52 40 ekor pada tahun 2002. Kemudian mendapatkan bantuan dari Yayasan Cahaya
KeluargaYCK yang bekerja sama dengan PLN.
Tabel 13. Status Kepemilikan Ternak Responden Status Kepemilikan Ternak
Jumlah Responden orang
Persentase
Milik sendiri 15
25 Gabungan dengan
perorangan sistem “maro” 11
18 Bantuan Pemerintah
35 57
Sumber : Data Primer diolah, 2012
5.2.5 Lama Responden Berusahaternak
Responden umumnya telah berternak dalam kurun waktu yang relatif lama. Lama berusahaternak responden mengindikasikan pengalaman peternak
dalam menjalankan usahaternaknya. Responden yang berternak kurang dari 10 tahun sebanyak 27 peternak 44 dikarenakan banyak peternak yang
berusahaternak setelah berkembangnya program DME pada tahun 2007, sedangkan responden yang lama berternak antara 10-20 tahun sebanyak 12
peternak 20, lama berternak 20-30 tahun sebanyak 16 peternak 26, dan sisanya sebanyak 6 peternak 10 telah bertani lebih dari 30 tahun Tabel 14.
Tabel 14. Lama Berusahaternak Responden
Pengalaman Beternak tahun
Jumlah responden orang Persentase
10 27
44 10-20
12 20
21-30 16
26 30
6 10
Sumber :Data Primer diolah, 2012
5.2.6 Jumlah Ternak Responden
Struktur populasi ternak mempengaruhi produksi susu yang dihasilkan serta jumlah pakan yang diberikan. Oleh karena itu, struktur ternak untuk
pendapatan hasil perah susu dibedakan berdasarkan jumlah sapi yang laktasi,
53 namun berdasarkan data responden rata-rata memiliki sapi induk termasuk induk
laktasi kurang dari 5 ekor yang merupakan usahaternak rakyat .
Tabel 15. Jumlah Ternak Responden Jumlah Ternak
ekor Jumlah Responden
orang Persentase
Tidak Punya 32
34 1-2
18 19
2 44
47
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Karakteristik responden di Desa Haurngombong adalah homogen. Hal ini terlihat dari tingkat pendidikan yang mayoritas rendah, Mayoritas pria dengan
tingkat usia non produktif dengan jumlah tanggungan lebih dari 2 orang, Selain itu terlihat dari struktur kepemilikan ternak yang mayoritas merupakan bantuan
dari program pemerintah. Hal ini menunjukka bahwa status sosial antar responden juga homogen, sehingga dapat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan
dalam pemanfaatan limbah kotoran ternak. Jenis peternak responden digolongkan ke dalam 2 jenis usahaternak yaitu peternak biogas dan non biogas dimana usaha
ternak biogas dengan skala biogas individu 1-2 KK 6 m
3
atau komunal 40 m
3
.
54
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Persepsi Responden Terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah
Populasi ternak di Desa Haurngombong yang tinggi menyebabkan jumlah limbah kotoran ternak yang dihasilkan semakin banyak pula. Potensi limbah yang
cukup tersedia baru dimanfaatkan hanya untuk kebutuhan pupuk organik lahan pertanian di sekitar kandang. Jumlah yang dipergunakan untuk kebutuhan lahan
pertanian tersebut lebih sedikit dari jumlah kotoran ternak yang dihasilkan setiap harinya. Hal tersebut menumbuhkan inisiatif peternak untuk mengatasinya
melalui pemanfaatan limbah ternak yang tidak hanya diolah menjadi pupuk organik namun juga dijadikan biogas sebagai energi alternatif pengganti kayu
bakar, minyak tanah, gas elpiji, sekam, serta digunakan untuk penerangan dan penggerak alat pemotong rumput. Jumlah peternak di Desa Haurngombong
sebanyak 208 peternak dan peneliti mengambil responden sebanyak 93 responden yang terdiri dari 59 peternak dan 34 rumah tangga pengguna biogas non peternak.
Persepsi responden peternak dan non peternak mengenai pemanfaatan limbah ternak merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi ada tidaknya dampak
ekonomi, sosial dan lingkungan yang ditimbulkan dari usahaternak biogas dan non biogas.
Sebanyak 93 responden 100 menganggap pemanfaatan limbah ternak itu penting. Hal ini terlihat dari sebagian besar alasan responden yang menyatakan
adanya dampak positif dari kegiatan pemanfaatan yang dilakukan baik menjadi pupuk, biogas dan lain-lain, dari pada limbah kotoran ternak tidak dimanfaatkan
dan terbuang begitu saja. Berdasarkan pernyataan responden sekitar 75 responden