27 Menurut Simatupang 1996, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam memodelkan
suatu sistem, antara lain : a model harus mewakili merepresentasikan sistem nyatanya dan b model merupakan penyederhanaan dari kompleksnya sistem, sehingga diperbolehkan adanya
penyimpangan pada batas-batas tertentu.
2.3 MODEL PERENCANAAN
Model adalah suatu representatif atau formulasi bahasa tertentu yang disepakati dari suatu sistem nyata Simatupang 1996. Dikutip dari Harjanto 2008, perencanaan adalah suatu proyeksi
tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai. Dalam investorword.com didefinisikan “The process of setting goals, developing strategies, and outlining
tasks and schedules to accomplish the goals”. Perencanaan adalah proses menetapkan tujuan,
mengembangkan strategi, dan menguraikan tugas dan jadwal untuk mencapai tujuan. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa sebuah perencanaan adalah merupakan proses menuju
tercapainya tujuan tertentu. Atau dalam istilah lain merupakan persiapan yang terarah dan sistematis agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sehingga model perencanaan dapat
disimpulkan yaitu suatu representatif dari suatu nyata dalam rangka persiapan yang terarah dan sistematis agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien.
2.4 PENJADWALAN
Menurut Machfud 1999, penjadwalan operasi produksi merupakan penetapan waktu timing dan penggunaan sumber daya dalam kegiatan operasi produksi. Penetapan waktu
berkenaan dengan masalah pengurutan sequencing dan penggunaan sumber daya untuk kegiatan operasi produksi berkenaan dengan masalah penugasan kerja job assignment kepada fasilitas
produksi baik orang maupun mesin loading. Bedworth 1987 mengidentifikasi beberapa tujuan dari aktivitas penjadwalan sebagai
berikut: 1. Meningkatkan penggunaan sumber daya atau mengurangi waktu tunggunya sehingga total
waktu proses dapat berkurang dan produktivitas dapat meningkat. 2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah pekerjaaan yang
menunggu dalam antrian ketika sumber daya yang ada masih mengerjakan tugas yang lain. 3. Mengurangi beberapa keterlambatan pada pekerjaan yang mempunyai batas waktu
sehingga akan meminimalkan penalty biaya keterlambatan. 4. Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapasitas pabrik dan jenis
kapasitas yang dibutuhkan sehingga penambahan biaya yang mahal dapat dihindarkan.
2.5 MODEL ARIMA Auto Regressive Integrated Moving Average
Box dan Jenkins 1976, menemukan suatu teknik untuk analisis deret waktu. Teknik ini kemudian dikenal dengan teknik Box-Jenkins. Teknik ini mengidentifikasi model dari analisis data
masa lalu apakah merupakan Model Autoregresi AR atau Model Moving Average MA atau bahkan gabungan dari Autoregresi dan Moving Average. Jika suatu deret data dari segi prosesnya
merupakan suatu integrasi antara proses Autoregresi dan proses Moving Average maka model
28 deret data tersebut adalah model ARIMA Auto Regressive Integrated Moving Average. Model
umum ARIMA dinyatakan dengan rumus sesuai persamaan 1: ARIMA p,d,q P,D,Q
s
1 Dimana:
p = menunjukkan ordo proses AR d = menunjukkan tingkat pembeda agar deret data bersifat stasioner
q = menunjukkan ordo proses MA S = menunjukkan panjang periode musiman
P = ordo AR untuk data musiman D = indeks kecenderungan untuk data musiman
Q = ordo MA untuk data musiman Makridakis et al. 1999, menjelaskan teknik Box – Jenkins secara garis besar terdiri dari
beberapa tahap yaitu identifikasi, estimasi parameter, diagnosis dan implementasi. 1. Tahap Identifikasi
Tahap identifikasi pada dasarnya adalah menentukan nilai parameter p, d, q, P, D, Q dan S yaitu untuk menentukan pola data masa lalu.
a. Identifikasi Stasioner dan Tidak Stasioner Identifikasi stasioner dilakukan berdasarkan deret data aktual yang tersedia Xt,
dicari nilai koefisien autokorelasi time lag ke-k rk, k = 1,2 ... m, kemudian nilai rk diuji. Jika secara statistik tidak berbeda nyata dengan nol, berarti r
k
adalah acak, yang juga berarti X
t
bersifat acak. Deret data X
t
adalah stasioner apabila hasil plot nilai r
k
menunjukkan fluktuasi tidak beraturan disekitar nol. Dalam hal ini nilai parameter d = 0. Jika plot nilai r
k
menunjukkan ada kecenderungan maka deret data X
t
tidak stasioner. Untuk menentukan nilai parameter d dilakukan pembedaan differencing sampai data
bersifat stasioner. Pembedaan ordo pertama dinotasikan sebagaimana pada persamaan 2. X’
t
= X
t
- X
t -1
= 1-B
1
X
t
2 Dimana:
B adalah Backward Shift operator dan BX
t
= X
t – 1
Pembedaan ordo kedua notasinya seperti pada persamaan 3: X’’
t
= 1-B
2
X
t
3 Jika sampai dengan ordo ke-d, deret data sudah stasioner maka model ARIMA-nya
adalah 0, d, 0 dan rumus dasarnya adalah pada persamaan 4. 1-B
d
X
t
= e
t
4 Dimana :
e
t
= Nilai kesalahan 1-B
d
= Pembeda ordo ke-d b. Identifikasi Proses Autoregresi AR
Identifikasi ada tidaknya proses AR dilakukan pada data yang stasioner atau sudah distasionerkan. Untuk mendeteksi apakah suatu deret data merupakan AR1 atau AR2,
dilihat dari nilai-nilai koefisien autokorelasi, autokorelasi parsial dan garis spektrum. Jika data tidak dibangkitkan oleh proses AR, koefisien autokorelasi parsialnya tidak berbeda
nyata terhadap nol. Jika data merupakan AR1, maka nilai koefisien autokorelasi parsial ordo pertama nyata p = 1, jika data merupakan AR2 atau P = 2 maka nilai koefisien
autokorelasinya menurun mengikuti gelombang sinus. Model autoregresi ordo ke-p atau ARp ditunjukkan dengan model pada persamaan 5.
