6. Menjaga keharmonisan dengan alam; Kegiatan dan pengembangan fasilitas tetap mempertahankan keserasian dan keaslian alam.
7. Daya dukung sebagai batasan pemanfaatan; Daya tampung dan pengembangan fasilitas hendaknya mempertimbangkan daya dukung
lingkungan. 8. Konstribusi pendapatan bagi negara pemerintah daerah dan pusat.
Menurut Yulianda 2007 Ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut dengan
memanfaatkan karakter sumberdaya pesisir dan laut. Pengelolaan ekowisata bahari merupakan suatu konsep pengelolaan yang memprioritaskan kelestarian
dan memanfaatkan sumberdaya alam dan budaya masyarakat. Konsep pengelolaan ekowisata tidak hanya berorientasi pada keberlanjutan tetapi juga
mempertahankan nilai sumberdaya alam dan manusia. Agar nilai-nilai tersebut terjaga maka pengusahaan ekowisata tidak melakukan eksploitasi sumberdaya
alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan budaya untuk memenuhi kebutuhan fisik, pengetahuan dan fisikologis penunjung. Dengan demikian
ekowisata bukan menjual tempat destinasi atau kawasan melainkan menjual filosofi. Hal inilah yang membuat ekowisata mempunyai nilai lestari dan tidak
akan mengenal kejenuhan pasar.
2.2 Pengembangan Ekowisata Dalam Kawasan konservasi
Kawasan hutan yang dapat berfungsi sebagai kawasan wisata yang berbasis lingkungan adalah kawasan pelestarian alam Taman Nasional, Taman Hutan
raya, Taman wisata Alam, kawasan suaka alam Suaka Margasatwa dan hutan lindung melalui kegiatan wisata alam terbatas serta Hutan produksi yang
berfungsi sebagai Wana Wisata Ridwan, 2000. Pengembangan ekowisata di dalam kawasan hutan dapat menjamin keutuhan
dan kelestarian ekosistem hutan. Ecotraveler menghendaki persyaratan kualitas dan keutuhan ekosistem. Oleh karenanya terdapat beberapa butir prinsip
pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi. The Ecotourism Society Eplerwood 1999 dalam Fandeli 2000 menyebutkan ada tujuh prinsip dalam
kegiatan ekowisata yaitu: 1 Mencegah dan menanggulangi dari aktivitas wisatawan yang mengganggu terhadap alam dan budaya; 2 Pendidikan
konservasi lingkungan; 3 Pendapatan langsung untuk kawasan; 3 Partisipasi masyarakat dalam perencanaan; 4 Meningkatkan penghasilan masyarakat; 5
Menjaga keharmonisan dengan alam; 6 Menjaga daya dukung lingkungan; 7 Meningkatkan devisa buat pemerintah.
Menurut Ridwan 2000 bahwa pengembangan ekowisata harus melibatkan berbagai unsur seperti: pengunjung atau ekowisatawan, sumber daya
alam, pengelola, masyarakat setempat, kalangan bisnis termasuk tour operator, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan lain sebagainya. Pada prinsipnya
pengembangan ekowisata yang baik merupakan simbiosis antara konservasi dan pembangunan, namun kemungkinan timbulnya konflik kepentingan antara pelaku
ekowisata bisa terjadi. Perencanaan pengembangan ekowisata diantaranya mengacu pada
perencanaan perlindungan dan pelestarian lingkungan, perencanaan penggunaan lahan dan tata ruang. Perencanaan ekowisata merupakan bagian dari proses
pemanfaatan dari sumberdaya dan berkelanjutan yang terkoordinasi dan interaktif berdasarkan aspek pelestarian ekologis kawasan, biodiversitas, dan nilai sosial
dalam keterlibatan wisatawan bersama masyarakat lokal. Daerah pesisir adalah merupakan sumberdaya alam yang cukup penting bagi kehidupan. Berbagai
aktifitas sosial dan ekonomi membutuhkan lokasi pesisir yang memiliki nilai lansekap, habitat alam dan sejarah yang tinggi, yang harus dijaga dari kerusakan
secara sengaja maupun tidak sengaja. Perencanaan tata ruang zonasi wilayah pesisir, berperan untuk menyerasikan kebutuhan pembangunan dengan kebutuhan
untuk melindungi, melestarikan, dan meningkatkan kualitas lansekap, lingkungan serta habitat flora dan fauna Darwanto 1998. Rencana zonasi wilayah pesisir
diperlukan untuk menjaga kelestarian pantai dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan wilayah pesisir mempunyai ruang lingkup yang luas, meliputi banyak aspek dan sektor pembangunan, maka
perlu optimalisasi pemanfaatan sumberdaya melalui pengelolaan yang terpadu, agar kebutuhan manusia dapat terpenuhi sekaligus menjaga sumberdaya alam agar
tetap lestari dan berkelanjutan. Bengen 2005 bahwa salah satu cara untuk mencapai keseimbangan antara ketersediaan sumberdaya dan kebutuhan manusia
adalah menetapkan jenis dan besaran aktifitas manusia sesuai dengan kemampuan lingkungan untuk menampungnya. Artinya, setiap aktifitas pembangunan disuatu
wilayah harus didasarkan pada analisis kesuaian lingkungan. Selanjutnya menurut Bengen 2005, analisis kesesuaian lingkungan harus
mencakup aspek ekologis, sosial dan ekonomis yaitu: 1. Aspek ekologis; dapat didekati dengan menganalisis:
a. Potensi maksimum sumberdaya berkelanjutan. Berdasarkan analisis ilmiah dan teoritis, dihitung potensial atau kapasitas maksimum sumberdaya untuk
menghasilkan barang dan jasa goods and services dalam jangka waktu tertentu.
b. Kapasitas daya dukung carrying capacity. Daya dukung didefinisikan sebagai tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara
berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungannya.
c. Kapasitas penyerapan limbah assimilative capacity. Kapasitas penyerapan limbah adalah kemampuan sumberdaya alam dapat pulih misalnya air,
udara, tanah untuk menyerap limbah aktifitas manusia. Kapasitas ini bervariasi akibat faktor eksternal seperti cuaca, temperature dan aktifitas
manusia. 2. Aspek Sosial
Aspek sosial dapat ditilik dari penerimaan masyarakat terhadap aktifitas yang akan dilakukan, mencakup dukungan sosialterhindar dari konflik
pemanfaatan, terjaganya kesehatan masyarakat dari akibat pencemaran, budaya, estetika,keamanan dan kompatibilitas.
3. Aspek Ekonomi Aspek ekonomi dapat ditinjau dari kelayakan usaha dari aktifitas yang akan
dilaksanakan. Analisisnya meliputi : revenue cost ratio RC, net present value NPV, net benefit cost ratio net BC, internal rate return IRR dan
analisis sensitivitas sensitivy analysis.
2.3. Konsep Pengelolaan Taman Nasional