PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONCEPTUAL UNDERSTANDING PROCEDURES (CUPs) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN CURIOSITY SISWA PADA PELAJARAN FISIKA

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

CONCEPTUAL UNDERSTANDING PROCEDURES

(CUPs)

UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN

CURIOSITY

SISWA PADA PELAJARAN FISIKA

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

oleh Fera Ismawati

4201409105

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Curiosity Siswa pada Pelajaran Fisika” telah disetujui pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada:

Hari : Selasa Tanggal : 23 Juli 2013

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M. Si Dra. Pratiwi Dwijananti, M.Si NIP 19650107 198901 1 001 NIP 19620301 198901 2 001


(3)

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi ini bebas plagiat, dan apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Semarang, 29 Juli 2013

Fera Ismawati 4201409105


(4)

iv

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul

Penerapan Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Curiosity Siswa pada Pelajaran Fisika

disusun oleh

Fera Ismawati 4201409105

telah dipertahankan di hadapan siding Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 29 Juli 2013.

Panitia :

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M. Si. Dr. Khumaedi, M.Si. NIP 19631012 198803 1 001 NIP 19630610 198901 1 002 Ketua Penguji

Sunarno, S. Si, M. Si.

NIP 19720112 199903 1 003

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M. Si Dra. Pratiwi Dwijananti, M.Si NIP 19650107 198901 1 001 NIP 19620301 198901 2 001


(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

 Barang siapa menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga (H.R. Muslim).

 Jangan mudah pasrah dan menyerah dengan alasan semua adalah kehendakNya, sebelum ada ikhtiar dan do’a yang maksimal.

Persembahan

Skripsi ini saya persembahkan untuk

 Bapak dan Almarhum Ibu yang selalu menjadi motivasi saya, terimakasih atas do’a dan nasihat yang selalu mendampingi setiap langkah saya.

 Adek saya tersayang, terimakasih atas semangatnya.

 Segenap keluarga besar, terimakasih untuk semangat dan dukungannya.

 Para dosen dan guru saya.

 Sahabat-sahabat saya dan teman-teman fisika angkatan 2009 yang berjuang bersama saya.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan nikmat-Nya sehingga penulis diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Curiosity Siswa pada Pelajaran Fisika”. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad saw.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis juga banyak memperoleh bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada.

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Prof. Dr. Wiyanto, M. Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Semarang.

3. Dr. Khumaedi, M.Si., Ketua Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

4. Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M.Si., Dosen Pembimbing Utama yang penuh kesabaran dan pengertian dalam memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dra. Pratiwi Dwijananti, M.Si., Dosen Pembimbing Pendamping yang penuh kesabaran dan pengertian dalam memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.


(7)

vii

6. Bapak Isa Akhlis, S. Si, M. Si., Dosen wali yang telah membimbing selama penulis belajar di Jurusan Fisika UNNES.

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Fisika yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis.

8. H. Muhammad Taufiq, S. Pd, Kepala SMP Negeri 2 Kudus yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 2 Kudus.

9. H. Suwarti, S.Pd., guru mata pelajaran IPA kelas 7A-7D yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian di SMP Negeri 2 Kudus.

10. Pak Agib Setiawan, yang telah memberikan motivasi dan semangat belajar untuk belajar fisika.

11. Pak Wawan dan Pak Selamet, yang banyak membantu saya demi kelancaran penelitian di SMP Negeri 2 Kudus

12. Seluruh siswa kelas 7B dan 7B SMP Negeri Negeri 2 Kudus tahun ajaran 2012/2013 yang telah menjadi subyek penelitian.

13. Sahabat, teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu, terimakasih untuk bantuan dan semangatnya.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Kritik dan saran dari pembaca yang membangun akan penulis terima untuk perbaikan penulis di masa mendatang.

Semarang, Juli 2013


(8)

viii

ABSTRAK

Ismawati, Fera. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Curiosity Siswa pada Pelajaran Fisika. Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M.Si. dan Pembimbing Pendamping Dra. Pratiwi Dwijananti, M.Si.

Kata kunci : model pembelajaran CUPs, pemahaman konsep, curiosity.

Observasi langsung terhadap proses pembelajaran di SMP Negeri 2 Kudus, menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran masih menggunakan metode ceramah dan jarang melakukan eksperimen. Kegiatan ceramah membuat siswa kurang aktif dan kurang tertarik pada pembelajaran, karena siswa hanya menerima transfer ilmu dan informasi. Siswa akan lebih mengingat pemahaman konsep yang diperoleh dari hasil mengkonstruksi pemahamannya sendiri dibandingkan secara informatif. Curiosity (rasa ingin tahu yang mendalam) siswa harus ditingkatkan saat kegiatan pembelajaran, agar siswa tertarik pada pelajaran, aktif, komunikatif, dan lebih mudah memahami konsep. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) dapat meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa, dan keefektifan model pembelajaran CUPs dibandingkan model pembelajaran eksperimen verifikasi untuk meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa pada pelajaran fisika.

Sampel penelitian adalah kelas 7B sebagai kelas eksperimen, dan kelas 7D sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen mendapat model pembelajaran CUPs, dan kelas kontrol mendapat model pembelajaran eksperimen verifikasi. Pengambilan data untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep dan curiosity menggunakan metode tes, angket, dan observasi. Teknik analisis data menggunakan uji gain dan uji-t pihak kiri. Hasil uji gain pemahaman konsep pada kelas eksperimen diperoleh sebesar 0,67 dan kelas kontrol sebesar 0,58. Hasil uji gain curiosity pada kelas eksperimen diperoleh sebesar 0,21 dan kelas kontrol sebesar 0,20. Hasil pengujian hipotesis peningkatan pemahaman konsep dan curiosity siswa menunjukkan bahwa ℎ� > − , artinya Ho diterima dan Ha

ditolak.

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CUPs terbukti dapat meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa pada pelajaran fisika. Model pembelajaran CUPs juga lebih efektif dibandingkan model pembelajaran eksperimen verifikasi dalam meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa pada pelajaran fisika. Bagi peneliti yang hendak melakukan penelitian, sebaiknya memperhatikan karakteristik instrumen yang digunakan, agar diperoleh analisis data yang lebih baik. Guru hendaknya membiasakan siswa dengan kegiatan diskusi, kerja kelompok, dan presentasi agar dapat meningkatkan curiosity siswa pada materi pelajaran, sehingga siswa tidak hanya menerima transfer ilmu dan informasi dari guru.


(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Pembatasan Masalah ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

1.6 Penegasan Istilah ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedure (CUPs) ... 11


(10)

x

2.2 Pemahaman Konsep ... 16

2.3 Curiosity ... 17

2.4 Tinjauan Materi Fisika di SMP ... 23

2.5 Materi Pemuaian ... 26

2.6 Kerangka Berpikir ... 28

2.7 Hipotesis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi ... 32

3.2 Sampel ... 32

3.3 Variabel Penelitian ... 32

3.4 Desain Penelitian ... 33

3.5 Langkah-langkah Penelitian ... 33

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.7 Instrumen Penelitian ... 39

3.8 Analisis Instrumen Penelitian ... 41

3.9 Metode Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pretest dan Posttest Pemahaman Konsep ... 54

4.2 Perbandingan Tingkat Curiosity Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 55

4.3 Hasil Observasi Peningkatan Curiosity Siswa Selama Kegiatan Pembelajaran ... 56

4.4 Uji Peningkatan Pemahaman Konsep ... 57


(11)

xi

4.6 Hasil Uji Hipotesis Keefektifan Model Pembelajaran CUPs ... 61

4.7 Hubungan Curiosity dengan Pemahaman Konsep ... 63

4.8 Pembahasan ... 65

4.9 Kendala dan Keterbatasan ... 82

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86 LAMPIRAN


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Sintaks Model Pembelajaran CUPs ... 14

2.2 Pengelompokkan Sikap Ilmiah Siswa ... 20

2.3 Indikator Rasa Ingin Tahu ... 22

2.4 Indikator Curiosity Menurut Harlen ... 22

2.5 Indikator Pembelajaran Materi Pemuaian ... 24

3.1 Desain Penelitian ... 33

3.2 Hasil Analisis Validitas Soal Uji Coba ... 42

3.3 Hasil Analisis Taraf Kesukaran Soal Uji Coba ... 43

3.4 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Uji Coba ... 45

3.5 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Tes Pemahaman Konsep ... 47

3.6 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Angket Curiosity ... 48

3.7 Hasil Perhitungan Uji Varians Tes Pemahaman Konsep ... 49

3.8 Hasil Perhitungan Uji Varians Angket Curiosity ... 49

3.9 Deskripsi kualitatif koefisien korelasi ... 53

4.1 Peningkatan Curiosity Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Selama Kegiatan Pembelajaran ... 57

4.2 Hasil Perhitungan Uji Gain Tes Pemahaman Konsep ... 58

4.3 Hasil Perhitungan Uji Uji Peningkatan Curiosity ... 60

4.4 Hasil Uji Hipotesis Peningkatan Pemahaman Konsep ... 62

4.5 Hasil Uji Hipotesis Peningkatan Curiosity ... 63


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Model Triplet ... 15

2.2 Pelaksanaan Diskusi Kelas ... 15

2.3 Curiosity sebagai Pondasi Tiga Tingkatan Berpikir Siswa ... 21

2.4 Model Atom Mekanik ... 26

2.5 Kerangka Berpikir ... 30

3.1 Alur Penelitian ... 36

4.1 Diagram Hasil Pretest Pemahaman Konsep ... 54

4.2 Diagram Hasil Posttest Pemahaman Konsep ... 55

4.3 Diagram Perbandingan Tingkat Curiosity Siswa Sebelum Pembelajaran ... 55

4.4 Diagram Perbandingan Tingkat Curiosity Siswa Setelah Pembelajaran ... 56

4.5 Diagram Hasil Uji Gain Tes Pemahaman Konsep ditinjau dari Setiap Aspek Kognitif ... 59

4.6 Diagram Perbandingan Peningkatan Curiosity Hasil Observasi pada Pertemuan Pertama dan Ketiga ... 61

4.7 Grafik hubungan peningkatan curiosity dengan peningkatan pemahaman konsep... 64


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Silabus ... 89

2. Hasil Analisis Soal Uji Coba ... 92

3. Kisi-kisi Soal Pretest dan Posttest ... 96

4. Soal Pretest dan Posttest ... 98

5. Kunci Jawaban Soal Pretest dan Posttest ... 102

6. Indikator Curiosity ... 107

7. Kisi-kisi Angket Curiosity ... 108

8. Pendoman Penilaian Lembar Observasi ... 109

9. Angket Curiosity ... 112

10. Nilai Ulangan Akhir Semester Gasal Kelas 7A-7D ... 114

11. Uji Normalitas Nilai UAS ... 115

12. Uji Homogenitas Populasi ... 119

13. Lembar Kerja Individu Kelas Eksperimen ... 120

14. Lembar Kerja Kelompok Kelas Eksperimen ... 126

15. Lembar Kerja Kelompok Kelas Kontrol ... 133

16. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 139

17. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 156

18. Hasil Tes Pemahaman Konsep ... 172

19. Hasil Uji Normalitas Pretest Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen ... 173

20. Hasil Uji Normalitas Posttest Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen ... 174


(15)

