179
BAB V PENUTUP
5.1 Temuan Temuan yang diperoleh selama penelitian terhadap sistem pengelolaan di
Rusun Pekunden dan Rusun Bandarharjo Semarang adalah sebagai berikut : 1. Kendala dalam Penyediaan Rumah Susun Sederhana untuk MBR
Persyaratan rumah layak huni untuk MBR yang dilakukan dengan penyediaan rumah susun sederhana dihadapkan kepada perilaku MBR dan persepsinya
terhadap rumah sebagai tempat tinggal untuk menyelenggarakan kehidupannya. Kualitas hunian tidak terlalu diutamakan asalkan tetap dapat
melanjutkan hidup atau kegiatannya sehari-hari. Perilaku penghuni dalam pemanfaatan fisik dan penghunian di kedua rusun memperlihatkan gejala
tersebut. 2. Penyediaan Rusunawa belum berpihak pada MBR.
Rusunawa sebagai produk kebijakan perumahan publik public housing belum dapat berpihak kepada MBR. Pengenaan harga sewa dengan asumsi
terjangkau 30 pendapatan tanpa disertai pertimbangan biaya hidup selama tinggal di rusun menjadikan kemampuan ekonomi penghuni melemah.
Pada akhirnya terjadi dua pilihan yaitu tetap tinggal atau pindah. Pengalihan hak huni dianggap lebih menguntungkan apabila dilakukan secara ilegal.
Tetap tinggal di rusun dengan kemampuan ekonomi yang rendah income gap menyebabkan retribusi sewa tidak lancar.
3. Kontribusi Rusunawa pada pendapatan daerah adalah kecil. Rusunawa sebagai aset pemerintah di daerah belum bisa dipandang sebagai
pemberi kontribusi pada pendapatan daerah. Kebijakan daerah Kota Semarang yang mengarahkan Rusun Pekunden dan Bandarharjo sebagai obyek retribusi
rumah sewa tidak dapat terpenuhi. 4. Belum ada skema pengelolaan yang baik.
Skema pengelolaan rusunawa yang baik akan memberikan manfaat kepada penghuni sekaligus kepada penyelenggara dengan memanfaatkan dana
180 bergulir dari investasi pemerintah yang ditanamkan pada rumah susun.
Manfaat pengelolaan rusunawa belum dirasakan oleh pemerintah daerah dan penghuni. Di sisi pemerintah daerah, pemasukan dari hasil sewa rendah karena
retribusi macet sementara biaya perawatan besar. Di sisi lain, penghuni merasa diabaikan dan tidak diurus oleh pemerintah daerah.
5. Rumah bukan pendorong perekonomian perkotaan. Rendahnya kemampuan ekonomi penghuni mengakibatkan rumah tidak dapat
dijadikan sebagai basis pemeliharaan kemampuan produksi dan sebagai pendorong pengembangan ekonomi perkotaan.
6. Efektivitas manfaat biaya karena lokasi tidak terjadi. Ketentuan persyaratan pembangunan rumah susun sederhana bahwa lokasi
rumah yang dekat dengan pusat kota akan memberikan efektivitas biaya infrastruktur dan fasilitas kota serta hemat biaya public saving tidak terlihat
di kedua Rusun. Terbukti kemampuan ekonomi penghuni kedua rendah, retribusi sewa kecil niainya, dan hampir tidak ada bantuan perawatan fisik
bangunan dan PSU oleh pemerintah daerah di kedua rusun. 7. Faktor lokasi dan sosial ekonomi mendorong proses pengkumuhan.
Proses pengkumuhan yang disebabkan oleh kemiskinan tempat dan faktor sosial ekonomi terlihat di kedua rusun. Ketidakmampuan penghuni
mendorong terjadinya penurunan kualitas hunian. Lokasi Rusun Bandarharjo di kawasan lingkungan kumuh mendorong percepatan proses pengkumuhan
bangunan serta hunian. Tidak tercapainya peningkatan kondisi sosial ekonomi penghuni kedua rusun membuktikan tujuan peremajaan kawasan kumuh
dengan penyediaan rumah susun sederhana sewa kurang berhasil. Fenomena memindahkan kawasan kumuh secara vertikal menjadi kenyataan.
