Uji Hipotesis Analisis Data Penelitian

Variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi employee engagement adalah interactional justice yang ditunjukkan dari besarnya nilai standardized coefficients β Interactional Justice β =0.430 yang lebih tinggi dibandingkan Distributif Justice β = 0.262 dan Prosedural Justice β =0.247. Pengaruh signifikan pada hasil uji t menunjukkan bahwa keadilan distributif, prosedural dan interaksional semuanya signifikan karena memperoleh p= 0.000 0.05 dengan arah yang positif.

D. Pembahasan

Pada dasarnya, penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara organizational justice dan employee engagement. Organizational justice terdiri dari 3 dimensi yaitu distributif justice, prosedural justice dan interactional justice . Berdasarkan hasil uji hipotesis, terdapat nilai signifikan 0,000 p 0.05 dengan standardisert coeffisien β sebesar 0,262 antara distributif justice dan employee engagement. Hal ini menunjukkan adanya korelasi positif dan signifikan antara kedua variabel tersebut. Selain itu, koefisien regresi menunjukkan angka 0,313 yang menyatakan bahwa setiap penambahan nilai satu distributif justice akan meningkatkan employee engagement sebesar 31.3. Sebaliknya, jika distributif justice menurun satu nilai, maka employee engagement diprediksi akan turun sebesar 31,3. Dari hasil tersebut dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi distributif justice , maka semakin tinggi engage karyawan terhadap perusahaan tempat ia bekerja. Sebaliknya, semakin rendah distributif justice pada karyawan, maka semakin rendah engage karyawan terhadap perusahaan. Hasil ini membuktikan bahwa hipotesis pertama dapat diterima. Selain itu, hasil uji t yang menunjukkan bahwa mean empiris pada variabel keadilan distributif lebih besar secara signifikan dari mean teoretis, dengan signifikansi p = 0.00 p 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian ini memiliki persepsi yang positif terhadap keadilan distributif dalam organisasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Meily Margaretha dan T. Elisabeth 2012 yang menunjukkan bahwa keadilan distributif berhubungan positif dengan job engegement dan organizational engagement . Homans dalam Furhman 2002 mengatakan bahwa hasil berupa gaji, reward dan sebagainya yang diperoleh individu harus sesuai dengan konstribusi yang diberikan agar individu lebih terlibat pada organisasi. Keadilan dalam mendistribusikan reward atau gaji, dll dapat meningkatkan persepsi karyawan terhadap keadilan distributif pada organisasi tersebut Hubbel Assad, 2005; Sunjoyo, 2007. . Watson dan Hewett 2006 menyatakan bahwa ketika karyawan merasa kontribusi mereka diakui dan dihargai oleh organisasi, maka karyawan akan cenderung menunjukkan perilaku yang lebih positif dan lebih produktif terhadap organisasi tempat mereka bekerja. Keadilan distributif yang tinggi dapat membuat karyawan merasa tidak dirugikan sehingga ia akan meningkatkan keterlibatan kerja untuk memperoleh hasil kerja yang memuaskan Near ,1993. Sebaliknya, persepsi keadilan distibutif yang rendah akan menyebabkan tingkat keterlibatan karyawan yang rendah terhadap perusahaan. Selanjutnya, berdasarkan uji regresi terdapat nilai signifikan antara Prosedural Justice dengan Employee Engagement sebesar 0,000 p 0.05 dengan standardisert coeffisien β sebesar 0,247. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan antara kedua variabel tersebut. Koefisien regresi menunjukkan angka sebesar 0,284 yang menyatakan bahwa setiap penambahan nilai satu prosedural justice, maka akan meningkatkan employee engagement sebesar 28.4. Sebaliknya, jika nilai prosedural justice turun 1 maka akan diprediksi turun senilai 28.4. Hasil ini menunjukkan ada hubungan positif antara prosedural justice dengan employee engagement . Artinya, semakin tinggi prosedural justice pada karyawan, maka karyawan yang engage semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah prosedural justice pada karyawan, maka semakin rendah karyawan yang engage terhadap perusahaan. Dengan demikian, hipotesis penelitian kedua diterima. Hasil uji t yang menunjukkan bahwa mean empiris keadilan prosedural karwayan secara signifikan