xv

22. Hasil Uji Normalitas Posttest Pemahaman Konsep Kelas Kontrol ... 176

23. Hasil Uji Varians Tes Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen ... 177

24. Hasil Uji Varians Tes Pemahaman Konsep Kelas Kontrol ... 178

25. Hasil Uji Gain Pemahaman Konsep ... 179

26. Hasil Uji Hipotesis Peningkatan Pemahaman Konsep ... 182

27. Hasil Analisis Tingkat Curiosity Sebelum Pembelajaran ... 183

28. Hasil Analisis Tingkat Curiosity Setelah Pembelajaran ... 185

29. Hasil Analisis Observasi Peningkatan Curiosity Kelas Eksperimen ... 187

30. Hasil Analisis Observasi Peningkatan Curiosity Kelas Kontrol ... 188

31. Hasil Uji Hipotesis Peningkatan Curiosity dari Hasil Observasi ... 189

32. Hasil Uji Normalitas Skor Angket Curiosity Sebelum Pembelajaran ... 190

33. Hasil Uji Normalitas Skor Angket Curiosity Setelah Pembelajaran ... 192

34. Hasil Uji Varians Skor Angket Curiosity Sebelum Pembelajaran ... 194

35. Hasil Uji Varians Skor Angket Curiosity Setelah Pembelajaran ... 195

36. Hasil Uji Gain Curiosity ... 196

37. Hasil Uji Hipotesis Peningkatan Curiosity ... 199

38. Hasil Analisis Korelasi Curiosity dan Pemahaman Konsep ... 200

39. Surat Keterangan Ijin Observasi ... 201

40. Surat Keterangan Ijin Penelitian ... 202

41. Surat Keputusan Penentuan Dosen Pembimbing ... 203

42. Surat Keterangan Penelitian ... 204


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena yang terdapat di alam sekitar secara sistematis, sehingga IPA tidak hanya berupa kumpulan serangkaian fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga suatu proses penemuan konsep. IPA merupakan ilmu dasar yang dikembangkan berdasarkan hasil penemuan ilmiah terkait peristiwa alam yang terjadi dalam keseharian. Sesuai dengan sifatnya maka orientasi pembelajaran IPA lebih ke arah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, pengembangan keterampilan sains, dan pengembangan keterampilan berpikir, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip.

Kelompok mata pelajaran IPA terbagi menjadi beberapa bidang sesuai dengan perbedaan bentuk dan cara pandang terhadap gejala alam. Fisika termasuk dalam salah satu mata pelajaran sains yang diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan fenomena yang terjadi di alam sekitar, serta pengembangan lebih lanjut dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari. Sesuai dengan salah satu tujuan pembelajaran IPA di SMP/ MTs berdasarkan KTSP 2006 yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan untuk mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep, dan prinsip IPA yang


(17)

bermanfaat serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu proses pembelajaran harus lebih ditekankan pada pemahaman konsep.

Pelaksanaan pembelajaran fisika yang terjadi di lapangan masih banyak yang belum sesuai dengan tujuan KTSP. Observasi yang dilakukan oleh penulis saat melakukan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di salah satu sekolah di kabupaten Semarang serta penuturan dari beberapa praktikan lainnya, menunjukkan bahwa: pertama, pembelajaran fisika yang dilakukan di sekolah sebagai tempat praktik masih bersifat konvensional, proses pembelajaran cenderung berpusat pada guru dan lebih bersifat transfer pengetahuan; kedua, proses pembelajaran yang dilakukan di kelas lebih sering didominasi oleh guru, dan kurang memfasilitasi siswa dalam proses penemuan konsep, siswa hanya mendapatkan pengetahuan konsep-konsep yang bersifat informatif; ketiga, proses pembelajaran yang terkesan monoton membuat siswa menjadi bosan dan kurang berminat pada pelajaran fisika, sehingga berdampak pada pencapaian hasil belajar yang masih tergolong rendah. Didukung dari hasil observasi yang dilakukan penulis di salah satu kelas di sekolah PPL menunjukkan bahwa 67,75% siswa menginginkan adanya variasi pembelajaran supaya mereka tidak merasa bosan dan tegang, dan 31,25% siswa memilih pembelajaran fisika dengan kegiatan ceramah. Basili dan Sanford (1991) sebagaimana dikutip oleh Cakir (2008), menyatakan bahwa seorang guru tidak hanya diwajibkan untuk memperhatikan cara mengajar, tetapi juga harus memperhatikan bagaimana cara belajar siswa. Guru sains harus memberikan pembelajaran dengan melibatkan proses sains dan


(18)

3

memperhatikan isi materi supaya siswa dapat mengkonstruksi pemahamannya lebih baik daripada pemahaman yang diperoleh dari pemberian ceramah.

Proses pembelajaran fisika dengan metode konvensional masih terjadi di sekolah lokasi penelitian. Pengamatan oleh penulis saat melakukan observasi langsung terhadap proses pembelajaran di kelas 7, menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran masih menggunakan metode ceramah. Kegiatan ceramah membuat siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran, karena siswa hanya menerima transfer ilmu dan informasi dari guru. Metode pembelajaran konvensional kurang memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan bertanya dan berpendapat. Hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan guru mata pelajaran, diperoleh informasi bahwa kemampuan siswa untuk bertanya masih sangat rendah, siswa hanya memperoleh informasi dari guru. Saat guru memberikan kesempatan bertanya, siswa menjawab sudah paham dan masih jarang yang mengajukan pertanyaan kepada guru. Berdasarkan informasi tersebut penulis menyimpulkan bahwa menumbuhkan curiosity (rasa ingin tahu yang mendalam) siswa dapat meningkatkan kemampuan bertanya siswa, sehingga siswa dapat menjadi lebih aktif dan komunikatif dalam kegiatan pembelajaran.

Pemahaman konsep yang diperoleh siswa secara informatif, kurang memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan proses penemuan pemahaman konsep. Novak (1988) sebagaimana dikutip oleh Cakir (2008), menyatakan bahwa pengorganisasian proses perbelajaran sangat penting untuk membangun pemahaman konsep. Proses pembelajaran yang baik tidak hanya menyampaikan informasi tentang konsep, tetapi juga memperhatikan proses


(19)

penyampaian konsep. Pengorganisasian proses pembelajaran yang baik dapat menggunakan model pembelajaran yang baik dan sesuai dengan materi pelajaran.

Cakir (2008) menyatakan bahwa pemahaman konsep merupakan hal yang sangat penting, dan harus menjadi fokus perhatian dalam proses pembelajaran sains, serta lebih diutamakan dibandingkan menghafal. Apabila proses pembelajaran fisika hanya menekankan pada menghafal, siswa dapat memiliki anggapan bahwa pelajaran fisika tidak ada keberkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Minat siswa terhadap pelajaran fisika cenderung rendah, untuk itu yang harus dilakukan oleh guru adalah membangkitkan motivasi siswa dalam pelajaran fisika. Motivasi siswa akan timbul apabila ditingkatkannya curiosity dalam diri siswa, karena curiosity adalah pondasi untuk melakukan proses pembelajaran. Binson (2009) menyatakan bahwa curiosity adalah bahan bakar yang dapat membangkitkan energi motivasi internal yang berguna dalam proses pembelajaran dan pemahaman. Ketika siswa tahu bahwa konsep fisika yang mereka pelajari sangat berguna dan memiliki peranan penting dalam perkembangan berbagai produk teknologi, maka minat belajar siswa dapat meningkat. Curiosity siswa terhadap pelajaran dapat membuat siswa akan lebih termotivasi dan antusias untuk belajar sains, khususnya fisika.

Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran fisika adalah Conceptual Understanding Procedures (CUPs). Gunstone et al., (2009) menyatakan bahwa CUPs merupakan model pembelajaran yang terdiri atas serangkaian kegiatan pembelajaran dan bertujuan untuk membantu meningkatkan pemahaman konsep siswa. Tiga fase


(20)

5

pembelajaran CUPs adalah, fase kerja individu, fase kerja kelompok, dan fase presentasi hasil kerja kelompok. Fase pertama diawali dengan penyajian demonstrasi sederhana oleh guru untuk menumbuhkan curiosity siswa. Salah satu contoh demonstrasi sederhana yang bisa dilakukan adalah pembuatan roket alkohol untuk menjelaskan konsep pemuaian gas. Selanjutnya masing-masing siswa diberi lembar kerja individu. Siswa ditugaskan untuk menjawab dan memberikan pendapat tentang hasil demonstrasi dan materi yang akan disampaikan. Fase kedua adalah fase kerja kelompok, siswa bekerja secara berkelompok dalam kegiatan eksperimen dan dilanjutkan dengan kegiatan diskusi kelompok, siswa membahas hasil kegiatan eksperimen kelompok dan mengerjakan lembar kerja kelompok. Pada fase ketiga, masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi, guru bertindak sebagai fasilitator dan mengevaluasi hasil kerja kelompok. Hasil kerja kelompok siswa ditempel di papan tulis, siswa perwakilan kelompok mempresentasikan hasil dan siswa yang lainnya diberi kesempatan untuk memberikan pendapat.

