Pengaruh struktur modal dan manajemen laba terhadap pajak penghasilan badan terutang (Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014)

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

ANDY AZHARI NIM 1111046100106

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

Oruvrsr u,uoNoxtr)

rvrvruvnw

ronrs wvuooud

HYTUVAS NYYNVflUfld ISYUINflSNOX

ro0zzt600z60r U.t6I'drN

IS'W "fl'S'BIIauIY B{lrf,

IsdF{S Surqurrqtusd ueso6l

90IOOI9TOIIII : WIN IUYHZY AONY

: qslo

(r(S'g'S) qu;rudg lutouo{f, uuu[rug rulag

qalo.radurel,X 1zru,{5 ntBS qEIuS Iqnueuetr{ {n}un uu4n[u1q ISdIU)IS

@tOZ-ttOZ unqel ersauopq {oJg €srng Ip

eletsg IBoU uep,(gador4 roDIeS qepe.(g {oJg rBUBC }lqreued uwgzsrued eped Ipn]S)

CNYINUSI NY(VS NY-IISYHCNf,d XVfYd

dYOYHUUJ YgY'I Nf,I ISfYNYIAI NV(I TY(IOru UNIXNUIS HNUYONSd


(3)

(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Nama : Andy Azhari NIM : 1111046100106

Program Studi : Muamalat (Ekonomi Islam) Konsentrasi : Perbankan Syariah

Instansi : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta

Judul Skripsi : Pengaruh Struktur Modal dan Manajemen Laba terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang (Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014).

Menyatakan dengan sesungguhnya dan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya buat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri, kecuali apabila dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan milik orang lain. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa adanya paksaan dan tekanan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jakarta, Oktober 2015

Andy Azhari


(5)

v

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menganalisis apakah long term debt to asset ratio, debt to equity ratio dan manajemen laba secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan penerbit daftar efek syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2014. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan menggunakan software SPSS versi 20.0.

Hasil pengujian secara simultan atau uji F dihasilkan bahwa long term debt to asset ratio, debt to equity ratio dan manajemen laba secara bersama-sama berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang pada taraf signifikansi 0,001 dengan alpha 5% atau 0,001 < 0,05. Selanjutnya untuk pengujian secara parsial atau uji t dari ketiga variabel independen ditemukan bahwa hanya variabel Long Term

Debt to Asset Ratio yang berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap variabel

dependen Pajak Penghasilan Badan Terutang pada taraf signifikansi 0,023 dengan alpha 5% atau (0,023 < 0,05). Sedangkan variabel Debt to Equity Ratio dan variabel Manajemen Laba secara parsial tidak berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang perusahaan.

Kata Kunci : Long term debt to asset ratio, debt to equity ratio, manajemen laba dan pajak penghasilan badan terutang


(6)

vi

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW sebagai uswatun

khasanah dalam hidup ini yang telah menuntun umatnya dari alam kegelapan menuju

ke alam yang terang benderang.

Alhamdulillah, penelitian skripsi yang berjudul “Pengaruh Struktur Modal dan Manajemen Laba terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang (Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014)” telah dapat penulis selesaikan. Penulisan karya ilmiah dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Merupakan suatu kehormatan bagi penulis untuk mempersembahkan yang terbaik kepada almamater, kedua orang tua, seluruh keluarga dan pihak-pihak yang telah ikut andil dalam penyelesaian skripsi ini. Sebagai bentuk penghargaan, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A dan Bapak Abdurrauf, Lc, M.A, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Erika Amelia S.E,. M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu serta memberikan arahan dengan penuh kesabaran dan memberikan masukan yang sangat bermanfaat demi terselesaikannya skripsi ini


(7)

vii

dengan baik. Terimakasih banyak Bu atas segala ilmu bermanfaat yang telah diberikan kepada saya, semoga amal kebaikannya dibalas oleh Allah SWT. 4. Segenap dosen dan staf akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

5. Orangtua tercinta, Bapak Achmad Ghozali dan Ibu Inah Maryanah atas segala limpahan kasih sayang, doa beserta dukungan yang tiada pernah henti-hentinya untuk saya. Terima kasih atas segala perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukan demi pendidikan saya selama ini. Terimakasih bapak dan ibu, tanpa kalian skripsi ini bukanlah apa-apa.

8. Yella Novela Dara Amelia, terima kasih atas segala kebaikan-kebaikan dan dorongan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Semoga sukses selalu dalam menggapai cita-citanya.

9. Teman-teman seperjuangan perbankan syariah 2011, terimakasih untuk kebersamaannya selama ini. Semoga perjuangan kita akan berbuah manis dan sukses untuk kita semua.

7. Sahabat terbaik penulis selama menjalani kuliah di UIN Jakarta, untuk Ahmad Syaugi “Amechenko” terimakasih untuk sharing atas segala ilmu-ilmunnya terkait pelajaran, persahabatan dan termasuk juga seputar problematika percintaan, hehe, dan Rahmad Abdillah “Bos” (teman yang selalu jadi objek canda tawa), hehe becanda boss. Terima kasih broo untuk persahabatan dan kebersamaannya. Sukses selalu untuk kita, Amin Ya Allah.

6. Kakak saya: “Imran Rosyadi S.Sos., MM” beserta istri “Rusbiantari S.E” dan si endut “Raffa”. Kakak “Nurfadillah” beserta suami “Suhandi” dan putranya “Adit”. Beserta adik penulis yang tercantik “Annisa Amalia”. Terimakasih untuk kehangatan keluarga yang diberikan, dukungan dan segala motivasi yang diberikan untuk penulis.


(8)

viii

10. Serta seluruh pihak yang telah berjasa namun belum mampu penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk segala bantuannya, semoga kebaikan kalian dibalas dengan pahala yang berlimpah oleh Allah SWT. Amin..

Semoga Allah SWT dengan ridho-Nya membalas segala kebaikan dengan pahala yang berlipat ganda. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah berusaha dengan semaksimal mungkin memberikan yang terbaik. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap adanya saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini. Demikian skripsi ini penulis buat, semoga bermanfaat untuk masyarakat luas dan menambah ilmu pengetahuan. Amin.

Jakarta, Oktober 2015

Andy Azhari


(9)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SIDANG ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 7

1. Pembatasan Masalah ... 7

2. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1. Tujuan Penelitian ... 8

2. Manfaat Penelitian ... 9

D. Review Studi Terdahulu ... 10

E. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 14

F. Sistematika Penulisan ... 16


(10)

x

A. Pasar Modal Syariah ... 17

1. Pengertian Pasar Modal Syariah ... 17

2. Prinsip-Prinsip Pasar Modal Syariah ... 18

3. Saham Syariah ... 19

B. Konsep Modal ... 22

C. Struktur Modal ... 22

1. Pengertian Struktur Modal ... 22

2. Rasio Struktur Modal ... 23

3. Komponen Struktur Modal ... 24

4. Teori Struktur Modal... 25

5. Faktor Penentu Struktur Modal ... 29

D. Manajemen Laba ... 33

1. Pengertian Manajemen Laba ... 33

2. Motivasi Manajemen Laba ... 34

3. Pola Manajemen Laba ... 37

4. Teknik Manajemen Laba... 38

5. Teknik Pendeteksian Manajemen Laba ... 40

E. Pajak Penghasilan... 42

1. Pengertian Pajak Penghasilan ... 42

2. Subjek Pajak Penghasilan ... 43

3. Objek Pajak Penghasilan ... 46


(11)

