kreatif dan inovatif. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan Meiliana dalam proses kreatif DE sangat dominan.
7.2 Saran
Pembahasan terhadap trilogi Darah Emas karya Meiliana K. Tansri ini merupakan salah satu cara untuk mengungkap keberagaman etnis dan budaya yang ada
di Provinsi Jambi. Keberagaman tersebut sekadar dibahas berdasarkan interaksi sosial yang ada dalam novel. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang lebih mendalam
sebagai tindak lanjut pembuktian harmoni kehidupan multietnis di Provinsi Jambi kepada khalayak.
Masalah warisan budaya dan lingkungan hidup yang diangkat dalam trilogi DE merupakan masalah kekinian yang hangat dibicarakan. Kepedulian masyarakat terhadap
pelestarian budaya perlu ditingkatkan untuk memperkuat karakter bangsa di masa depan. Demikian juga untuk pelestarian lingkungan, setiap orang perlu
mengkampanyekan penghijauan untuk bumi melalui kapasitas dan ranahnya masing- masing. Seperti yang dilakukan Meiliana, menyuarakan dukungan penghijauan untuk
bumi melalui karyanya. Dia mengungkapkan keprihatinannya terhadap penebangan dan perburuan liar yang dapat merusak ekosistem alam tersebut melalui trilogi DE. Oleh
karena itu, penulis menyarankan kepada semua pihak, agar membangkitkan rasa kepedulian terhadap alam sekitar dengan memulainya dari lingkungan tempat kita
tinggal, memulai dari keluarga, dan memulai dari diri sendiri.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. 2007. Sosiologi: Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara. Bogdan, Robert dan Steven J. Taylor. 1992. Pengantar Metodologi Penelitian
Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis terhadap Ilmu-Ilmu Sosial diterjemahkan oleh Arief Furchan dari Introduction to Qualitative Research
Methods: A Phenomenological Approach to the Social Sciences. Surabaya: Usaha Nasional
Budiman, Kris. 1994. Wacana Sastra dan Ideologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo
Perkasa. Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana. Chourmain, Imam. 2006. Acuan Normatif Penelitian untuk Penulisan Skripsi, Tesis, dan
Disertasi. Jakarta: Al-Haramain Publishing House. Damono, Sapardi Djoko. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta: Pusat
Bahasa. Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: MedPress. Escarpit, Robert. 2008. Sosiologi Sastra diterjemahkan oleh Ida Sundari Husein dari
Sociologie da la Litterature. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra: Dari Strukturalisme Genetik sampai
Postmodernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Goldmann, Lucien. 1981. Method in the Sociology of Literature. Oxford: Basil
Blackwell Publisher Limited. Hermawan, Sainul. 2009. Ragam Aplikasi Kritik Cerpen dan Novel. Banjarmasin:
Tahura Media. Hall, Calvin S. dan Gardner Lindzey. 1993. Teori-Teori Psikodinamik Klinis.
Terjemahan Yustinus. Yogyakarta: Kanisius. Hoerip, Satyagraha. 1996. Berpihak Kepada Rakyat. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1986. Sosiologi Sastra: Persoalan, Teori, dan Metode. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka.
Universitas Sumatera Utara
Kleden, Ignas. 2004. Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan: Esai-Esai Sastra dan Budaya. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Landri, Joseph. 2006. Mimpi Anak Jadi Naga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Mahayana, Maman S. 2005. 9 Jawaban Sastra Indonesia: Sebuah Orientasi Kritik.
Jakarta: Bening. Mahayana, Maman S. 2007. Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia. Jakarta: PT
RajaGrafindo Perkasa. McRobbie, Angela. 2011. Posmodernisme dan Budaya Pop diterjemahkan oleh
Nurhadi dari Postmodernism and Popular Culture. Bantul: Kreasi Wacana. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya. Muhadjir, Noeng. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi IV. Yogyakarta: Rake
Sarasin. Noor, Junaidi T. 2007. Mencari Jejak Sangkala. Jambi: Jambi Heritage.
Norma, Siti. 2007. “Proses Sosial”, dalam J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto ed..
Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Osborn, Reuben. 2005. Marxisme dan Psikoanalisis diterjemahkan oleh Tim Alenia dari Marxism and Psychoanalysis. Bandung: Alenia.
Pradopo, Rahmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pradopo, Rahmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.
Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2002. Pengkajian Sastra. Bandung: Wacana. Prasetyo, Arif Bagus. 2005. Epifenomenon: Telaah Sastra Terpilih. Jakarta: Grasindo.
Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Metode dan Teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Universitas Sumatera Utara
Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Postkolonialisme Indonesia: Relevansi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi Modern, Edisi Ke-6 diterjemahkan oleh Alimandan dari Modern Sociological Theory, 6th Edition.
