TUJUAN PENELITIAN RUANG LINGKUP PENELITIAN MANFAAT PENELITIAN MODEL

21 sehingga memperoleh pucuk teh yang maksimal akan tetapi harus mempertimbangkan kualitas pucuk teh tersebut. Selain itu, permasalahan tenaga pemetik yang kadang tidak sesuai dengan kebutuhan luas lahan yang dipetik mengakibatkan pucuk teh yang dihasilkan tidak akan maksimal. Permasalah tersebut berakibat pada perencanaan kebutuhan bahan penunjang produksi seperti kayu bakar, kemasan, solar, air, dan lainnya. Penyelesaian masalah tersebut akan dibahas dalam penelitian ini. Pembuatan jadwal pemetikan berdasakan faktor produktivitas tanaman, perencanaan tenaga pemetik berdasarkan pada jadwal petikan, serta perencanaan bahan penunjang berdasarkan pada estimasi pucuk yang didapatkan dari kebun. Dengan adanya penyelesaiaan tersebut dapat meningkatkan efektivitas produksi. Dengan adanya efektivitas akan menyebabkan penurunan biaya produksi.

1.2 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Merancang model perencanan pemetikan sebagai acuan penjadwalan perkebunan teh. Model ini menggunakan program linier dengan tujuan memaksimalkan hasil petikan pucuk teh. 2. Merancang model penentuan kebutuhan tenaga kerja pemetik. 3. Merancang model penentuan kebutuhan kebutuhan bahan penunjang. Model ini menggunakan model pemesanan ekonomis.

1.3 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cianten. Pengkajian penelitian diarahkan pada model penjadwalan pemetikan dan pemetik serta kebutuhan bahan baku untuk memproduksi teh. Mulai dari kegiatan pemangkasan, pemetikan, serta perencanaan kebutuhan pemetik dan bahan penunjang papersack dan kayu bakar pada industri teh tersebut. Selain dari sistem penjadwalan, penyusunan jadwal memperhatikan luas kebun dan faktor iklim yang mempengaruhinya. Metode yang digunakan untuk mengestimasi iklim adalah metode analisis deret waktu time series ARIMA. Persamaan regresi digunakan untuk memperkirakan jumlah produksi pucuk teh. Optimalisasi penjadwalan menggunakan program linier dan model persediaan yang digunakan untuk perencanaan bahan penunjang yaitu economic order quantity.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah model penjadwalan pemetikan dan perencanaan persediaan bahan penunjang yang dapat dimanfaatkan untuk perencanaan proses produksi pucuk teh di kebun. Model simulasi ini untuk memudahkan para pengelola kebun teh dalam merencanakan kegiatan produksi dengan memperhatikan jumlah pemetik. Memberikan informasi dan solusi dalam menentukan jadwal yang optimum untuk pemetikan pucuk teh. Memberikan informasi dalam upaya meningkatkan mutu teh yang terkait dengan pemetikan pucuk teh, dan merupakan acuan untuk mengkaji strategi penjadwalan dalam pemetikan pucuk teh. 22 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEH

2.1.1 Tanaman Teh

Tanaman teh Camellia sinensis termasuk suku famili Tehaceae. Berasal dari daerah subtropis kemudian menyebar ke berbagai bagian dunia hingga tropis. Tanaman teh dapat tumbuh dan berproduksi optimal di daerah tropis pada ketinggian 400 – 1500 m di atas permukaan laut. Syarat tumbuh tanaman ini yaitu daerah yang memiliki curah hujan 2.000 – 2.500 mm dengan jumlah hujan pada musim kemarau tidak kurang dari 100 mm dan suhu udara berkisar antara 14 – 25 o C serta intensitas yang cukup Setyamidjaja 2000. Klasifikasi teh menurut Graham 1984; Steenis 1987; dan Tjitrosoepomo 1989, genus Camellia dibedakan menjadi beberapa spesies teh yaitu sinensis, assamica, irrawadiensis. Sejak tahun 1958 semua teh dikenal sebagai suatu spesies tunggal Camellia sinensis dengan beberapa varietas khusus, yaitu sinensis, assamica dan irrawadiensis. Tanaman teh Camellia sinensis O.K.Var.assamica Mast dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta tumbuhan biji Sub divisi : Angiospermae tumbuhan biji terbuka Kelas : Dicotyledoneae tumbuhan biji belah Sub kelas : Dialypetalae Ordo bangsa : Guttiferales Clusiales Familia suku : Camelliaceae Tehaceae Genus marga : Camellia Spesies jenis : Camellia sinensis Varietas : Assamica Pertumbuhan tanaman teh di dataran rendah lebih cepat daripada di dataran tinggi. Hal ini berhubungan dengan kebutuhan tanaman akan air dan cuaca yang baik sepanjang waktu. Kecepatan pertumbuhan tanaman teh ini mengakibatkan pertumbuhan pucuk lebih cepat sehingga berpengaruh terhadap waktu pemetikannya. Tanaman mengalami proses penguapan yang sangat kurang di dataran tinggi sehingga fungsi daun sangat terbatas dan dinding sel daun tersebut tidak menjadi terlalu keras dan elastisitas daun tersebut lebih besar sehingga mudah digulung Nasution dan Tjiptadi 1985. Pertumbuhan tanaman teh memiliki pola yang khas yaitu terjadinya periodesasi pada pertumbuhan tunas yang tidak berhubungan dengan keadaan iklim dan lingkungan. Pola pertumbuhan ini dikenal dengan periodesitas yaitu ritme terbentuknya kuncup peko flush untuk pertumbuhan maksimal dan burung banjhi untuk pertumbuhan minimal. Periodesitas ini berpengaruh terhadap produksi pucuk teh, oleh karena itu frekuensi pemetikan harus mengikuti ritme periodesitas sehingga periode burung tidak mengganggu daur pemetikan, kecepatan periode pertumbuhan tidak terpotong dan tingkat produksi pucuk tidak terganggu Setyamidjaja 2000. Komoditas teh dihasilkan dari pucuk daun tanaman teh melalui proses pengolahan tertentu. Secara umum berdasarkan cara pengolahannya, teh dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam Arifin 1994. Pucuk teh sebagai bahan baku industri pengolahan teh, baik teh hitam, teh hijau maupun teh oolong serta jenis teh olahan 23 lainnya harus bermutu tinggi sehingga dapat dihasilkan produk teh yang bermutu tinggi pula. Oleh karena itu, mutu pucuk teh harus diusahakan dan dipertahankan agar tetap tinggi sejak pemetikan, pengumpulan maupun pengangkutan ke pabrik Setyamidjaja 2000.

2.1.2 Pemetikan Teh

Menurut Paimin dan Nazaruddin 1996, pemetikan merupakan pekerjaan mengambil pucuk teh yang terdiri dari kuncup, ranting muda, dan daunnya. Pemetikan harus dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan sistem petikan dan syarat-syarat pengolahan yang berlaku untuk menjaga produksi teh tetap tinggi dan tanaman tidak rusak karena proses pemetikan. Pemetikan yang tidak teratur menyebabkan tanaman teh menjadi cepat tinggi, bidang petik tidak rata dan jumlah petikan tidak banyak sehingga akan berpengaruh terhadap nilai ekonominya. Suwardi 2000 menyatakan bahwa sistem petikan adalah berapa daun muda yang dipetik di bawah kuncup peko. Sistem petikan mempengaruhi mutu dan jumlah produksi teh, waktu pemetikan berikutnya, serta kelangsungan hidup tanaman teh itu sendiri. Jenis petikan yang umumnya dikehendaki adalah jenis petikan medium dengan komposisi minimal 70 pucuk medium, maksimal 10 pucuk halus dan 20 pucuk kasar. Gambar 1 menunjukan bagian pucuk daun teh dan cara pemetikannya. Menurut Suwardi 2000, sistem petikan dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu : 1. Petikan halus, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko p dengan satu daun atau pucuk burung b dengan satu daun muda m. Petikan halus sering ditulis dengan rumus p + 1 atau b + 1. 2. Petikan medium, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko dengan dua daun atau tiga daun muda, serta pucuk burung dengan satu, dua atau tiga daun muda. Petikan ini dirumuskan p + 2, p + 3, b + 1m, b + 2m dan b + 3m. 3. Petikan kasar, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko dengan empat daun atau lebih dan pucuk burung dengan beberapa daun tua. Rumus petiknya adalah p + 4 atau lebih dan b + 1 - 4t. Keseragaman hasil pucuk dipengaruhi oleh panjang daur petik. Makin panjang daur petik, hasil pucuk makin tidak seragam dan kasar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 tentang hubungan antara standar petik dan persentase tipe pucuk yang dihasilkan Setyamidjaja 2000. Tabel 1. Hubungan Standar Petik dan Daur Petik dengan Presentase Tipe Pucuk Standar Petik dan Daur Petik Persentase Tipe Pucuk P+2 P+3 P+3 Petik halus, daur petik pendek 71,55 24,23 4,42 Petik Medium, daur petik 5 – 7 hari 54,48 40,32 13,47 Petik Kasar, daur petik 10 -14 hari 35,59 35,59 18,90 Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian 2008 24 Gambar 1. Bagian Pucuk Daun Teh dan Cara Pemetikannya Ghani 2002. Pemetikan pucuk teh merupakan ujung tombak produksi karena pemetikan sangat menentukan aroma dan cita rasa teh. Hal ini didukung analisis quality functional deployment QFD oleh Karmila 2004, menunjukkan bahwa pengaruh paling kuat terhadap peningkatan kualitas teh berdasarkan analisis harapan konsumen adalah pada peningkatan mutu pucuk teh. Keberhasilan pemetikan merupakan kunci keberhasilan dalam bisnis teh secara keseluruhan. Hal ini berdasarkan bahwa pemetikan teh paling banyak menyerap tenaga kerja dan biaya. Dalam pemetikan teh harus diperhatikan faktor keseimbangan antara kualitas hasil dan regenerasi pucuk. Menurut Mabbet 1997, faktor penting dalam pemetikan teh ialah mengetahui bagian yang akan dipetik dan mengetahui waktu yang tepat untuk memetik.