xi

F. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis Penelitian...51

BAB III METODE PENELITIAN ... 55

A. Metode Penelitian... 55

B. Metode Penentuan Sampel ... 56

C. Metode Pengumpulan Data ... 59

D. Definisi Operasional Variabel ... 59

1. Variabel Terikat (Dependent Variabel) ... 60

a. Pajak Penghasilan Badan Terutang ... 60

2. Variabel Bebas (Independent Variabel) ... 60

a. Long Term Debt to Asset Ratio ... 60

b. Debt to Equity Ratio ... 61

c. Manajemen Laba ... 61

E. Teknik Analisis Data ... 63

1. Statistik Deskriftif ... 63

2. Uji Asumsi Klasik ... 64

a. Uji Normalitas ... 64

b. Uji Multikolinieritas ... 65

c. Uji Heteroskedastisitas ... 66

d. Uji Autokorelasi ... 66

3. Analisis Regresi Berganda ... 68

4. Uji Hipotesis ... 70


(12)

xii

b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ... 70

c. Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik t) ... 71

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 72

A. Penemuan dan Pembahasan ... 72

1. Analisis Statistik Deskriptif ... 72

B. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 74

1. Hasil Uji Normalitas ... 74

a. Melalui Uji Histogram & Kurva Normal P-Plot ... 74

b. Melalui Uji Kolmogorov-Smirnov Test ... 76

2. Hasil Uji Multikolinieritas ... 77

3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 78

4. Hasil Uji Autokorelasi... 80

C. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 81

1. Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 81

2. Hasil Uji Hipotesis ... 82

a. Uji Signifikansi Simultan (F-Test) ... 82

b. Uji Signifikansi Parsial (t-test) ... 83

BAB V PENUTUP ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 94 LAMPIRAN


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Review Studi Terdahulu... 11

Tabel 3.1 Kriteria Pemilihan Sampel ... 57

Tabel 3.2 Daftar Sampel Perusahaan ... 58

Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ... 72

Tabel 4.2 One-SampleKolmogorof-Smirnov Test ... 77

Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas ... 78

Tabel 4.4 Hasil Uji Run test ... 80

Tabel 4.5 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 81

Tabel 4.6 Hasil Uji Simultan (F-Test) ... 82


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran...15

Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Histogram Normal Curve...75

Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Grafik P-P Plot...76


(15)

1

A. Latar Belakang Masalah

Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan yang bersumber dari sektor pajak dilakukan melalui perluasan wajib pajak, perluasan objek pajak, perubahan tarif pajak dan penegakan hukum dibidang perpajakan. Dengan perluasan wajib pajak dan objek pajak maka semua pihak: negara dan institusi bisnis maupun non bisnis mempunyai kepentingan untuk mengetahui dan memahami cara-cara menghitung, melaporkan, serta menyetorkan kewajiban pajaknya. Apabila wajib pajak melakukan kesalahan perhitungan dan pembayaran pajak maka akan menghadapi sanksi administratif atau sanksi pidana. Ada dua kemungkinan kesalahan yang terjadi dalam perhitungan dan pembayaran pajak, kemungkinan pertama karena ketidaktahuan dan kemungkinan lain adalah karena unsur kesengajaan atau kecurangan untuk melakukan penghindaran pajak.1

Tahun 2013 merupakan tahun dimana pemerintah mulai gencar-gencarnya melakukan penggalian sektor pajak yang potensial untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak, dan salah satu yang menjadi perhatian khusus adalah di sektor property dan real estate. Seperti yang diungkapkan oleh Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan (PKP), mulai tahun 2013 Ditjen Pajak fokus ke sektor properti secara nasional. Ditjen Pajak akan melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang


(16)

bergerak di sektor properti. Hal tersebut tak lepas dari adanya potential loss penerimaan pajak menurut hasil penelitian awal Ditjen Pajak. Potential loss tak lepas dari tidak dilaporkannya transaksi sebenarnya dari proses jual-beli tanah maupun bangunan termasuk properti, real estate dan apartemen.2

Ditinjau dari segi ekonomi, pajak merupakan alat pemindahan sumber daya dari sektor privat (perusahaan) ke sektor publik. Pemindahan sumber daya tersebut akan mempengaruhi daya beli (purchasing power) atau kemampuan belanja (spending power) sektor privat. Oleh karena itu, agar tidak terjadi gangguan terhadap jalannya aktivitas perusahaan, maka pemenuhan kewajiban perpajakan harus dikelola secara baik. Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Namun bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang dapat mengurangi laba bersih atau keuntungan perusahaan. Berdasarkan perbedaan kepentingan yang terjadi antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan perusahaan selaku pihak pembayar pajak, tidak dapat dipungkiri bahwa indikasi praktik-praktik guna menghindari pembayaran pajak yang besar memang nyata terjadi dilakukan oleh perusahaan selaku wajib pajak.

Terdapat beberapa cara yang umum ditempuh perusahaan dalam rangka meminimalisir beban pajak secara legal yang masih diperbolehkan sesuai dengan

2 Nidia Zuraya, “Penerimaan Pajak Hilang, Ditjen Pajak Awasi WP Sektor Properti”, artikel diakses pada 22 September 2014 dari www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/penerimaan-pajak-hilang-ditjen-pajak-awasi-wp-sektor-properti.


(17)

peraturan perpajakan yang berlaku. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan memainkan kebijakan leverage atau tingkat penggunaan hutang. Perusahaan dapat menyiasatinya melalui teknik keuangan dengan memanfaatkan kebijakan penggunaan hutang dalam mendanai aktivitas operasionalnya yang tertuang dalam komposisi struktur modal perusahaan.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyatakan banyak perusahaan yang melakukan rekayasa utang untuk mengurangi besaran pajaknya. Salah satu cara yang digunakan yaitu memperbesar utang sehingga bunga utang besar dan beban pajaknya menurun..3

Penggunaan hutang oleh perusahaan akan menimbulkan biaya bunga yang harus dibayarkan secara periodik kepada kreditur atau investor obligasi. Peraturan perpajakan memperlakukan biaya bunga sebagai bagian dari biaya usaha. Oleh karena itu, semakin besar bunga hutang perusahaan maka pajak yang terutangnya akan menjadi lebih kecil karena bertambahnya unsur biaya usaha.Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 6 ayat (1) a UU Nomor 17 tahun 2000 yang menyatakan bahwa biaya bunga dapat menjadi unsur pengurang penghasilan kena pajak. Dalam situasi tertentu, keadaan inilah yang dapat mendorong adanya penggunaan utang yang semakin besar di dalam komponen struktur modal perusahaan.

3 Ramdhania El Hida, “Dirjen Pajak: Banyak Perusahaan Rekayasa Utang Untuk Kurangi Pajak”, artikel diakses pada 22 September 2014 dari http://finance.detik.com/dirjen-pajak-banyak-perusahaan-rekayasa-utang-untuk-kurangi-pajak.


(18)

Berbeda dengan perusahaan yang berlabel sebagai emiten non syariah di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada perusahaan yang tergolong sebagai penerbit daftar efek syariah yang sahamnya masuk dalam kategori Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), penghindaran beban pajak dengan cara memanfaatkan kebijakan hutang berbunga dalam komposisi struktur modal akan terbatasi dengan adanya peraturan Bapepam dan LK Nomor: Kep-208/BL/2012 yang hingga saat ini masih diimplementasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tentang kriteria dan penerbitan daftar efek syariah, dimana salah satu poinnya mengatur besaran rasio total hutang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak boleh melebihi dari 45% bagi emiten yang sahamnya dikategorikan sebagai saham syariah.

