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nukleus pulposus (Idyan dalam Harnoto, 2009).

Saat duduk juga dilakukan aktivitas mengangkat dan membungkuk, maka pembebanan pada tulang belakang juga semakin besar. Hal itu dapat menyebabkan nyeri punggung bawah. Gangguan fungsi itu timbul akibat tidak seimbangnya otot perut dan otot pinggang yang menyangga tulang belakang (Tarwaka, 2004). Wawancara yang dilakukan Klinpikul (2010) untuk penelitian yang berjudul Factors Affecting Low Back Pain during Breastfeeding of Thai Women ditemukan bahwa duduk untuk jangka waktu yang panjang pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dapat menyebabkan sakit, nyeri di pinggang, leher, bahu, dan paha.


(20)

Posisi nyaman yang dilakukan ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun belum sesuai dengan posisi menyusui yang benar dalam keadaan duduk seperti terlalu membungkuk, jangkauan tangan dan kaki yang tidak normal (Suradi, 2004). Sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan yaitu kelelahan dan rasa nyeri pada punggung akibat dari duduk yang tidak ergonomis tersebut, timbulnya rasa nyeri pada bahu dan kaki akibat ketidaksesuaian antara ibu dan lingkungan setempat. Maka sebaiknya ibu dapat mengambil posisi duduk lebih baik menggunakan kursi, punggung ibu bersandar pada sandaran kursi, dan agar kaki tidak bergantung maka harus diberi penyangga (Suradi, 2004).

Kalau diperhatikan pada lingkungan sekitar, maka akan ditemukan obyek-obyek fisik buatan manusia seperti: kursi, meja, tempat tidur, ball point dan sebagainya. Kursi untuk tempat duduk misalnya, mempunyai kegunaan yang istimewa bagi manusia, apabila perancangannya memperhatikan sistem manusia-kursi. Artinya ukuran dari kursi tersebut harus memperhatikan ukuran-ukuran manusia yang menggunakannya, dan bentuk atau tipe dari kursi harus memperhatikan tujuan pemakaiannya. Jelas disini, bahwa untuk bisa merancang suatu sistem kerja yang baik, harus menyeimbangkan fungsi manusia sebagai pihak yang aktif dengan fungsi obyek yang dibuat sebagai pihak yang pasif.

Menurut penelitian yang dilakukan Fahma, dkk (2010) dengan judul Perancangan Kursi untuk Ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun berdasarkan Pendekatan Antropometri (Studi Kasus: Di Ruang Laktasi Rumah Sakit XYZ) mengemukakan rancangan kursi ergonomis untuk ibu menyusui


(21)

3

bayi yang berumur 0-2 tahun berdasarkan antropometri penggunanya. Penelitian lain yang dilakukan Iqbal (2013) dengan judul Pengembangan Model Kursi Bagi Ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun yang Ergonomis Berdasarkan Ukuran Antropometri (Uji Coba Di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur) menemukan ukuran-ukuran untuk dimensi rancangan kursi ergonomis melalui data antropometri wanita di Indonesia (Chuan dkk, 2010) dengan data antropometri ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan. Oleh karena adanya penelitian tersebut diharapkan dapat diaplikasikan penggunaan kursi ergonomis pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun khususnya di Kelurahan Pisangan. Umumnya posisi ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun cenderung sama di semua tempat.

Postur tubuh menjadi suatu bahan yang menarik untuk dikaji, hal ini terbukti dengan munculnya berbagai metode analisis postur. Berbagai metode-metode itu ialah Ovako Working Posture Analysing System (OWAS), Quick Exposure Checklist (QEC), Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors (BRIEF), Rapid Entire Body Assesment (REBA), Rapid Upper Limb Assesment (RULA), Musculoskeletal Discomfort Survey Used at NIOSH, Job Strain Index, PLIBEL-The Method Assigned for Identification of Ergonomic Hazards, The Occupational Repetitive Action (OCRA) Methods: OCRA Index and OCRA Checklist.

Metode-metode tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi postur kerja, menentukan apakah postur yang dilakukan sudah aman dan nyaman serta


(22)

memberikan rekomendasi perbaikan postur kerja. Rekomendasi ditunjukkan dengan menentukan klasifikasi postur, sudah termasuk aman atau belum kemudian tindakan apa yang perlu dilakukan.

Metode RULA yang dikembangkan untuk menginvestigasi secara ergonomi keadaan di tempat kerja dimana terdapat adanya keluhan-keluhan cedera yang disebabkan oleh beban kerja pada tubuh bagian atas (McAtamney& Corlett, 1993). Sehingga analisis postur tubuh menggunakan posisi duduk pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun lebih efektif bila menggunakan metode RULA. Input metode ini adalah postur (telapak tangan, lengan atas, lengan bawah, punggung dan leher), beban yang diangkat, tenaga yang dipakai (statis/dinamis), jumlah pekerjaan.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun menggunakan posisi duduk, ditemukan 25% ibu duduk menggunakan kursi/sofa dan 75% ibu tidak duduk menggunakan kursi. Hasil kuesioner Nordic Body Map yang telah diisi oleh ibu yang mengalami keluhan sakit, nyeri, kesemutan, dan lain-lain pada beberapa bagian tubuh yaitu leher (23%), punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan bawah (12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Oleh karena itu, pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun permasalahan ergonomi terutama sangat terkait dengan postur tubuh yang tidak baik dan harus melakukan pekerjaan yang berulang-ulang yaitu menyusui pada posisi duduk yang tidak benar sehingga sangat berpotensi menimbulkan postur janggal.


(23)

5

Gerakan postur janggal adalah salah satu faktor risiko terjadinya gangguan, penyakit, atau cedera pada sistem otot rangka (Cohen dkk, 1997).

Berdasarkan studi pendahuluan tersebut, maka peneliti ingin mengetahui mengenai analisis postur tubuh yang berhubungan dengan posisi duduk ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun menggunakan metode RULA. Penelitian ini merupakan penelitian bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang diterapkan pada postur tubuh ibu yang dapat terjadi postur janggal dan posisi duduk ibu yang diukur menggunakan metode RULA melalui aktivitas menyusui yang dilakukan ibu-ibu pasca melahirkan pada umumnya. Aktivitas menyusui dilakukan secara berulang-ulang dan berkali-kali setiap harinya hingga masa menyusui berhenti, artinya aktivitas menyusui dapat diasumsikan sebagai proses bekerja. Adanya penelitian ini, menunjukkan bahwa K3 dapat diterapkan dimana saja yang terdapat aktivitas.

B. Rumusan Masalah

Ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun harus mempunyai keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui dan perlekatan bayi pada payudara yang tepat (IDAI, 2008). Menurut Kristiyanasari (2009), posisi yang nyaman untuk menyusui sangat penting dan banyak cara untuk memposisikan ibu dan bayi selama proses menyusui berlangsung. Ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun lebih sering mengabaikan memposisikan dirinya selama aktivitas menyusui berlangsung sehingga menimbulkan postur janggal pada saat posisi duduk yang menimbulkan risiko MSDs. Sikap duduk dengan


(24)

posisi yang salah sangat berbahaya bagi kesehatan dan mengurangi kenyamanan. Akibatnya sering terjadi keluhan pada bagian punggung bagian bawah dikarenakan sikap duduk yang kurang ergonomis dan duduk dalam posisi statis seperti posisi membungkuk (kurang dari 90 derajat) dapat memicu kerja otot yang yang kuat dan lama tanpa cukup pemulihan dan aliran darah ke otot terhambat. Ibu yang menyusui sering mengalami posisi duduk yang terlalu membungkuk, jangkauan tangan dan kaki yang tidak normal mengakibatkan timbulnya kelelahan, sakit dan rasa nyeri.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Februari 2013 di Kelurahan Pisangan terhadap 10 ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun menggunakan posisi duduk, ditemukan 25% ibu duduk menggunakan kursi/sofa dan 75% ibu tidak duduk menggunakan kursi. Adapun hasil kuesioner Nordic Body Map yang telah diisi oleh ibu yang mengalami keluhan sakit,nyeri, kesemutan, dan lain-lain pada beberapa bagian tubuh yaitu leher (23%), punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan bawah (12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas menyusui berisiko terutama dari aspek ergonomi. Berdasarkan permasalahan ini peneliti ingin mengetahui gambaran analisis posisi duduk ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun (menggunakan kursi/sofa, kursi ergonomis, dan tidak menggunakan kursi) di Kelurahan Pisangan lebih lanjut.