2.1.3 Pemangkasan Tanaman Teh

Menurut Ghani 2002, pemangkasan pada tanaman muda dimaksudkan untuk membentuk percabangan. Pada tanaman menghasilkan pemangkasan bertujuan untuk menurunkan tinggi perdu tanaman agar dapat dipetik, memperluas cabang, agar pertumbuhan tanaman tetap pada masa vegetatif, dan mengatur fluktuasi produksi agar tetap stabil dan seimbang. Ada beberapa jenis pangkasan pada tanaman menghasilkan, yaitu sebagai berikut: 1. Pangkas leher akar, yaitu pangkas berat pada ketinggian 10 – 20 cm dari tanah 2. Pangkas dalam, yaitu pangkas pada ketinggian 40 cm. 3. Pangkas bersih, yaitu pangkas dengan membuang dan membersihkan cabang ukuran diameter kurang dari 1 cm pada ketinggian 45 – 60 cm. 4. Pangkas tengah bersih, yaitu hanya bagian tengah yang dibersihkan pada ketinggian 45 – 65 cm. 5. Pangkas kepris, yaitu pada bidang bekas pangkas rata seperti meja tanpa pembersihan ranting, tinggi pangkas 65 – 70 cm. 25 6. Pangkas ajirjambul, yaitu pangkas bersih dengan meninggalkan 1 – 2 cabang di bagian pinggir kanopi tersisa 50 – 100 lembar daun. 7. Skiffing, yaitu pangkas ringan untuk menurunkan bidang petik. Siklus pangkas tergantung pada ketinggian tempat dan pola pemetikan. Di dataran tinggi, siklus pangkas lebih lambat dibandingkan dataran rendah karena di dataran tinggi pertumbuhan teh lambat. Pengaturan tinggi pangkas bertambah 5 cm setiap siklus pangkas, dimulai dari ketinggian 40 cm sampai 65 cm, lalu kembali pada ketinggian 40 cm Ghani 2002.