Implikasi dari penerapan peraturan tersebut adalah adanya pembatasan dalam hal penggunaan hutang berbunga pada emiten syariah di BEI. Imbasnya teknik penghindaran pajak secara legal (tax avoidance) melalui hutang dengan maksud memanfaatkan biaya bunga pinjaman sebagai tax deductible akan terbatasi dengan adanya peraturan tersebut.

Selain memanfaatkan kebijkan bunga atas hutang yang dapat dijadikan pengurang pajak, cara lain yang juga kerap ditempuh perusahaan dalam rangka menyiasati sebuah peraturan perpajakan yang terasa kurang menguntungkan bagi perusahaan adalah dengan cara melakukan praktik manajemen laba guna merekayasa angka laba yang dijadikan sebagai dasar pengenaan penghasilan kena pajak.


(19)

Perpajakan dapat menjadi motivasi bagi manajer untuk melakukan manajemen laba, yaitu dengan cara memperkecil taxable income dalam rangka mengurangi pajak.4 Manajemen laba adalah upaya untuk mengubah, menyembunyikan dan merekayasa angka-angka dalam laporan keuangan dengan memainkan metode dan prosedur akuntansi yang digunakan perusahaan.5 Kesenjangan informasi terkadang mendorong manajer untuk berperilaku oportunist dalam mengungkapkan informasi mengenai perusahaan. Manajer hanya akan mengungkapkan suatu informasi tertentu jika ada manfaat yang diperolehnya, apabila tidak ada manfaat yang bisa diperoleh, manajer cenderung akan menyembunyikan atau menunda pengungkapan informasi, bahkan kalau diperlukan manajer akan mengubah informasi tersebut.

Fenomena manajemen laba yang berkaitan dengan kasus pajak pernah terjadi di Indonesia yang dilakukan oleh Grup Bakrie, salah satunya adalah Kasus PT. Kaltim Prima Coal (KPC) yang merupakan salah satu perusahaan tambang batu bara milik Grup Bakrie selain PT. Bumi Resources Tbk dan PT. Arutmin Indonesia yang diduga terkait tindak pidana pajak tahun 2007. Dimana KPC diduga (setelah penyelidikan) oleh Ditjen Pajak memiliki kurang bayar sebesar Rp 1,5 triliun dan ditemukan adanya indikasi tindak pidana pajak berupa rekayasa penjualan yang dilakukan oleh KPC pada tahun 2007 untuk meminimalkan pajak. Hal inilah yang

4 William R Scoot, Financial Accounting Theory 2nd Edition. (Scarrborough Ontario: Prentice Hall Canada Inc, 2000), h.361

5 Sri Sulistyanto, Manajemen Laba - Teori dan Model Empiris (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h.15


(20)

dapat menimbulkan praktek manajemen laba yang berhubungan dengan pajak dalam merekayasa aktifvitas operasional dari sisi pengakuan pendapatan dan beban untuk tujuan meminimalkan pajak yang dibayar.6

Undang-undang pajak penghasilan menentukan jenis-jenis penghasilan sebagai obyek pajak, namun pada umumnya penghasilan yang dinyatakan sebagai obyek pajak tidak secara spesifik mengatur saat pengakuan pendapatan dan biaya terkait. Dalam beberapa hal, wajib pajak mempunyai kebebasan di dalam membuat kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan penentuan saat pengakuan pendapatan dan biaya, meskipun kebijakan akuntansi yang telah ditetapkan harus diterapkan secara taat asas atau konsisten dari tahun ke tahun. Berbagai metode akuntansi digunakan pihak manajemen dalam rangka penghematan pajak.7 Celah inilah yang dapat membuka peluang bagi manajemen untuk melakukan upaya-upaya untuk menunda atau mempercepat pengakuan pendapatan dan biaya, sehingga dapat menekan jumlah pajak yang akan dibayarkan.8

6 Hidayani, “Pengaruh Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. Earnings Management (Studi Kasus Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Pendidikan Indonesia, 2013), h.3

7 William R Scoot, Financial Accounting Theory 2nd Edition. (Scarrborough Ontario: Prentice Hall Canada Inc, 2000), h.359

8 Lilis Setiawati dan Na’im, “Manajemen Laba” (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 2001), h.159


(21)

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dengan ini penulis bermaksud untuk melakukan penelitian skripsi dengan mengangkat judul “Pengaruh Stuktur Modal dan Manajemen Laba Terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang”. Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, agar permasalahan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas, maka penulis memfokuskan dan membatasi penelitian pada: Indikator struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan proksi Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR) dan Debt to Equity Ratio (DER). Perhitungan yang digunakan peneliti sebagai proksi manajemen laba dilakukan dengan pendeteksian melalui model yang dikembangkan oleh Friedlan (1994). Pajak Penghasilan yang digunakan dalam penelitian ini dilihat dari angka Pajak Penghasilan Badan Terutang atau pajak kini yang tercantum dalam laporan keuangan perusahaan. Penelitian ini mengambil sampel perusahaan yang tercatat sebagai penerbit daftar efek syariah atau saham syariah sektor property dan real estate di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2014.


(22)

2. Perumusan Masalah

Untuk mengangkat permasalahan yang dibahas dalam penelitian skripsi ini, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

a) Apakah Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR) berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang?

b) Apakah Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang?

c) Apakah manajemen laba berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang?

d) Apakah Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan manajemen laba secara simultan berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris mengenai:

a) Pengaruh Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR) terhadap pajak penghasilan badan terutang.


(23)

b) Pengaruh Debt to Equity (DER) terhadap pajak penghasilan badan terutang. c) Pengaruh manajemen laba terhadap pajak penghasilan badan terutang.

d) Pengaruh simultan Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan manajemen laba terhadap pajak penghasilan badan terutang. 2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait dengan topik penelitian, diantaranya:

a) Bagi Pemerintah.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah khususnya direktorat jenderal pajak untuk mengeluarkan regulasi terkait besaran maksimal penggunaan struktur modal perusahaan yang berasal dari dana eksternal berupa hutang yang berbunga terkait untuk kepentingan pajak. Selain itu untuk meminimalisir praktik manajemen laba, pemerintah dapat mengeluarkan peraturan yang ketat terkait penerapan transparansi dalam laporan keuangan dan berupa sanksi tegas terhadap perusahaan yang melakukan penyimpangan terkait pelaporan keuangannya.


(24)

b) Bagi Perusahaan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil keputusan keuangannya, terutama dalam menentukan struktur modal yang efisien dan profitable namun tanpa mengabaikan aspek resiko dan etika bisnis yang bermoral.

c) Bagi Akademisi

Sebagai referensi guna mempermudah akademisi dalam mempelajari manajemen keuangan perusahaan dan mengenai konsep perpajakan.

d) Bagi Peneliti

Untuk memperdalam pengetahuan penulis, terutama yang berkaitan dengan struktur permodalan perusahaan, manajemen laba dan sistem perpajakan.

D. Review Studi Terdahulu

Berdasarkan pengamatan dan pengkajian yang telah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan dan penelitian-penelitian terdahulu tekait tema, penulis menemukan referensi untuk mengembangkan dan mendukung kelancaran penulisan skripsi ini. Adapun studi terdahulu yang menjadi acuan dalam penulisan skripsi ini adalah:


(25)

(26)

(27)

(28)

E. Kerangka Pemikiran Penelitian

Pajak merupakan salah satu kewajiban perusahaan sebagai wajib pajak yang dapat dipaksakan dengan Undang-undang dan merupakan pengorbanan sumber daya ekonomis yang tidak memberikan imbalan (kontraprestasi) secara langsung bagi perusahaan. Sistem perpajakan di Indonesia menggunakan sistem “Self Assessment” khususnya pajak penghasilan dalam hal ini untuk penentuan jumlah besarnya pajak terhutang ditentukan oleh wajib pajak sendiri. Salah satu cara untuk mencapai efesiensi perhitungan kewajiban pajak yang dibayar oleh perusahaan adalah dengan melakukan manajemen pajak.