(25)

7

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran posisi duduk menggunakan kursi ergonomis, kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan tahun 2014? 2. Bagaimana gambaran postur tubuh menggunakan kursi ergonomis,

kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun 2014?

3. Bagaimana gambaran postur janggal yang ditemukan menggunakan kursi ergonomis, kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun 2014?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui maksud dilakukannya penelitian melalui tujuan umum dan tujuan khusus.

1. Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran analisis postur tubuh ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dalam posisi duduk menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran posisi duduk menggunakan kursi ergonomis, kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan tahun 2014.


(26)

b. Diketahuinya gambaran postur tubuh menggunakan kursi ergonomis, kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun 2014.

c. Diketahuinya gambaran postur janggal yang ditemukan menggunakan kursi ergonomis, kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun 2014.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian untuk mengetahui manfaat dilakukannya penelitian ini bagi ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dan masyarakat yang membutuhkan referensi penelitian ini.

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi atau referensi bagi peneliti lain yang akan atau sedang meneliti terkait tentang analisis postur tubuh ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dalam posisi duduk menggunakan metode RULA.

2. Bagi Ibu Menyusui

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun akan pentingnya posisi duduk yang baik dan benar buat kesehatan ibu.


(27)

9

3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi atau referensi bagi mahasiswa peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mengenai gambaran analisis postur tubuh ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dalam posisi duduk menggunakan metode RULA sebelum dan sesudah menggunakan kursi ergonomis di Kelurahan Pisangan.

F. Ruang LingkupPenelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk mengetahui gambaran analisis postur tubuh ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dalam posisi duduk menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Tahun 2014. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur pada bulan Februari-Juli 2013 pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun yang menggunakan posisi duduk pada kursi ergonomis, menggunakan kursi dan tidak menggunakan kursi.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif dengan pendekatan kuantitatif dan pendekatan observasional dengan menggunakan metode ergonomic risk assessment RULA (Rapid Upper Limb Assesment)

.

Populasi penelitian ini adalah ibu menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur yang


(28)

menggunakan posisi duduk pada kursi ergonomis, menggunakan kursi dan tidak menggunakan kursi yang berjumlah 83 orang.

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner nordic body map, wawancara, observasi, dan pengukuran langsung lembar RULA. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur melalui posyandu. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat.


(29)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ergonomi

Ergonomi merupakan ilmu yang memiliki perhatian pada desain dari sistem di mana manusia melakukan sebuah aktifitas pekerjaan. Asal kata ergonomi berasal dari bahasa yunani, yaitu ergon yang berarti bekerja dan nomos yang berarti hukum. Ergonomi bertujuan untuk memastikan kebutuhan manusia akan keselamatan dan efisiensi pekerjaan selama mereka berada didalam lingkungan kerjannya (Bridger dalam Aryanto, 2008).

Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya, dengan tujuan tercapainya produktifitas kerja dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ergonomi adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup hiperkes yang antara lain meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbal balik untuk efisiensi dan kenyamanan

kerja (Suma’mur dalam Aryanto, 2008).

Untuk kebanyakan orang, ergonomi adalah suatu konsep atau sebuah ide. Ergonomi adalah cara pandang terhadap dunia, bagaimana manusia berpikir dan bagaimana mereka berinteraksi dengan semua aspek dari lingkungan, peralatan yang mereka gunakan dan situasi kerja mereka (Oborne dalam Aryanto, 2008).


(30)

B.Faktor Resiko Ergonomi

Faktor risiko ergonomi merupakan faktor-faktor yang berpotensi menimbulkan kerugian atau efek terhadap kesehatan sehubungan dengan ergonomi. Menurut Bridger (2003) ada beberapa faktor risiko ergonomi yaitu faktor fisik pekerjaan, faktor organisasi kerja dan faktor psikososial dalam Astuti (2009).

a) Postur Tubuh

Menurut Pheasant (1991) postur adalah orientasi relatif dari posisi rata-rata setiap bagian tubuh hampir pada setiap waktu dan postur tubuh seseorang dipengaruhi oleh gerakan yang diakukan. Postur seseorang dalam bekerja merupakan hubungan antara dimensi tubuh seseorang dengan dimensi berbagai benda yang dihadapinya dalam pekerjaan (Pheasant, 1986). Menurut Pulat (1991) postur kerja sebagai posisi tubuh pekerja pada saat melakukan aktivitas kerja yang biasanya terkait dengan desain area kerja dan task requirements.

Peranan penting dalam ergonomi yaitu postur dan pergerakan memegang. Postur janggal (awkwark posture) salah satu penyebab utama gangguan otot rangka. Menurut Bridger (1995) postur tubuh ketika bekerja dapat dipengaruhi oleh faktor personal, karakteristik pekerjaan, dan desain tempat kerja seperti yang ditunjukan sebagai berikut:


(31)

13

Bagan 2.1: Faktor-faktor yang mempengaruhi postur kerja (Bridger, 2003)

Task requirements

Working posture

Workspace Personal factor

1. Workspace design seperti dimensi tempat duduk, dimensi permukaan kerja, desain tempat duduk, dimensi ruang kerja, privasi, tingkat dan kualitas pencahayaan.

2. Task Requirements seperti kebutuhan visual, kebutuhan untuk pekerjaan manual (posisi, force/gaya), pergantian shift, waktu istirahat, pekerjaan statis atau dinamis.

3. Karakteristik pekerja/personal factor seperti umur, antropometri, berat badan, fitnes, pergerakan sendi, gangguan musculoskeletal sebelumnya, injuri/ operasi yang pernah dialami sebelumnya, penglihatan, jangkauan tangan, dan obesitas (Bridger, 2003).

Postur netral yaitu postur dalam proses yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian penting tubuh, seperti organ tubuh, saraf, tendon, otot, dan tulang membuat keadaan menjadi rileks dan menyebabkan kelelahan sistem muskuloskeletal/sistem tubuh lainnya (Satrya dalam Rinandha, 2011). Ada


(32)

dua jenis postur yang sering terjadi ketika bekerja dengan pusat pendukung yang berbeda yaitu:

a) Postur duduk

Menurut Pheasant (1991) postur duduk melibatkan fleksi pada lutut dan fleksi punggung terhadap paha dan saat posisi duduk pusat pendukung tubuh adalah tulang pungung terhadap pelvis. Postur duduk lebih disenangi secara psikologis karena kelebihannya untuk mendukung postur yang stabil pada tubuh dengan nyaman disepanjang waktu, dan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan (Pheasant, 1986).

Menurut Bridger (1995) umumnya seseorang tidak mampu untuk duduk dalam posisi tegak lurus dalam waktu yang lama sehingga mereka akan duduk dalam posisi yang agak sedikit merosot. Posisi duduk yang agak merosot dapat membuat jaringan lunak pada tulang punggung antara anterior dan posterior tertekan sehingga menimbulkan kesakitan.

b) Postur berdiri

Saat posisi berdiri pusat pendukung tubuh adalah kaki. Menurut Bridger (2003) ada beberapa manfaat posisi kerja yang dilakukan dengan berdiri yaitu jangkauan lebih luas dalam posisi berdiri daripada posisi duduk, berat badan dapat digunakan untuk menekan beban/force, pekerja yang berdiri membutuhkan ruang yang lebih kecil daripada pekerja yang duduk dan kaki sangat efektif pada damping vibration. Beban statis, penekanan pada jaringan lunak dan pembekuan pada vena dapat menyebabkan fatique, oleh sebab itu perlu adanya pergerakan dalam postur


(33)

15

berdiri seperti berjalan-jalan atau bergerak dalam waktu yang singkat sebagai relaksasi agar aliran darah ke kaki tetap aktif (Bridger dalam Astuti, 2009).

Menurut ILO (1998) secara alamiah postur terbagi menjadi dua yaitu: a. Postur Statis :

Postur statis merupakan postur yang tetap atau sama hampir disepanjang waktu. Pada postur statis hampir tidak terjadi pergerakan otot dan sendi, sehingga beban yang ada adalah beban statis. Dalam kondisi ini suplai darah yang membawa nutrisi dan oksigen akan terganggu sehingga akan menggangu proses metabolism tubuh. Permasalahan dalam pekerjaan statis adalah postur yang sama dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat menyebabkan stress atau tekanan pada bagian tubuh tertentu dalam Astuti (2009).

b. Postur Dinamis :

Postur dinamis adalah postur yang terjadi dengan adanya perubahan panjang dan peregangan pada otot serta adanya perpindahan beban. Postur dinamis melibatkan adanya gerakan. Posisi yang paling nyaman bagi tubuh adalah posisi netral dengan pergerakan. Akan tetapi jika pergerakan tersebut terjadi terus menerus dan kelanjutan maka dapat membahayakan kesehatan.