Penggunaan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Paoki (2012) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan penguasaan konsep siswa melalui pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) yang lebih baik bila dibandingkan dengan peningkatan penguasaan konsep siswa melalui pembelajaran dengan model pembelajaran tradisional.


(21)

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang implementasi model pembelajaran CUPs untuk meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa pada pelajaran fisika. Penelitian dilakukan dengan mengangkat judul "Penerapan Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) untuk meningkatkan Pemahaman Konsep dan Curiosity Siswa pada Pelajaran Fisika".

Materi fisika yang ditinjau dalam penelitian ini adalah materi pemuaian. Peristiwa pemuaian banyak terjadi di lingkungan sekitar, dan banyak aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, baik manfaat dan dampak negatif. Pembelajaran materi pemuaian biasanya berupa penyampaian materi dan pemberian contoh, jarang pembelajaran yang menjelaskan proses penemuan konsep pemuaian dengan memperlihatkan bagaimana pemuaian terjadi. Pemahaman konsep yang diperoleh siswa secara informatif kurang maksimal dibandingkan pemahaman konsep yang diperoleh dengan mengkonstruksi pemahamannya sendiri. Penyampaian materi pemuaian dengan model pembelajaran CUPs, bertujuan untuk menyampaikan konsep pemuaian agar lebih mudah dipahami siswa dan membuat siswa menikmati kegiatan pembelajaran.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah penerapan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) dapat meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa pada pelajaran fisika?


(22)

7

2. Apakah model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) lebih efektif dibandingkan model pembelajaran eksperimen verifikasi dalam meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa?

1.3

Pembatasan Masalah

Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap permasalahan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan batasan-batasan masalah seagai berikut:

1. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah keefektifan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) untuk meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa pada pelajaran fisika yang diberikan pada kelas eksperimen, dan pada kelas kontrol akan diberikan model pembelajaran eksperimen veirifikasi.

2. Penguasaan konsep dalam penelitian ini hanya mencakup hasil belajar kognitif siswa.

3. Curiosity dibedakan menjadi tiga aspek curiosity yaitu physical curiosity, social curiosity, dan intellectual curiosity, dalam penelitian ini yang akan dikembangkan hanya intellectual curiosity yaitu sikap ingin tahu yang timbul karena diperolehnya informasi yang dilihat atau didengar. Peningkatan curiosity pada penelitian ini akan dikembangkan melalui penerapan model pembelajaran CUPs. Peningkatan curiosity dapat diketahui dari sikap yang ditunjukkan siswa seperti tidak ragu untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum dipahami serta mau mencari berbagai informasi dari berbagai sumber.


(23)

1.4

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman konsep dan curiosity siswa pada pelajaran fisika setelah diberi model pembelajaran Conceptual Understanding Procedure (CUPs).

2. Untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedure (CUPs) dibandingkan model pembelajaran eksperimen verifikasi untuk meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa.

1.5

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: Bagi Siswa:

1. Membantu siswa untuk meningkatkan curiosity dan pemahaman konsep pada mata pelajaran fisika

2. Memberikan pengalaman belajar yang menarik 3. Meningkatkan motivasi belajar siswa

Bagi Guru:

1. Memberikan informasi tentang alternatif model pembelajaran yang bisa diterapkan guna meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa

2. Mengembangkan kreativitas Guru dalam melakukan variasi pada proses pembelajaran.


(24)

9

Bagi Peneliti:

1. Mendapatkan pengalaman langsung dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedure.

1.6

Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahan penafsiran tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dilakukan penegasan istilah sebagai berikut:

1. Model Pembelajaran Concetual Understanding Procedures (CUPs) merupakan model pembelajaran yang bertujuan untuk membantu meningkatkan pemahaman konsep yang memiliki prosedur pembelajaran CUPs meliputi tiga tahapan yaitu, fase kerja individu, fase kerja kelompok, dan diskusi kelas (persentasi hasil).

2. Pemahaman konsep dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep materi yang telah diberikan pada proses pembelajaran. Peningkatan pemahaman konsep diukur berdasarkan hasil belajar kognitif siswa. Aspek hasil belajar kognitif diukur menggunakan instrument test yang berpedoman pada taksonomi Bloom, dalam hal ini hanya dibatasi dari tahap pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis

(C4). Peningkatan pemahaman konsep diukur dengan hasil belajar

kognitif yang berbentuk tes tulis jenis pilihan ganda.

3. Curiosity merupakan sikap yang harus dikembangkan dalam pendidikan sains. Curiosity didefinisikan sebagai kecenderungan untuk bertanya, menyelidiki atau mencari setelah mendapatkan pengetahuan. Hal tersebut


(25)

merupakan suatu kerangka berpikir mengenai sikap ingin tahu yang lebih mendalam mengenai sesuatu. Curiosity juga dapat menimbulkan motivasi internal yang menjadi dasar suatu pendidikan (Binson, 2009). Pada penelitian ini, curiosity siswa pada pelajaran fisika diukur dengan lembar angket dan lembar observasi.


(26)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1

Model Pembelajaran

Concetual Understanding Procedures

(CUPs)

Conceptual Understanding Procedures atau (CUPs) adalah suatu prosedur pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa memahami konsep-konsep sains (Gunstone et al., 1999). Cakir (2008) menyatakan bahwa setiap kegiatan pembelajaran sains harus mengutamakan pemahaman. Pembelajaran IPA harus mengutamakan pemahaman konsep, bukan hanya menghafal teori. Pemahaman konsep yang baik dapat membantu siswa dalam hal pemecahan masalah (problem solving).

CUPs dikembangkan dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme, yaitu model pembelajaran yang didasarkan pada keyakinan bahwa siswa dapat membangun pemahaman konsep mereka sendiri dengan memperluas atau memodifikasi pengalaman yang dimiliki siswa. Carin (1997: 17) menyatakan bahwa konstruktivisme adalah kegiatan hands-on dan minds-on dalam pembelajaran sains. Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri, dan tidak hanya menerima transfer ilmu dari guru. Model pembelajaran konstruktivisme memberikan beberapa wawasan tentang mengapa dan bagaimana sesuatu hal dapat terjadi (Gunstone et al., 1998). Pembelajaran konstruktivisme dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan rasa ingin tahu melalui kegiatan sains yang dilakukan di dalam kelas. Misalnya dengan melakukan percobaan, siswa dapat


(27)

menghubungkan pengetahuan yang baru diperoleh dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Pengetahuan awal siswa mungkin dapat menumbuhkan miskonsepsi yang dapat mengganggu pembelajaran selanjutnya. Siswa membangun pemahamannya sendiri, sedangkan guru tidak dapat mengawasi seluruh siswa dalam kelas. Solusi yang dapat dilakukan oleh guru untuk membuat setiap siswa membangun pengetahuan yang benar adalah dengan memperhatikan prosedur pembelajaran. Model pembelajaran CUPs dapat membantu mengembangkan pemahaman konsep sains dengan menggunakan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dan kegiatan diskusi.

Correiro et al., (2008) menyatakan ada empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, yaitu: (1) memberikan informasi awal sebelum pembelajaran, siswa dikenalkan pada materi yang akan dibahas; (2) menggali konsep awal yang dimiliki siswa yang berkaitan dengan materi pelajaran; (3) merancang desain eksperimen yang akan dilakukan (membuat rancangan kagiatan labolatorium atau pembagian kelompok); dan (4) kegiatan labolatorium, dapat berupa kegiatan eksperimen dan pembuatan laporan hasil eksperimen. Prosedur pelaksanaan model pembelajaran CUPs telah memenuhi empat faktor tersebut. Di awal pembelajaran siswa diberi demonstrasi sederhana, kegiatan ini bertujuan untuk memberikan informasi awal. Kegiatan demonstrasi membantu siswa menggali pengetahuan yang telah dimiliki tentang materi yang akan disampaikan. Selanjutnya, untuk mengetahui konsep awal yang dimiliki siswa digunakan lembar kerja individu. LKS individu berisi beberapa pertanyaan, diantaranya ada yang berhungan dengan demonstrasi yang dilakukan


(28)

13

guru, sesuai dengan faktor kedua. Tahap berikutnya siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, sesuai dengan faktor ketiga. Kegiatan terakhir siswa melakukan diskusi kelas untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok, sesuai dengan faktor keempat.

Model pembelajaran CUPs juga memperkuat nilai pembelajarn kooperatif karena terdapat fase kerja kelompok. Indrawati dan Setiawan (2009: 78) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi pembelajaran yang mengembangkan hubungan kerjasama di antara peserta didik dalam mengerjakan tugas-tugas akademik di dalam kelas. Johnson & Johnson (1999) sebagaimana dikutip oleh Johnson et al., (2000) menyatakan bahwa cooperative learning dapat dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompok-kelompok untuk bekerja sama menyelesaikan suatu permasalahan atau bertukar pikiran dalam proses belajar. Setiap siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran apabila kelompok telah mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Salah satu faktor pendukung keberhasilan pembelajaran kooperatif adalah menekankan pemahaman konsep pada setiap variasi pembelajaran. Johnson et al., (2000) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif pada dasarnya adalah bentuk umun dari pengorganisasian siswa dalam kelas saat proses pembelajaran. Guru dapat menerapkan pembelajarn kooperatif, dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan kelas.