Berdasarkan hal tersebut penulis menduga ada indikasi manajemen pajak dalam upaya meminimalkan pajak penghasilan yang dilakukan oleh perusahaan selaku wajib pajak dengan memanfaatkan kebijakan keuangan dan peraturan perpajakan. Seperti dalam hal penentuan kebijakan struktur permodalan perusaahaan yang dominan menggunakan hutang untuk tujuan mendapatkan biaya bunga sebagai pengurang pajak. Sampai dengan melakukan praktik manajemen laba untuk memanipulasi angka laba yang akan dikenakan sebagai dasar perhitungan laba kena pajak. Secara singkat kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat disajikan dalam gambar 1.1 sebagai berikut:


(29)

Gambar 1.1

Kerangka Pemikiran

Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia

Tahun 2013 - 2014

Annual Report Emiten Tahun 2013 -2014

Variabel Independen : X1 : LDAR

X2 : DER X3 : Manajemen Laba

Variabel Dependen : Pajak Penghasilan

Badan Terutang

Analisis Regresi Linier Berganda

Uji Asumsi Klasik & Uji Hipotesis


(30)

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penelitian ini, maka disusun sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN :

Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Studi Terdahulu, Kerangka Pemikiran Penelitian dan Sistematika Penelitian.

BAB II LANDASAN TEORI :

Pasar Modal Syariah, Konsep Modal, Struktur Modal, Manajemen Laba dan Teori Pajak, Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis.

BAB III METODE PENELITIAN :

Metode Penelitian, Definisi Operasional Variabel Penelitian, Uji Asumsi Klasik dan Uji Hipotesis Analisis Regresi Berganda.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN :

Intepretasi hasil Analisis Statistik Deskriptif, Uji Asumsi Klasik dan Uji Hipotesis Regresi Linier Berganda.

BAB V PENUTUP : Kesimpulan dan Saran.


(31)

17 A. Pasar Modal Syariah

1. Pengertian Pasar Modal Syariah

Pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar yang memperjualbelikan berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka pendek, menengah maupun jangka panjang, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri yang diterbitkan oleh perusahaan swasta. Pasar modal (capital market) mempertemukan pemilik dana (supplier of fund) dengan pengguna dana (user of fund) dengan tujuan investasi

jangka menengah (midle term investment) dan investasi jangka panjang (longe term

investment). Kedua pihak melakukan jual beli modal yang berwujud efek. Pemilik dana menyerahkan sejumlah dana dan penerima dana (perusahaan terbuka)

menyerahkan bukti kepemilikan berupa efek.1

Sementara itu, pasar modal yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah dapat disebut sebagai pasar modal syariah.2 Pengertian ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Heri Sudarsono yang mendifinisikan

1 Muhammad Nasarudin Irsan dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia

(Jakarta: Kencana, 2007), h.291

2 Burhanuddin Susanto, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu,


(32)

pasar modal syariah sebagai pasar modal yang instrumen-instrumen di dalamnya berprinsipkan syariah.3

Dengan mengacu pada pengertian tersebut, dapat dimengerti bahwa terdapat perbedaan antara kegiatan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional. Secara umum perbedaan tersebut dapat dilihat pada landasan akad-akad yang digunakan dalam transaksi atau surat berharga yang diterbitkannya. Dalam pasar modal syariah, apabila suatu perusahaan ingin mendapatkan pembiayaan melalui penerbitan surat berharga, maka perusahaan yang bersangkutan sebelumnya harus memenuhi kriteria penerbitan efek syariah.4

2. Prinsip-Prinsip Pasar Modal Syariah

Prinsip syariah merupakan kesesuaian dengan sistem syariah yang ada yang meliputi tidak diperkenankan bertransaksi barang dan jasa yang diharamkan seperti riba, maysir dan gharar. Oleh karena itu, jika ada perusahaan atau bank umum yang membuat atau mendistribusikan barang atau jasa yang haram, maka tidak termasuk dalam (daftar) pasar modal syariah.5

Adapun prinsip pasar modal syariah adalah:6

3 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan Ilustrasi

(Yogyakarta: Ekonisia, 2004), h.199

4 Burhanuddin Susanto, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, h.131-132. 5Ibid., h.131

6 Yani Mulyaningsih, Kriteria Investasi Syariah dalam Konteks Kekinian (Yogyakarta: Kreasi


(33)

a. Instrumen atau efek yang diperjualbelikan harus sejalan dengan prinsip syariah yang terbebas dari unsur riba, maysir dan gharar (ketidakpastian). b. Emiten yang mengeluarkan efek syariah baik berupa saham ataupun sukuk

harus mentaati semua aturan syariah.

c. Semua efek harus berbasis pada harta atau transaksi riil, bukan mengharapkan keuntungan dari kontrak utang piutang.

d. Semua transaksi tidak mengandung gharar atau spekulasi.

Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak boleh disalurkan kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan. Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi dan lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan.

Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Tidak ada unsur riba, tidak bersifat spekulatif atau judi dan semua transaksi harus transparan, diharamkan adanya insider trading.

3. Saham Syariah

Instrumen atau surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek syariah berbentuk penyertaan modal kepemilikan atau saham dan sukuk. Penyertaan modal atau saham merupakan salah satu bentuk penanaman modal pada suatu entitas (badan usaha) yang dilakukan dengan menyetorkan sejumlah dana tertentu dengan tujuan


(34)

untuk menguasai sebagian hak pemilikan atas perusahaan. Pemegang saham atau investor mendapatkan hasil melalui pembagian deviden dan capital gain. Perusahaan

penerbit saham pada umumnya berbentuk Perseroan Terbatas (PT).7

Saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau yang biasa disebut emiten. Saham menyatakan bahwa pemilik sebagian dari perusahaan itu. Dengan demikian kalau seseorang investor membeli saham, maka ia pun menjadi pemilik atau pemegang saham perusahaan.8 Regulasi tentang saham diatur dalam pasal 40,41,42 KUHD.

Pemegang saham mempunyai hak untuk menuntut dividen (return) dan hak-hak lain

yang diberikan oleh anggaran dasar perseroan.9

Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut diterbitkan oleh:10

1) Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran

dasarnya bahwa kegiatan usaha emiten dan perusahaan publik tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

2) Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran

dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak

7 Muhammad Nafik HR, Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta: Serambi, 2009), h.224 8 Sawidji Widoatmojo, Cara Cepat Memulai Investasi Saham: Panduan Bagi pemula,

(Jakarta: Gramedia, 2004), h.39

9 Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), h.93

10 Otoritas Jasa Keuangan, “Pasar Modal Syariah”, artikel diakses pada 4 April 2015 dari http://www.ojk.go.id/sharia-capital-id


(35)

bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut:

I. kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:

a. perjudian dan permainan yang tergolong judi;

b. perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;

c. perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;

d. bank berbasis bunga;

e. perusahaan pembiayaan berbasis bunga;

f. jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;

g. memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan

barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;

h. melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah);


(36)

III. rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%.

B. Konsep Modal

Modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan operasi perusahaan. Modal terdiri dari item-item yang ada disisi kanan suatu neraca, yaitu utang, saham biasa, saham preferen dan laba ditahan.11

Menurut Thomas Copeland modal adalah suatu aktiva dengan umur lebih dari satu tahun yang tidak diperdagangkan dalam kegiatan sehari-hari.12 Dari kedua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan operasi perusahaan yang tidak diperdagangkan dalam kegiatan sehari-hari.