Hal ini dapat terjadi karena pergerakan yang berkepanjangan akan membutuhkan energi yang lebih besar daripada posisi statis, terutama pada


(34)

pergerakan yang ekstrim atau ketika menangani beban yang berat. Perbedaan antara postur statis dan dinamis juga dapat dilihat dari kerja otot, aliran darah, oksigen dan energi yang dikeluarkan pada kedua jenis postur tersebut.Postur kerja yang berbahaya bagi kesehatan dan paling berisiko menimbulkan cidera adalah postur janggal.

Postur janggal merupakan posisi tubuh/segmen tubuh yang menyimpang secara signifikan dari posisi range yang normal pada saat melakukan suatu aktivitas yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh manusia untuk melawan beban dalam jangka waktu lama. Postur janggal akan menyebabkan stress mekanik pada otot, ligamen, dan persendian sehingga menyebabkan rasa sakit pada otot rangka.

Postur janggal membutuhkan energi yang lebih besar pada beberapa bagian otot, sehingga meningkatkan kerja jantung dan paru-paru untuk menghasilkan energi. Semakin lama bekerja dengan postur janggal, maka semakin banyak energy yang dibutuhkan untuk memepertahankan kondisi tersebut, sehingga dampak kerusakan otot rangka yang ditimbulkan semakin kuat (Bridger dalam Kurniawati, 2009). Berikut beberapa postur janggal yang berisiko menimbulkan sakit pada bagian tubuh tertentu (Van Wely dalam ILO, 1998):


(35)

17

Tabel 2.1 : Postur janggal dan kemungkinan terjadinya sakit atau gejala lainnya

Sumber: Van Wely dalam ILO, 1998.

Postur Janggal Alokasi kemungkinan sakit atau gejala lainnya.

Berdiri Pada kaki, region lumbal

Duduk tanpa dukungan lumbar Pada region lumbal

Duduk tanpa dukungan punggung Pada otot-otot punggung Duduk tanpa footrest (tumpuan kaki) yang

baik dengan ketinggian yang sesuai

Pada lutut, kaki dan region lumbar

Duduk dengan mengistirahatkan bahu pada permukaan alat kerja yang terlalu tinggi

Pada bahu dan otot-otot leher

Tangan bagian atas terangkat tanpa dukungan dari alas vertical

Pada bahu dan lengan bagian atas

Tangan meraih sesuatu yang sulit terjangkau (jauh atau tinggi)

Pada bahu dan lengan bagian atas

Kepala mendongkak Pada region leher

Posisi membungkuk, punggung yang mengarah ke depan

Pada region lumbal, otot-otot punggung

Membawa beban berat dengan cara memanggul atau memikul

Pada region lumbal, otot-otot punggung

Semua posisi tegang Pada semua otot (karena semua otot-otot

terlibat) Posisi ekstrim yang terus menerus pada

setiap sendi

Pada semua sendi (karena semua sendi terlibat)


(36)

Semakin sering dan lama terjadinya postur janggal maka akan semakin perbesar kemungkinan risiko yang ditimbulkan. Selain itu derajat kejanggalan yang terjadi juga menentukan risiko yang ditimbulkan (Astuti, 2009).

b) Frekuensi

Banyaknya frekuensi aktivitas (mengangkat atau memindahkan) dalam satuan waktu (menit) yang dilakukan oleh pekerja dalam satu hari. Frekuensi

gerakan postur janggal ≥ 2 kali/menit merupakan faktor risiko terhadap

pinggang. Pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan rasa lelah bahkan nyeri/sakit pada otot, oleh karena adanya akumulasi produk sisa berupa asam laktat pada jaringan. Akibat lain dari pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang akan menyebabkan tekanan pada otot dengan akibat terjadinya edema atau pembentukan jaringan perut. Akibat adanya jaringan parut maka akan terjadi penekanan di otot yang akan mengganggu fungsi syaraf. Terganggunya fungsi syaraf, destruksi serabut saraf atau kerusakan yang menyebabkan berkurangnya respon syaraf dapat menyebabkan kelemahan pada otot (Humantech, 1995).

c) Durasi

Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi dapat dilihat sebagai menit-menit dari jam kerja atau hari pekerja perpajan risiko. Durasi juga dapat dilihat sebagai pajanan atau tahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan faktor risikonya. Secara umum, semakin besar pajanan durasi pada faktor risiko, semakin besar pula tingkat risikonya.


(37)

19

Durasi dibagi sebagai berikut : a) Durasi singkat : < 1 jam/hari b) Durasi sedang : 1-2 jam/hari c) Durasi lama : > 2 jam

Risiko fisiologis utama yang dikaitkan dengan gerakan yang sering dan berulang-ulang adalah keletihan atau kelelahan otot. Sepanjang otot mengalami kontraksi, otot tersebut harus menerima pasokan tetap oksigen dan bahan gizi dari aliran darah. Jika gerakan berulang-ulang dari otot menjadi terlalu cepat untuk memberikan oksigen yang memadai mencapai jaringan atau memberikan uptake kalsium, terjadilah kelelahan otot (Germain dalam Munir, 2008).

d) Force/ gaya

Force/ gaya merupakan usaha mekanik atau fisik yang dikeluarkan untuk melakukan gerakan atau peregangan (American Dental Association, 2004). force/ gaya juga dapat berarti sebagai tenaga yang dikeluarkan ketika melakukan sesuatu force/ gaya juga berhubungan dengan beban dan berat objek yang ditangani. Semakin berat objek yang ditangani semakin besar force/ gaya yang harus dikeluarkan tubuh. Secara umum semakin besar gaya yang dikeluarkan untuk menangani suatu objek, maka risiko kesehatan yang dapat terjadi juga akan semakin besar dalam Astuti (2009)

e) Faktor Objek 1. Berat objek

Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk diangkat oleh seseorang adalah 23-25 kg. Mengangkat beban yang terlalu berat akan


(38)

mengakibatkan tekanan pada discus pada tulang belakang (deformitas discus). Deformitas discus menyebabkan derajat kurvatur lumbar lordosis berkurang sehingga pada akhirnya mengakibatkan tekanan pada jaringan lunak. Selain itu, beban yang berat juga dapat menyebabkan kelelahan karena dipicu peningkatan tekanan pada discus intervertebra (Bridger, 1995).

2. Besar dan bentuk objek

Ukuran dan bentuk objek ikut mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Ukuran objek harus cukup kecil agar dapat diletakkan sedikit mungkin dari tubuh. Lebar objek yang besar dapat membebani otot pundak atau bahu lebih 300-400mm, panjang lebih dari 350mm dengan ketinggian lebih 450mm. sedangkan bentuk objek yang baik harus memiliki pegangan, tidak ada sudut tajam dan tidak dingin atau panas saat diangkat. Mengangkat objek tidak boleh hanya dengan mengandalkan kekuatan jari, karena kemampuan otot jari terbatas sehingga dapat cidera pada jari (Kumar, 1999).

C. Menyusui

Menurut Roesli (2000), menyusui adalah proses pemberian ASI kepada bayi, dimana bayi memiliki refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan ASI. Menyusui merupakan proses alamiah yang keberhasilannya tidak diperlukan alat-alat khusus dan biaya yang mahal namun membutuhkan kesabaran, waktu, dan pengetahuan tentang menyusui serta dukungan dari lingkungan keluarga terutama suami. Lawrence dalam Roesli (2001), menyatakan bahwa menyusui adalah pemberian sangat berharga yang dapat diberikan seorang ibu pada bayinya. Dalam


(39)

21

keadaan miskin, sakit atau kurang gizi, menyusui merupakan pemberian yang dapat menyelamatkan kehidupan bayi.

1. Definisi ASI

Air Susu Ibu adalah cairan putih yang merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang dikeluarkan oleh kelenjar-kelenjar mamari pada manusia. ASI merupakan satu-satunya makanan alami berasal dari tubuh yang hidup, disediakan bayi sejak lahir hingga berusia 2 tahun lebih (Siregar, 2004).

