Variasi Makna Teks : sekilas Konsepsi Translasi berbasis Translatics

c Kata – kata BSu dan BSa mengandung asosiasi yang sama atau mirip dalam pikiran para penutur kedua bahasa itu padanan konotatif d Kata – kata BSu dan BSa digunakan dalam konteks yang sama atau serupa pada masing – masing bahasa padanan tekstual – normatif. e Kata – kata BSu dan BSa memiliki efek yang sama terhadap masing – masing pembaca dalam kedua bahasa itu padanan pragmatikdinamik.

2.5 Variasi Makna Teks : sekilas Konsepsi Translasi berbasis Translatics

Teks dimaknai oleh Halliday dan Hasan 1985,Tou:1992:14 sebagai kumpulan makna – makna yang diungkapkandikodekkan dalam kata – kata dan struktur. Ia adalah suatu proses dan hasil dari makna sosial dalam konteks situasi tertentu ibid:15. Fenomena tersebut digambarkan secara rinci demikian. “ Konteks situasi, tempat teks itu terbentang, dipadatkan dalam teks, bukan dengan cara berangsur – angsur, bukan pula dengan cara mekanis yang ekstrim, tetapi melalui sesuatu hubungan yang sistematis antara lingkungan sosial di satu pihak, dengan organisasi bahasa yang berfungsi di lain pihak 1985: 15-16”. Dari pengertian di atas, teks selalu hadir dalam variabel – variabel yang menentukan bentuk kehadirannya. Teks selalu ditentukan oleh konteks situasi yang berujud medan, pelibat, dan sarana, serta situasi sosial sebagai konteks budaya yang lebih besar lagi. Teks dalam hal ini merangkul teks sebagai teks yang ditulis oleh seorang pengarang dengan panduan pemikirannya, dan juga teks terjemahan yang kreasinya dipandu oleh teks sumber sebagai acuan. Universitas Sumatera Utara Dalam perspektif yang demikian, Tou 2008:28 merangkum variabel – variabel yang menentukan wujudiah teks, yang meliputi semiotika konotatif religi, ideologi, budaya, dan situasi dan semiotika denotatif wujud ekspresi baik verbalnonverbal. Dengan banyaknya variabel – variabel yang mengikat kehadiran teks, amat sulit dua teks dapat hadir dengan makna yang sepadan tanpa mengalami transformasi apapun, terlepas dari berapapun besaran derajad skalanya, variasi atau perubahan akan menjadi keniscayaan yang tidak terhindarkan dalam praktik pengugkapan makna melalui sistem semiotika. Adanya sifat plastis dari makna pesan verbal, proses penerjemahan menjadi sangat relatif terhadap berbagai variabel yang melingkupi teks bahasa sumber dan juga faktor yang mengelilingi teks sasaran, termasuk pembaca tujuan yang dicanangkan sebagai target dalam proses tersebut. Keplastisan atau potensi perubahan dalam proses penerjemahan juga diungkapkan oleh Al-Zoubi dan Al- Hassnawi 2003:1 yang melihat perubahan itu sebagai “peralihan perubahan”shift. Mereka berpandangan bahwa dalam praktiknya, penerjemah berhadapan dengan “a plethora of linguistic, stylistics and even cultural problems”. Dengan permasalahan variabel kebahasaan, stilistika, dan juga budaya, tindak penerjemahan selalu berada dalam kontinum kemungkinan yang akan menyebabkan sejumlah peralihan shift nilai – nilai linguistik, estetik dan intelektual dari teks sumber. Mereka kemudian mendefinisikan apa itu”peralihan” shift sebagai: All the mandatory actions of the translator those dictated by the structural discrepancies between the two language systems involved in this process and the Universitas Sumatera Utara optional ones those dictated by the his personal and stylistic preferences to which he resorts conciously for the purpose of natural and communicative renditionof an SL text into another language Al-Zoubi Al-Hassnawi,2003:1. Mereka memandang peralihan sebagai “mandatory actions” tindakan wajib yang dilakukan oleh penerjemah untuk mencapai tujuan penerjemahan yang luwes dan komunikatif dikarenakan oleh perbedaan sistem bahasa dan karena pilihan pribadi dan stilistika penerjemah. Dengan mengacu pada kerelativan teks seperti di atas, kajian ini akan bertumpu pada konsep “variasi” yang bermaksud dilawankan dengan konsep padanan equivalence yang selama ini selalu menjadi wacana dominan dalam kajian penerjemahan, meskipun pada kenyataannya padanan sendiri masih ‘kontroversial’ , yang antara lain dibuktikan dengan berbagai sebutan padanan seperti ekuivalen dinamik, ekuivalen situasi, ekuivalen komunikasi, ekuivalen semantik dan sebagainya. Sebutan padanan yang sangat variatif itu sebenarnya sebuah klaim tidak langsung terhadap konsep lawannya, yakni variasi. Apabila dikaitkan dengan kerangka kesepadanan Koller yang membagi kerangka padanan menjadi lima, setiap padanan yang dapat dicapai pada satu kerangka,kemungkinan besar membuka variasi pada keempat kerangka yang lain. Misalnya, ketika pencipta teks 2 mewujudkan padanan formal dari teks satu, maka sangat mungkin bahwa padanan itu tidak sepadan bervariasi pada aspek referensial, konotatif, tekstual-normatif, dan pada aspek pragmatiknya. Demikian halnya, dengan pencapaian sebuah padanan lain, yang cendrung akan mengorbankan keempat padanan yang lain lagi, atau bervariasi pada keempat aspek lainnya. Universitas Sumatera Utara

2.6 Penerjemahan Teks Mangupa