C. Struktur Modal

1. Pengertian Struktur Modal

Struktur modal adalah perbandingan antara sumber jangka panjang yang bersifat pinjaman dan modal sendiri.13

Struktur modal juga dapat didefinisikan sebagai perimbangan atau perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri.14

11 Lukas Setia Atmaja, Manejemen Keuangan (Yogyakarta: Andi, 2002), h.115

12 Suyadi Prawirosentono, Pengantar Bisnis Modern: Studi Kasus Indonesia dan Analisis Kualitatif (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.365

13 Suad Husnan, Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (keputusan Jangka Panjang)


(37)

Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali, struktur modal adalah proporsi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau paduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.15

Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan struktur modal adalah proporsi dalam pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan, dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinsai atau panduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama, yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.

2. Rasio Struktur Modal

Weston dan Copeland memberikan suatu konsep tentang faktor leverage sebagai rasio proksi dari struktur modal. Faktor leverage adalah rasio antara nilai buku seluruh hutang (debt = D) terhadap total aktiva (total aset = TA) atau nilai total perusahaan. Bila membahas tentang total aktiva, yang dimaksudkan adalah total nilai buku dari aktiva perusahaan berdasarkan catatan akuntansi. Nilai total perusahaan berarti total nilai pasar seluruh komponen struktur modal perusahaan.16

14 Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (Yogyakarta: BPFE, 2001),

h.296

15 Ahmad Rodoni dan Herni Ali, Manajemen Keuangan, (Jakarta: Mitra Wacana Media,

2010), h.137

16 Weston J Fred and Thomas E Copeland, Manajemen Keuangan, Edisi Kesembilan, Jilid II


(38)

Rasio leverage merupakan rasio untuk mengukur seberapa bagus struktur permodalan perusahaan. Struktur permodalan merupakan pendanaan permanen yang terdiri dari

hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham.17

3. Komponen Struktur Modal

Struktur modal suatu perusahaan secara umum terdiri dari dua komponen, yakni hutang jangka panjang dan modal sendiri, yang diuraikan sebagai berikut:18

1. Hutang Jangka Panjang (Long Term Debt)

Hutang jangka panjang meliputi pinjaman dari bank atau sumber lain yang meminjamkan uang untuk waktu jangka panjang lebih dari 12 bulan. Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka (pinjaman yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk melunasi hutang lain, atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan obligasi (hutang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi, dalam surat obligasi ditentukan nilai nominal, bunga per tahun, dan jangka waktu pelunasan obligasi tersebut).19

2. Modal Sendiri (Equity)

Modal sendiri atau ekuitas merupakan modal jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri diharapkan tetap berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas

17 Hadi Wahyono, “Komperasi Kinerja Perusahaan Bank dan Asuransi Studi Empiris di Bursa

Efek Jakarta, Jurnal riset ekonomi dan manajemen, vol. 2 No.2, Mei (2002), h.12

18 Warsono, Manajemen Keuangan (Malang: UMM Press, 2003), h.236

19 Arthur J Keown, Manajemen Keuangan: Prinsip-Prinsip dan Aplikasi (Jakarta: PT. Indeks


(39)

sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh tempo. Ada 2 (dua) sumber utama dari modal sendiri yaitu modal saham preferen dan modal saham biasa, sebagaimana dijelaskan berikut ini:

a. Modal Saham Preferen

Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak istimewa yang menjadikannya lebih senior atau lebih diprioritaskan daripada pemegang saham biasa. Oleh karena itu, perusahaan tidak memberikan saham preferen dalam jumlah yang banyak.

b. Modal Saham Biasa

Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat pengembalian dimasa yang akan datang. Pemegang saham biasa kadang-kadang disebut pemilik residual sebab mereka hanya menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas pendapatan dan asset telah dipenuhi.

4. Teori Struktur Modal

Teori mengenai struktur modal modern bermula pada tahun 1958, ketika Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller (yang selanjutnya kita sebut MM), mempublikasikan apa yang disebut sebagai artikel keuangan yang paling berpengaruh yang pernah ditulis. Berdasarkan serangkaian asumsi yang sangat membatasi, MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya. Dengan perkataan lain, hasil-hasil MM menyatakan bahwa tidak


(40)

menjadi masalah bagaimana perusahaan membiayai operasinya, jadi struktur modal tidak relevan. Tetapi, studi MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain:20

a. Tidak ada biayai broker (pialang)

b. Tidak ada pajak

c. Tidak ada biaya kebangkrutan

d. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama seperti

manajemen mengenai peluang investasi perusahaan dimasa mendatang

e. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang

Menurut Brigham dan Houston (2001), meskipun beberapa dari asumsi-asumsi ini terlihat tidak realistis, hasil-hasil MM yang tidak relevan sangat penting artinya. Dengan menunjukkan kondisi-kondisi di mana struktur modal tidak relevan, MM juga memberikan beberapa petunjuk kepada kita tentang apa yang diperlukan bagi struktur modal agar menjadi relevan sehingga akan mempengaruhi nilai suatu perusahaan.21 Hasil kerja MM menandai awal dari riset atas struktur modal modern, dan riset selanjutnya dipusatkan untuk melemahkan asumsi-asumsi MM dalam upaya mengembangkan teori struktur modal yang

20 Eugene F Brigham and Joel F Houston, Manajemen Keuangan (Jakarta: Erlangga, 2001),

h.30


(41)

lebih realistis. Riset dalam bidang ini sangat luas, tetapi garis besarnya diringkaskan dalam bagian berikut:22

1) Efek Pajak

MM menerbitkan makalah lanjutan pada tahun 1963 yang melemahkan asumsi tidak ada pajak perseroan. Peraturan perpajakan memperbolehkan pengurangan pembayaran bunga sebagai beban, tetapi pembayaran dividen kepada pemegang saham tidak dapat dikurangkan. Perlakuan yang berbeda ini mendorong perusahaan untuk menggunakan utang dalam struktur modal mereka. Sebenarnya, MM memperlihatkan bahwa jika semua asumsi yang lain berlaku, perbedaan perlakuan ini menyebabkan suatu situasi yang memerlukan pembelanjaan dengan 100 persen utang. Akan tetapi, kesimpulan ini diubah beberapa tahun kemudian oleh Merton Miller (kali ini tanpa Modigliani) ketika ia membahas efek dari pajak perorangan. Ia menyatakan bahwa semua penghasilan dari obligasi pada umumnya adalah bunga, yang dikenakan pajak sebagai penghasilan perorangan pada tarif yang mencapai 39,6 persen, sementara penghasilan dari saham biasanya sebagian berasal dari dividen dan sebagian dari keuntungan modal. Selanjutnya, keuntungan modal dikenakan pajak dengan tarif maksimum 28 persen, dan pajak ini ditangguhkan sampai saham itu terjual dan keuangan terealisasi. Jika saham itu ditahan sampai si pemilik meninggal, tidak ada pajak keuntungan modal apapun yang harus dibayar. Jadi, bila ditimbang, pengembalian atas saham


(42)

biasa dikenakan pajak dengan tarif efektif yang lebih rendah daripada pengembalian atas utang. Karena situasi pajak ini, Miller berpendapat bahwa investor bersedia menerima pengembalian atas saham sebelum pajak yang relatif rendah dibandingkan dengan pengembalian atas obligasi sebelum pajak. Jadi, seperti yang dikemukakan Miller, dapat dikurangkannya bunga untuk tujuan pajak menguntungkan penggunaan pembiayaan dengan utang, tetapi perlakuan pajak yang lebih menguntungkan atas penghasilan dari saham menurunkan tingkat pengembalian yang diisyaratkan pada saham dan dengan demikian menguntungkan penggunaan pembelanjaan dengan ekuitas.

