41 Sehingga pertimbangan kebijakan perumahan tergantung kepada ketiga faktor itu
juga. Faktor preferensi, kemampuan masyarakat, dan kesulitan dalam
penjamin tenor jangka panjang ditemui juga pada permintaan akan rumah susun RP4D, 1999; RPJP Bidang Perumahan Tahun 2005-2025; Jakstra Rumah Susun,
2007. Selain itu faktor sosial dan budaya secara empiris berpengaruh dalam pilihan permintaan akan rumah yaitu horisontal landed housing atau vertikal.
2.2 Kebijakan Perumahan
2.2.1 Perumahan Publik
Kebijakan pembangunan rumah O’Sullivan, 2000:400–428 dibedakan menjadi dua yaitu kebijakan perumahan publik public housing dan perumahan
privat private housing. Kebijakan perumahan diarahkan pada penyediaan perumahan untuk publik apabila banyak penduduk yang tidak terlayani
penyediaan perumahan. Sebaliknya, apabila di pasar formal ternyata permintaan perumahan privat lebih banyak maka kebijakan perumahan cenderung mengarah
pada kebijakan penyediaan perumahan untuk privat. Hal ini berarti kebijakan perumahan rakyat dipenuhidisediakan oleh sektor publikpemerintah. Yudosodo
1991:151-160 menyebutkan pembangunan perumahan rakyat selama ini dilakukan oleh pemerintah dengan mekanisme penyertaan modal antara pusat
dengan daerah. Peranan pemerintah lokal adalah penting sebab landasan kebijakan
perumahan terletak pada permasalahan yang dihadapi dalam suatu wilayah O’Sullivan, 2000:400–428. Sehingga kebijakan perumahan seharusnya
dilaksanakan oleh pemerintah lokal. Pendapat O’Sullivan tersebut menegaskan sudah seharusnya peranan pemerintah lokal dalam kebijakan perumahan
ditingkatkan. RPJP Bidang Perumahan Tahun 2005–2025 juga mengarahkan peningkatan peranan pemerintah daerah dalam pembangunan perumahan.
Kebijakan memenuhi perumahan yang layak huni menghadapi kendala dari masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak bisa memenuhi kebutuhan akan
rumah di pasar formal. O’Sullivan 2000:400–428 menegaskan bahwa kebijakan penyediaan perumahan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah diwujudkan
melalui perumahan publik. Kebijakannya dengan pemberian subsidi sebagai
42 housing voucher permintaan perumahann sehingga masyarakat berpenghasilan
rendah dapat memiliki rumah. Di sisi lain rumah tidak bisa dipandang sebagai komoditas bila berada pada koridor kebijakan publik. Komoditas berarti
keuntungan dan tidak memberi kesempatan masyarakat berpenghasilan rendah untuk memperoleh rumah layak huni. Untuk itulah peranan pemerintah sebagai
penyedia perumahan rakyat masih diperlukan. Nilai ekonomi dan sosial rumah merupakan satu kesatuan yang melekat
sehingga kebijakan perumahan publik tidak mengesampingkan hal ini. Menurut Jo Santoso, et.al. 2002:37–43 perumahan dapat dipandang sebagai pendorong
pengembangan ekonomi perkotaan sekaligus mengandung aspek sosial social overhead capitalSOC. Rumah merupakan suatu basis pemeliharaan kemampuan
produksi dan juga basis pengembangan peradaban. Pewarisan nilai–nilai budaya mencerminkan kesadaran sosial bahwa rumah merupakan tempat untuk
pengembangan dan pendidikan keluarga. 2.2.2 Pemenuhan Kebutuhan dalam Pasar Perumahan
Pasar perumahan merupakan interaksi antara rumah tangga yang mencari hunian dengan pemasok yang menawarkan tempat tinggal. Pasar perumahan
terdiri dari sub–sub pasar secara substitusional yang memiliki segmentasi kelompok atau individu McClure, 2005:361–372. Perpindahan dan perubahan
segmentasi pasar dimungkinkan tergantung kualitas perumahan. Perubahan didasarkan keputusan ekonomi yang rasional antara konsumen rumah tangga dan
pemasok atas dasar harga, kendala penghasilan income gap, biaya transaksi dan banyak sebab lainnya. Bekerjanya sub pasar dan kebutuhan perumahan dilakukan
dengan pendekatan lokasi. Lokasi dalam pembangunan perumahan sangat penting sebab menjadi determinan penyediaan rumah untuk melayani kebutuhan tempat
tinggal. Sebagai misal, dua sub pasar yang berbeda sekalipun dapat berada dalam satu kawasan yang relatif kecil, yaitu kondomonium dengan unit rumah susun
sewa. Ochieng 2007:140–152 menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan
perumahan saat ini bukan lagi dengan pendekatan tradisional dengan menghitung berapa jumlah rumah yang akan disediakan dalam pasar perumahan tetapi dengan
melihat pada besaran rumah tangga, subsidi pemerintah, pengentasan kemiskinan,
43 dan kehidupan yang lebih baik bagi individu maupun komunitas yang lebih luas
Sehingga kualitas akan mempengaruhi kuantitas dalam pasar perumahan. Pembangunan perumahan ditujukan untuk menanggulangi kemiskinan juga sudah
mulai diimplementasikan di kawasan perkotaan Bappenas, 2009. Pendapat McClure tentang sub pasar, segmentasi dan perubahannya, serta
kualitas perumahan dipengaruhi oleh keputusan ekonomi yang rasional dari individu. Artinya bila kendala penghasilan besar maka perpindahan dan substitusi
akan terjadi. Implikasinya bisa pada masalah lokasi perumahan. Lokasi perumahan menentukan keinginan masyarakat untuk memperoleh tempat tinggal
secara fisik. Tetapi keinginan ini dibatasi atau tergantung kepada kemampuan ekonomi yang dimiliki. Sedangkan Ochieng melihat bahwa kualitas lebih
diutamakan dalam penyediaan perumahan publik, sehingga perlu intervensi dari pemerintah misalnya dalam pemberian subsidi. Pendapat yang sama juga
dikemukakan oleh O’Sullivan, dimana housing voucher bisa menjadi instrumen dalam kebijakan perumahan publik. Jadi kemampuan ekonomi masyarakat untuk
memiliki rumah sangat berpengaruh dalam penyediaan perumahan, sehingga masih memerlukan adanya peranan pemerintah, terutama bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
2.2.3 Arahan Kebijakan