Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan ekonomi global ditandai dengan munculnya berbagai industri baru berbasis pengetahuan Saleh et al., 2009. Seiring dengan perubahan ekonomi yang berkarakteristik ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dengan penerapan manajemen pengetahuan knowledge management, kemakmuran suatu perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri Sawarjuwono, 2003. Proses menciptakan nilai value creation fokusnya bergeser dari pemanfaatan aset-aset individual menjadi aset sekelompok yang sebagian utamanya adalah aktiva tidak berwujud, yaitu modal intelektual intellectual capital atau modal pengetahuan knowledge capital yang melekat dalam keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman, serta dalam sistem dan prosedur organisasional Purnomosidhi, 2006. Pengakuan terhadap kemampuan intellectual capital dalam menciptakan dan mempertahankan keuntungan kompetitif dan shareholder value, juga naik secara signifikan Tayles et al., 2007. Intellectual capital diakui dapat meningkatkan keuntungan perusahaan yang labanya dipengaruhi oleh inovasi dan knowledge-intensive services Edvinsson dan Sullivan, 1996. Lebih lanjut, Mouritsen 1998 menyebutkan bahwa intellectual capital menyangkut kapasitas luas pengetahuan yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Modal intelektual perusahaan dapat dianggap sebagai bentuk unaccounted capital dalam sistem akuntansi tradisional meskipun beberapa di antaranya, misalnya goodwill, patent, copy right, dan trade mark diakui sebagai aktiva tidak berwujud Purnomosidhi, 2006. Timbulnya unaccounted capital tersebut dikarenakan sangat ketatnya kriteria akuntansi bagi pengakuan dan penilaian aktiva, yaitu keteridentifikasian, adanya pengendalian sumber daya, dan adanya manfaat ekonomis di masa depan PSAK NO.19: 19.5. Lev dan Zarowin 1999 menemukan banyak penelitian yang menunjukkan bahwa model akuntansi yang ada sekarang tidak bisa menangkap faktor kunci dari company’s long term value, yaitu intangible resources. Kegagalan akuntansi untuk mengakui secara penuh atas intangible yang meliputi human resources, customer relationship dan sebagainya. Hal ini sebagai tanda bahwa laporan keuangan tradisional telah kehilangan relevansinya sebagai instrumen pengambilan keputusan Oliveira et al., 2008. Akibat dari ketidakpuasan financial reporting tradisional karena tidak mampu menyediakan informasi yang cukup bagi investor akan menimbulkan adanya asimetri informasi antara stakeholders dan shareholders. Canibano et al., 2000 menyebutkan bahwa pendekatan yang pantas digunakan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan adalah dengan mendorong peningkatan informasi intellectual capital disclosure. Item-item dalam pengungkapan modal intelektual seperti deskripsi program dan aktivitas pengembangan kompetensi karyawan human capital, deskripsi tentang sistem teknologi informasi structural capital, dan pernyataan citra dan merek dari lingkungan luar relational capital dapat mengurangi asimetri informasi. Hal ini dikarenakan human capital sebagai penggerak modal intelektual, sedangkan structural capital menyediakan fungsi pendukung sehingga customer capital atau relational capital dapat menikmati benefit dari human capital dan structural capital. Pengungkapan modal intelektual dalam laporan keuangan sangat penting untuk menyediakan informasi secara lengkap dan membantu investor dalam memprediksi kinerja suatu perusahaan. Menurut Bukh 2003, beberapa bentuk intellectual capital disclosure merupakan informasi yang bernilai bagi investor, yang dapat membantu mengurangi ketidakpastian mengenai prospek ke depan dan memfasilitasi ketepatan penilaian terhadap perusahaan. Intellectual capital disclosure juga dapat menunjukkan kinerja keuangan yang lebih baik Saleh et al., 2009. Investor dapat keliru dalam pengambilan keputusan terkait alokasi modal dimiliki tanpa adanya informasi tersebut sehingga investor tidak dapat memperoleh return yang sepantasnya. Hal ini mengakibatkan investor tidak mengalokasikan dananya kepada perusahaan sehingga cost of equity capital perusahaan menjadi lebih besar Burgman Roos, 2007. Tingginya peran modal intelektual di era ekonomi masa kini ketika sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan merupakan sumber keunggulan kompetitif perusahaan juga menjadi alasan atas pentingnya kepemilikan modal intelektual oleh suatu perusahaan Chen, 2005. Salah satu masalah terkait praktik pengungkapan modal intelektual diulas dalam salah satu situs berita online pada bulan Desember 2012 mengenai PT Bank Panin Tbk yang merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri perbankan. PT Bank Panin Tbk dituntut untuk membayarkan uang pesangon kepada dua karyawan Bank Panin yang di PHK. Kasus serupa juga terjadi pada bulan Maret 2013 yang menimpa PT BRI Persero Tbk. Perusahaan ini dituntut untuk menyelesaikan kewajibannya kepada pensiunan seperti uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. Masalah terkait demo buruh pada PT Bank Panin Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk mengindikasikan kurangnya pengungkapan informasi tambahan yang bersifat sukarela mengenai perusahaan. Informasi- informasi mengenai peristiwa tersebut bisa diungkapkan di luar informasi laporan keuangan, yaitu berupa informasi pendukung mengenai kondisi perusahaan seperti penjelasan rincian jumlah biaya yang dibelanjakan untuk karyawan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Suhardjanto dan Wardhani 2010, tingkat intellectual capital disclosure di Indonesia masih rendah rata-rata hanya sebanyak 34,5 dari total 25 item intellectual capital. Hasil survey global menunjukkan bahwa intellectual capital merupakan salah satu tipe informasi yang paling banyak dipertimbangkan oleh investor. Dengan demikian, masih ada “information gap” Bozzolan et al., 2003. Fenomena ini menuntut untuk mencari informasi yang lebih rinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan modal intelektual. Mulai dari cara pengidentifikasian, pengukuran sampai dengan pengungkapan modal intelektual dalam laporan keuangan perusahaan. Namun, belum adanya standar yang menetapkan item-item apa saja yang termasuk dalam aset tak berwujud yang harus dilaporkan baik secara mandatory atau voluntary, sehingga tidak ada kewajiban bagi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan modal intelektual. Semakin tinggi tingkat pengungkapan informasi yang dilakukan perusahaan, maka cost of debt dan cost of equity yang ditanggung perusahaan tersebut akan semakin rendah Francis Pereira dalam Putri, 2011. Pengungkapan informasi juga akan mengurangi agency problem yang merupakan penyebab dari kesalahan estimasi nilai perusahaan pada pasar modal, sehingga manajer dapat memperoleh insentif atas pengungkapan sukarela yang dilakukannya Healy Palepu, 2001. Pengaruh yang ditimbulkan dari pengungkapan modal intelektual telah menarik perhatian para peneliti untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi luas pengungkapan modal intelektual perusahaan. Williams 2001 meneliti pengaruh kinerja modal intelektual yang diukur dengan VAIC TM pada 31 perusahaan yang terdaftar di Financial Times Stock Exchange FTSE. Menggunakan variabel pengendali ukuran perusahaan, tipe industri, status listing, kinerja modal fisik ROA, dan tingkat utang. Williams 2001 menemukan bahwa kinerja modal intelektual yang terlalu tinggi akan mendorong perusahaan untuk mengurangi tingkat pengungkapan modal intelektualnya untuk mempertahankan posisi kompetitifnya. Mengurangi tingkat pengungkapan modal intelektual berarti sinyal mengenai peluang kompetisi tidak akan ditangkap oleh kompetitor yang hendak menyaingi perusahaan yang unggul tersebut. Selain faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja finansial perusahaan, karakteristik perusahaan juga diprediksi memiliki pengaruh terhadap luas pengungkapan modal intelektual perusahaan. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Woodcock dan Whiting 2009 terhadap 70 perusahaan Australia yang terdaftar di pasar modal telah melakukan investigasi pengaruh karakteristik perusahaan yang terdiri dari tipe industri, konsentrasi kepemilikan, usia listing, tingkat utang, dan jenis auditor terhadap luas pengungkapan modal intelektual dan berhasil membuktikan bahwa tipe industri dan jenis auditor berpengaruh terhadap luas pengungkapan modal intelektual perusahaan. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh White et al. 2007 terhadap perusahaan-perusahaan bioteknologi di Australia dengan memperluas investigasi faktor determinan luas pengungkapan hingga mencakup mekanisme corporate governance perusahaan. White et al. 2007 menginvestigasikan hubungan independensi dewan, usia perusahaan, tingkat utang, dan ukuran perusahaan terhadap tingkat pengungkapan modal intelektual. Studi di atas menemukan bahwa independensi dewan komisaris, tingkat utang, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengungkapan modal intelektual perusahaan. Penelitian terdahulu telah membuktikan adanya hubungan antara penerapan corporate governance dengan tingkat pengungkapan modal intelektual perusahaan. Teori corporate governance menjelaskan bahwa perusahaan yang telah menerapkan good corporate governance akan memiliki kebijakan mengenai transparansi dan pengungkapan informasi lebih optimal. Hal ini juga didukung dengan adanya prinsip transparansi atau keterbukaan pada salah satu dari prinsip corporate governance. Beberapa penelitian sebelumnya terkait pengungkapan modal intelektual telah dilakukan, namun menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan Williams 2001 yang meneliti pengungkapan modal intelektual terkait dengan kinerja modal intelektual menghasilkan simpulan bahwa variabel kinerja modal intelektual, yang diukur dengan VAIC TM tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan, tetapi memiliki arah hubungan yang bertentangan dengan yang diharapkan. Temuan ini menunjukkan bahwa untuk mempertahankan keunggulan kompetitif yang dimiliki, perusahaan dapat mengurangi tingkat pengungkapan modal intelektual sebagai usaha untuk tidak memberi sinyal bagi pesaing dan pihak-pihak lain tentang keberadaan potensi peluang bisnis. Perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi menanggung monitoring cost yang tinggi juga Jensen Meckling, 1976 serta dituntut untuk memiliki tingkat transparansi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan kreditur Khanna et al., 2004. Namun, studi yang dilakukan Cormier dan Magnan 2005 menghasilkan temuan bahwa tingkat utang suatu perusahaan berbanding terbalik dengan tingkat pengungkapan modal intelektual. Penelitian yang dilakukan oleh White, et al. 2007 menemukan bahwa komposisi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan modal intelektual. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Chandra 2010 menemukan bahwa komposisi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan modal intelektual. Penelitian ini berusaha mengukur pengaruh kinerja modal intelektual, tingkat utang, dan struktur corporate governance terhadap luas pengungkapan modal intelektual perusahaan sektor perbankan di Indonesia. Pemilihan sektor perbankan sebagai sampel mengacu pada penelitian Firer dan William 2003. Sektor perbankan dipilih karena menurut Firer dan William 2003 industri perbankan adalah salah satu sektor yang paling insentif modal intelektualnya. Hal ini dikarenakan perbankan memiliki kekayaan modal intelektual yang tinggi Perbankan lebih banyak menggunakan sumber daya intelektualnya dibandingkan sektor perusahaan lainnya. Selain itu, dari aspek intelektual, secara keseluruhan karyawan di sektor perbankan lebih homogen dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya Kubo dan Saka, 2002. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kembali, dengan judul “DETERMINAN LUAS PENGUNGKAPAN MODAL INTELEKTUAL PADA PERBANKAN TAHUN 2009-2011”. Variabel-variabel yang akan diteliti terdiri dari kinerja modal intelektual yang diukur dengan VAIC TM , tingkat utang dan struktur corporate governance yang diukur dari ukuran dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, ukuran komite audit, jumlah rapat komite audit, dan konsentrasi kepemilikan, dengan memasukkan variabel usia listing sebagai variabel pengendali. Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada model penelitian. Sebagian besar peneliti hanya meneliti pengaruh dari struktur corporate governance terhadap luas pengungkapan modal intelektual tanpa memasukkan variabel lain seperti kinerja modal intelektual. Penelitian ini mengkombinasikan kedua variabel tersebut kinerja modal intelektual dan struktur corporate governance dengan penambahan satu variabel bebas lainnya yaitu tingkat utang.

1.2 Rumusan Masalah