lebih besar dari mean teoritis dengan signifikansi p = 0.00 p 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian ini memiliki keyakinan positif terhadap keadilan prosedural di tempat ia bekerja. Hasil temuan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Saks 2006 bahwa terdapat hubungan positif antara keadilan prosedural dan keterlibatan organisasi. Macey et al. 2009 menyatakan bahwa karyawan yang merasa diperlakukan adil dalam prosedur pengambilan keputusan, maka karyawan akan cenderung engage dengan organisasi. Karyawan yang merasakan diperlakukan dengan adil secara prosedural akan memiliki rasa percaya pada organisasi sehingga dapat engagement karyawan pada pekerjaan Chughtai Finian, 2009. Selain itu, keadilan prosedural yang tinggi dapat membuat karyawan merasa bangga sebagai anggota dari organisasi tersebut Tyler Blader, 2003. Hal ini akan membuat karyawan memandang kesuksesan organisasi sebagai kesuksesannya Mael Ashforth 1992. Sebaliknya, jika prosedur dilaksanakan secara tidak adil, maka akan memunculkan karyawan dengan tingkat keterlibatan yang rendah. Uji hipotesis selanjutnya, terdapat nilai signifikan 0,000 p 0.05 dengan standardisert coeffisien β sebesar 0,430 antara interactional justice dan employee engagement. Hal ini membuktikan adanya hubungan yang positif signifikan antara kedua variabel tersebut. Selain itu, nilai koefisien regresi sebesar 0.327 yang menyatakan bahwa setiap penambahan satu nilaipada interactional justice, maka akan meningkatkan employee engagement sebesar 32.7. Sebaliknya, jika nilai interactional justice mengalami penurunan sebesar satu nilai, maka diprediksi employee engagemen t turun senilai 32.7. Dari hasil tersebut dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi semakin tinggi interactional justice maka semakin tinggi engage pada karyawan. Sedangkan ketika hubungan interactional justice rendah maka karyawan cenderung tidak engage pada perusahaan. Hasil ini membuktikan bahwa hipotesis yang ketiga dapat diterima. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang ditemukan oleh Gupta dan Kumar 2012 yang meneliti bahwa interactional justice sebagai penentu yang signifikan dari employee engagement. Interactional justice merupakan salah satu faktor yang membentuk keterlibatan karyawan dan komitmen organisasi yang tinggi sehingga membuat karyawan menjadi terlibat dalam organisasi Brunetto, 2012. Ketika terbentuk keharmonisan hubungan sosial dalam perusahan, maka akan mendorong tingginya keterikatan karyawan terhadap perusahaan Faturochman, 2002. Colquitt 2001 mengatakan bahwa keadilan interaksional sebagai faktor utama untuk memperkuat hubungan antara pemimpin dan karyawan, atau karyawan dan karyawan sehingga meningkatkan keterlibatan karyawan pada organisasi. Para pemimpin yang bersikap obyektif dan beretika menjadi aspek penting dari keadilan interaksional, sehingga dapat menumbuhkan rasa keterikatan karyawan terhadap organisasi Schaufeli Bakker, 2004. Hal yang menarik adalah kontribusi hasil uji t yang menunjukkan bahwa mean teoritis keadilan interaksional lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan mean empirisnya dengan signifikansi p = 0,000 p 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian ini merupakan karyawan yang memiliki keyakinan akan keadilan interaksional yang rendah terhadap perusahaan. Namun, berdasarkan hasil analisis regresi, keadilan interaksional yang memiliki pengaruh paling besar terhadap employee engagement karyawan. Hasil menunjukkan bahwa secara teoritis keadilan interaksional lebih tinggi dibandingkan dengan keadilan interaksional di lapangan. Namun, keadilan distributif dan interaksional yang paling kuat dalam menentukan employee engagement Ghosh Sinha, 2014. Artinya, keadaan empiris keadilan interaksional yang rendah dibandingkan keadilan interaksional secara teoritis tidak memiliki pengaruh yang besar dalam memprediksi pembentukan employee engagement. Meskipun keadilan interaksional tergolong rendah, hal ini tetap memiliki pengaruh yang paling besar terhadap keterlibatan karyawan. Jadi, jika keadilan interaksional di perusahaan tinggi, maka akan sangat berpengaruh dalam membentuk keterlibatan karyawan.