2.6 Penerjemahan Teks Mangupa
Teks Mangupa sebagai teks budaya klasik memiliki banyak istilahungkapan budaya yang memerlukan perhatian khusus.
Perbedaan antara bentuk form bahasa dan makna meaning dapat lebih jelas terlihat berdasarkan asumsi bahwa terdiri lapis bentuk surface structure dan
lapis makna deep structure. Menurut Larson 1984: 3 pekerjaan penerjemahan mencakup
pemahaman kosakata, struktur gramatika, situasi komunikasi dan konteks budaya bahasa sumber untuk menentukan maknanya dan selanjutnya makna tersebut
direkonstruksi dengan menggunakan kosakata dan struktur gramatika yang sesuai dalam bahasa dan konteks budaya bahasa sasaran. Jadi sebuah penerjemahan tidak
semata-mata memfokuskan perhatian pada ketepatan makna saja tetapi juga harus memperhatikan situasi komunikasi dan konteks budaya kedua bahasa tersebut.
Pandangan ini sangat sejalan dengan pandangan teori LSF yang melihat bahasa sebagai suatu entitas yang terikat dengan konteks situasi dan konteks budaya
seperti disebutkan terdahulu. Beliau juga mengatakan bahwa tidak mudah secara konsisten melakukan penerjemahan idiomatik. Kadang- kadang sebuah ujaran
dapat diterjemahkan secara ideomatik tetapi kadang-kadang sebuah ujaran hanya dapat diterjemahkan secara harfiahliteral ke dalam bahasa sasaran. Namun
seorang penerjemah harus tetap berusaha untuk menghasilkan sebuah terjemahan idiomatik. Sebuah terjemahan yang berhasil menurut Larson 1984: 23 adalah
Universitas Sumatera Utara
bila pembaca bahasa sasaran tidak mengetahuimerasakan bahwa teks yang sedang dibacanya adalah sebuah terjemahan.
Mangupa adalah sebuah upacara tradisional formal dan terinstitusi dalam masyarakat Mandailing yang bertujuan terutama untuk memberikan nasihat
perkawinan kepada kedua mempelai. Upacara Mangupa dilakukan di ruang adat oleh datu pangupa, perangkat dalihan na tolu, kedua mempelai dan khalayak
lain. Teks Mangupa disampaikan secara lisan dalam bentuk monolog dan dalam suasana bersemuka.Teks ini merupakan teks eksplanasi yang menyampaikan
penjelasan fenomena secara berurutan. Menurut Lubis 2009, ideologi utama yang mendasari teks Mangupa adalah harapan akan kekuatan jasmani dan rohani,
keutuhan dan keabadian perkawinan dan keselamatan dan kesejahteraan dalam kehidupan kedua mempelai. Teks Mangupa diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia dan Bahasa Inggris pada tahun 2009 oleh Syahron Lubis. Metode mentransfer makna teks sumber ke dalam teks sasaran untuk mencapai
penerjemahan yang akurat, terbaca dan berterima, ditemukan memiliki lebih banyak perbedaan daripada persamaan dalam struktur bahasa seperti afiksasi,
kemajemukan, reduplikasi, pemenggalan kata, sistem pronomina, struktur frasa, pola-pola kalimat, komponen makna, polisemi, sinonim dan antonim, makna
generik dan spesifik, metafora, idiom dan eufemisme. Juga ditemukan bahwa masyarakat Mandailing dan Inggris berbeda luas dalam sejumlah aspek kultural
seperti agama dan kepercayaan, keluarga dan perkawinan, tipe masyarakat, ketimpangan gender, pemakaian bahasa dan sopan santun sosial. Disebabkan
perbedaan struktur kedua bahasa, menerjemahkan frasa, kata majemuk dan
Universitas Sumatera Utara
kalimat dari teks sumber kedalam teks sasaran menghadapi masalah. Subjek kalimat, jumlah dan konjungsi yang sering implisit dalam teks sumber juga
menyebabkan masalah penerjemahan.Pemakaian banyak kata arkais juga membuat kesulitan penerjemahan dan karena bahasa Mandailing tidak memiliki
kala keterangan waktu, hal itu juga menyebabkan masalah penerjemahan ke dalam bahasa Inggris yang memiliki keterangan waktu.
Adanya perbedaan budaya di antara masyarakat Mandailing dan Inggris mengakibatkan timbulnya sejumlah istilah dan ungkapan budaya Mandailing tidak
memiliki padanan dalam bahasa Inggris dan oleh karena itu kata-kata tersebut harus dipinjam tidak diterjemahkan dengan memberikan penjelasan makna pada
glosarium. Beberapa kata memiliki padanan tetapi nuansa budaya yang melekat pada kata-kata tersebut tidak dapat ditransfer ke dalam bahasa Inggris dan
maknanya juga harus dijelaskan pada glosarium. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Mangupa anak dan menantu
yang baru nikah merupakan puncak upacara adat dalam semua runtunan upacara adat dalam pernikahan, disamping itu juga upacara Mangupa dapat dilakukan
pada acara syukuran seseorang yang baru sembuh dari penyakit, acara wisuda dan acara – acara syukuran lainnya, yang hingga sekarang masih tetap dijunjung tinggi
serta diagungkan oleh masyarakat Batak khusunya di Tapanuli Selatan. Secara ringkas dapat dikatakan, bahwa Mangupa itu adalah suatu
manifestasi, suatu pernyataan kegembiraan serta kebanggaan hati terhadap yang diupa dengan jalan memberikan mereka sajian berupa makanan menurut
ketentuan adat sambil menyampaikan pasu – pasu doa restu dan nasehat –
Universitas Sumatera Utara
nasehat sebagai pedoman hidup mereka serta kata – kata untuk mengkuatkan tondi mereka. Sasaran utama dalam mangupa adalah tondi. Tondi artinya roh atau
jiwa. Roh dan jiwa adalah sesuatu yang abstrak. Roh adalah ciptaan Yang Maha Kuasa yang meniupkannya kedalam jasad manusia supaya dapat hidup.
Di dalam adat, khusus dalam upacara Mangupa, justru tondi inilah yang selalu dimohonkan, agar tetap bersatu dan berpadu dengan badan seseorang. Ada
ungkapan dalam adat yang menyatakan : HORAS TONDI MADINGIN, PIR TONDI MATOGU
Yang artinya: Agar tondi seseorang selalu dalam keadaan horas yaitu selamat dan nyaman bersemayam dalam diri dan semoga tondi kokoh dan kuat
mengahadapi semua tantangan. Pada umumnya struktur Mangupa terdiri dari 4 tingkatan tata – tertib,
yang pada masa sekarang, khusus di perantauan tidak dindahkan orang lagi, yaitu: 1.
Tahi harajaon musyawarah adat bila hadir raja – raja torbing balok dan raja panusunan, artinya bila upacara adat mangupa itu berlandaskan
nabontar. 2.
Mempersembahkan sekapur sirih kepada yang akan diupa. 3.
Memberikan doa restu dan nasehat – nasehat kepada yang diupa. 4.
Menyise membaca arti dari bahan – bahan pangupaan.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Tiga Metafungsi Bahasa Halliday, 1985, 1994, dan 2004