ASI diproduksi atau dibuat oleh kelenjar susu atau pabrik ASI. Kemudian disalurkan melalui saluran susu ke gudang susu yang terdapat dibawah daerah yang berwarna gelap atau cokelat tua disekitar putting susu. Gudang susu ini sangat penting artinya, karena merupakan tempat penampungan ASI. Puting susu mengandung banyak saraf sensoris sehingga sangat peka. ASI diproduksi atas hasil kerja gabungaan antara hormon dan refleks. Selama hamil, terjadilah perubahan pada hormon yang berfungsi mempersiapkan jaringan kelenjar susu untuk memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan kadang-kadang mulai kehamilan 6 bulan terjadi perubahan hormonal yang menyebabkan payudara mulai memproduksi ASI (Roesli, 2000).

2. Pemberian ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun air putih sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai berumur 2 tahun (Purwati, 2003).


(40)

Menurt Roesli (2000) yang berpendapat bahwa yang dimaksud ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan cairan lainnya seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa makanan tambahan padat seperti pisang,papaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi dan tim. Pemberian asi secara eksklusif ini dianjurkan unutk jangka waktu setidaknya 4 bulan, tetapi bila mungkin 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus dikenalkan dengan makanan padat, sedangkan asi dapat diberikan sampai umur 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health Assembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dalam (Inayatillah, 2010).

3. Posisi Menyusui

Ada banyak cara untuk memposisikan ibu dan bayinya selama proses menyusui berlangsung. Sebagian ibu memilih menyusui dalam posisi berbaring miring sambil merangkul bayinya. Sebagian lagi melakukannya sambil duduk di kursi dengan punggung diganjal bantal dan kaki diatas bangku kecil. Setiap ibu memiliki kebiasaan yang berbeda dan tidak ada satu posisi pun yang paling benar dalam menyusui.

Ada beberapa posisi menyusui yaitu posisi duduk, posisi berdiri, posisi rebahan, posisi cradle hold, posisi cross cradle hold, posisi football hold dan posisi berbaring miring.


(41)

23

a. Posisi Duduk

Posisi menyusui dengan duduk dapat dilakukan dengan posisi santai dengan menggunakan kursi atau sofa, punggung ibu bersandar pada sandaran kursi, dan kaki tidak boleh mengantung. Adapun cara menyusui dengan posisi duduk yaitu: 1) gunakan bantal untuk menopang bayi, bayi ditidurkan di atas pangkuan ibu; 2) bayi dipegang satu lengan, kepala bayi diletakkan pada lengkung siku ibu dan bokong bayi diletakkan pada lengan dan kepala bayi tidak boleh tertengadah atau bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu; 3) satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang satu di depan; 4) perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara; 5) telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus (Kristiyanasari, 2009).

Gambar 2.1: Posisi duduk yang benar saat menyusui (Kristiyanasari, 2009)

b. Posisi Berdiri

Menyusui dengan posisi berdiri diusahakan bayi merasa nyaman saat menyusui. Cara menyusui dengan posisi berdiri : 1) bayi digendong dengan kain atau alat penggendong bayi; 2) saat menyusui sebaiknya tetap disangga dengan lengan ibu agar bayi merasa tenang dan tidak terputus saat menyusu; 3) lekatkan badan bayi ke dada ibu dengan meletakkan tangan


(42)

bayi di belakang atau samping ibu agar tubuh ibu tidak terganjal saat menyusui.

Gambar 2.2 : Posisi berdiri yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)

c. Posisi Rebahan

Menyusui dengan posisi rebahan dapat dilakukan dengan : 1) ibu dapat duduk di atas tempat tidur dan punggung bersandar pada sandaran tempat tidur atau dapat diganjal dengan bantal; 2) kedua kaki ibu berada lurus di atas tempat tidur; 3) bayi diletakkan menghadap perut ibu; 4) ibu menyangga bayi secara merata dari kepala, bahu hingga pantatnya; 5) posisikan paha ibu turut membantu menyangga tubuh bayi, namun kalau kurang dapat ditambah dengan bantal.


(43)

25

Gambar 2.3: Posisi rebahan yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)

d. Posisi Madona/Cradle Hold

Menyusui dalam posisi madona ini sangat baik untuk bayi yang baru lahir secara persalinan normal. Adapun cara menyusui bayi dengan posisi madona (menggendong) : 1) bayi berbaring menghadap ke arah ibu, 2) letakkan kepala bayi pada siku ibu, 3) leher dan punggung atas bayi diletakan pada lengan bawah leteral payudara, 4) jaga bayi di perut ibu, sampai kulitnya dan kulit ibu saling bersentuhan, 5) ibu menggunakan tangan lainnya untuk memegang payudara jika diperlukan (Depkes, 2002)


(44)

e. Posisi Cross Cradle Hold

Menyusui dalam posisi cross cradle hold bagus untuk bayi prematur dan ibu dengan puting payudara kecil. Cara menyusui dalam posisi cross cradle hold : 1) tubuh bayi diletakkan di salah satu lengan ibu, 2) telapak tangan ibu menyangga kepala bayi, 3) peluk bayi sehingga dada, kepala dan perut menghadap kearah ibu, 4) jika diperlukan ibu menggunakan tangan sebelahnya memegang payudara.

Gambar 2.5 : Posisi cross cradle hold yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)

f. Posisi Football Hold

Menyusui dalam posisi football hold (mengepit) baik bagi ibu yang melahirkan dengan operasi sesar atau untuk ibu-ibu dengan payudara besar. Cara dalam menyusui dalam posisi football hold : 1) pegang bayi di samping ibu dengan kaki di belakang ibu, 2) bayi berbaring atau punggung melingkar antara lengan dan samping dada ibu, 3) lengan bawah dan tangan ibu menyangga bayi, 4) ibu harus menggunakan bantal untuk menopang bayi, 5) ibu menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang payudara jika diperlukan (Depkes, 2002).


(45)

27

Gambar 2.6 : Posisi football hold yang benar saat menyusui

g. Posisi Berbaring Miring

Menyusui dengan posisi berbaring miring baik untuk ibu yang merasakan lelah atau nyeri. Harus diwaspadai dari posisi ini adalah pertahankan jalan nafas bayi agar tidak tertutup oleh payudara ibu. Menyusui berbaring miring juga berguna pada ibu ingin tidur sehingga ia dapat menyusui tanpa bangun (WHO, 1993).

Gambar 2.7 : Posisi berbaring miring yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)

C. Anatomi Tulang Belakang

Tulang Belakang merupakan bagian yang penting dalam ergonomi karena merupakan rangka yang menyokong tubuh manusia bersama dengan panggul untuk mentransmisikan beban kepada kedua kaki melalui sendi yang terdapat pada pangkal paha. Bentuk dari tiap-tiap ruas tulang belakang pada umumnya sama hanya ada perbedaannya sedikit tergantung pada kerja yang ditanganinya.


(46)

Tulang belakang terdiri dari beberapa bagian yaitu:

a. Vertebra Cervical (tulang leher): terdiri dari 7 tulang yang memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek kecuali tulang ke-2 dan ke-7. Tulang ini merupakan tulang yang mendukung bagian leher.

b. Vertebra Thoracic (tulang punggung): terdiri dari 12 ruas di mana masing-masing ruas tersebut tersemat pada dua tulang rusuk sehingga terbentuk rongga yang berfungsi melindungi organ-organ vital yaitu jantung dan paru-paru.

c. Vertebra Lumbalis (tulang pinggang): terdiri dari 5 ruas yang membentuk daerah lumbal atau pinggang. Vertebra ini memungkinkan kita untuk membungkuk ke depan atau berkuluk ke belakang.

d. Tulang sacrum: terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya bergabung dan tidak memiliki celah atau intervertebral disc satu sama lainnya. Tulang ini menghubungkan antara bagian punggung dengan bagian panggul.

e. Vertebra Coccyaglis (tulang ekor): terdiri atas 4 tulang yang juga tergabung tanpa celah antara 1 dengan yang lainnya. Tulang coccyx dan sacrum tergabung menjadi satu kesatuan dan membentuk tulang yang kuat.