2) Efek Biaya Kebangkrutan

Menurut Brigham dan Houston (2001), masalah yang berkait kebangkrutan semakin cenderung muncul apabila suatu perusahaan menyertakan lebih banyak utang dalam struktur modalnya. Karena itu, biaya kebangkrutan menghalangi perusahaan menggunakan utang yang berlebihan. Biaya yang terkait dengan kebangkrutan mempunyai dua komponen: probabilitas terjadinya dan biaya-biaya yang akan timbul bila kesulitan keuangan telah muncul. Perusahaan yang labanya lebih labil, bila semua hal lain sama, menghadapi peluang kebangkrutan yang lebih besar sehingga harus menggunakan lebih sedikit utang daripada perusahaan yang stabil.23


(43)

3) Trade-Off Theory

Argumen-argumen terdahulu mengarah pada perkembangan yang disebut dengan teori trade-off dari leverage, di mana perusahaan menyeimbangkan manfaat dari pendanaan dengan utang (perlakuan pajak perseroan yang menguntungkan) dengan suku bunga dan biaya kebangkrutan yang lebih tinggi.24

4) Teori Pengisyaratan

Dalam bukunya yang berjudul Manajemen Keuangan, Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa MM mengasumsikan bahwa investor memiliki informasi yang sama mengenai prospek perusahaan seperti yang dimiliki para manajer, ini disebut kesamaan informasi (symmetric information). Akan tetapi, dalam kenyataannya manajer mempunyai informasi yang lebih baik daripada investor luar. Hal ini disebut ketidaksamaan informasi (asymmetric information) dan ini sangat berpengaruh terhadap keputusan struktur modal yang optimal.25

5. Faktor Penentu Struktur Modal

Menurut Moeljadi penentuan struktur modal perlu mempertimbangkan beberapa hal, yang dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini:26

24Ibid., h.33 25Ibid., h.35

26 Mulyadi, Manajemen Keuangan: Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif (Malang:


(44)

a. Tujuan Perusahaan

Jika tujuan manajer adalah memaksimumkan kemakmuran/kekayaan para pemegang saham, maka struktur modal yang optimal adalah yang dapat memaksimumkan nilai pasar perusahaan. Sedangkan apabila tujuan para manajer memaksimumkan keamanan pekerjaannya, maka struktur modal yang optimal terletak pada leverage rata-rata perusahaan lain dalam satu industri. b. Tingkat leverage perusahaan dalam satu industri

c. Kemampuan dana intern

Penentu utama dana intern adalah tingkat pertumbuhan pendapatan. Tingkat pertumbuhan pendapatan yang tinggi memungkinkan manajemen memperoleh dana yang lebih besar daripada laba ditahan yang akan mengurangi dana pinjaman.

d. Pemusatan pemilikan dan pengendalian suara

Apabila saham yang ada dalam perusahaan hanya dimiliki oleh sejumlah kecil pemilik, maka manajer akan segan untuk mengeluarkan saham baru.

e. Batas kredit

Usaha manajemen untuk menyesuaikan leverage dengan yang lain diinginkan dipengaruhi oleh sikap kreditor terhadap perusahaan tersebut.

f. Ukuran Perusahaan

Suatu perusahaan yang berukuran besar lebih mudah memperoleh pinjaman jika dibandingkan dengan perusahaan kecil.


(45)

g. Pertumbuhan aktiva perusahaan

Pertumbuhan aktiva dapat dijadikan indikator bagi kesempatan pengembangan perusahaan pada waktu yang akan datang, sebab dapat memberikan gambaran bagi kebutuhan dana secara total dalam perusahaan tersebut.

h. Stabilitas Earnings

Berhubung variabilitas earnings dapat menjadi ukuran risiko bisnis suatu perusahaan, maka calon kreditor cenderung memberikan pinjaman kepada perusahaan yang mempunyai earnings yang relatif stabil.

i. Biaya modal sendiri

Karena biaya modal sendiri (cost of equity) dapat merefleksikan harga saham, maka turun naiknya harga saham akan menunjukkan harapan bagi equity financing yang murah/mahal yang dapat mengakibatkan dept financing menjadi kurang/lebih menarik. Perubahan harga saham akan mempunyai hubungan yang negatif dengan rasio leverage

j. Biaya utang

Jika biaya utang kd > rentabilitas aktiva re, maka penambahan utang akan membawa efek yang unfavourable bagi rentabilitas modal sendiri.

k. Tarif pajak

Karena pembayaran bunga merupakan tax-deductible bagi perusahaan, maka


(46)

demikian, tarif pajak dan rasio leverage dihipotesiskan mempunyai hubungan yang positif.

l. Perkiraan tingkat inflasi

Perkiraan tingkat inflasi akan mempengaruhi permintaan dan penawaran dan.

Dalam keadaan inflasi yang tinggi, perusahaan lebih menyukai

debt-financiing.

m. Kemapuan dana sumber utang

Penawaran dana secara agregat terutama dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Berkurangnya ketersediaan dana ekstern mengakibatkan debt-financing menjadi lebih mahal.

n. Kebiasaan umum di pasar modal

Kebiasaan yang kaku di pasar modal, misalnya investor yang hanya menyenangi surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh bank, perusahaan asuransi, dan public utility, akan menyulitkan perusahaan untuk segera mengubah struktur modalnya.

o. Struktur aktiva

Apabila komposisi aktiva suatu perusahaan bersifat capital-intensive, maka yang diutamakan adalah equity-financing. Artinya, modal pinjaman hanya merupakan pelengkap, terutama untuk memenuhi kebutuhan dana bagi modal kerja.


(47)

D. Manajemen Laba

1. Pengertian Manajemen Laba

Menurut Sri Sulistyanto secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai upaya menajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Istilah intervensi dipakai sebagai dasar sebagian pihak untuk menilai manajemen laba sebagai kecurangan. Sementara pihak lain tetap menganggap aktivitas rekayasa manajerial ini bukan sebagai kecurangan. Alasannya, intervensi itu dilakukan manajer perusahaan dalam kerangka standar akuntansi, yaitu masih menggunakan metode dan prosedur akuntansi yang diterima dan diakui secara umum.27

Menurut Healy and Wahlen, manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan keputusan tertentu dalam laporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporakan dalam laporan keuangan.28

27 Sri Sulistyanto, Manajemen Laba: Teori dan Model Empiris (Jakarta: Grasindo, 2008), h.6 28 P.M. Healy and J.M. Wahlen, “A Review of The Earnings Management Literature and its


(48)

2. Motivasi Manajemen Laba.

Secara umum terdapat beberapa hal yang memotivasi individu atau badan usaha melakukan tindakan creative accounting atau manajemen laba, yaitu:29

a. Motivasi Bonus.

Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan memberikan sejumlah insentif dan bonus sebagai feedback atau evaluasi atas kinerja manajer dalam menjalankan operasional perusahaan. Insentif ini diberikan dalam jumlah relatif tetap dan rutin. Sementara, bonus yang relatif lebih besar nilainya hanya akan diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian bonus yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Kinerja manajer salah satunya diukur dari pencapaian laba usaha. Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan skema bonus tersebut memotivasi para manajer untuk memberikan performa terbaiknya sehingga tidak menutup peluang mereka melakukan tindakan manajemen laba agar dapat menampilkan kinerja yang baik demi mendapatkan bonus yang maksimal.

b. Motivasi Utang.

Selain melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham, untuk kepentingan ekspansi perusahaan, manajer seringkali melakukan beberapa kontrak bisnis dengan pihak ketiga, dalam hal ini adalah kreditor. Agar kreditor mau menginvestasikan dananya di perusahaan, tentunya manajer harus

29 Dedhy Sulistiawan, Yeni Januarsi dan Liza Alvia, Creative Accounting–Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi (Jakarta: Salemba Empat, 2011), h.31


(49)

menunjukkan performa yang baik dari perusahaannya. Untuk memperoleh hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar, perilaku kreatif dari manajer untuk menampilkan performa yang baik dari laporan keuangannya pun seringkali muncul.

c. Motivasi Pajak.

Tindakan manajemen laba tidak hanya terjadi pada perusahaan go public dan

selalu untuk kepentingan harga saham, tetapi juga untuk kepentingan perpajakan. Kepentingan ini didominasi oleh perusahaan yang belum go public. Perusahaan yang belum go public cenderung melaporkan dan menginginkan untuk menyajikan laporan laba fiskal yang lebih rendah dari nilai yang sebenarnya. Kecenderungan ini memotivasi manajer untuk bertindak kreatif melakukan tindakan manajemen laba agar seolah-olah laba fiskal yang dilaporkan memang lebih rendah tanpa melanggar aturan dan kebijakan akuntansi perpajakan.

d. Motivasi Initial Public Offering (IPO).

Motivasi ini banyak digunakan oleh perusahaan yang akan go public ataupun

sudah go public. Perusahaan yang akan go public akan melakukan penawaran saham perdananya ke publik atau lebih dikenal dengan istilah Initial Public Offering (IPO) untuk memperoleh tambahan modal usaha dari calon investor. Begitupun dengan perusahaan yang sudah go public untuk kelanjutan dan ekspansi usahanya.


(50)

e. Motivasi Pergantian Direksi.

Praktik manajemen laba biasanya terjadi pada sekitar periode pergantian direksi atau chief executive officer (CEO). Menjelang berakhirnya masa jabatan, direksi cenderung bertindak kreatif dengan memaksimalkan laba agar performa kerjanya tetap terlihat baik pada tahun terakhir ia menjabat. Motivasi utama yang mendorong hal tersebut adalah untuk memperoleh bonus yang maksimal pada akhir masa jabatannya.

f. Motivasi Politis.

Motivasi ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang usahanya banyak menyentuh masyarakat luas, seperti perusahaan-perusahaan strategis semisal perminyakan, gas, listrik, dan air. Demi menjaga tetap mendapatkan subsidi, perusahaan-perusahaan tersebut cenderung menjaga posisi keuangannya dalam keadaan tertentu sehingga prestasi atau kinerjanya tidak terlalu baik karena jika sudah baik, kemungkinan besar subsidi tidak lagi diberikan.

Dari penjelasan di atas terdapat beberapa motivasi yang mendorong terjadinya manajemen laba, namun yang sejalan dengan penelitian ini yaitu ditinjau dari motivasi perpajakan (taxation motivations). Scott mengemukakan bahwa motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Namun demikian, kewenangan pajak cenderung untuk memaksakan aturan akuntansi pajak sendiri untuk menghitung pendapatan kena pajak. Seharusnya secara umum perpajakan tidak mempunyai peran besar dalam keputusan manajemen laba. Intinya


(51)

manajer termotivasi melakukan manajemen laba untuk menurunkan laba demi mengurangi beban pajak yang harus dibayar.30

3. Pola Manajemen Laba

Menurut Scott ada empat pola manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan

yaitu:31

1. Taking a bath

Manajemen laba dengan pola taking a bath biasanya dilakukan ketika

perusahaan melakukan reorganisasi termasuk saat pergantian CEO. Taking a

bath dilakukan dengan melaporkan rugi yang besar pada periode sekarang. 2. Income Minimization

Income minimization adalah pola manajemen laba yang serupa dengan taking a bath namun dalam bentuk yang tidak terlalu ekstrim. Income minimization

dilakukan dengan memilih kebijakan yang dapat meminimalkan laba seperti penghapusan beberapa aset dan intangible asset, beban pemasaran, dan beban R&D.

3. Income Maximization

Manajer melakukan income maximization dengan tujuan untuk meningkatkan

laba perusahaan agar bisa mencapai bogey dalam skema bonus. Namun

30 William R. Scott, Financial Accounting Theory (Toronto Ontaria: Pearson, 2012), h.432-435 31 William R. Scott, Financial Accounting Theory, 3

rd edition (Prentice Hall: United States of America, 2003), h.383


(52)

income maximization yang dilakukan akan berhenti ketika sudah mencapai

cap yang ada dalam skema bonus.

4. Income Smoothing

Income smoothing mungkin adalah pola yang paling menarik dalam

manajemen laba. Manajer akan melakukan income smoothing diantara bogey

dan cap. Skema bonus memberikan insentif bagi manajemen untuk

mempertahankan laba di antara bogey dan cap. 4. Teknik Manajemen Laba

Manajemen laba dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu:32

1) Perubahan metode akuntansi

Manajemen mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. Metode akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta tertentu dengan cara yang berbeda, misalnya:

a) Mengubah metode depresiasi aktiva tetap dari metode jumlah angka tahun (sum of the year digit) ke metode depresiasi garis lurus (straight line)

b) Mengubah periode depresiasi

2). Memainkan kebijakan perkiraaan akuntansi

32Asyik dan Soelistyo, “Kemampuan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Laba: Penetapan

Rasio Keuangan Sebagai Discriminator”, Jurnal riset akuntansi Indonesia. Vol.15 No. 33 (Juli, 2000), h.23.


(53)

Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan kebijakan perkiraan akuntansi. Hal tersebut memberikan peluang bagi manajemen untuk melibatkan subyektifitas dalam menyusun estimasi, misalnya:

a) Kebijakan mengenai perkiraan jumlah piutang tidak tertagih

b) Kebijakan mengenai perkiraan biaya garansi

c) Kebijakan mengenai perkiraan terhadap proses pengadilan yang belum

terputuskan.

3). Menggeser periode biaya atau pendapatan

Manajemen menggeser periode biaya atau pendapatan atau sering disebut manipulasi keputusan operasional, misalnya:

a) Mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan

sampai periode akuntansi berikutnya.

b) Mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya.

c) Kerjasama dengan vendor untuk mempercepat atau menunda pengiriman

tagihan sampai periode akuntansi berikutnya.

d) Menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba. e) Mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak terpakai.


(54)

5. Teknik Pendeteksian Manajemen Laba

Pada penelitian skripsi ini, manajemen laba dideteksi dengan menggunakan

discretionary accrual yang diukur menggunakan model yang dikembangkan oleh Friedlan (1994).33 Secara umum penelitian tentang manajemen laba menggunakan pengukuran berbasis akrual dalam mendeteksi ada tidaknya manipulasi. Salah satu kelebihan dalam pendekatan total accrual adalah pendekatan tersebut berpotensi untuk dapat mengungkapkan cara-cara untuk menurunkan atau menaikkan laba, karena cara-cara tersebut kurang mendapat perhatian untuk diketahui pihak luar.