Pada penerapan model pembelajaran CUPs, siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok-kelompok beranggotakan tiga siswa (triplet), namun pembagian kelompok dapat menyesuaikan jumlah siswa dalam kelas. Pembagian


(29)

kelompok dilakukan secara heterogen, artinya setiap kelompok harus beranggotakan minimal satu siswa putra. Kemampuan kognitif siswa dalam satu kelompok juga harus konvergen (rendah-sedang-tinggi) (Mariana dan Praginda, 2009: 52). Sintaks model pembelajaran CUPs dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Sintaks model pembelajaran CUPs Tahap

Pembelajaran Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Fase 1

Siswa bekerja secara

individu

 Melakukan demonstrasi sederhana mengenai materi yang akan dipelajari

 Membagikan lembar kerja individu

 Memperhatikan demonstrasi yang dilakukan oleh guru

 Mengerjakan lembar kerja individu

Fase 2

Siswa bekerja secara

berkelompok

 Membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil

 Membagikan lembar kerja kelompok

 Membagikan alat dan bahan untuk kegiatan eksperimen

 Melakukan kegiatan eksperimen secara berkelompok

 Membuat laporan hasil eksperimen sederhana Fase 3

Diskusi kelas

 Memfasilitasi siswa dalam mempresentasikan hasil kerja kelompok

 Mempresentasikan hasil kerja kelompok

Kegiatan pokok dalam model pembelajaran CUPs terdiri atas tiga fase utama, sebagaimana terdapat pada Tabel 2.1. Pembelajaran diawali dengan demonstrasi sederhana untuk menggali informasi konsep awal yang dimiliki setiap siswa. Setelah guru selesai menyampaikan demonstrsi, siswa diberi lembar kerja individu. Siswa diarahkan untuk mengisi LKS individu dan diberi kebebasan untuk berpendapat. Diperoleh informasi tentang pemahaman konsep awal siswa terhadap materi pemuaian dari jawaban siswa. Pada tahap pembagian kelompok, posisi tempat duduk masing-masing kelompok ditentukan seperti ditunjukkan


(30)

15

pada Gambar 2.1. Kegiatan kelompok meliputi eksperimen dan diskusi hasil eksperimen. Hasil diskusi kelompok dibahas pada kegiatan diskusi kelas. Gambar 2.2. menunjukka kondisi kelas saat kegiatan presentasi hasil eksperimen.

Siswa Guru

Gambar 2.1. Model Triplet

Siswa Guru jawaban LKS

Kelompok Gambar 2.2. Pelaksanaan Diskusi Kelas

2 1

5 3

6 4

7

1 2 3 4

5 6 7

1

2

1

5

3

6

4

7


(31)

Saat kegiatan diskusi kelompok, guru memeriksa hasil diskusi kelompok, membandingkan persamaan dan perbedaan jawaban masing-masing kelompok. Diskusi kelas dimulai dengan memilih salah satu jawaban yang jawabannya dianggap mewakili seluruh jawaban yang ada. Guru meminta salah satu anggota kelompok yang jawabannya diambil untuk menjelaskan jawaban mereka. Jawaban kelompok lain yang berbeda dengan jawaban kelompok yang dipilih sebelumnya diminta untuk menjelaskan jawabannya. Berdasarkan kedua jawaban tersebut, maka diskusi kelas akan berlangsung dan guru harus memperhatikan waktu pelaksanaannya.

2.2

Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep (conceptual understanding) merupakan hal yang sangat penting dan harus diutamakan dalam proses pembelajaran dibandingkan menghafal (Cakir, 2008). Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada hal yang dipelajari oleh peserta didik. Apabila peserta didik mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep (Anni & Rifa’i, 2009: 85). Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan memperoleh makna dari suatu pengertian tertentu sebagai hasil dari proses belajar. Belajar menurut Slavin sebagaimana dikutip oleh Anni & Rifa’i (2009: 82) merupakan perubahan indivdu yang disebabkan oleh pengalaman.


(32)

17

Pemahaman konsep siswa dapat diketahui dari hasil belajar kognitif siswa. Hasil belajar kognitif siswa diukur dengan menggunakan teknik tes. Penentuan tes harus menyesuaikan indikator yang telah ditetapkan dalam SK dan KD. Bloom berpendapat bahwa tingkah laku dapat dibedakan menjadi tiga ranah (domain) yaitu pengetahuan (cognitive), sikap (afektive), dan psikomotorik (psychomotoric). Bloom juga membedakan tingkah laku atas tingkatan-tingkatan kategori yang dikenal dengan istilah Taksonomi Bloom (Bloom’s Taxonomy). Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian (evaluation) (Anni & Rifa’i, 2009: 86). Tingkatan ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menetapkan SK dan KD yang akan dicapai melalui kegiatan belajar dan pembelajaran yang akan dilakukan. Hasil belajar siswa dapat digunakan untuk mengetahui apakah pembelajaran yang dilakukan sudah sesuai dengan SK dan KD yang telah ditetapkan.

2.3

Curiosity

Binson (2009) memberikan definisi curiosity sebagai kecenderungan untuk bertanya, menyelidiki dan mencari setelah mendapatkan pengetahuan. Kecenderungan untuk bertanya, menyelidiki, dan mencari merupakan suatu kerangka berpikir mengenai sikap ingin tahu yang lebih mendalam mengenai sesuatu. Curiosity juga dapat menimbulkan motivasi internal yang menjadi dasar


(33)

suatu pendidikan. Carin (1997: 15) dalam bukunya yang berjudul Teaching Modern Science menyatakan bahwa

“Human urges and needs are the forces that drive all of us to seek answers (some

rational, some irrational) to questions about our world. These force are the

catalysts for development of science”.

Keinginan yang tinggi atau antusias seseorang untuk mencari jawaban dari suatu pertanyaan, adalah katalis untuk mengembangkan kemampuan sains seseorang. Litmann & Spielberger (2003) sebagaimana dikutip oleh Reio et al., (2006) menyatakan bahwa curiosity adalah keinginan untuk memperoleh informasi dan pengetahuan baru, serta pengalaman sensori baru yang dapat memotivasi perilaku untuk mencari tahu. Litmann & Spielberger membedakan curiosity menjadi dua tipe, yaitu: (a) information seeking, atau cognitive curiosity yang dapat distimulasi dengan informasi visual dan kegiatan eksplorasi, (b) sensory curiosity, yaitu curiosity yang dapat distimulasi dari kerja indra manusia melalui kegiatan eksplorasi.

Dewey sebagaimana dikutip oleh Reio, et al., (2006) membedakan curiosity dalam tiga tipe, yaitu: (a) physical curiosity, merupakan sikap ingin tahu karena adanya dorongan dari dalam diri sendiri, (b) social curiosity, pada sikap ingin tahu tipe sosial adalah rasa ingin tahu ditimbulkan karena stimulus dari lingkungan sosial, dan (c) intellectual curiosity, adalah sikap ingin tahu yang timbul karena diperolehnya informasi yang dilihat atau didengar. Tipe intellectual curiosity adalah tipe yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan minat dalam penyelesaian masalah dan pengetahuan. Tipe curiosity yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah intellectual curiosity, karena dapat berpengaruh pada motivsi


(34)

19

belajar siswa. Curiosity sangat penting, karena curiosity dapat menimbulkan motivasi intrinsik untuk mencari informasi yang lebih mendalam, sehingga dapat mengembangkan passion for learning atau keinginan untuk belajar.

Curiosity atau rasa ingin tahu merupakan salah satu sikap ilmiah yang harus dikembangkan dalam pembelajaran sain (Anwar, 2010). Pengelompokan sikap ilmiah oleh para ahli cukup bervariasi, meskipun kalau ditelaah lebih jauh hampir tidak ada perbedaan yang berarti. Variasi pengelompokan terdapat pada penempatan dan penamaan sikap ilmiah yang diutamakan. Misalnya, Gega (1977) memasukkan inventiveness (sikap penemuan) sebagai salah satu sikap ilmiah utama, sedangkan AAAS (1993) tidak menyebut inventiveness tetapi memasukkan open minded ( sikap terbuka) sebagai salah satu sikap ilmiah utama. Gega ( 1977) mengemukakan empat sikap pokok yang harus dikembangkan dalam Sains yaitu: (a) curiosity, (b) inventiveness, (c) critical thinking, dan (d) persistence. Keempat sikap ini sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya karena sating melengkapi. Sikap ingin tahu (curiosity) dapat mendorong penemuan sesuatu yang baru (inventiveness) yang dengan berpikir kritis (critical thinking) akan meneguhkan pendirian (persistence) dan berani untuk berbeda pendapat. American Association for Advancement of Science (AAAS: 1993) memberikan penekanan pada empat sikap yang perlu untuk tingkat sekolah dasar yaitu, honesty (kejujuran), curiosity (keingintahuan), open minded (keterbukaan), dan skepticism (ketidakpercayaan). Harlen (1996) membuat pengelompokkan yang lebih lengkap dan hampir mencakup kedua


(35)

pengelompokkan yang telah dikemukakan. Berikut adalah pengelompokan sikap ilmiah siswa menurut para ahli yang disajikan dalam Tabel 2.2. (Anwar, 2010):

Tabel 2.2. Pengelompokan Sikap Ilmiah Siswa

Berdasarkan pengelompokan sikap ilmiah tersebut, curiosity menjadi fokus utama dalam pembelajaran sains, yang harus dikembangkan dalam diri siswa. Curiosity adalah pondasi dalam proses pembelajaran sains, sebagaimana ditunjukkan pada diagram tingkatan berpikir (Binson, 2009). Curiosity sebagai pondasi belajar siswa agar siswa dapat mengembangkan kemampuan membaca dan mengdengar dengan baik, berpikir dengan baik, dan berkomunikasi dengan baik untuk mengeksplorasi pengalaman yang diperoleh. Curiosity sebagai pondasi tingkatan berpikir dijunjukkan pada Gambar 2.3.