Jakarta: Kencana. Roucek, Joseph S. dan Roland L. Warren. 1963. Sociology An Introduction. New
Jersey: Littlefield, Adams Co. Salmon, Claudine. 2010. Sastra Indonesia Awal: Kontribusi Orang Tionghoa. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia. Selden, Raman. 1993. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini diterjemahkan oleh
Rachmat Djoko Pradopo dari A Reader Guide To Contemporary Literary Theory. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Segers, Rien T. 2000. Evaluasi Teks Sastra diterjemahkan oleh Suminto A. Sayuti dari The Evaluation of Literary Texts. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Sikana, Mana. 2009. Teori Sastera Kontemporari. Selangor: Pustaka Karya. Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grafindo.
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi Robert Stanton diterjemahkan oleh Sugihastuti dan
Rossi Abi Al Iryad dari An Introduction to Fiction. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumardjo, Jakob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920—1977. Bandung: Alumni.
Susetya, Wawan. 2010. Cina Menuju Super Power: Dalam Cakrawala Pemikiran Islam, Barat, dan Jawa. Bantul: Media Insani.
Suyanto, Bagong dan Septi Ariadi. 2007. “Interaksi dan Tindakan Sosial”, dalam J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto ed.. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Tim Penyusun. 2010. Buku Pedoman Tata Cara Penulisan Tesis dan Disertasi. Medan:
Prodi Linguistik SPs USU. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan diterjemahkan oleh
Melani Budianta dari Theory of Literature. Jakarta: Gramedia.
Universitas Sumatera Utara
Widati, Sri. 2001. ”Latar Belakang Masalah dan Tujuan Penelitian dalam Penelitian Sastra” dalam Jabrohim ed.. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Hanindita Graha Widia.
Sumber makalah media cetak
Lindayanti dkk. 2010. ”Harmoni Kehidupan Di Propinsi Multietnis: Studi Kasus Integrasi Antara Penduduk Pendatang dan Penduduk Asli di Jambi”. Laporan
Penelitian. Mahayana, Maman S. 1994. ”Analisis Struktural terhadap Cerpen Gerson Poyk”.
Horison, Februari 1994. Waluyo, Herman J. 1996. “Meningkatkan Perasaan Cinta Kepada Sastra Indonesia”.
Makalah pada Seminar Nasional Sastra Indonesia IX tanggal 18—19 November 1996 di Solo.
Wawancara Meiliana K. Tansri dengan Tribun Jambi, 31 Mei 2011.
Sumber internet
Pramono, Dedi. “Menelaah Pola Interaksi dalam Sastra Melayu Tionghoa”. www.forum-sastra-lamongan.blogspot.com
. Diakses tanggal 24 Desember 2010. home.candimuarojambi.com
. ”Kompleks Percandian Muarojambi”. Diakses tanggal 27 Mei 2011.
Sihombing, W.R. ”Tiba-Tiba Malam Karya Putu Wijaya: Analisis Sosiologi Sastra”. htttp:docs.google.com. Diakses tanggal 24 Desember 2010.
www.jambi-independen.co.id . ”Wanita-Wanita Penulis Aktif Milik Jambi 2”. Diakses
tanggal 28 Februari 2011. www.kompas.com
. “Hentikan Penimbunan Batu Bara”. Diakses tanggal 12 Mei 2011. www.kotajambi.go.id
. ”Candi Muarojambi”. Diakses tanggal 13 Juli 2010. www.metrojambi.go.id
. ”Melihat Perkampungan Cina yang Dikenal Kampung Pecinan 1”. Diakses tanggal 9 Februari 2010.
www.muarojambi.go.id . ”Situs Purbakala Candi Muarojambi”. Diakses tanggal 7 Maret
2011.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1
Foto dan Biografi Meiliana K. Tansri
Meiliana Kristianti Tansri lebih populer dengan nama Meiliana K. Tansri dilahirkan di Jambi, tanggal 14 Mei 1974. Terlahir dari pasangan Tionghoa asli, Jusuf
Tansri dan Kurniati alm, perempuan yang akrab disapa Mei ini merupakan salah seorang novelis kebanggaan Jambi.