2.1.4 Pengolahan Teh Hitam CTC

Perkebunan teh yang pertama di Indonesia dimulai pada tahun 1828 Spillane 1992. Sejak saat itu industri teh indonesia mulai berkembang. Pada saat itu, yang dimaksud dengan industri teh adalah industri yang mengolah pucuk teh sebagai hasil perkebunan menjadi teh curah bulk tea. Teh curah yang dihasilkan terdiri dari tiga jenis, yaitu teh hitam, teh hijau dan teh oolong. Perbedaaan ketiga jenis teh tersebut ditentukan oleh proses pengolahannya. Pengolahan teh hitam dilakukan dengan serangkaian proses fisik dan mekanis yang diikuti dengan proses oksidasi enzimatis fermentasi. Pada teh hijau dalam proses pengolahannya tidak dilakukan proses fermentasi, sedangkan teh oolong merupakan hasil olahan semi fermentasi PPTK 1994. Mesin pengolahan teh hitam CTC Crushing, Tearing, and Curling ditemukan oleh Marshall dan Davidson dari Inggris, dan banyak dikembangkan di India. Di Indonesia, umumnya menggunakan mesin giling gabungan dari sistem giling CTC Kenya dan India Utara Doars yaitu 1 x GLS Green Leaf Sifter – 1 x BLC 15” Barbora Leaf Condition – 3 x CTC 30”. Untuk fermentasi dipakai Countinuous Fermenting Machine, sedang pengeringan umumnya memakai Fluid Bed Dryer 6 section. Diagram alir pengolahan teh hitam CTC seperti tertera dalam Gambar 2. Pucuk teh yang halus minimal 60 dan utuh merupakan bahan baku yang berpotensi kualitas tinggi di samping faktor lainnya. Umumnya perkebunan teh yang melaksanakan pengolahan sistem CTC pemetikan pucuknya halus medium murni. Pucuk yang halus sangat membantu kelancaran dalam proses penggilingan. Pelayuan pucuk teh hitam CTC hampir sama dengan pucuk teh orthodox. Perbedaannya terletak pada tingkat layu pucuk yang dikehendaki sangat ringan, yaitu derajat layu 32-35 kadar air 65-68. Secara fisik pelayuan ini hanya memerlukan waktu 4-6 jam, tetapi masih diperlukan pelayuan kimia chemical withering hingga diperpanjang menjadi 12-16 jam. Pemakaian hembusan udara panas hanya dilakukan apabila pucuk dalam keadaan basah, sedangkan pembalikan dan pengiraban tetap dilakukan agar hasil layuan pucuk layu menjadi rata. Pucuk yang dihamparkan di atas palung layuan berkisar 25-30 kgm 3 . Proses pengayakan pucuk layu sangat berguna dalam pengolahan teh hitam CTC, yaitu memisahkan pucuk dari pasir, kerikil, dan benda-benda asing lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan pada pisau dan memacetkan roller CTC. Pada tahap ini menggunakan mesin Green Leaf Sifter. Persiapan penggilingan menggunakan Barbora Leaf Conditioner BLC 15” sebelum pucuk layu teh digiling pada mesin CTC. Pada tahap ini juga untuk membersihkan dari partikel besi atau paku. Pada proses penggilingan memakai mesin Triplex CTC. Ukuran bubuk basah giling pertama kedua, dan ketiga berturut-turut adalah besar, agak besar, dan kecil. Suhu bubuk berkisar 30-32 C. 26 Fermentasi bubuk basah memerlukan suhu udara rendah dan kelembaban yang tinggi. Mesin yang digunakan adalah CFM 6”. Lamanya fermentasi diatur agar jangan terlalu lama maupun terlalu pendek, umumnya berkisar 80-85 menit. Alat yang digunakan pada tahap pengeringan adalah FBD Fluid Bed Dryer. Kadar air hasil pengeringan teh hitam CTC berkisar 2,5-3,5 tanpa mengalami gosong. Sortasi kering teh hitam CTC lebih sederhana dari teh orthodox. Teh kering hampir seragam, dan serat-serat yang tercampur tinggal sedikit karena telah banyak yang dikeluarkan selama pengeringan. Proses ini memisahkan serat-serat teh, partikel lembaran teh, serta memisahkan teh yang ukurannya seragam. Tinggi rendahnya persentase serat yang terkandung dalam teh kering sangat dipengaruhi oleh tingkat kehalusan pucuk. Makin halus pucuk makin sedikit seratnya. Teh dikemas dalam kantong kertas yang telas dilapisi alumunium dibagian dalamnya. Berat maksimum adalah 50 kg per kantong, tergantung pada jenis mutu tehnya. Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Teh Hitam CTC PPTK 1994

2.2 MODEL

Model adalah suatu representatif atau formulasi bahasa tertentu yang disepakati dari suatu sistem nyata. Adapun sistem nyata adalah sistem yang berlangsung dalam kehidupan. Dengan demikian, pemodelan adalah proses membangun atau membentuk sebuah model dari suatu sistem nyata dalam bahasa formal tertentu Simatupang 1996. Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah guna menentukan peubah- peubah apa yang penting dan tepat. Penemuan peubah tersebut sangat erat hubungannya dengan pengkajian hubungan-hubungan yang terdapat diantara peubah-peubah Eriyatno 2003. Mulai Pucuk daun Pelayuan Pengayakan pucuk layu Persiapan penggilingan Penggilingan CTC Fermentasi Pengeringan Sortasi kering Pengemasan Selesai 27 Menurut Simatupang 1996, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam memodelkan suatu sistem, antara lain : a model harus mewakili merepresentasikan sistem nyatanya dan b model merupakan penyederhanaan dari kompleksnya sistem, sehingga diperbolehkan adanya penyimpangan pada batas-batas tertentu.

2.3 MODEL PERENCANAAN