Gegga (1977) Harlen (1996) AAAS (1993)

Curiosity (sikap

ingin tahu) Curiosity (sikap ingin tahu) Honesty (sika jujur) Inventiveness (sikap

penemuan)

Respect for evidence (sikap peduli terhadap data)

Curiosity (sikap ingin tahu)

Critical Thinking (berpikir kritis)

Critical reflection (sikap refleksi kritis)

Open mindedness (sikap pemikiran terbuka) Presistence (sikap

teguh pendirian)

Perserverance (sikap ketekunan)

Skepticism (sikap keragu-raguan) Creativity and inventiveness

(sikap kreatif dan penemuan) Open mindedness (sikap pemikiran terbuka)

Cooperation with other (sikap bekerjasama dengan yang lain)


(36)

21

Gambar 2.3. Curiosity sebagai pondasi tiga tingkatan berpikir siswa (Binson, 2009) Kegiatan menyimak didukung dengan input read dan listen well. Siswa dapat menyimak dengan baik jika informasi yang diperoleh dari membaca atau mendengar dilakukan dengan baik. Hal yang disimak oleh siswa dapat membuat siswa berpikir dengan baik atau terjadi process think well. Hasil pemikiran yang baik akan mendukung siswa untuk mengkomunikasikannya dengan baik, atau output communicating well. Curiosity menjadi landasan dari ketiga tingkat berpikir siswa untuk memahami objek yang diamati, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.3. Indikator rasa ingin tahu (curiosity) untuk jenjang SMP dan SMA berdasarkan buku Panduan Budaya dan Karakter Bangsa disajikan pada Tabel 2.3. sebagai berikut (Kemendiknas, 2010).

Curiosity

Input Read & listen well Process think well

Output communicate well


(37)

Table 2.3. Indikator Rasa Ingin Tahu (Kemendiknas, 2010)

Sumber lain menyebutkan beberapa indikator yang berbeda. Berikut adalah indikator curiosity oleh Harlen (1996) sebagaimana dikutip oleh Anwar (2010) yang disajikan dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Indikator curiosity menurut Harlen Sikap Indikator Curiosity menurut Harlen Rasa ingin tahu (curiosity) - Antusias mencari jawaban

- Fokus pada objek yang diamati - Antusias pada proses sains

- Menanyakan setiap langkah kegiatan

Sikap antusias mencari jawaban dapat diamati saat siswa menjawab LKS. Semakin banyak referensi yang digunakan menunjukkan antusias mencari jawaban semakin tinggi. Sikap fokus pada objek yang diamati dapat ditunjukkan pada saat siswa melakukan kegiatan eksperimen. Pengamatan objek yang baik

NILAI INDIKATOR

Kelas 7-9 SMP Kelas 10-12 SMA

Rasa ingin tahu:

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

Bertanya kepada guru dan teman tentang materi pelajaran.

Bertanya atau membaca sumber di luar buku teks tentang materi yang terkait dengan pelajaran.

Bertanya kepada sesuatu tentang gejala alam yang baru terjadi.

Membaca atau mendiskusikan gejala alam yang baru terjadi. Bertanya kepada guru

tentang sesuatu yang didengar dari ibu, bapak, teman, radio, atau televisi.

Membaca atau mendiskusikan beberapa peristiwa alam, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan teknologi yang baru didengar.


(38)

23

dapat mempengaruhi hasil eksperimen yang diperoleh siswa. Sikap antusias pada proses sains ditunjukkan ketika siswa dapat fokus saat kegiatan eksperimen. Siswa yang fokus akan memperhatikan prosedur kerja dengan baik dan tidak banyak bermain-main saat kegiatan eksperimen. Sikap menanyakan setiap langkah kegiatan dapat diamati ketika siswa dapat mengajukan pertanyaan tentang hal yang berhubungan kegiatan yang dilakukan siswa.

Pemilihan indikator curiosity disesuaikan dengan materi pelajaran yang disampaikan. Indikator curiosity yang digunakan adalah perpaduan indikator curiosity oleh Harlen dan indikator rasa ingin tahu yang terdapat pada buku Panduan Budaya dan Karakter Bangsa, sebagaimana terdapat pada Tabel 2.3. dan 2.4. Empat indikator curiosity oleh Harlen digunakan semua. Indikator curiosity pada buku Panduan Budaya dan Karakter Bangsa yang digunakan adalah bertanya kepada guru dan teman tentang materi pelajaran, dan bertanya kepada guru tentang sesuatu yang didengar dari ibu, bapak, teman, radio, atau televise Kemendiknas (2010).

2.4

Tinjauan Materi Pemuaian di SMP

Materi pemuaian di SMP termasuk dalam kelompok mata pelajaran IPA. Standar Kompetensi materi pemuaian di SMP adalah memahami wujud dan perubahan zat, dan Kompetensi Dasar melakukan percobaan yang berkaitan dengan pemuaian dalam kehidupan sehari-hari. Materi pemuaian mencakup pemuaian zat padat, zat cair, dan gas. Pemuaian adalah proses alam yang banyak terjadi di lingkungan sekitar, dan banyak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik manfaat dan dampak negatif. Pembelajaran materi pemuaian biasanya


(39)

berupa penyampaian materi dan pemberian contoh, jarang pembelajaran yang menjelaskan konsep pemuaian dengan memperlihatkan bagaimana pemuaian terjadi. Proses pembelajaran IPA di SMP seharusnya mengutamakan pemahaman konsep dan proses penemuan konsep. Penelitian yang dilakukan adalah penerapan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) pada pokok bahasan pemuaian. Alasannya adalah model pembelajaran CUPs dikembangkan dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme dan pembelajaran kooperatif yang sesuai dengan karakteristik materi pemuaian di SMP. Indikator pembelajaran materi pemuain dibuat dengan mengacu SK dan KD disajikan dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Indikator pembelajaran materi pemuaian Standar

Kompetensi

Kompetensi

Dasar Indikator

3. Memahami wujud zat dan perubahannya 3.3 Melakukan percobaan yang berkaitan dengan pemuain dalam kehidupan sehari-hari

1. Mengamati proses pemuaian zat padat 2. Mengamati proses pemuaian zat cair 3. Mengamati proses pemuaian gas 4. Melakukan percobaan sederhana untuk

menunjukkan terjadinya pemuaian zat padat 5. Melakukan percobaan sederhana untuk

menunjukkan terjadinya pemuaian cair 6. Melakukan percobaan sederhana untuk menunjukkan terjadinya pemuaian gas 7. Mengamati perbedaan proses pemuaian

volume pada pemuaian beberapa jenis zat cair 8. Menerapan prinsip pemuaian zat padat dalam

kehidupan sehari-hari

9. Menunjukkan penerapan prinsip pemuaian zat cair dalam kehidupan sehari-hari

10. Menunjukkan penerapan prinsip pemuaian zat gas dalam kehidupan sehari-hari


(40)

25

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, model pembelajaran CUPs terdiri atas tiga fase kegiatan. Fase pertama adalah kerja individu, pada fase ini pembelajaran yang dilakukan menggunakan pendekatan konstruktivisme. Hubungan materi pemuaian dengan pembelajaran konstruktivisme, dapat ditunjukkan dengan menggunakan indikator pertama, yaitu mengamati proses pemuaian zat padat, seperti yang terdapat pada Tabel 2.5. Proses pemuaian zat pada banyak terjadi di lingkungan sekitar, namun untuk mengamati prosesnya dibutuhkan waktu yang lama. Demonstrasi sederhana yang menjelaskan konsep pemuaian, membantu menjelaskan konsep pemuaian dengan lebih mudah. Siswa dapat menghubungkan antara pengetahuan yang sudah dimiliki, dengan informasi yang diperoleh dari demonstrasi pemuaian zat padat. Pembangunan pemahaman siswa difasilitasi dengan LKS individu. Siswa diarahkan untuk memberikan jawaban yang dapat membangun pemahaman konsep. Kegiatan demonstrasi juga dapat meningkatkan curiosity siswa. Curiosity sangat penting dalam suatu proses belajar, karena dapat menimbulkan motivasi internal siswa untuk lebih mendalami materi pemuaian.

Fase kedua model pembelajaran CUPs adalah kerja kelompok, kegiatan ini sesuai dengan indikator keempat. Model pembelajaran CUPs memperkuat nilai pembelajaran kooperatif dengan kegiatan kelompok. Melakukan percobaan sederhana untuk menunjukkan terjadinya pemuaian zat padat dilakukan oleh siswa secara berkelompok. Kegiatan kerja kelompok dapat membantu siswa mengkonstruksi pemahaman konsep yang telah dimiliki dengan cara bertukar pikiran dengan teman satu kelompok. Kesimpulannya adalah materi pemuaian di


(41)

SMP memiliki karakteristik yang bisa disampaikan dengan model pembelajaran CUPs.

2.5

Materi Pemuaian

Hampir semua benda akan mengalami pertambahan volume ketika dipanaskan. Pertambahan volume benda akibat dipanaskan disebut dengan pemuaian termal (thermal expansion). Pemuaian termal adalah suatu akibat dari berubahnya jarak rata-rata antar atom pada suatu benda. Model atom penyusun zat padat dapat diilustrasikan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Model atom mekanik.

Atom-atom penyusun zat padat, dihubungkan oleh pegas yang kaku. Pada temperatur normal, atom-atom berosilasi pada daerah kesetimbangannya dengan amplitudo getaran mendekati 10-1 m dan frekuensi getaran mendekati 1013 Hz. Jarak rata-rata antar atom sekitar 10-10 m. Ketika suhu di sekitar zat padat tersebut bertambah, atom-atom akan berosilasi dengan amplitudo yang lebih besar, akibatnya jarak rata-rata antar atom juga bertambah. Pertambahan jarak rata-rata antar atom menyebabkan volume benda bertambah, sehingga benda mengalami pemuaian (Halliday, 2001).


(42)

27

Sebuah benda memiliki panjang awal pada temperature . Apabila suhu benda berubah sebesar ∆ , perubahan panjang sebesar ∆ sebanding dengan ∆ dan panjang awal , maka persamaan yang dapat dituliskan sebagai berikut ∆ = ∆ , dengan adalah koefisien muai linier. Besaran ini adalah rasio perubahan panjang terhadap perubahan temperature atau dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut (Tippler, 1998: 568).

=∆ / � ∆

Koefisien muai linier pada suatu temperature tertentu dapat diperoleh dengan mengambil limit ∆ mendekati nol.

= lim ∆ →0

∆ /

∆ =

1

Dimensi linier suatu benda dapat mengalami pemuaian jika dipanaskan, hal ini juga diikuti dengan perubahan luas dan volume benda ketika dipanaskan. Perubahan volume pada tekanan tetap sebanding dengan volume awal �. maka persamaan yang dapat dituliskan sebagai berikut ∆� = � ∆ , dengan adalah koefisien muai volume.