Ruas-ruas tulang belakang ini tersusun dari atas ke bawah dan di antara masing-masing ruas dihubungkan oleh tulang rawan yang disebut cakram antara ruas sehingga tulang belakang tegak dan membungkuk, disamping itu di sebelah


(47)

29

depan dan belakangnya terdapat kumpulan serabut-serabut kenyal yang memperkuat kedudukan ruas tulang belakang. Fungsi pergerakan dari tulang belakang sendiri sangat tergantung pada intervertebral discus yang terpisah dari bagian vertebra dan berfungsi sebagai peredam kejutan dalam Selvianti (2009).

D. Metode Penilaian Risiko Ergonomi

Metode penilaian risiko ergonomi digunakan untuk mengidentifikasi gangguan otot rangka pada postur tubuh .terbukti dengan adanya berbagai metode analisis postur. Berikut metode penlaian risiko ergonomi:

1. Rapid Upper Limb Assesment (RULA)

a. Definisi RULA (Rapid Upper Limb Assesment)

RULA atau Rapid Upper Limb Assesment dikembangkan oleh Dr.Lynn Mc Attamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergonomi dari universitas di Nottingham (University’s NottinghamInstitute of Occupational ergonomics). Pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomi pada tahun 1993 (Lueder, 1996).

Rapid Upper Limb Assesment adalah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi yang menginvestigasikan dan menilai posisi kerja yang dialakukan oleh tubuh bagian atas. Peralatan ini tidak melakukan piranti khusus dalam memberikan pengukuran postur leher, punggung, dan tubuh bagian atas sejalan dengan fungsi otot dan beban eksternal yang ditopang oleh tubuh. Penilaian dengan menggunakan metode RULA membutuhkkan waktu sedikit untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan


(48)

pengangkatan fisik yang dilakukan operator. RULA diperuntukkan dan dipakai pada bidang ergonomi dengan bidang cakupan yang luas (McAtamney, 1993).

Teknologi ergonomi tersebut mengevaluasi postur atau sikap, kekuatan dan aktivitas otot yang menimbulkan cidera akibat aktivitas berulang (repetitive starain injuries). Ergonomi diterapkan untuk mengevaluasi hasil pendekatan yang berupa skor resiko antara satu sampai tujuh, yang mana skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar (berbahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini bukan berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. Oleh sebab itu metode RULA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang berisiko dan dilakukan perbaikan sesegera mungkin (Lueder, 1996).

RULA disediakan untuk menangani kasus yang menimbulkan resiko pada muskuloskeletal saat pekerja melakukan aktivitas. Alat tersebut memberikan penilaian resiko yang objektif pada sikap, kekuatan dan aktivitas yang dilakukan pekerja. RULA telah digunakan di dunia internasional beberapa tahun ini untuk menilai resiko yang dihubungkan dengan Work Related Upper Linb Disorders (WRULD) (Mardiyanto, 2008).

Pengukuraan dengan metode RULA dilakukan dengan cara observasi secara langsung pekerja atau operator saat bekerja selama beberapa siklus tugas untuk memilih tugas (task) dan postur untuk pengukuran. Alat ini memasukan skor tunggal sebagai gambaran foto dari sebuah pekerjaan, yang mana rating dari postur, besarnya gaya atau beban dan pergerakan yang diharapkan. Risiko adalah hasil perhitungan menjadi suatu nilai atau skor 1 (rendah) sampai skor tinggi (7),


(49)

31

skor tersebut adalah dengan menggolongkan menjadi 4 level gerakan atau aksi itu memberikan sebuah indikasi dari kerangka waktu yang mana layak untuk mengekspektasi pengendalian risiko yang akan diajukan (Staton dkk dalam Ikrimah 2010).

Langkah penilaian skor RULA adalah sebagai berikut: 1.Langkah pertama:

a. +1 Untuk 20° extension hingga 20° flexion

b. +2 Untuk extension lebih dari 20° atau 20° - 45° flexion c. +3 Untuk 45° - 90° flexion

d. +4 Untuk 90° flexion atau lebih Keterangan:

a. + 1 jika pundak/bahu ditinggikan b. + 1 jika lengan atas abducted

c. -1 jika operator bersndar atau bobot lengan ditopang

Gambar 2.9: Postur Bagian Lengan Atas (Staton, 2005).

2. Langkah kedua : Skor tersebut yaitu:

a. + 1 untuk 60° - 100° flexion


(50)

Keterangan:

a. + 1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau keluar dari sisi

Gambar 2.10 : Postur Bagian Lengan Bawah(Staton, 2005)

3. Langkah ketiga :

Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and Safety Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut:

a. + 1 untuk berada pada posisi netral

b. + 2 untuk 0 - 15° flexion maupun extension

c. + 3 untuk 15° atau lebih flexion maupun extension Keterangan:

a. +1 jika pergelangan tangan berada pada deviasi radial maupun ulnar

Gambar 2.11: Postur Pergelangan Tangan (Staton, 2005)


(51)

33

Putaran pergerakan tangan (pronation dan supination) yang dikeluarkan oleh Health and Safety Executive pada postur netral berdasar pada Tichauer. Skor tersebut adalah:

b. +1 jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran

c. +2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang putaran.

Gambar 2.12: Postur Putaran Pergelangan Tangan (Staton, 2005)

5. Langkah kelima :

Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan ditentukan skor unutk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk memperoleh skor A.

Tabel 2.2 Skor Grup A


(52)

6. Langkah keenam :

Skor penggunaan otot

Tambahkan nilai +1, apabila terjadi :

a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih. b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit. 7. Langkah ketujuh :

Skor untuk penggunaan tenaga atau beban

Tabel 2.3 Berat Beban

Sumber: Staton, 2005

8. Langkah kedelapan :

Tetapkan lajur pada table C

Tabel 2.4 Grand Total Score Table

Sumber: Staton, 2005

9. Langkah kesembilan :

Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan kisaran tersebut adalah:


(53)

35

a. +1 untuk 0 - 10° flexion b. +2 untuk 10 - 20° flexion c. +3 untuk 20° atau lebih flexion d. +4 jika dalam extention

Apabila leher diputar atau dibengkokkan Keterangan :

a. +1 jika leher diputar atau posisi miring, dibengkokkan ke kanan atau kiri.

Gambar 2.13 : Postur Leher (Staton, 2005)

10. Langkah kesepuluh :

Kisaran untuk punggung dikembangkan oleh Druy, Grandjean dan Grandjean et al : a. +1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut paha tubuh 90°atau lebih

b. +2 untuk 0 - 20° flexion c. +3 untuk 20° - 60° flexion d. +4 untuk 60° atau lebih flexion Punggung diputar atau dibengkokkan Keterangan:


(54)

a. +1 jika tubuh diputar

b. +1 jika tubuh miring kesamping

Gambar 2.14: Postur Punggung (Staton, 2005)

11. Langkah kesebelas :

Kisaran untuk kaki dengan skor postur kaki ditetapkan sebagai berikut:

a. +1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.

b. +1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana terdapat ruang untuk berubah posisi.

a. +2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.

Gambar 2.15 : Postur Kaki (Staton, 2005)


(55)

37

Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher, punggung (badan) dan kaki diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B.

Tabel 2.5 Skor Grup B

Sumber: Staton, 2005

13. Langkah ketiga belas : Skor penggunaan otot

Tambahkan nilai +1, apabila terjadi :

a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih. b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit. 14. Langkah keempat belas :

Skor untuk penggunan tenaga atau beban.

Tabel 2.6: Berat Beban


(56)

15. Langkah kelima belas :

Tetapkan lajur pada table C

Tabel 2.5 Neck, trunk and leg score

Sumber: Staton, 2005

Penetapan skor final yaitu dengan memasukkan nilai postur kelompok A (arm and wrist analysis) kedalam kolom vertikal tabel C, lalu memasukkan nilai postur kelompok B (neck, trunk, and leg analysis) ke dalam kolom horizontal tabel C. Setelah diperoleh grand score, yang bernilai 1 sampai 7 menunjukkan level tindakan (action level) sebagai berikut:

a. Action Level 1: Skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur dapat diterima selama tidak dijaga atau berulang untuk waktu yang lama.

b. Action Level 2: Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa penyelidikan lebih jauh dibutuhkan dan mungkin saja perubahan diperlukan.

c. Action Level 3: Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera.

d. Action Level 4: Skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan dibutuhkan sesegera mungkin (mendesak).