Ibu dari Abigail 8, Benjamin 5, dan Nathaniel 3 ini sudah lama menggeluti penulisan novel. Tepatnya ketika masih duduk di bangku SMP. Baru pada 1996, Mei
memutuskan untuk serius menulis novel. Novel pertama yang dirancangnya waktu itu bertajuk Konser, mengisahkan kehidupan seorang pianis. Konser baru terbit pada
Agustus 2009. Dan itu adalah buku keempat perempuan berdarah Tionghoa yang suka bermain piano tersebut. Sebelumnya Mei telah melahirkan tiga buku: Kupu-Kupu
2002, Belajar Terbang 2002, dan Layang-Layang Biru 2006. Pada 2010, Mei menerbitkan tiga novel sekaligus: Mempelai Naga, Gadis Buta dan Tiga Ekor Tikus,
Universitas Sumatera Utara
dan Sembrani. Ketiga novel ini terangkum dalam trilogi Darah Emas yang menceritakan tentang orang-orang keturunan naga yang menyelamatkan warisan budaya
Jambi. Di samping menerbitkan novel, Mei juga pernah beberapa kali menjadi
pemenang dalam Sayembara Penulisan Cerber yang diadakan oleh Majalah Femina, Jakarta. Tahun 1997, dia menjadi Pemenang I melalui karyanya ”Perahu Kertas” dan
menjadi Pemenang II melalui cerber ”Bunga Jambu” tahun 1999. Cerpennya yang berjudul ”Suami Pilihan Ayahku” juga pernah dimuat di majalah yang sama pada 28
Juni 2000. Mei pun kerap menulis sejumlah artikel nonfiksi, seperti esai populer, resensi buku, opini, dan catatan sastra, di harian lokal Jambi.
Kesibukannya sebagai ibu rumah tangga ternyata tidak mempengaruhinya menyalurkan ide-ide untuk buku terbarunya. Berbekal kertas dan pena, Mei memulai
aktivitasnya sedari pagi. Sambil mencuci pakaian, memasak, membereskan rumah, dan mengurus anak, dia terus mengembangkan ide-idenya di sela-sela pekerjaan. Jika
inspirasi datang, buru-buru dia mencatatkan ide itu ke dalam buku saku. Biasanya pekerjaan selesai pada siang hari. Saat itulah, kalau sempat, ide-ide yang sudah dicatat
disalin ke laptop. Jika tidak sempat, dia akan terus menyempurnakan ide-ide ke dalam tulisan di kertas.
Meiliana menempuh pendidikan formalnya di Jambi, mulai dari TK sampai SMA. Pernah pula bekerja di tiga bank swasta nasional dalam kurun waktu sembilan
tahun. Dia memutuskan berhenti bekerja setelah menikah dengan Bungaran Abraham Tambun, seorang pria beretnis Batak, pada tanggal 18 Mei 2002. Di samping tercatat
sebagai salah seorang PNS di salah satu instansi pemerintahan Provinsi Jambi, suaminya juga dikenal sebagai salah seorang penggiat budaya di Jambi. Bersama suami
dan ketiga buah hatinya, penggemar musik klasik dan pengagum karya-karya Mochtar Lubis, Stephen King, dan Neil Gaiman ini tinggal di sebuah perumahan sederhana di
daerah Talangbakung, Jambi.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2
Sampul Depan Trilogi Darah Emas
Mempelai Naga
Gadis Buta dan Tiga Ekor Tikus Sembrani
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3
Sampul Belakang Trilogi Darah Emas
Mempelai Naga
Gadis Buta dan Tiga Ekor Tikus Sembrani
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4 Sinopsis Trilogi Darah Emas
Buku 1: Mempelai Naga
Jambi, tahun 1987, sudah beberapa tahun dibelit pro-kontra pendirian sebuah pabrik kayu lapis, yang diduga dibangun di atas sebuah situs purbakala di Kemingking.
Rigel, seorang wartawati, berusaha membongkar konspirasi di baliknya, tetapi usahanya digagalkan secara tragis.
Sementara itu, Hartanto, pemilik pabrik, mendengar kabar buruk bahwa keluarganya akan dihabisi oleh Naga, roh yang menjaga alam. Bersama Datuk Itam,
dukun sakti komplotannya, dia memburu gadis yang menurut ramalan dipilih oleh Naga, untuk melahirkan anaknya, yang akan bertugas menghancurkan mereka semua.
Cen Cu, gadis yang dipilih oleh Naga, diselamatkan oleh seorang pemulung tua. Tetapi Hartanto dan komplotannya berhasil menemukannya dan berusaha
membunuhnya ketika dia sedang berjuang melahirkan anak sang Naga.
Buku 2: Gadis Buta dan Tiga Ekor Tikus Leng Cu, putri Cen Cu, ternyata selamat, walaupun buta. Hartanto
mengetahuinya dan berusaha membunuhnya pula. Dia diselamatkan oleh tiga ekor tikus yang sebenarnya merupakan anggota keluarga Kerajaan kemingking yang berhasil
melarikan diri —saat kerajaan diserang. Ketiga tikus itu berharap mustika Naga dapat mengubah mereka menjadi manusia kembali.
Tetapi Leng Cu, yang harus menemukan mustika Naga, tercemar oleh kekuatan jahat Datuk Itam dan berubah menjadi manusia haus kekuasaan. Dari bawah situs yang
digali oleh Rigel, gadis buta yang jelita itu mengambil mahkota kuno, yang seharusnya dikenakan oleh raja yang akan dinobatkan, kemudian menghilang.