= lim ∆ →0

∆�/�

∆ =

1 ��

��

Apabila � = 1 2 3, dapat ditunjukkan bahwa untuk bahan tertentu koefisien muai volume sama dengan tiga kali koefisien muai panjang. Laju perubahan volume terhadap temperature adalah,

�� = 1 2 3

= 1 2 3

+ 1 3 2

+ 2 3 1


(43)

= 1 ��

�� = 1 3

3 + 1

2 2

+ 1 1

1

Setiap suku menunjukkan besarnya , maka dapat disimpulkan bahwa = 3 . Terdapat zat yang mengalami penyusutan kerika temperaturnya bertambah. Zat seperti air mengalami penyusutan pada suhu tertentu ketika dipanaskan. Pada suhu 4oC volume air minimum dan kerapatannya maksimum. Jadi, bila air dipanaskan dari suhu 0 sampai 4oC air menyusut. Pada temperatur di atas 4oC air menjadi lebih rapat jika mengalami pendinginan, sehingga mudah tenggelam. Pada temperatur di bawah 4oC air menjadi kurang rapat saat mengalami pendinginan, sehingga tetap berada di permukaan saat mengalami pendinginan. Oleh sebab itu es akan terbentuk mula-mula di bagian atas danau es (Tippler, 1998: 570).

2.6

Kerangka Berpikir

Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk terlibat aktif dalam memahami konsep materi yang diajarkan. Pemahaman konsep yang diperoleh dari kegiatan mengkonstruksi pengetahuan oleh siswa lebih baik dibandingkan dengan pemahaman konsep yang diperoleh secara informatif. Diperlukan pengorganisasian proses pembelajaran yang baik agar siswa menikmati kegiatan pembelajaran, sehingga siswa menjadi aktif serta dapat mengkonstruksi pemahaman konsep dengan baik. Salah satu cara untuk membuat siswa menjadi aktif adalah dengan meningkatkan curiosity siswa pada materi pelajaran. Curiosity dapat membuat siswa tertarik dan menikmati


(44)

29

proses pembelajaran. Ketertarikan pada materi pelajaran dapat membantu siswa dalam proses belajar dan siswa lebih mudah memahami konsep.

Pengorganisasian proses pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran. Sebelum menentukan desain pembelajaran yang sesuai, terlebih dahulu dilakukan peninjauan masalah. Materi pelajaran yang disampaikan juga harus ditinjau dengan mengacu pada SK dan KD. Materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi pemuaian. Karakteristik materi pemuaian di SMP dapat disampaikan dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dan pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran yang menggunakan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dan memperkuat nilai pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs).

Peristiwa pemuaian banyak terjadi di lingkungan sekitar, dan banyak aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, baik manfaat dan dampak negatif. Pembelajaran materi pemuaian biasanya berupa penyampaian materi dan pemberian contoh, jarang pembelajaran yang menjelaskan proses penemuan konsep pemuaian dengan memperlihatkan bagaimana pemuaian terjadi. Penyampaian materi pemuaian dengan model pembelajaran CUPs, bertujuan untuk menyampaikan konsep pemuaian agar lebih mudah dipahami siswa dan membuat siswa menikmati kegiatan pembelajaran.

Penerapan model pembelajaran CUPs pada materi pemuaian menggunakan RPP dan ditunjang dengan LKS untuk meningkatkan curiosity dan membantu siswa memahami konsep. LKS yang digunakan pada model


(45)

pembelajaran CUPs terdiri atas dua macam, yaitu LKS individu dan LKS kelompok. Kerangka berpikir penelitian ini disajikan dalam Gambar 2.5. sebagai berikut.

Gambar 2.5. Kerangka Berpikir Model Pembelajaran CUPs Pemahaman Konsep Pemuaian

Pemahaman Konsep Materi Pemuaian SMP

Analisis SK dan KD Pembelajaran

Konstruktivisme

Pembelajaran Kooperatif

Pelaksanaan Pembelajaran Meningkatkan

Curiosity Siswa

Penyusunan Perangkat dan Instrumen

Pembelajaran Model Pembelajaran

Conceptual Understanding Procedures (CUPs)

Disain Pembelajaran

Pembuatan Indikator Indikator

Curiosity

Peningkatan Curiosity


(46)

31

2.7

Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Penerapan model pembelajaran Concetual Understanding Procedures (CUPs) dapat meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa. 2. Penerapan model pembelajaran Concetual Understanding Procedures

(CUPs) lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran eksperimen verifikasi dalam meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa.


(47)

32

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 7A-7D SMP negeri 2 Kudus tahun pelajaran 2012/ 2013. Pemilihan populasi penelitian di sekolah tersebut disebabkan karena proses pembelajaran fisika di kelas 7A-7D mewakili rata-rata pelaksanaan pembelajaran fisika di SMP pada umumnya.

3.2

Sampel

Sampel penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas 7B dan kelas 7D SMP Negeri 2 Kudus yang diambil dengan teknik simple random sampling. Setelah dilakukan uji homogenitas pada hasil UAS semester ganjil, sampel dipilih secara acak. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa kelas 7A-7D memiliki varians yang sama atau homogen. Berdasarkan hasil observasi dan informasi yang diperoleh dari guru mata pelajaran fisika, maka dipilih kelas 7B sebagai kelas eksperimen yaitu kelas yang diberi model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs), dan kelas 7D sebagai kelas kontrol yaitu kelas yang diberi model pembelajaran eksperimen verifikasi.

3.3

Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada penelitian yang dilakukan adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Concetual Understanding Procedures


(48)

33

(CUPs) dan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran eksperimen verifikasi. Variabel terikat penelitian ini adalah pemahaman konsep siswa yang ditinjau dari hasil belajar secara kognitif dan peningkatan curiosity siswa.

3.4

Desain Penelitian

Desai penelitian yang digunakan adalah Pretest-Posttest Control Group Design. Terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelas eksperimen diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran CUPs dan kelas kontrol diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran eksperimen verifikasi. Tabel 3.1. menunjukkan desain penelitian yang akan dilakukan.

Tabel 3.1. Desain penelitian pretest-posttest control group Sampel Kondisi Awal Perlakuan Kondisi Akhir

Kelas Eksperimen O1 X O2

Kelas Kontrol O2 Y O4

Keterangan:

O1 dan O3 : pre-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol O2 dan O4 : post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol X : Perlakuan dengan model pembelajaran CUPs Y : Perlakuan dengan model Eksperimen verifikasi

3.5

Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi tujuh langkah, yaitu: studi pendahuluan, studi literatur, pembuatan perangkat dan


(49)

instrumen pembelajaran, uji coba instrumen, implementasi, teknik pengumpulan data, dan diakhiri dengan analisis hasil dan penyusunan laporan.

1. Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kegiatan pembelajaran fisika di salah satu SMP negeri di kabupaten Kudus. Studi pendahuluan dilaksanakan dengan mengobservasi pelaksanaan pembelajaran dan wawancara dengan guru fisika. Hasil yang ditemukan, saat proses pembelajaran siswa masih kurang aktif dan hanya menerima informasi dari guru. Proses pembelajaran kurang komunikatif dan masih berpusat pada guru, kegiatan eksperimen juga jarang dilakukan. Diperlukan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan bertanya siswa agar pembelajaran lebih komunikatif dan siswa bisa memahami konsep yang disampaikan. Minat bertanya siswa dapat ditumbuhkan dengan cara meningkatkan curiosity siswa.

2. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mengkaji temuan-temuan penelitian sebelumnya, mencari teori-teori yang berkaitan dengan indikator curiosity siswa, dan pemahaman konsep fisika terhadap standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang sudah ditentukan. SK dan KD dikaji agar diperoleh konsep-konsep pemuaian yang dituangkan dalam materi pemuaian melalui penjabaran indikator-indikator. Curiosity siswa dalam proses pembelajaran juga dijabarkan dalam kriteria-kriteria penilaian. Hasil studi literatur digunakan sebagai landasan penerapan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs).


(50)

35

3. Penyusunan Perangkat dan Instrumen Pembelajaran

Peneliti menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) kelas eksperimen dan kelas kontrol, lembar kerja siswa (LKS) kelas eksperimen dan kelas kontrol. RPP dan LKS yang telah dibuat dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru mata pelajaran fisika. Selanjutnya dari indikator-indikator hasil belajar kognitif dan curiosity siswa dibuat instrumen penilaian. Instrumen penilaian pemahaman konsep menggunakan tes pilihan ganda, dan penilaian curiosity siswa dengan menggunakan angket dan lembar observasi.

4. Uji Coba Instrumen Tes

Instrumen tes sebelum digunakan, dilakukan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran. Pengujian Instrumen penelitian berupa tes pilihan ganda dilakukan uji coba pada siswa kelas 8F SMP negeri 2 kudus. Kelas 8F dipilih sebagai kelas untuk uji coba soal karena siswa kelas tersebut sudah pernah menerima materi pemuaian. Berdasarkan hasil uji coba butir soal diambil 20 soal yang selanjutnya akan digunakan untuk mengambil data.

5. Implementasi

Penerapan model pembelajaran CUPs dilakukan pada kelas 7B dan sebagai pembanding digunakan model pembelajaran eksperimen verifikasi pada kelas 7D. Pada saat pelaksanaan pembelajaran dilakukan observasi dengan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui peningkatan curiosity siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar observasi yang digunakan menggunakan kriteria penilaian yang disesuaikan dengan indikator curiosity. Observasi dilakukan oleh guru mata pelajaran fisika dan peneliti. Guru mata


(51)

pelajaran melakukan observasi pada semua kegiatan pembelajaran. Peneliti melakukan observasi saat kegiatan eksperimen, sehingga peneliti dapat mengetahui siswa yang aktif bertanya saat kegiatan eksperimen.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan pretest dan posttest untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep pemuaian sebelum dan sesudah pembelajaran. Angket pretest dan posttest untuk mengetahui peningkatan curiosity siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Teknik yang ketiga adalah lembar observasi yang digunakan pada setiap proses pembelajaran untuk mengamati peningkatan curiosity siswa.

