Penawaran uang
Tingkat harga
Tingkat inflasi
Tingkat bunga nominal
Permintaan uang
Gambar 2.1. Keterkaitan antara Uang, Harga dan Tingkat Bunga
Pada gambar 2.1 menunjukkan hubungan diantara uang, harga dan tingkat bunga. Penawaran dan permintaan uang menentukan tingkat harga. Perubahan
dalam tingkat harga menentukan tingkat inflasi. Tingkat inflasi mempengaruhi tingkat bunga nominal. Karena merupakan biaya dari memegang uang, tingkat bunga
nominal bisa mempengaruhi permintaan uang. Hubungan terakhir ini ditunjukkan oleh panah dibawah dihilangkan dari teori kuantitas uang dasar.
2.2 Pendekatan Stok Penyangga Permintaan Uang
Pembicaraan, diskusi dan perdebatan mengenai model permintaan uang telah difokuskan pada pendekatan stok penyangga Laidler, 1984, 1987, 1997, 2000;
Milbourne, 1988; Davidson dan Ireland, 1989 dan Mizen 1997. Milbourne 1988, misalnya berpendapat bahwa konsep stok penyangga berasal dari ide bahwa
masyarakat bersedia memegang uang dengan maksud mengabsorpsi adanya variasi
Wahid Sulaiman : Analisis Permintaan Uang di Indonesia Dengan Pendekatan Stok Penyangga, 2008 USU e-Repository © 2008
hari ke hari yang tidak diantisipasi atau diharapkan antara penerimaan dan pengeluaran masyarakat. Davidson dan Ireland 1989 berpendapat bahwa hipotesis
yang mendasari adanya pendekatan stok penyangga permintaan uang pada dasarnya merupakan perumusan atau pernyataan kembali konsep tradisional mengenai motif
permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga atau transaction and precautionary motives. Lebih lanjut Laidler 1997, menyatakan bahwa motif agen
ekonomi memegang uang untuk tujuan transaksi, berjaga-jaga dan bahkan spekulasi dapat dianalisis dengan pendekatan stok penyangga. Dengan kata lain, mereka ingin
mengatakan bahwa konsep stok penyangga mengenai permintaan uang tidak berbeda dengan konsep persediaan atau inventory.
Baumol 1952 dan Tobin 1956, mengembangkan lebih lanjut motif permintaan uang untuk tujuan transaksi. Keduanya memberikan dasar dan alasan
teori mengapa permintaan uang tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan tetapi juga oleh suku bunga. Dalam kasus ini dianggap bahwa permintaan uang untuk tujuan
transaksi dapat juga dinyatakan sebagai bentuk persediaan. Keduanya beranggapan bahwa memegang uang untuk tujuan transaksi berkaitan dengan biaya oportunitas
atau opportunity cost karena pelaku ekonomi tidak mewujudkan kekayaannya dalam bentuk investasi yang memberikan penghasilan di saat yang akan datang. Pelaku
ekonomi akan selalu berusaha untuk mengatur bentuk-bentuk aktiva atau portofolio yang mereka miliki dan meminimumkan biaya oportunitas.
Miller dan Orr 1966, 1968 mengembangkan model Baumol dalam menganalisis perilaku agen ekonomi dalam memegang uang atau aktiva untuk
Wahid Sulaiman : Analisis Permintaan Uang di Indonesia Dengan Pendekatan Stok Penyangga, 2008 USU e-Repository © 2008
kegiatan bisnisnya. Keduanya berpendapat bahwa anggapan yang digunakan Baumol sangat tepat diterapkan untuk sektor rumah tangga, tetapi kurang cocok untuk sektor
bisnis. Arkelof 1979 menggunakan model Miller dan Orr menganalisis permintaan
uang sebagai suatu masalah keseimbangan umum atau general equilibrium problem. Miller dan Orr serta Arkelof beranggapan bahwa perilaku pelaku ekonomi dalam
memegang uang yang diinginkan bukanlah suatu fungsi pemilihan yang sederhana, tetapi terdiri atas suatu batasan memegang uang yang dapat diterima dan
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu ambang batas atas dan bawah. Dalam menganalisis keinginan pelaku ekonomi untuk memegang uang,
Arkelof membedakan transaksi moneter menjadi 2 yaitu transaksi yang bersifat otonom dan induksi. Transaksi otonom berkaitan dengan fungsi uang sebagai media
pertukaran atau medium of exchange dan transaksi induksi dilakukan untuk penyesuaian stok uang. Jika stok uang yang dimiliki oleh agen-agen ekonomi
melampaui batas atas atau bawah bawah, maka mereka akan melakukan transaksi induksi untuk menyesuaikan stok uang mereka ke suatu nilai target tertentu. Dalam
kondisi ini, mereka mungkin menghadapi biaya penyesuian atau adjustment cost dalam rangka dicapainya kondisi optimal atau keseimbangan.
Barangkali, deskripsi sederhana yang cukup jelas mengenai model stok penyangga yang diungkapkan oleh Laidler 1984, 1987. Menurut pendapat Laidler,
bahwa jumlah uang yang ingin dipegang oleh yang bersangkutan pada suatu waktu, tetapi lebih ditunjukkan oleh nilai rata-rata atau target dari suatu persediaan atau
Wahid Sulaiman : Analisis Permintaan Uang di Indonesia Dengan Pendekatan Stok Penyangga, 2008 USU e-Repository © 2008
inventory, suatu stok penyangga atau kas keseimbangan atau cash balances. Dalam situasi ini mungkin saja terjadi fluktuasi jumlah aktual uang yang dipegang oleh
pelaku ekonomi sebagai akibat adanya komponen stokastik dari pola pembayaran dan penerimaan yang dihadapi oleh mereka. Dengan kata lain, alasan mengapa orang
bersedia memegang uang sebagai stok penyangga karena uang berfungsi sebagai media pertukaran dan dapat menghilangkan kejutan dan kesenjangan-kesenjangan
dalam perekonomian yang mungkin terjadi antara pengaruh kejutan dan atau kesejangan. Adanya aliran dana masuk yang tidak diantisipasi atau tidak
diperkirakan, mungkin dipandang sebagai kelebihan memegang uang pada suatu waktu tertentu. Hal ini karena periode pemegangan uang diharapkan hanya dalam
waktu pendek atau sementara atau mungkin agen ekonomi akan menghadapi biaya penyesuaian jika mereka melakukan penyesuian portofolio secara berkesinambungan.
Fenomena ini selanjutnya dipergunakan untuk menjelaskan mengapa pelaku ekonomi bersedia menerima uang atau membiarkan adanya penyimpangan temporer antara
jumlah aktual uang yang dipegang dan jumlah uang yang diinginkan. Dengan kata lain, ide mengenai uang sebagai stok penyangga adalah relevan jika perekonomian
yang diamati berada dalam keadaan tidak seimbang atau disequilibrium
2.3 Penelitian Sebelumnya