Universitas Sumatera Utara
Buku 3: Sembrani Tiga tikus jadi-jadian berusaha menolong Leng Cu, sang Putri Naga, yang
kehilangan kendali atas dirinya akibat mengenakan mahkota rampasan dan juga tercemar oleh kekuatan jahat Datuk Itam. Dalam usaha pencariannya, mereka membajak
Sembrani, seekor kuda penarik sado yang bermimpi punya sayap dan bisa terbang. Reuben Moore, arkeolog yang membantu Rigel mengungkapkan keberadaan
situs Kemingking, ternyata sama sekali tidak seperti pengakuannya. Dia justru memiliki rencana jahat yang sudah tersusun baik, dan Hartanto, Rigel, dan Leng Cu, menjadi
penentu keberhasilan misinya.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5 Berita tentang Situs Kemingking
SITUS MUARO JAMBI
Hentikan Penimbunan Batu Bara
Senin, 28 Maret 2011 | 04:39 WIB
Muaro Jambi, Kompas - Aktivitas penimbunan batu bara kian marak di areal situs purbakala Muaro Jambi. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala mendesak Pemerintah Kabupaten Jambi untuk
menghentikan pemberian izin baru bagi perusahaan lain.
Dalam pantauan Kompas, akhir pekan lalu, aktivitas penimbunan batu bara yang berada di tepi Sungai Batanghari dilakukan oleh PT Bina Borneo Inti, PT Tegas Guna Mandiri TGM, serta pabrik pengolahan
sawit PT Sinar Alam Permai. Padahal, lokasi penimbunan itu merupakan zona inti Situs Muaro Jambi dan telah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya.
Di areal penimbunan itu bahkan terdapat sejumlah candi dan menapo tumpukan berstruktur candi, antara lain Menapo Pelayangan I dan II, Menapo China, serta ditemukan banyak keramik dan guci dari
China peninggalan abad VII hingga XIV.
Kompas mendapati Menapo China di kawasan operasional PT TGM telah digerogoti limbah cair dari penimbunan batu bara yang berjarak hanya 30 meter. Limbah bercampur air genangan hujan di kanal
mengelilingi menapo sehingga tampak seperti kubangan lumpur.
Petugas Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala BP3 Jambi di Situs Muaro Jambi, Zubaidi, mengatakan, menapo yang terbangun dari tumpukan batu bata kuno tersebut dikhawatirkan akan semakin
cepat rusak karena telah bercampur limbah batu bara.
Candi Teluk
Kerusakan juga mengancam Candi Teluk I dan Candi Teluk II di Desa Kemingking, Kecamatan Taman Rajo, yang lahannya direncanakan untuk pembangunan tempat penimbunan batu bara, minyak sawit
mentah, dan bahan bakar minyak, serta terminal peti kemas oleh PT Nusantara Bulk Terminal pada kuartal II tahun ini. Sabtu lalu, alat berat terlihat mulai melakukan pekerjaan pembangunan.
Juru Bicara BP3 Jambi Agus Widiatmoko mengatakan, pihaknya selalu memberikan rekomendasi penolakan rencana pembangunan penimbunan batu bara di kawasan tersebut, tetapi pemerintah daerah
setempat tetap memberikan izin.
Kepala Desa Kemingking Anang Fachri juga mengaku menolak rencana pembangunan terminal dan penimbunan batu bara di sekitar Candi Teluk I dan II. Pihaknya berharap candi tersebut secepatnya
dipugar agar lebih banyak wisatawan berkunjung.
Wakil Direktur PT Nusantara Bulk Hendra Atmaja mengatakan, pembangunan terminal dan penimbunan batu bara memang akan dilakukan pada kawasan peninggalan arkeologis. Namun, pihaknya menjamin
candi yang ada di sana tidak akan digilas alat berat. ITA
Sumber: www.kompas.com
Universitas Sumatera Utara
CAGAR BUDAYA
Izin Batu Bara Ditutup jika Cemari Situs
Rabu, 30 Maret 2011 | 03:44 WIB
Jambi, Kompas - Gubernur Jambi Hasan Basri Agus menyatakan akan mencabut izin usaha penimbunan batu bara dalam zona inti situs purbakala Muaro Jambi di Kabupaten Muaro Jambi. Hal itu dilakukan
apabila pihaknya memastikan bahwa aktivitas tersebut telah merusak situs.
”Kami akan lihat seberapa jauh limbah perusahaan ini telah merusak situs,” ujar Hasan Basri Agus, di Jambi, Selasa 293.