7. Analisis Hasil dan Penyusunan Laporan

Peneliti melakukan pengumpulan dan penskoran data yang telah diperoleh. Selanjutkan data dianalisis untuk memperoleh temuan penelitian dan pembahasan. Tahap terakhir adalah penyusunan laporan hasil penelitian. Gambar 3.1. menunjukkan bagan langkah-langkah penelitian dari kegiatan studi pendahuluan hingga tahap penyusunan laporan.


(52)

37

Gambar 3.1. Alur Penelitian Kelas Kontrol

Penyusunan Perangkat Pembelajaran

Pretest Uji Coba dan Analisis: validitas, reliabilitas, daya

beda, dan taraf kesukaran Studi Pendahuluan

Studi Literatur

Model Pembelajaran CUPs, Pemahaman Konsep, dan Curiosity siswa

Perumusan Masalah

Kelas Eksperimen

Angket Penyusunan Instrumen

Tes Kognitif

Model Pembelajaran CUPs (Lembar Observasi Curiosity) Model Pembelajaran

Eksperimen Verifikasi (Lembar Observasi Curiosity)

Posttest Analisis Data

Pembahasan Kesimpulan


(53)

3.6

Metode Pengumpulan Data

3.6.1 Metode Wawancara

Metode wawancara dilakukan peneliti saat melakukan observasi awal. Narasumber pada kegiatan wawancara adalah guru mata pelajaran fisika. Kegiatan wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi tentang respon siswa pada saat pembelajaran fisika. Wawancara yang dilakukan berupa wawancara tidak terstruktur. Peneliti memberikan pertanyaan-pertanyaan lisan kepada narasumber tentang hal yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran dan penelitian.

3.6.2 Metode Angket

Angket diberikan kepada siswa untuk mengetahui seberapa besar peningkatan curiosity siswa pada pelajaran fisika setelah pembelajaran. Angket diberikan bersamaan dengan pretest dan posttest pemahaman konsep. Hasil angket dihitung gain untuk mengetahui peningkatan curiosity siswa.

3.6.3 Metode Observasi

Metode observasi dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi pada setiap pelaksanaan pembelajaran. Lembar observasi digunakan untuk mengamati paningkatan curiosity siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan selama tiga kali pertemuan, pada setiap pertemuan aktivitas siswa diamati menggunakan lembar observasi.

3.6.4 Metode Tes

Metode tes digunakan untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep pada materi pemuaian. Tes yang diberikan mencakup aspek kognitif pengetahuan


(54)

39

(C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4). Pemberian tes dilakukan

sebanyak dua kali, yaitu pretest untuk mengetahui kondisi awal subjek penelitian, dan posttest untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep materi pemuaian. Hasil tes dihitung gain agar diperoleh informasi peningkatan pemahaman konsep siswa.

3.7

Instrumen Penelitian

3.7.1 Angket

Angket digunakan untuk mengetahui peningkatan curiosity siswa. Isi angket mencakup beberapa indikator curiosity, yaitu: (a) antusias mencari jawaban; (b) perhatian (fokus) pada objek yang diamati; (c) antusias pada proses sains; (d) menanyakan setiap langkah kegiatan; (e) bertanya kepada guru dan teman tentang materi pelajaranl; dan (f) mengajukan pertanyaan kepada guru mengenai peristiwa yang pernah diamati yang berhubungan dengan materi pemuaian. Angket diberikan setelah pretest dan posttest pemahaman konsep. Angket awal digunakan untuk mengetahui kondisi awal subjek penelitian, dan angket akhir digunakan untuk mengetahui peningkatan curiosity siswa. Hasil angket akan dihitung gain agar diperoleh informasi peningkatan curiosity siswa.

Angket terdiri atas pernyataan positif dan negatif. Bobot untuk jawaban pernyataan positif adalah 4 untuk jawaban sangat setuju (SS), 3 untuk jawaban setuju (S), 2 untuk jawaban tidak setuju (TS), dan 1 untuk jawaban sangat tidak setuju (STS). Bobot untuk jawaban pernyataan negatif adalah 1 untuk jawaban sangat setuju (SS), 2 untuk jawaban setuju (S), 3 untuk jawaban tidak setuju (TS), dan 4 untuk jawaban sangat tidak setuju (STS).


(55)

3.7.2 Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan sebagai instrumen untuk mengetahui peningkatan curiosity siswa selama kegiatan pembelajaran. Lembar observasi yang digunakan terdapat sejumlah daftar kegiatan yang dapat diamati selama proses pembelajaran. Kriteria penilaian observasi peningkatan curiosity terdapat pada Lampiran 8.

3.7.3 Soal Tes

Tes digunakan untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman konsep setelah pembelajaran. Gain hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, digunakan untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman konsep siswa. Nilai posttest digunakan untuk uji hipotesis keefektifan model pembelajaran Concetual Understanding Procedures (CUPs) dibandingkan dengan model pembelajaran eksperimen verifikasi, dalam meningkatkan pemahaman konsep.

3.8

Analisis Instrumen Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini digolongkan ke dalam data kuantitatif. Data yang diperoleh adalah skor tes siswa, skor angket, dan lembar observasi. Skor tes terdiri atas skor pretest dan posttest, skor angket diperoleh dari skor pretest dan posttest, dan skor dari lembar observasi pada setiap kegiatan pembelajaran yang diisi oleh observer. Data angket dan observasi akan dinyatakan dalam persentase untuk dideskripsikan. Analisis Instrumen meliputi validitas soal, reliabilitas tes, daya pembeda, dan taraf kesukaran.


(56)

41

3.8.1 Validitas

Untuk mengetahui validitas isi digunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar (Arikunto, 2002: 72):

= NXY− X Y

NX2− X 2 NY2− Y 2 dengan :

= koefisien korelasi antara variabel dan variabel = jumlah siswa

= skor butir soal (item) = skor total butir soal

Apabila > maka butir soal tersebut valid. Kriteria valid atau tidaknya butir soal dibandingkan dengan harga r pada table product moment dengan taraf signifikansi 5% .

Kriteria validitas butir soal (Arikunto, 2002: 75): a. Antara 0,80 < rxy≤1,00 : sangat tinggi

b. Antara 0,60 < rxy≤ 0,80 : tinggi c. Antara 0,40 < rxy≤ 0,60 : cukup d. Antara 0,20 < rxy≤ 0,40 : rendah

e. Antara 0,00 < rxy≤ 0,20 : sangat rendah

Perhitungan validitas soal uji coba dengan menggunakan rumus korelasi product moment, diperoleh 29 soal valid dari total 40 soal. Hasil uji validitas dikonsultasikan dengan dengan  = 5% dan n = 26 diperoleh rtabel = 0,388.


(57)

Perhitungan validitas ini dilakukan pada setiap butir soal. Hasil analisis validitas dapat dilihat pada Tabel 3.2. sebagai berikut.

Tabel 3.2. Hasil analisis validitas soal uji coba

Uji Validitas Nomor Soal Jumlah Soal

Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 12, 14, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 34, 37, 38, 40

29

Tidak Valid 7, 11, 13, 15, 18, 25, 30, 33, 35, 36, 39

11

Jumlah 40

3.8.2 Reliabilitas

Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diujikan pada subyek yang sama. Suatu tes dikatakan reliabel jika tes tersebut dapat dipercaya dan konsisten. Untuk menghitung reliabilitas soal, digunakan rumus KR 21 (Arikunto, 2002: 103):

11 = −

1 1−

− 2

dengan :

11 = reliabilitas instrument = jumlah butir soal

= rata-rata skor total 2 = varians skor total

Kriteria pengujian reliabilitas yaitu setelah didapatkan harga r11, kemudian


(58)

43

r11 > rtabel maka item tes yang diujicobakan reliabel. Hasil perhitungan reliabilitas

soal uji coba dapat dilihat pada Lampiran 7. 3.8.3 Taraf Kesukaran

Untuk mencari daya pembeda dapat digunakan rumus berikut(Arikunto, 2007 : 208):

� = � dengan:

P = indeks kesukaran

= banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar � = jumlah seluruh siswa peserta tes

Klasifikasi taraf kesukaran sebagai berikut (Arikunto, 2002 : 210): a. soal dengan P= 0,00 sampai P= 0,30 adalah soal sukar

b. soal dengan P= 0,31 sampai P= 0,70 adalah soal sedang c. soal dengan P= 0,71 sampai P= 1,00 adalah soal mudah Tingkat kesukaran soal uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Hasil analisis taraf kesukaran soal uji coba

Taraf Kesukaran Nomor Soal Jumlah Soal

Mudah 2, 23, 24, 31, 37, 38 6

Sedang 1, 3, 4, 6, 9, 12, 14, 16, 20, 21, 22, 26, 27, 28, 32, 34

16

Sukar 5, 8, 10, 17, 19, 29, 40 7


(59)

3.8.4 Daya Pembeda

Daya pembeda soal diperlukan untuk mengetahui seberapa akurat soal tersebut dalam membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang tidak pandai. Soal dianggap baik apabila siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa pandai lebih banyak dari siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa kurang pandai.

Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda soal yaitu: � =

� − � =� − � dengan :

J = Jumlah peserta tes

JA= Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA=Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal benar BB= Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal benar PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar. Indeks diskriminasi negatif berarti peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar lebih baik dibandingkan kelompok atas. Berikut ini klasifikasi daya pembeda (Arikunto, 2002: 218).

a. D : 0,00 – 0,20 : jelek b. D : 0,21 – 0,40 : cukup c. D : 0,41 – 0,70 : baik d. D : 0,71 – 1,00 : baik sekali e. D : negatif, semuanya tidak baik,


(60)

45

Soal yang mempunyai nilai negatif sebaiknya dibuang saja. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 3.4. sebagai berikut.

