1 Penulis teks 5 Hubungan dalam Bahasa
Sasaran
2 Norma Bahasa Sumber 6 Norma Bahasa Sasaran
3 Budaya Bahasa Sumber 7 Budaya Bahasa Sasaran
4 Latar dan Tradisi Bahasa Sumber 8 Latar dan Tradisi Bahasa
Sasaran
9 Penerjemah Newmark, 1988 :4 Gambar : 2. 3
9 Kebenaran fakta atau substansi masalah
2.4 Ekuivalensi dalam Penerjemahan
Ekuivalensi lazim digunakan sebagai parameter yang digunakan dalam menilai kualitas sebuah teks terjemahan. Ekuivalensi atau padanan mengacu pada
kesetaraan pesanmakna antara teks sumber dan teks sasaran. Beberapa ahli menagajukan konsep yang beragam mengenai ekuivalensi tersebut akan dibahas
TEKS
Universitas Sumatera Utara
satu per satu pada bagian ini. Konsep pertama datang dari Catford dengan gagasan ‘kesetaraan formal’ dan ‘padanan tekstualnya’.
Catford 1965:20 memandang pekerjaan penerjemah hanyalah sekedar ‘mengganti’ makna dari satu bahasa bahasa sumber dengan makna pada bahasa
yang lain bahasa sasaran, yang dapat berfungsi sepadan pada situasi yang berlaku. Menurutnya, target tersebut dapat dilakukan dengan persamaan formal
formal corresspondence atau padanan tekstual tekstual equivalence. Artinya ekuivalensi dalam penerjemahan merujuk pada persamaan makna antara teks
sumber dan teks sasaran yang harus dapat berfungsi pada situasi yang serupa Catford,1965: 27.
Persamaan bentuk merupakan bentuk representasi dari makna teks sumber yang teramat patuh pada bentuk lingual dalam bahasa sumber. Kategori bentuk
dari TL sama persis dengan SL misalnya kata kerja SL diterjemahkan dengan verba dalam TL. Padanan ini merupakan bentuk kepatuhan secara menyeluruh
baik secara maknawi maupun lingual. Sebaliknya padanan tekstual tidak terlalu takluk pada bentuk, tetapi lebih kepada ekspresi yang dianggap sepadan dalam
situasi tertentu. Catford 1965: 49 menyebut padanan tekstual ini dengan kriteria, “ interchangeable in a given situation”. Artinya, kedua bentuk lingual sebuah teks
dalam SL dan TL secara umum dapat saling menggantikan dalam situasi tertentu sebagai konteks. Kategori padanan yang mengingatkan kita pada prosedur
adaptasi yang menghasilkan “ situated equivalence” Hatim dan Munday : 2004.
Universitas Sumatera Utara
Teks terjemahan diciptakan dalam bingkai kondisi yang berlainan dengan bentuk – bentuk tulisan yang lebih bebas. Penerjemah harus berhadapan dan
mengatasi sejumlah masalah yang tidak didapati dalam penulisan teks secara umum. Bingkai pembatas itu terkait dengan keharusan untuk menyelaraskan kode
bahasa, nilai budaya , dunia dan persepsi tentangnya, gaya dan estetika, dan sebagainya Hatim dan Munday, 2004:46.
Koller dalam Hatim, 2001:27 memandang padanan sebagai proses yang dibatasi oleh pengaruh perbedaan bahasa, non –bahasa serta lingkungansituasi
antara SLTL dan juga peran kondisi sejarah – budaya yang menjadi konteks penciptaan teks dan terjemahannya sekaligus kondisi ketika dua teks itu sampai ke
pembaca. Relasi – relasi yang sepadan equivalen bersifat relatif terhadap ‘ikatan ganda’, pertama pada teks sumber, dan kedua pada situasi komunikasi bagi pihak
penerima. Satuan – satuan linguistik-tekstual dikatakan sepadan apabila sejalan dengan unsur – unsur teks sumber dilihat dari ‘kerangka - kerangka padanan’.
Sejalan dengan konsep tersebut, Koller dalam Hatim, 2001:28 merumuskan ”kerangka padanan” dan menyatakan bahwa padanan terjemahan
dapat dicapai melalui salah satu tataran berikut : a
Kata- kata BSu dan BSa memilki fitur ortografis dan fonologis yang serupa padanan formal.
b Kata – kata BSu dan BSa mengacu pada entitas atau konsep yang sama
padanan referensial denotatif.
Universitas Sumatera Utara
c Kata – kata BSu dan BSa mengandung asosiasi yang sama atau mirip
dalam pikiran para penutur kedua bahasa itu padanan konotatif d
Kata – kata BSu dan BSa digunakan dalam konteks yang sama atau serupa pada masing – masing bahasa padanan tekstual – normatif.
e Kata – kata BSu dan BSa memiliki efek yang sama terhadap masing –
masing pembaca dalam kedua bahasa itu padanan pragmatikdinamik.
2.5 Variasi Makna Teks : sekilas Konsepsi Translasi berbasis Translatics