Tahapan penelitian Pengambilan data

Data skunder meliputi: letak geografi, tofografi, morfologi, monografi, hidrologi, data perikanan, dan kondisi terumbu karang di peroleh dari instansi pemerintah seperti: Bappeda, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kehutanan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta instansi terkait seperti: DPRD, Perguruan Tinggi, dan LSM. - Parameter lingkungan Kondisi lingkungan perairan seperti salinitas, kedalaman, kecepatan arus, dan kecerahan dilakukan pengukuran dan pengamatan pada tiap lokasi pengambilan data karang dan ikan karang. Data parameter lingkungan perairan dan alat ukur yang digunakan seperti tersaji pada Tabel 3. Tabel 3 Parameter lingkungan perairan dan alat ukur Parameter Satuan Alat dan Bahan Keterangan Posisi stasiun Kecerahan Suhu Salinitas Kecepatan arus Lintang-Bujur o C o Meterdet oo GPS Sechhi disk Termometer Refractometer Current meter In situ In situ In situ In situ In situ - Terumbu karang Pengambilan data bertujuan untuk mengetahui profil potensi biofisik terumbu karang sebagai obyek wisata selam. Pengambilan data dilakukan dengan penyelaman Scuba Dive pada lokasi yang sudah ditentukan berdasarkan hasil identifikasi lokasi penyelaman. Metode pengambilan data biofisik terumbu karang untuk menentukan komunitas bentik sesil di terumbu karang berdasarkan bentuk pertumbuhan life- form dalam satuan persen, dan mencatat jumlah biota bentik yang ada sepanjang garis transek menggunakan metode line intercept transect LIT mengikuti English et al. 1997. LIT ditentukan pada garis transek 0-70 m. Seluruh biota dan substrat yang berada tepat di garis tersebut dicatat dengan ketelitian tiap sentimeter. Identifikasi biota pengisi habitat dasar didasarkan pada bentuk pertumbuhan life-form dengan kode identifikasi mengacu pada English et al. 1997 dan Veron 2000 seperti tersaji pada Tabel 4. Tabel 4 Komponen dasar penyusun ekosistem terumbu karang berdasarkan life- form dan kodenya Kategori Kode Keterangan Dead Coral Dead Coral with Algae DC DCA Baru mati, warna putih atau putih kotor Masih berdiri, struktur skeletal masih terlihat Acropora Branching Encrusting Submassive Digitate Tabulate ACB ACE ACS ACD ACT Minimal 2 cabang, memiliki axial dan radial oralit Biasanya merupakan dasar dari bentuk Acropora belum dewasa Tegak, bentuk seperti baji Bercabang tidak lebih dari 2 Bentuk seperti meja datar Non-Acropora Branching Encrusting Foliose Massive Submassive Mushroom Heliopora Millepora Tubipora CB CE CF CM CS CMR CHL CML CTU Minimal 2 cabang, memiliki radial oralit Sebagian besar terikat pada substrat mengerak paling tidak 2 percabangan Terikat pada satu atau lebih titik, seperti daun, atau berupa piring Seperti batu besar atau gundukan Berbentuk tiang kecil, kenop atau baji Soliter, hidup bebas dari genera Karang biru Karang api Bentuk sepeti pipa-pipa kecil Soft Coral Sp.onge Zoanthids Others SC SP. ZO OT Karang lunak Ascidians, anemone, gorgonian, dan lain-lain Algae Algae Assemblage Coralline Algae Halimeda Macroalgae Turf algae AA CA HA MA TA Abiotik Sand Rubble Silt Water Rock S R SI W RCK Pasir Patahan karang yang berukuran kecil Pasir berlumpur Air Batu Sumber: English et al. 1997. - Ikan karang Pengamatan terhadap ikan karang menggunakan metode Underwater Fish Visual Census UVC, dimana ikan yang dijumpai pada jarak 2.5 m di sebelah kiri dan kanan garis transek sepanjang 70 meter dicatat jenis dan jumlahnya. Luas bidang yang diamati per transek 5 m x 70 m = 350 m 2 Persentase tutupan karang dengan metode LIT dan komunitas ikan karang dengan metode UVC seperti pada Gambar 3. . Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada buku identifikasi ikan karang dari Allen 2000. 70 m 2,5 m 5 m 20 25 45 50 70 Belt transek ikan = = Line transect tutupan karang Gambar 3 Metode LIT dan UVC. - Persepsi masyarakat Metode penarikan contoh resp.onden terhadap persepsi atau pengunjung dalam aktifitas wisata bahari dan untuk mengetahui nilai visual suatu objek dari terumbu karang yang ada di pulau Biawak dan sekitarnya secara purposive sampling. Resp.onden yang diambil contoh tidak hanya yang tinggal di sekitar pulau Biawak, akan tetapi juga diambil dari daerah lain dalam hal ini dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Hal ini agar data yang diperoleh lebih obyektif. Pemilihan resp.onden untuk analisis SWOT dilakukan terhadap semua stakeholder dari seluruh lapisan masyarakat pemerintah, DPRD, akademisiahli, swasta, LSM, masyarakat yang potensial untuk berwisata, tokoh masyarakat, dan nelayan.

3.5. Analisis Data

3.5.1. Persentase tutupan karang

Persentase tutupan karang berdasarkan pada kategori dan persentase karang hidup life-form, semakin tinggi persen tutupan karang hidup maka kondisi ekosistem terumbu karang semakin baik, dan semakin penting pula untuk dilindungi. Data persentase tutupan karang hidup yang diperoleh berdasarkan metode LIT mengacu English et al. 1997 yang dihitung berdasarkan persamaan: Keterangan : C = Persentase tutupan karang a = Panjang life-formjenis ke-i A = Panjang total transek 70 m Data kondisi penutupan terumbu karang yang diperoleh dari persamaan di atas kemudian dikategorikan berdasarkan Gomez dan Yap 1988 yaitu: a. 75 – 100 : Sangat baik b. 50 – 74,9 : Baik c. 25 – 49,9 : Sedang d. 0 – 24,9 : Rusak

3.5.2. Kelimpahan ikan karang

Kelimpahan komunitas ikan karang adalah jumlah ikan karang yang dijumpai pada suatu lokasi pengamatan persatuan luas transek pengamatan. Kelimpahan ikan karang dapat dihitung dengan rumus yang diformulasikan dalam Odum 1971 sebagai berikut: Keterangan : Xi = Kelimpahan ikan ke-i indha ni = Jumlah total ikan pd stasiun pengamatan ke-i A = Luas transek pengamatan

3.5.3. Analisis matriks kesesuaian lokasi dan indeks kesesuaian wisata selam

Setiap aktifitas wisata yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Kegiatan wisata bahari mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan objek wisata yang akan dikembangkan. Analisis kesesuaian pemanfaatan wisata bahari