Menurut Hasan, pemberian izin industri dalam kawasan cagar budaya harus ketat, tidak boleh ada aktivitas industri yang bersifat mencemari atau merusak situs. Adapun perusahaan yang telah lama
beroperasi di sana wajib mengamankan candi ataupun menapo tumpukan bata berstruktur candi di wilayah perusahaan tersebut beroperasi.
Seperti diberitakan sebelumnya, penimbunan batu bara oleh PT Bina Borneo Inti, PT Tegas Guna Mandiri TGM, serta pabrik pengolahan sawit PT Sinar Alam Permai, berada dalam zona inti Situs
Muaro Jambi yang ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Terdapat sejumlah candi dan menapo di sana, antara lain Menapo Pelayangan I dan II, Menapo China, serta banyak keramik dan guci dari China.
Saat ini, Menapo China di kawasan operasional PT TGM di Desa Kemingking, Kecamatan Taman Rajo, terancam limbah cair berwarna hitam pekat dari penimbunan batu bara, yang berjarak hanya 30 meter.
Limbah batu bara bercampur dengan genangan air hujan di kanal yang mengelilingi menapo akan mempercepat pengeroposan bata-bata kuno di menapo tersebut.
Hasan mengaku belum mengetahui kondisi tersebut. Oleh karena itu, dia akan mengecek kawasan tersebut untuk mengetahui bagaimana pencemaran itu terjadi.
Belum tahu
Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Provinsi Jambi Daniel Chandra mengatakan akan menegur pengusaha yang aktivitas industrinya merusak Situs Muaro Jambi. Daniel mengakui selama ini mungkin
banyak pengusaha belum mengetahui bahwa dalam kawasan tersebut terdapat temuan purbakala. Oleh karena itu, pihaknya akan segera bertemu dengan instansi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala BP3
Jambi untuk mengetahui titik-titik candi dan menapo.
”Kalau para pengusaha sudah mengetahui di mana saja posisi candi dan menapo, mereka wajib mengamankannya,” ujar Daniel.
Situs Muaro Jambi seluas 2.612 hektar terletak di Kabupaten Muaro Jambi. Situs ini merupakan pusat pendidikan dan permukiman biarawan Buddha yang telah mendunia sejak abad VII hingga XIV.
Atas kemasyhuran sejarahnya, Pemerintah Indonesia mengajukan Situs Muaro Jambi sebagai warisan budaya dunia kepada UNESCO. Situs ini telah masuk daftar tentatif warisan budaya dunia pada urutan ke
5.465 pada tahun lalu.
Meskipun berada di urutan bawah, bukan tidak mungkin urutan untuk Situs Muaro Jambi dapat cepat naik apabila didukung dan dirawat oleh seluruh pihak di sekitar situs ini berada. ITA
Sumber: www.kompas.com
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6
Foto-Foto Candi di Situs Kemingking
Candi-candi yang terdapat di situs Kemingking bernama Candi Teluk I dan Candi Teluk II. Candi Teluk I secara astronomis terletak 102° 22’45”BT dan
01°24’33”LS. Keberadaan Candi Teluk ditemukan secara kebetulan pada tahun 1980, ketika sebuah buldoser yang sedang meratakan tanah untuk persiapan pabrik, menabrak
sisa bangunan kuno. Segera setelah itu, tim dari Ditlinbinjarah dan Puslitarkenas Jakarta mengadakan survei sekaligus melakukan ekskavasi untuk memperoleh keyakinan
bahwa yang ditabrak itu merupakan bagian dari bangunan kuno Candi Teluk I dan daerah tersebut ditetapkan sebagai situs purbakala. Saat ditemukan, candi ini berbentuk
menapo reruntuhan bangunan kuno
,
berupa gundukan tanah yang memiliki struktur bata kuno di dalamnya, yang sengaja dibentuk pada masa lalu, salah satunya dahulu
dipakai sebagai lokasi pemukiman.
Universitas Sumatera Utara
Candi Teluk I terletak di pinggiran bagian selatan Sungai Batanghari, tepatnya Sungai Kemingking. Ada empat buah gundukan tanah yang di identifikasi sebagai candi
induk, berdenah empat persegi dengan ukuran 20 x 20 m menghadap timur laut, candi perwara berdenah segi empat dengan ukuran 11 x 20 m, terletak di sebelah timur laut
candi induk, gapura berdenah segi delapan ukuran 11 x 5 m yang terletak di sebelah timur laut candi induk. Pagar keliling berdenah bujursangkar dan berukuran 50 x 50 m.
Universitas Sumatera Utara
Candi Teluk II ditemukan bersamaan dengan Candi Teluk I, ketika secara kebetulan pada tahun 1980, sebuah buldoser yang sedang meratakan tanah untuk
persiapan pembangunan pabrik menabrak sisa bangunan kuno. Lokasi candi ini terletak di sebelah selatan Candi Teluk I, sekitar 350 m. Candi ini berdenah bujursangkar
dengan ukuran 12 x 12 m. Lokasi candi berada di lahan terbuka yang digunakan sebagai lokasi pembakaran kayu potongan limbah pabrik.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7
Wawancara Elva Yusanti dengan Meiliana K. Tansri
Apa yang mendorong Anda untuk menjadi seorang penulis?