(57)

39

Metode ini memiliki keterbatasan dalam pengukurannya, diantaranya (Corlett, 1998) :

a. Tangan : metode ini tidak bisa mengukur gerakan tangan menggenggam, meluruskan, memutar, memerlukan tekanan pada telapak tangan.

b. Tempat kerja : metode ini tidak mengukur antropometri tempat kerja yang dapat menyebabkan terjadinya postur janggal.

c. Ketidaknyamanan : metode ini tidak mengukur derajat ketidaknyamanan akibat dimensi fisik tempat kerja.

Meskipun begitu, metode ini juga memiliki banyak keuntungan yaitu mudah digunakan, cepat, praktis, dapat dikombinasikan dengan metode lainnya dan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan investigasi lebih lanjut tindakan perbaikan dalam Maijunidah (2010).

2. Rapid Entire Body Assesment (REBA)

Rapid Entire Body Assesment (REBA) adalah cara penilaian tingkat risiko dari repetitive motion dengan melihat pergerakan atau postur yang dilakukan oleh pekerja. Pengukuran dilakukan menggunakan task analysis (tahapan-tahapan kegiatan dari awal sampai akhir) (Stanton dkk, 2005).

Sistem penilaian REBA digunakan untuk menghitung tingkat risiko yang dapat terjadi sehubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan MSDs dengan menampilkan serangkaian table-tabel untuk melakukan penilaian berdasarkan postur-postur yang terjadi dari beberapa bagian tubuh dan melihat beban atau tenaga yang dikeluarkan serta aktivitasnya. Perubahan nilai-nilai disediakan untuk setiap bagian tubuh untuk memodifikasi nilai dasar terjadi


(58)

perubahan atau pertambahan faktor risiko dari setiap pergerakan atau postur yang dilakukan.

Cara perhitungannya adalah dengan memberi nilai pada setiap postur yang terjadi, yang terdiri dari tiga grup yaitu pertama bagian leher, punggung dan kaki; kedua bagian lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan; ketiga penggabungan antara bagian pertama dan kedua. Bagian pertama dijumlahka dengan berat beban sedangkan bagian kedua dijumlahkan dengan coupling dan ketiga dijumlahkan dengan aktifitas yang dilakukan. Setelah didapatkan hasilnya maka dapat ditentukan rekomendasi untuk tindakan pengendalian berdasarkan atas tingkat risiko yang terjadi (Stanton, 2005).

Kelebihan dari REBA yaitu :

a. Merupakan metode yang cepat untuk menganalisa postur tubuh pada suatu pekerjaan yang dapat menyebabkan risiko ergonomi.

b. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko dalam pekerjaan (kombionasi efek dari otot dan usaha, postur tubuh dalan pekerjaan, genggaman peralatan kerja, pekerjaan statis atau berulang-ulang).

c. Dapat digunakan untuk postur tubuh stabil maupun yang tidak stabil.

d. Skor akhir dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, untuk menentukan prioritas penyelidikan dan perubahan yang diperlukan dilakukan.

e. Fasilitas kerja dan metode kerja yang lebih baik dapat dilakukan ditinjau dari analisa yang telah yang telah dilakukan.


(59)

41

a. Hanya menilai aspek postur dari pekerja.

b. Tidak mempertimbangkan kondisi yang dialami oleh pekerja terutama yang berkaitan dengan faktor psikososial.

c. Tidak menilai kondisi lingkungan kerja terutama yang berkaitan dengan vibrasi, temperatur dan jarak pandang.

3. Quick Exposure Checklist (QEC)

Quick Exposure Checklist (QEC) merupakan metode yang dapat dipakai utuk menilai secara cepat risiko pajanan terhadap Work Related Musculoskeletal Disorders (WMSDs) atau gangguan otot rangka yang berhubungan dengan pekerjaan (Li and Buckle dalam Stanton dkk, 2005). QEC fokus pada penilaian pajanan dan perubahannya yang bermanfaat untuk intervensi di tempat kerja yang penilaiannya dilakukan dengan cepat. Metode ini menilai gangguan risiko yang terjadi pada bagian belakang punggung, bahu atau lengan, pergelangan tangan dan leher serta kombinasinya dengan faktor risiko durasi, repetisi, pekerjaan statis atau dinamis, tenaga yang dibutuhkan, dan kebutuhan visual. Selain itu, metode ini juga melihat ada atau tidaknya pengaaruh getaran dan tekanan psikososial dalam penilaiannya. Konsep dalam penilaian metode ini adalah melihat skor pajanan ergonomi untuk bagian tubuh tertentu dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya dengan cara melihat kombinasi faktor risiko ergonomi yang hadir secara bersamaan di tempat kerja. Metode dalam penilaian QEC melibatkan observasi langsung oleh peneliti dari kuesioner untuk pekerja, dimana hasil penilaiannya akan dikalkulasikan sesuai dengan ketentuan QEC.


(60)

40% (dapat diterima), 41-50% (perlu adanya investigasi lanjutan), 51-70% (investigasi lebih lanjut dan perubahan segera), >70% (investigasi dan perubahan segera) (Stanton dkk, 2005).

Metode ini menilai beberapa faktor risiko fisik utama terhadap MSDs dan mempertimbangkan kombinasi atau interaksi dari berbagai faktor di tempat kerja. Akan tetapi metode ini hanya berfokus pada faktor fisik di tempat kerja saja, kurang mendetail dalam menilai postur kerja.

4. Ovako Working Posture Analysing System (OWAS)

Ovako Working Posture Analysing System (OWAS) merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis postur kerja selama bekerja. Metode OWAS mengukur beban pada sistem musculoskeletal karena adanya postur kerja yang tidak sesuai. Postur yang diukur adalah postur kerja pada punggung, tangan dan kaki. pengukuran dengan metode ini didasarkan pada sampling pekerjaan (mengukur variable pada waktu yang dijadikan sampling) dengan suatu pekerjaan. Selain itu juga diukur mengenai force atau beban yang ditangani ketika bekerja, tetapi metode ini tidak mempertimbangkan faktor risiko lainnya dalam ergonomi seperti getaran, suhu (Kant, Notermans & Borm, 1990).

Menurut ILO (1998) mekanisme pertama dalam pelaksanaan OWAS adalah pemilihan pekerjaan dan pekerja yang akan dinilai, kemudian dilakukan analisis pekerjaan dengan membagi fase-fase yang terjadi dalam pekerjaan tersebut. Selanjutnya dilakukan pengambilan data menggunakan sampel (waktu yang dapat mewakilkan, semua hal yang mempengaruhi, fase pekerjaan dan ketentuan minimumnya). Hal terakhir yang dilakukan menganalisis data tersebut


(61)

43

dan menetapkan kategori tindakan untuk pekerjaan tersebut. Kategori itu meliputi action categories 1 (tidak membutuhkan tindakan perbaikan), action categories 2 (membutuhkan tindakan perbaikan dalam waktu dekat), action categories 3 (membutuhkan tindakan perbaikan sesegera mungkin), action categories 4 (membutuhkan tindakan perbaikan secepatnya). Metode ini cocok digunakan utnuk manual handling dan pekerjaan yang bersifat dinamis karena merode ini menilai suatu pekerjaan berdasarkan tahapan masing-masing task pada pekerjaan tersebut dalam Astuti (2009).

5. Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors (BRIEF)

Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors (BRIEF) adalah alat penyaring awal menggunakan struktur dan bentuk sistem tingkatan untuk mengidentifikasi penerimaan tiap tugas dalam suatu pekerjaan. BRIEF digunakan untuk menentukan Sembilan bagian tubuh yang dapat berisiko terhadap terjadinya Cummulative Trauma Disorders (CTD) atau risiko gangguan Kesehatan pada sistem rangka. Penilaian pekerjaan menggambarkan tinjauan ulang ergonomic secara mendalam dari ketiga penetapan data (sederhana, mudah dipahami, dan dapat dipercaya) dan juga yang paling memberikan beban paling berat. Bagian tubuh yang dianalisa meliputi: tangan kiri dan pergelangannya, siku kiri, bahu kiri, leher, punggun, tangan kanan dan pergelangannya, siku kanan, bahu kanan dan kaki (Humantech, 1995).

BRIEF mengidentifikasi risiko-risiko yang berhubungan dengan postur, tenaga, durasi dan frekuensi ketika mengobservasi ke sembilan bagian tubuh tersebut. Setiap dari Sembilan kategori dinilai untuk menentukan penilaian


(62)

risiko. Penilaian risiko digunakan untuk menentukan tinggi, sedang, atau rendahnya risiko untuk setiap bagian tubuh. Dengan penilaian risiko, prioritas dari intervensi dapat dilakukan. Bagian terakhir dari BRIEF adalah untuk mengenali beban-beban fisik yang termasuk getaran, suhu dingin dan tekanan jarinagn lunak (Humantech, 1995).