29 ARIMA p,0 ,0
1 – F
1
B – F
2
B
2
- … - F
p
B
p
X
t
= u + e
t
X
t
= u + F
1
X
t-1
+ F
2
X
t-2
+ … + F
p
X
t-p
+ e
t
Dimana: u = Konstanta
Φ
p
= Parameter auto regresi ke-p e
t
= nilai kesalahan pada saat t c. Identifikasi Proses Moving Average MA
Untuk mengidentifikasi proses MA diperlukan plot nilai-nilai koefisien autokorelasi, autokorelasi parsial dan garis spektrum dari data yang stasioner atau telah
distasionerkan. Jika data merupakan MA1 atau q = 1 maka hanya ada satu koefisien autokorelasi yang berbeda nyata yaitu untuk time lag 1 dan untuk MA2 maka koefisien
autokorelasi pada time lag 1 dan 2 adalah nyata. Model ARIMA deret data merupakan proses MA ordo ke-q yaitu sesuai pada persamaan 6.
ARIMA 0,0,q X
t
= u + e
t
- q
1
e
t-1
+ q
2
e
t-2
+ … + q
p
e
t-p
6 Dimana:
u = konstanta Θ
q
= autokorelasi ke-q e
t
= nilai kesalahan pada saat t d. Identifikasi Campuran Proses AR dan MA atau ARIMA
Deret data yang dibangkitkan oleh campuran proses AR1 dan MA1 atau ARIMA 1,0,1 modelnya sesuai pada persamaan 7:
1 – F
1
B X
t
= u + 1 – q
1
B e
t
atau AR1 MA1
X
t
= u + F
1
X
t-1
+ q
1
e
t-1
Deret data yang merupakan ARIMA 1,1,1 modelnya sesuai dengan persamaan 8. 1 – B 1 – F
1
B X
t
= u + 1 – q
1
B e
t
8 Dimana :
1 – B = Pembedaan pertama untuk memperoleh data stasioner 1 – Φ
1
B = AR1 1 – θ
1
B = MA1 e. Identifikasi Musiman
Deret data yang memiliki sifat musiman, akan terdapat suatu pola dimana antar selang periode tertentu yang berurutan terdapat suatu pola yang sama. Pola data musiman
diidentifikasi berdasarkan plot nilai koefesien autokorelasi, autokorelasi parsial dan garis spektrum dari data yang stasioner atau telah distasionerkan. Jika pada selang periode
tertentu terdapat nilai rk yang menonjol, maka hal ini menunjukkan adanya musiman dengan panjang periode musiman S sejumlah selang periode tersebut. Aspek musiman
dari suatu data dapat dipisahkan dengan melakukan pembedaan differencing dengan jumlah periode pembeda sama dengan panjang periode musiman. Model persamaan
pembedaan sesuai dengan persamaan 9. X’
t
= X
t
- X
t-s
9 Setelah dipisahkan aspek musimannya, data diidentifikasi nilai P, D, dan Q dengan
cara yang sama dengan penetapan nilai p, d, dan q tetapi dari data yang telah dipisahkan aspek musimannya.
5
7
30 2. Tahap Estimasi Parameter
Parameter dalam model ARIMA seperti parameter AR Φ, parameter MA θ perlu ditetapkan agar model ARIMA dapat digunakan untuk melakukan prakiraan. Pendugaan
nilai parameter ini memerlukan penurunan matematikstatistik yang rumit. Berbagai paket program komputer seperti SYSTAT, SPSS dan MINITAB sudah tersedia untuk
menghitung parameter-parameter tersebut. 3. Tahap Diagnosis dan Implementasi
Setelah parameter-parameter ARIMA diduga, perlu dilakukan pemeriksaan apakah model yang diidentifikasi sudah sesuai. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meneliti nilai
sisa, untuk melihat apakah masih terdapat pola pada nilai sisa dan meneliti nilai-nilai statistik contoh dari hasil yang sudah diperoleh. Model ARIMA dapat diimplementasikan
untuk melakukan prakiraan bila hasil diagnosis telah sesuai dengan yang ditetapkan.
Pemilihan model ARIMA yang digunakan dalam penelitian ini, dikarenakan data yang digunakan merupakan data deret waktu. Selain itu, berdasarkan penelitian Anugrah 2007, nilai
eror ARIMA lebih kecil dibandingkan dengan jaringan saraf tiruan dalam meramal curah hujan. ARIMA juga dapat digunakan pada data yang bersifat stasioner dan nonstasioner serta pada data
bersifat musiman atau tidak musiman. Menurut Hanke et al 2003, pendekatan ARIMA bersifat fleksibel dan dapat mewakili rentang yang lebar dari karakteristik deret waktu.
2.6 REGRESI LINIER