Pada dasarnya karena hobi. Dalam perkembangannya, banyak gejala masyarakat juga mengilhami saya untuk menulis.
Mengapa Anda lebih tertarik menulis novel daripada cerpen? Menurut saya, menulis naskah panjang lebih mudah, karena ada ruang untuk memutar
jalan cerita secara lebih luwes. Untuk cerpen, dituntut plot yang pendek dan tajam, saya merasa kurang leluasa, mungkin karena tidak terbiasa.
Ketika menciptakan sebuah novel, apakah Anda turut mempertimbangkan pembaca? Artinya, Anda juga membayangkan reaksi pembaca saat membaca novel Anda?
Tentu saja. Bukankah hasil dari sebuah karya sastra seharusnya reaksi pembaca yang menandakan adanya rasa tergugah?
Anda termasuk seorang novelis yang produktif karena telah menerbitkan tujuh buah novel dalam kurun waktu antara tahun 2002—2010, padahal Anda seorang ibu rumah
tangga. Bagaimana cara Anda membagi waktu antara mengurus rumah tangga dan menulis novel?
Produktif? Sepertinya jumlah itu belum tepat untuk menilainya. Kebanyakan naskah, saya sudah tulis lama sebelumnya, misal, Konser, mulai ditulis tahun 1996, terhenti
karena kurang ide, sebelum saya perbaiki dan kembangkan menjadi novel yang terbit tahun 2009. Trilogi Darah Emas sendiri berasal dari beberapa ide berbeda yang saya
dapat antara tahun 1995-2003, yang terus ada di ingatan atau ditulis sebagian. Untuk membagi waktu, memang sering sulit. Tapi kalau memang namanya hobi, tentu selalu
ada jalan kan? Curi-curi waktu kalau anak-anak sudah tidur, misalnya. Saya tidak selalu
Universitas Sumatera Utara
duduk di depan komputer. Lebih banyak mengarang dalam kepala dulu sebelum menuliskannya di kertas manuskrip untuk diketik kalau ada waktu senggang.
Bagaimana Anda memperoleh inspirasi dalam menulis sebuah novel? Masyarakat lingkungan sekitar adalah sumber ilham saya. Cerita-cerita tentang
kehidupan orang-orang yang saya jumpai, isu hangat di masyarakat, semua bisa jadi inspirasi untuk ide cerita.
Apakah ada tokoh atau buku yang menginspirasi Anda dalam menciptakan novel? Walaupun barangkali terdengar agak arogan, dalam menulis saya tidak terinspirasi oleh
orang lain atau buku. Tapi saya mengagumi almarhum Mochtar Lubis, dan sangat menyukai karya-karya penulis Oscar Wilde.
Trilogi Darah Emas, menurut saya, berbeda dengan novel-novel bertemakan percintaan yang pernah Anda tulis sebelumnya karena trilogi ini diangkat berdasarkan
polemik yang pernah terjadi di Jambi pada tahun 1987. Sebenarnya, apa yang melatarbelakangi penciptaan trilogi novel ini?
Hanya rasa cinta pada kampung halaman, dan keprihatinan karena orang tidak menghargai warisan budaya, semua mabuk gara-gara uang dan kapitalisme.
Bagaimana proses kreatif Anda menulis trilogi ini, apakah perlu membaca sejarah? Perlu. Tapi saya tidak menerapkan semua fakta historis. Ada banyak pembiasan untuk
keperluan komersial.
Trilogi ini berlatar belakang sosial budaya masyarakat Tionghoa dan Jambi. Seberapa jauh keterlibatan latar belakang sosiologis Anda dalam proses kreatif trilogi ini?
Sangat jauh, karena menulis tentang Cina Jambi dalam cerita ini berarti menggali masa lalu pribadi, mengingat Jambi tempo doeloe melalui cerita orangtua, mempelajari dan
mengenal kehidupan sosial-ekonomi Cina Jambi secara mendalam.
Universitas Sumatera Utara
Apakah kedua orang tua Anda orang Tionghoa asli? Ya. Kakek buyut dari pihak ayah merupakan imigran dari Cina daratan.
Apakah Anda menguasai bahasa Tionghoa? Bahasa apa yang Anda gunakan dalam berkomunikasi dengan orang tua dan keluarga Anda?
Menguasai sedikit, tapi bukan bahasa ibu. Kami dibesarkan dengan Bahasa Indonesia, tapi saya bisa berkomunikasi dalam dialek Hokkian dan sedikit Mandarin.