8. Kecenderungan efek negatif perilaku penghuni akibat pengkumuhan. Lingkngan permukiman kumuh dapat memberikan efek negatif terhadap sikap
dan perilaku seperti apatis dan mudah tersinggung. Kondisi ini terlihat jelas sekali terutama di Rusun Bandarharjo. Sikap apatis diwujudkan dengan
keengganan membayar sewa bahkan menghalang–halangi petugas pemungut retribusi.
181 9. Keterlambatan munculnya regulasi mendorong penurunan kualitas hunian..
Keberadaan regulasi daerah tentang pengelolaan rusunawa yang terlambat tidak diantisipasi sebelumnya oleh pelaksanaan peraturan yang bersifat
operasional, sehingga proses penurunan kualitas hunian terjadi lebih cepat. 10. Ketidak-sinkronan antara regulasi dengan hak huni faktual.
Rusun Pekunden dan Rusun Bandarharjo dalam Peraturan Daerah Kota Semarang No.6 tahun 2008 tergolong ke dalam rumah sewa yang kepadanya
dibebankan biaya sewa atas penghuniannya. Jadi hak huninya adalah sewa rusunawa bukan milik rusunami. Tetapi secara faktual penghuni lama
Rusun Pekunden sebagian menyatakan bahwa hak huni adalah milik. Sehingga tidak perlu melakukan kewajiban membayar sewa kepada
pemerintah daerah. 11. Implementasi regulasi penghunian tidak berhasil.
Peranan regulasi sebagai instrumen dari fungsi pengendalian dalam sistem manajemen atau ketatalaksanaan penghunian rumah susun sederhana sewa di
wilayah penelitian secara umum adalah belum efektif. Terbukti dari kurang patuhnya penghuni dalam pemanfaatan fisik bangunan Ruang Hunian dan
Bukan Hunian dan cara penghunian. 12. Faktor kelembagaan berpengaruh dalam keberhasilan pengelolaan rusun.
Pengelolaan yang menjadi fase akhir dalam penyelenggaraan rumah susun sederhana untuk MBR kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah.
Dukungan dan peranan kelembagaan pemerintah daerah yang kuat dalam mengelola rumah susun sederhana untuk MBR berpengaruh dalam
melestarikan fungsi rusunawa. Tidak efektifnya badan pengelola UPTD ataupun dinas yang menangani pengelolaan rusunawa menjadikan tidak
terkendalinya pemanfaatan fisik dan penghunian di kedua rusun. 13. Intensitas komunikasi yang rendah.
Komunikasi penghuni atau perhimpunan penghuni dengan pemerintah daerah sangat kurang akibatnya permasalahan penghunian yang terjadi tidak dapat
tertangani secara baik, seperti kerusakan konstruksi dan PSU.
182 14. Tidak terlaksanya sistem perawatan dan pemeliharan dengan baik.
Tata laksana pemeliharaan dan perawatan rusunawa terdapat dalam Permenpera No.142007. Jenis perawatan berjenjang tergantung pada jenis
kerusakan dan ketermendasakan penanganan. Perawatan bangunan yang difungsikan bukan hunian adalah tanggung jawab Badan Pengelola
Pemerintah Daerah. Pada kenyataannya alokasi anggaran untuk perawatan perbaikan tidak ada dan dibebankan kepada penghuni, seperti yang tErjadi di
Rusun Pekunden. 15. Efektivitas pengendalian menjadi bagian terpenting pada pengelolaan.
Aspek penting dalam manajemen atau pengelolaan rumah susun sederhana adalah aspek pengendalian. Efektivitas pengendalian akan menjadikan sistem
manajemen berlangsung sesuai asas dan tujuannya. Ketiadaan fungsi pengendalian pada kedua rusun memberikan penjelasan tentang hal itu.
Pengawasan dan pengendalian penghunian yang kurang baik membuat penghuni betah dalam menempati rumah susun. Keadaan ini semakin buruk
ditunjang oleh kemampuan ekonomi penghuni yang relatif rendah. Akibat dari kondisi faktual tersebut mengakibatkan rumah susun tidak dipelihara secara
semestinya untuk menjaga keberlangsungan sebagai hunian yang layak. Sekalipun ada kerusakan belum tentu ada bantuan dari pemerintah daerah
padahal kemampuan ekonomi penghuni tidak cukup besar untuk membiayainya.
16. Faktor lingkugan membedakan karakteristik rusun.