Kelebihan BRIEF :

a. Dapat mengkaji hampir seluruh bagian tubuh (9 bagian tubuh)

b.Dapat menentukan risiko terjadinya Cummulative Trauma Disorders (CTD).

c. Dapat menentukan bagian tubuh mana yang memiliki beban paling berat. d.Dapat mengidentifikasi awal penyebab MSDs.

e. BRIEF telah memenuhi semua persyaratan untuk menjadi sebuah sistem analisa bahaya MSDs yang diakui OSHA.

f. Tidak membutuhkan seorang ahli ergonomil untuk melakukan penilaian pekerjaan menggunakan BRIEF.

Kekurangan BRIEF :

a. Tidak dapat mengetahui total skor secara menyeluruh dari suatu pekerjaan, karena skor yang dihitung berdasarkan bagian tubuh. b. Banyak faktor yang harus dikaji.

c. Membutuhkan waktu pengamatan yang lebih lama. d. Tidak dapat digunakan untuk manual handling.


(63)

45

6. Musculoskeletal Discomfort Survey Used at NIOSH

Tindakan laporan diri dari ketidaknyamanan muskuloskeletal yang banyak digunakan dan umumnya diterima sebagai proxy atau faktor risiko untuk gangguan muskuloskeletal dalam penelitian epidemiologi dan surveilans kesehatan kerja. Tindakan ketidaknyamanan juga biasa digunakan mengevaluasi intervensi ergonomis atau sebagai alat skrining dalam konteks pengawasan bahaya untuk mendeteksi paparan stres fisik tempat kerja

Pada penelitian NIOSH banyak dilakukan penelitian mengenai postur tubuh dengan diagram standar yaitu Standardized Nordic Questionnaire (SNQ) yang digunakan untuk membedakan bagian atas tubuh yaitu leher, bahu, siku, pergelangan tangan, punggung bawah, pinggul, paha lutut, pergelangan kaki dan kaki (Galinsky dkk, 2000).

7. Job Strain Index (JSI)

Job Strain Index dapat dibagi menjadi tugas-tugas yang dinilai 6 variabel-variabel. Variabel berikut ialah penggunaan, durasi waktu penggunaan per siklus, jumlah dari kegiatan per menit, postur pergelangan tangan, kecepatan pengunaan, dan durasi tugas per hari. JSI digunakan hanya untuk gerakan-gerakan berulang pada tubuh bagian atas yaitu siku, lengan bawah dan pergelangan tangan (Moore and Garg, 1995).

8. PLIBEL-The Method Assigned for Identification of Ergonomic Hazards

Undang-undang Lingkungan Kerja Swedia mengatur bahwa perusahaan harus menyelidiki kecelakaan kerja, menyusun rencana kerja, dan mengatur dan mengevaluasi modifikasi pekerjaan. Oleh karena itu, Inspektorat Buruh milik


(64)

pemerintah harus mempelajari kondisi dan perbaikan di tempat kerja. Metode untuk identifikasi faktor stres muskuloskeletal yang mungkin memiliki efek berbahaya dirancang oleh PLIBEL. PLIBEL telah digunakan dalam beberapa penelitian, di tempat kerja ergonomis dan sebagai alat pendidikan (Kemmlert, 1995).

PLIBEL adalah alat screening checklist sederhana dimaksudkan untuk menyoroti risiko muskuloskeletal sehubungan dengan investigasi tempat kerja. Aspek waktu serta pertimbangan lingkungan dan organisasi juga harus dianggap sebagai faktor memodifikasi. Daftar checklist dirancang untuk dapat diperiksa dalam penilaian kerja dari bahaya ergonomis pada bagian tubuh yaitu leher, bahu, punggung, pinggang, siku, lengan, tangan, lutut, dan kaki. Daftar checklist dibuat pada tahun 1986 dan terus menerus diperbarui (Kemmlert, 1995).

Metode PLIBEL adalah metode penilaian umum dan tidak dimaksudkan untuk pekerjaan tertentu. Penilaian tersebut mengobservasi sebagaian atau seluruh tubuh dan merangkum identifikasi aktual dari bahaya ergonomis hanya dalam beberapa kalimat. Metode ini sederhana dan dirancang untuk memeriksa primer. PLIBEL adalah metode investigasi awal pengamatan tempat kerja untuk mengidentifikasi bahaya ergonomis dan dapat dilengkapi dengan pengukuran lain, misalnya berat badan dan waktu (Kemmlert, 1995).

9. The Occupational Repetitive Action (OCRA) Methods: OCRA Index and OCRA Checklist

Menurut Occhipinti dan Colombini (1996) mengembangkan tindakan kerja berulang (OCRA) metode untuk menganalisis paparan pekerja bagian


(65)

47

tubuh atas faktor risiko cedera (pengulangan, kekuatan, postur janggal dan pergerakan, kurangnya masa pemulihan, dan lain-lain). Indeks OCRA dapat memprediksi risiko ekstremitas atas gangguan muskuloskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan (WMSDs) pada populasi terkena.

Indeks OCRA adalah yang pertama, yang paling analitis, dan metode yang dapat diandalkan dikembangkan. Hal ini umumnya digunakan untuk redesain atau analisis mendalam dari workstation (Colombini dkk, 2002). Cheklist OCRA berdasarkan indeks OCRA, direkomendasikan untuk skrining awal workstation yang berulang (Occhipinti dkk, 2000).

Kedua metode OCRA adalah pengamatan dan sebagian besar dirancang untuk diterapkan dalam perusahaan-perusahaan industri. Mereka menargetkan setiap pekerjaan di bidang manufaktur dan sektor jasa yang melibatkan gerakan-gerakan berulang dan upaya tungkai atas (pembuatan komponen mekanik, peralatan listrik, mobil, tekstil dan pakaian, keramik, perhiasan, daging dan pengolahan makanan). Metode ini tidak cocok untuk menilai pekerjaan yang menggunakan keyboard dan mouse, atau komputerisasi lainnya alat data-entry (Occhipinti dan Colombini, 1996).

E. Desain Kursi

Fokus dari kajian ergonomis akan mengarah ke upaya pencapaian sebuah perancanganan desain suatu produk yang memenuhi persyaratan (Grandjean, 1988), sehingga setiap rancangan desain harus selalu memikirkan kepentingan manusia, yaitu keselamatan, kesehatan, keamanan maupun kenyamanan. Menurut Wignjosoebroto (2008), desain sebelum dipasarkan sebaiknya terlebih dahulu


(66)

dilakukan kajian, evaluasi, pengujian yang menyangkut berbagai aspek teknis fungsional, maupun kelayakan ekonomis seperti analisis nilai, reliabilitas, evaluasi ergonomis, dan marketing.

Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman dapat diatur dan memiliki penyangga punggung (Wasi, 2005). Untuk mendesain peralatan secara ergonomis yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau mendesain peralatan yang ada pada lingkungan seharusnya disesuaikan dengan manusia dan lingkungan tersebut. Apabila tidak ergonomis akan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada manusia. Dampak negatif bagi manusia akan terjadi baik dalam waktu jangka pendek maupun jangka panjang. Bekerja pada kondisi yang tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain: nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan kerja (Santoso dalam Wardaningsih, 2010).

Perancangan kursi yang ergonomis bukanlah merupakan hal yang sederhana dan mudah. Sejumlah faktor yang harus dipertimbangkan dalam perancangan agar kursi yang dirancang dapat sesuai dengan tubuh manusia sebagai pengguna. Dilihat dari segi kesehatan kursi yang dianggap baik merupakan kursi yang dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna tersebut. Perlu diperhatikan dalam perancangan kursi agar tidak melupakan kriteria kursi ergonomis dengan memperhatikan anatomi dan antropometri tubuh manusia.


(1)

B. Foto Ibu Menyusui Tidak Menggunakan Kursi

1. 4.

2. 5.

3.


(2)

C. Foto Ibu Menyusui Menggunakan Kursi/Sofa

1. 4.

2. 5.

3.


(3)

LAMPIRAN 10: HASIL PENGUKURAN RULA

Tabel Hasil Pengukuran RULA Ibu Menyusui Tidak Menggunakan Kursi

No.