Pernahkah Anda berkunjung ke kampung halaman leluhur Anda? Belum pernah. Tapi ingin, kalau ada kesempatan.
Kota-kota apa saja di Indonesia yang pernah Anda kunjungi? Palembang, Lampung, Jakarta, Bogor, Sukabumi, Medan, Bengkulu, masih bisa
dihitung dengan jari tangan, ha-ha-ha…..
Apa yang Anda lakukan pada waktu senggang? Membaca buku atau menonton televisi.
Dalam wawancara dengan Tribun Jambi tanggal 31 Mei 2010, Anda mengatakan pernah bekerja di sebuah bank. Bisakah Anda menceritakan tentang pengalaman
bekerja tersebut? Sebenarnya, tiga bank swasta nasional dalam waktu yang berbeda selama 9 tahun, Bank
Lippo Cabang Muara Bungo tahun 1993, Bank Dagang Nasional Indonesia BDNI Cabang Jambi tahun 1994-1998, Bank Mega Cabang Gatot Subroto, Jambi tahun 2001-
2002. Pengalaman kerja saya tidak ada istimewanya, tapi saya cukup menikmati kesempatan mengepalai Departemen Ekspor-Impor di BDNI.
Apa yang menjadi alasan Anda lebih memilih dunia tulis-menulis daripada bekerja di kantoran?
Universitas Sumatera Utara
Saya menulis full-time sebenarnya ‘kecelakaan’ yang berbuah amat manis. Tapi alasan berhenti bekerja selain karena bank-nya ditutup Lippo dan BDNI, juga karena
berkeluarga.
Mengapa Anda memilih judul Darah Emas untuk trilogi novel ini. Apakah judul itu mempunyai keterkaitan dengan masyarakat Tionghoa-Jambi?
Semata-mata ide kreatif. Dalam cerita, mereka yang disebut darah emas tidak hanya etnis Tionghoa. Salah satunya Nyai Sati Buku 1.
Trilogi ini juga menempatkan Naga sebagai penjaga langit dan bumi. Sejauh mana mitos Naga ini berpengaruh dalam kehidupan etnis Tionghoa?
Naga sangat berpengaruh dalam kehidupan orang Tionghoa. Dalam kepercayaan asli leluhur, liong, naga huruf kecil adalah roh yang berkuasa atas air. Naga huruf besar,
nama dalam cerita ini adalah kiasan.
Sepengetahuan saya, dalam keyakinan etnis Tionghoa, naga digambarkan sebagai makhluk serba bisa dan memiliki kekuatan yang luar biasa. Akan tetapi, dalam Darah
Emas, naga melakukan pembalasan terhadap musuh-musuhnya bukan melalui tangannya sendiri, melainkan melalui keturunan-keturunannya yang berjenis kelamin
perempuan. Mengapa demikian? Secara logis saja, kalau makhluk seperti itu tiba-tiba muncul dan memporak-porandakan
Jambi, tentu ceritanya jadi aneh dan sama sekali tidak masuk akal, walaupun mungkin saja berhasil kalau dicoba. Di sini ada semacam pendelegasian, karena kehadiran Naga
untuk membereskan segala sesuatu pasti akan merusak keseimbangan alam semesta. Lagipula, kalau langsung-langsung saja, nggak jadi cerita dong
Bagaimanakah posisi perempuan dalam sosial budaya etnis Tionghoa? Khas masyarakat Timur. Pada dasarnya dianggap warganegara kelas dua, walaupun
sekarang sudah banyak yang berubah pendapat. Dulu punya anak perempuan dianggap tidak berguna, tapi sekarang banyak orang sudah mengerti, bahwa justru anak
perempuan yang lebih berbakti pada orangtua.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Mempelai Naga, Anda begitu detail menggambarkan kehidupan etnis Tionghoa yang berprofesi sebagai petani di daerah Kumpeh. Apakah Anda memiliki keterikatan
emosional dengan daerah tersebut? Tidak. Tapi saya selalu senang mendengar cerita-cerita orang tua tentang kehidupan
bertani.
Penggunaan nama-nama tokoh beretnis Tionghoa yang memakai abjad ”A” di depannya, misalnya A Lung, A Ming, atau A Hai, apakah berkaitan dengan status
sosial? A pada A Lung, A Ming, dan seterusnya, berarti si anu. Nama orang Cina terdiri
dari 2 atau 3 karakter huruf kanji, huruf pertama marga, huruf kedua pangkat tidak
selalu ada huruf terakhir nama kecil yang bersangkutan. Misal: Tan Tiauw Lam: marga Tan; pangkat diambil dari urutan kata dalam sajak kuno leluhur untuk marga
bersangkutan, bisa menunjukkan hitungan silsilah Tiauw; nama kecil Lam, biasa
dipanggil A Lam.