Tabel 3.4. Hasil analisis daya pembeda soal uji coba

Taraf Kesukaran Nomor Soal Jumlah Soal

Jelek 7, 11, 13, 15, 18, 25, 30, 33, 35, 36, 39

11 Cukup 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10,

12, 14, 17, 19, 20, 23, 26, 27, 29, 37, 38, 40

21

Baik 16, 21, 22, 24, 28, 31, 32, 34,

8

Jumlah 40

3.9

Metode Analisis Data

3.9.1 Analisis Data Awal (Uji Homogenitas)

Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian berawal dari kondisi yang sama atau homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan menyelidiki apakah populasi mempunyai varians (σ2) yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas populasi, digunakan uji Bartlett dengan rumus sebagai berikut (Sudjana, 2005: 263):

2 =( � −1) � 2

( −1)

B = (log 2) ( −1)

2 = ln 10 B

� −1 log 2


(61)

dengan:

2 = chi kuadrat

2 = varians gabungan dari semua sampel � = sampel

B = koefisien Bartlett

Untuk menguji apakah varians tersebut sama atau tidak maka x2hitung dikonsultasikan dengan x2tabel dengan  = 5% dengan derajat kebebasan (dk) banyaknya kelas dikurangi 1. Jika ℎ�2 < 2 maka H

0 diterima. Hal ini

berarti sampel tersebut mempunyai varians yang sama atau dikatakan homogen. Data yang di uji homogenitasnya adalah nilai UAS semester ganjil kelas 7A sampai 7D. Uji homogenitas menggunakan uji Bartlett. Apabila kelas 7A-7D dinyatakan homogen, maka peneliti dapat mengambil kelas manapun yang akan dipilih sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil perhitungan dengan rumus Bartlett diperoleh nilai chi kuadrat hitung 0,809 dan dk = 4 1 = 3 dengan

 = 5%, chi kuadrat tabel adalah 7,815. Diperoleh ℎ�2 < 2 maka H

o

diterima. Populasi mempunyai varians yang sama atau homogen. Penentuan kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan teknik simple random sampling. Diperoleh kelas 7B dan 7D sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3.9.2 Analisis Data Akhir

3.9.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Uji ini diterapkan pada kedua kelas yang telah dipilih sebelumnya sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.


(1)

197

UJI GAIN CURIOSITY

KELAS KONTROL (VII D)

No Kode Pre-test Post-test Gain Kriteria

1 K-01 75 78 0.13 Rendah

2 K-02 67 75 0.24 Rendah

3 K-03 77 80 0.13 Rendah

4 K-04 72 75 0.11 Rendah

5 K-05 72 86 0.50 Sedang

6 K-06 75 75 0.00 Rendah

7 K-07 83 89 0.36 Sedang

8 K-08 83 94 0.64 Sedang

9 K-09 77 80 0.13 Rendah

10 K-10 80 81 0.08 Rendah

11 K-11 73 72 -0.06 Rendah

12 K-12 80 86 0.31 Sedang

13 K-13 70 84 0.47 Sedang

14 K-14 88 89 0.13 Rendah

15 K-15 70 73 0.11 Rendah

16 K-16 86 89 0.22 Rendah

17 K-17 70 70 0.00 Rendah

18 K-18 72 69 -0.11 Rendah

19 K-19 78 81 0.14 Rendah

20 K-20 69 72 0.10 Rendah

21 K-21 72 75 0.11 Rendah

22 K-22 88 92 0.38 Sedang

23 K-23 63 86 0.63 Sedang

24 K-24 67 72 0.14 Rendah

25 K-25 66 70 0.14 Rendah

26 K-26 77 83 0.27 Rendah

Jumlah 1946.875 2076.563 5.28

Mean 74.88 79.87 0.20

s2 45.10 55.14 0.04

s 6.72 7.43 0.19

Maksimal 87.5 93.75


(2)

UJI GAIN CURIOSITY

KELAS EKSPERIMEN DAN KELAS KONTROL

<g> = <Spost> - <Spre>

100.00% - <Spre>

<Spre> = skor rata-rata tes awal (%)

<Spost> = skor rata-rata tes akhir (%)

Kriteria nilai <g>

<g> > 0,7 tinggi

0,3 ≤ <g> ≤ 0,7 sedang

<g> < 0,3 rendah

UJI GAIN KELAS EKSPERIMEN

<g> = 76.74% - 70.43% = 21.34%

100.00% - 70.43%

<g> = Rendah

UJI GAIN KELAS KONTROL

<g> = 79.87% - 74.88% = 19.86%

100.00% - 74.88%


(3)

Lampiran 37 199

UJI HIPOTESIS

PENINGKATAN CURIOSITY

Hipotesis :

Ho : 1≥ 2

Ha : 1 < 2

Kriteria :

Ho diterima jika, thitung > ttabel

Pengujian hipotesis dengan menggunakan persamaan berikut

Sumber Data Kelompok thitung ttabel

Eksperimen Kontrol

N 26 26

-1.693 2.009

Jumlah 1995.31 2076.56

Rata-rata 76.74 79.87

s2 33.46 55.14

s 5.78 7.43

-2.009 -1.693

Karena thitung > ttabel , maka kurva berada di daerah penerimaan

Ho, peningkatan curiosity siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi


(4)

ANALISIS KOEFISIEN KORELASI ANTARA CURIOSITY DAN PEMAHAMAN KONSEP

No Curiosity

(X)

Pemahaman

Konsep (Y) Xi

2 Y

i2 Xi .Yi Xi - X (Xi - X)2

1 79.6875 90.0000 6350.0977 8100.0000 7171.8750 2.9447 8.6713

2 78.1250 85.0000 6103.5156 7225.0000 6640.6250 1.3822 1.9105

3 70.3125 70.0000 4943.8477 4900.0000 4921.8750 -6.4303 41.3486

4 76.5625 80.0000 5861.8164 6400.0000 6125.0000 -0.1803 0.0325

5 81.2500 75.0000 6601.5625 5625.0000 6093.7500 4.5072 20.3150

6 70.3125 90.0000 4943.8477 8100.0000 6328.1250 -6.4303 41.3486

7 84.3750 85.0000 7119.1406 7225.0000 7171.8750 7.6322 58.2507

8 73.4375 65.0000 5393.0664 4225.0000 4773.4375 -3.3053 10.9249

9 65.6250 70.0000 4306.6406 4900.0000 4593.7500 -11.1178 123.6052

10 75.0000 80.0000 5625.0000 6400.0000 6000.0000 -1.7428 3.0373

11 79.6875 90.0000 6350.0977 8100.0000 7171.8750 2.9447 8.6713

12 84.3750 90.0000 7119.1406 8100.0000 7593.7500 7.6322 58.2507

13 71.8750 75.0000 5166.0156 5625.0000 5390.6250 -4.8678 23.6954

14 85.9375 85.0000 7385.2539 7225.0000 7304.6875 9.1947 84.5427

15 70.3125 90.0000 4943.8477 8100.0000 6328.1250 -6.4303 41.3486

16 75.0000 90.0000 5625.0000 8100.0000 6750.0000 -1.7428 3.0373

17 71.8750 75.0000 5166.0156 5625.0000 5390.6250 -4.8678 23.6954

18 84.3750 90.0000 7119.1406 8100.0000 7593.7500 7.6322 58.2507

19 68.7500 75.0000 4726.5625 5625.0000 5156.2500 -7.9928 63.8847

20 70.3125 65.0000 4943.8477 4225.0000 4570.3125 -6.4303 41.3486

21 81.2500 90.0000 6601.5625 8100.0000 7312.5000 4.5072 20.3150

22 79.6875 75.0000 6350.0977 5625.0000 5976.5625 2.9447 8.6713

23 78.1250 90.0000 6103.5156 8100.0000 7031.2500 1.3822 1.9105

24 75.0000 85.0000 5625.0000 7225.0000 6375.0000 -1.7428 3.0373

25 85.9375 90.0000 7385.2539 8100.0000 7734.3750 9.1947 84.5427

26 78.1250 95.0000 6103.5156 9025.0000 7421.8750 1.3822 1.9105

Jumlah 1995.3125 2140.0000 153962.4023 178100.0000 164921.8750 0.0000 836.5572

Rata-rata 76.7428 82.3077

Koefisien Korelasi dalam Regresi Linier

r

=

n (XiYi)  (Xi) (Yi)

{n  Xi2  ( Xi)2}{(n  Yi2 (Yi)

r = 0.540 rtabel = 0.404

rhitung

>

rtabel

Ho

ditolak


(5)

Lampiran 43 205

DOKUMENTASI PENELITIAN


(6)

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONCEPTUAL UNDERSTANDING PROCEDURES ( CUPS ) DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP MATERI PENCEMARAN LINGKUNGA

11 34 186

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONCEPTUAL UNDERSTANDING PROCEDURES ( CUPS ) DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN

2 13 175

PENERAPAN METODE CONCEPTUAL UNDERSTANDING PROCEDURES (CUPs) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA (PTK pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Kartoharjo Ngawi).

0 1 8

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI METODE PEMBELAJARAN CONCEPTUAL UNDERSTANDING PROCEDURES EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI METODE PEMBELAJARAN CONCEPTUAL UNDERSTANDING PROCEDURES (CUPs) DAN AUDITORY INTELLECTUALY REPETITION (AIR) DITIN

0 0 17

PENERAPAN METODE CONCEPTUAL UNDERSTANDING PROCEDURES (CUPs) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK Penerapan Metode Conceptual Understanding Procedurs (CUPs) Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika (PTK pada Siswa Kelas

0 1 16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONCEPTUAL UNDERSTANDING PROCEDURES (CUPS) BERBANTUAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA MATA PELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) DI SMP.

2 10 48

Konsistensi Konsepsi Siswa Melalui Pener

0 0 7

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DEBAT UNTUK

0 0 13

Penerapan Model Pembelajaran untuk Menin

0 0 10

BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures - PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONCEPTUAL UNDERSTANDING PROCEDURES (CUPs) TERHADAP PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA PADA MATERI PYTHAGORAS KELAS VIII SMPN 1 NGUNUT TULUNGAGUNG TA

0 0 9