Skor Tubuh Grup A

Skor Tabel A Skor Aktivitas Skor Beban Skor A

Skor Tubuh Grup B

Skor Tabel B Skor Aktivitas Skor Beban Skor B Skor RULA Lengan Atas Lengan Bawah Pergelangan Tangan Putaran Pergelangan Tangan

Leher Punggung Kaki

1 2 2 3 2 4 1 2 7 4 3 1 6 1 2 9 7

2 1 1 3 1 2 1 2 5 3 2 1 3 1 2 6 7

3 2 2 3 2 4 1 2 7 3 3 1 4 1 2 6 7

4 1 2 2 1 2 1 2 5 4 1 1 5 1 2 8 7

5 3 1 3 2 4 1 2 7 2 2 1 2 1 2 5 7

6 1 2 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7

7 1 3 2 2 3 1 2 6 2 1 1 2 1 2 5 6

8 2 1 2 1 3 1 2 6 4 2 1 5 1 2 8 7

9 2 1 3 2 4 1 2 7 1 1 2 3 1 2 6 7

10 2 1 4 2 4 1 2 7 2 2 1 2 1 2 5 7

11 2 1 4 2 4 1 2 7 2 2 1 2 1 2 6 7

12 2 1 3 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7

13 2 1 3 2 4 1 2 7 3 2 2 4 1 2 7 7

14 3 1 2 1 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7

15 1 2 1 1 2 1 2 5 3 2 1 3 1 2 6 7

16 3 1 2 1 4 1 2 7 3 3 1 4 1 2 7 7

17 1 1 1 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7

18 2 1 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7

19 2 1 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7

20 1 1 3 1 2 1 2 5 4 2 1 5 1 2 8 7

21 2 1 2 1 3 1 2 6 4 2 1 5 1 2 8 7

22 3 1 3 1 4 1 2 7 3 3 1 4 1 2 7 7

23 1 2 1 1 2 1 2 5 3 3 1 4 1 2 7 7


(4)

Lanjutan Tabel Hasil Pengukuran RULA Ibu Menyusui Tidak Menggunakan Kursi

No.

Skor Tubuh Grup A

Skor Tabel A Skor Aktivitas Skor Beban Skor A

Skor Tubuh Grup B Skor

Tabel B Skor Aktivitas Skor Beban Skor B Skor RULA Lengan Atas Lengan Bawah Pergelangan Tangan Putaran Pergelangan Tangan

Leher Punggung Kaki

25 1 1 1 2 2 1 2 5 4 1 1 5 1 2 8 7

26 1 1 3 1 2 1 2 5 3 2 1 3 1 2 6 7

27 2 2 4 2 4 1 2 6 3 2 1 3 1 2 6 7

28 2 2 4 2 4 1 2 7 4 2 1 5 1 2 8 7

29 2 3 1 1 2 1 2 5 4 1 1 5 1 2 8 7

30 1 2 1 2 3 1 2 6 4 2 2 5 1 2 8 7

31 1 1 4 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7

32 2 1 4 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7

33 1 1 3 2 3 1 2 6 2 2 1 2 1 2 5 6

34 2 1 2 1 3 1 2 6 4 1 1 5 1 2 8 7

35 1 1 3 1 2 1 2 5 3 2 1 3 1 2 6 7

36 2 1 2 2 3 1 2 6 4 1 1 5 1 2 8 7

37 1 1 3 2 3 1 2 6 4 1 1 5 1 2 8 7

38 2 2 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7

39 2 1 3 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7

40 1 1 3 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7

41 2 2 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7

42 1 1 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7

43 2 1 3 2 4 1 2 7 1 1 2 3 1 2 6 7

44 1 2 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7

45 2 2 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7

46 2 2 1 2 3 1 2 6 4 1 1 5 1 2 8 7

47 2 1 3 2 4 1 2 7 3 1 2 4 1 2 7 7

48 1 1 3 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7

49 2 2 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7


(5)

Tabel Hasil Pengukuran RULA Ibu Menyusui Menggunakan Kursi/Sofa

No.

Skor Tubuh Grup A

Skor Tabel

A

Skor Aktivitas

Skor Beban

Skor A

Skor Tubuh Grup B

Skor Tabel

B

Skor Aktivitas

Skor Beban

Skor B

Skor RULA Lengan

Atas

Lengan Bawah

Pergelangan Tangan

Putaran Pergelangan

Tangan

Leher Punggung Kaki

1 1 1 2 1 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7

2 1 2 1 1 2 1 2 5 3 2 1 3 1 2 6 7

3 1 2 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7

4 1 1 1 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7

5 1 2 1 1 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7

6 1 2 4 2 3 1 2 6 2 1 1 2 1 2 5 6

7 1 2 3 1 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7

8 2 1 4 2 4 1 2 7 2 1 2 3 1 2 6 7

9 3 1 3 2 4 1 2 7 3 3 2 5 1 2 8 7

10 2 1 3 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7

11 1 1 1 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7

12 2 1 3 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7

13 3 1 3 2 4 1 2 7 2 1 1 2 1 2 5 7

14 2 2 1 2 3 1 2 6 4 1 1 5 1 2 8 7

15 1 1 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7


(6)

Tabel Hasil Pengukuran RULA Ibu Menyusui Menggunakan Kursi Ergonomis

No.

Skor Tubuh Grup A

Skor Tabel

A

Skor Aktivitas

Skor Beban

Skor A

Skor Tubuh Grup B

Skor Tabel

B

Skor Aktivitas

Skor Beban

Skor B

Skor RULA Lengan

Atas

Lengan Bawah

Pergelangan Tangan

Putaran Pergelangan

Tangan

Leher Punggung Kaki

1 2 2 2 2 3 1 2 5 2 2 1 2 1 2 5 6

2 2 2 3 1 3 1 2 5 2 2 1 2 1 2 5 6

3 2 2 3 2 4 1 2 7 4 2 1 3 1 2 6 7

4 1 2 3 1 3 1 2 6 2 1 1 2 1 2 5 6

5 2 1 3 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7

6 1 1 1 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7

7 1 2 3 1 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7

8 1 2 4 2 3 1 2 6 2 1 1 2 1 2 5 6

9 1 1 1 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7

10 3 1 3 2 4 1 2 7 2 1 1 2 1 2 5 7

11 3 1 3 2 4 1 2 7 2 2 1 2 1 2 5 7

12 1 1 1 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7

13 2 2 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7

14 2 1 4 2 4 1 2 7 2 2 1 2 1 2 5 7

15 1 1 4 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7

16 2 2 2 2 3 1 2 5 2 2 1 2 1 2 5 6


Dokumen yang terkait

Pengukuran Postur Kerja Dengan Menggunakan Metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) Pada Operator Pabrik Gambir PT. Ganpati Trading

3 66 237

Pengaruh Penggunaan Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk pada Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

0 25 177

Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013

5 50 280

Identifikasi Postur Kerja Fisioterapis Stroke Exercise Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum XYZ dengan Pendekatan RULA (Rapid Upper Limb Assesment)

0 5 8

ANALISIS POSTUR KERJA PEMBUATAN GENTENG DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA)(STUDI KASUS : PT. TRIKARTIKA MEGAH GENTENG BETON UNION Salatiga).

0 1 7

TUGAS AKHIRANALISA POSTUR KERJA ANALISA POSTUR KERJA MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA) (Studi kasus: Home Industry Pembuatan Tahu di Kartasura).

2 6 184

ANALISIS POSTUR TUBUH MITRA KERJA PT. SANKYU INDONESIA INTERNASIONAL PADA AREA PVC WARE HOUSE MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA) DI PT. ASAHIMAS CHEMICAL CILEGON BANTEN.

1 8 2

ANALISIS POSTUR TUBUH MITRA KERJA PT. SANKYU INDONESIA INTERNASIONAL PADA AREA PVC WARE HOUSE MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT DI PT. ASAHIMAS CHEMICAL CILEGON BANTEN.

0 0 11

ANALISIS POSTUR KERJA OPERATOR DI PABRIK GENTING TANAH LIAT MENGGUNAKAN METODE QUICK EXPOSURE CHECKLIST DAN RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (Studi Kasus: Pabrik Genting Super Mantili).

1 3 10

ANALISA POSTUR KERJA PADA PEWARNAAN BATIK TULIS (CELUP TRADISIONAL) DAN (CELUP MESIN) MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA)

0 1 10