Bagaimana pula dengan kata sapaan seperti ”A Hia” dan ”Tua Hia”, apakah berbeda berdasarkan status sosialnya?
A-hia: A sama dengan pada nama, hia= abang. Tua= besar, sebutan untuk yang dituakan, Tua-hia= biasa untuk menyebut bosmajikan yang dianggap paling tinggi
pangkatnya.
Nama-nama tokoh seperti Mnem, Noakh, Akyg, Ruura, dan Yaath-Urig cukup unik dan asing di telinga. Apakah nama-nama tersebut memiliki makna tersendiri?
Tidak. Sekadar nama.
Kepiawaian Anda dalam merangkai bahasa terlihat dalam beberapa gaya bahasa, seperti simile dan
metafora yang Anda ciptakan dalam trilogi ini. Anda tidak menggunakan gaya bahasa yang umum digunakan orang, tetapi menciptakan sesuatu
yang khas dan unik. Contohnya, ”rambutnya yang panjang dan berwarna seperti tembaga bergelombang”;”bulan seperti sepotong kuku keemasan di langit”; ”seperti
Universitas Sumatera Utara
stek batang singkong yang ditancapkan ke tanah”; ”seperti nenek baik hati yang membukakan pintu rumahnya”. Bagaimana Anda menciptakan gaya bahasa
perbandingan tersebut? Bisa aja... latihan-latihan-latihan...ha-ha-ha...
Anda juga mahir berbahasa Inggris seperti yang tercermin dalam beberapa dialog antara Rigel dan Reuben Moore. Dari manakah Anda memperoleh pengetahuan
berbahasa Inggris? Dari sekolah dan...latihan-latihan-latihan... kebetulan dibiasakan keluarga, banyak buku
warisan kakek bahasa Inggris.
Saya melihat, ada beberapa kritikan yang Anda sampaikan dalam trilogi ini, misalnya, ”Pejabat berwenang hanya berpikir untuk memihak siapa yang bakal lebih
menguntungkan pemerintah daerah –dan dirinya sendiri”; ”PNS Kota yang biasanya berpengetahuan pas-pasan”; ”dikandangkan atas nama pelestarian hanya karena
manusia tidak mampu menahan dirinya”. Bagaimana tanggapan Anda? Memang kritik. Kiranya diterima untuk membangun.
Dalam novel ini Anda berusaha mengangkat kearifan lokal, seperti pelestarian temuan purbakala, pelestarian satwa langka, dan hubungan antaretnis di Jambi. Bagaimana
pandangan Anda terhadap kearifan lokal yang ada di Jambi? Secara alamiah orang Jambi masih sangat sederhana, walaupun cukup banyak yang
secara perorangan menonjol di bidang intelektual. Saya sangat menghargai mereka, Anda perhatikan tokoh Kemas Ramli dan Datuk Itam. Untuk kearifan lokal, orang
Jambi masih perlu banyak belajar. Dari orangtua, dari orang luar, dari berbagai sumber. Generasi muda Jambi perlu diberi bekal pengetahuan sosial setempat, khususnya belajar
mengenal diri sendiri dan keluarga, misalnya dengan menelusuri silsilah keluarga. Dengan demikian, mereka belajar tahu siapa dirinya, mengenal siapa saja keluarganya,
baru bisa menghargai budaya tempat dia lahir dan dibesarkan, dan punya kesadaran untuk melestarikannya.
Universitas Sumatera Utara
Anda dilahirkan dan dibesarkan di Kota Jambi, kota yang berpenduduk multietnis. Bagaimana Anda mendeskripsikan keharmonisan hubungan antaretnis di Jambi?
Hubungan multietnis di Jambi sangat erat dan unik. Dari keluarga saya sendiri banyak paman dan bibi yang menikah dengan orang Melayu asli Jambi, sehingga sama seperti
kebanyakan penduduk peranakan Jambi, agama dan budaya dalam keluarga besar sangat beraneka ragam. Tapi tali silaturahmi terjalin dengan baik, misalnya kunjungan
dalam hari-hari raya antaragama selalu rutin dilakukan. Keadaan ini merupakan gambaran lazim dari terpeliharanya kerukunan antaretnis di Jambi.
Bagaimana pandangan dan harapan Anda mengenai warisan budaya di Provinsi Jambi?
Saya sungguh berharap bahwa orang Jambi akan belajar untuk lebih menghargai budaya sendiri, sebagai penghubung diri manusia dengan alamnya dan penciptanya. Manusia
adalah perpanjangan tangan Sang Pencipta, dan hanya dengan selalu memelihara hubungan dengan-Nya, maka manusia bisa mencipta dan hasil ciptaannya memiliki
nilai.
Universitas Sumatera Utara