Total Accrual dalam perhitungan laba terdiri atas nondiscetionary dan discretionary accrual, nondiscretionary accrual merupakan komponen akrual yang terjadi secara alami atau wajar seiring dengan perubahan aktivitas perusahaan. Sedangkan

discretionary accrual merupakan komponen akrual yang berasal dari rekayasa

manajemen (earnings management).34 Sesuai penelitian yang dilakukan oleh

Gumanti (2000),35 umumnya poin awal dalam pengukuran discretionary accruals adalah total accruals, dimana total accruals tersebut terdiri dari komponen non discretionary accruals dan discretionary accruals. Selanjutnya model yang dikembangkan Friedlan (1994) digunakan untuk mengukur discretionary accruals.

33Freidlan J. M. 1994. Accounting Choice of Issuers of Initial Public Offerings.

Contempo-rary Accounting Research 11 (1) (1994): 1-31.

34 Veronica dan Bachtiar, Y. S. Good Corporate Governance Information Asymetry and

Earnings Management. (Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar, 2004)

35 Tatang Ari Gumanti. Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka, Jurnal Akuntansi dan


(55)

Model pengukuran atas discretionary accruals pada penelitian ini dijelaskan dengan formula sebagai berikut:

Keterangan :

 TA = Total Accruals

 NOI = Net Operating Income

 CFO = Cash Flow Operting Activities.

Kemudian akan diukur nilai discretionary accruals dengan menggunakan persamaan :

Keterangan :

 DACpt = discretionary accrual periode tes  TApt = total accruals periode tes

 SALEpt = penjualan periode tes  TApd = total accruals periode dasar

 SALEpd = penjualan periode dasar

Didalam melakukan pendeteksian adanya manipulasi laba, pada umumnya akan ditemukan dua jenis discretionary accruals, yaitu discretionary accruals negatif

TA = NOI - CFO


(56)

dan positif.36 discretionary accruals positif mencerminkan manipulasi yang

dilakukan manajer dengan pola income increasing, sedangkan negatif akan

menunjukkan manipulasi income decreasing, bentuk-bentuk discretionary accruals

tersebut disesuaikan dengan motivasi yang dilakukan oleh manajer. E. Pajak Penghasilan

1. Pengertian Pajak Penghasilan

Pengertian Pajak penghasilan adalah, pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subyektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.37

Dasar hukum pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tanggal 23 September 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 4893, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985) yang merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tanggal 31 Desember 1983 Tentang PPh, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983

Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263.38

36 Saiful, “Hubungan manajemen laba (earnings management) dengan kinerja operasi dan

return saham di sekitar IPO”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 7 (3, 2004). h.316-332.

37 Erly Suandy, Perpajakan, edisi kedua, cetakan kedua (Jakarta: Salemba Empat, 2010),

h.81

38 Diaz Priantara, Perpajakan Indonesia, Edisi kedua (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),


(57)

2. Subjek Pajak Penghasilan

Secara umum pengertian subjek adalah siapa yang dikenakan pajak. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan, yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan dan bentuk usaha tetap (BUT). Penjelasan dari masing-masing subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:39

a. Orang pribadi

Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.

b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak Dalam hal ini, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukkan warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan, demikian juga dengan tindakan penagihan selanjutnya.

39 Endah Nilam Rahmadani, “Analisis Pengaruh Struktur Modal Terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang,” (Skripsi.Fakultas Ekonomi dan Bisnis: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010), h.15-18


(58)

c. Badan

Pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi, Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, firma, kongsi, koperasi, yayasan, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya.

d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Yang dimaksud dengan BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang berupa:

1) Tempat kedudukan manajemen

2) Cabang perusahaan

3) Kantor perwakilan

4) Gedung kantor

5) Pabrik


(59)

7) Pertambangan dan penggalian sumber alam wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan.

8) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan dan kehutanan

9) Proyeksi konstruksi instalasi atau proyek perakitan

10)Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas

11)Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang PPh, subjek pajak dalam PPh terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Kedua jenis subjek pajak tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Subjek pajak dalam negeri

Yang dimaksud subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan berikut:

1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang


(60)

b. Subjek pajak luar negeri

sedangkan yang menjadi subjek pajak luar negeri adalah:

1) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

2) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

3. Objek Pajak Penghasilan

Dalam peraturan perpajakan yang dimaksud dengan objek pajak yaitu sesuatu yang dapa dikenakan pajak. Objek PPh adalah penghasilan. Pengertian penghasilan menurut undang-undang PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari


(61)

luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan

wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.40

Dari mekanisme aliran pertambahan kemampuan ekonomis, penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dapat dikategorikan atas empat sumber, yaitu:

a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan berdasarkan

hubungan kerja dan pekerjaan bebas. b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan

c. Penghasilan dari modal

d. Penghasilan lain-lain, seperti hadiah, pembebasan hutang dan lain sebagainya. Berdasarkan empat kategori di atas, sesuai dengan pasal 4 ayat (1) Undang-undang PPh telah diberikan uraian mengenai objek PPh antara lain:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang PPh.

b. Hadiah dari undian, pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.

c. Laba usaha.

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:


(62)

1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

2. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.

3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan atau pengambilalihan usaha.

4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan

pengembalian hutang.

g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

h. Royalti.

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.


(63)

k. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. m. Selisish lebih karena penilaian kembali aktiva. n. Premi asuransi.

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri

dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, sepanjang iuran tersebut ditentukan berdasarkan volume kegiatan usaha atau pekerjaan bebas anggotanya.

p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak. 4. Tarif Wajib Pajak Badan

Sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008, tarif PPh untuk WP Badan terdiri dari 3 (tiga) tarif, yaitu tarif sesuai Pasal 17 ayat (2a) UU PPh, tarif sesuai Pasal 17 ayat (2b) UU PPh, dan tarif sesuai Pasal 31E UU PPh.41

a. Tarif Pasal 17 Ayat (2a) UU PPh

Besarnya tarif PPh adalah 25% (dua puluh lima persen) dan sudah diberlakukan sejak Tahun Pajak 2010. Tarif PPh ini adalah tarif umum yang berlaku

41 Ferry Aditama dan Anna Purwaningsh, “Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap

Manajemen Laba Pada Perusahaan Non Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” (Jurnal, Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta), h.7-8


(64)

bagi semua WP Badan, khususnya WP Badan yang tidak memenuhi syarat Pasal 17 ayat (2b) maupun Pasal 31E UU PPh.

b. Tarif Pasal 17 Ayat (2b) UU PPh

Bagi WP Badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk atau go public), mendapat

pengurangan tarif sebesar 5% (lima persen) dari tarif normal atau dengan kata lain

mulai Tahun Pajak 2010, tarif untuk WP Badan yang sudah go public adalah 20%

(dua puluh persen). WP Badan yang berhak mendapat penurunan atau pengurangan tarif PPh ini adalah WP Badan yang sudah go public dengan kriteria sebagai berikut:

1) Saham diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

2) Jumlah saham yang dilempar ke publik minimal 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan saham yang disetor dan saham tersebut dimiliki oleh minimal 300 pihak (pemegang saham) baik orang pribadi ataupun badan.

3) Masing-masing pihak (pemegang saham) hanya boleh memiliki saham kurang

dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham yang disetor.

Kondisi yang disebutkan pada kedua poin terakhir tersebut harus dipenuhi dalam jangka waktu paling singkat 6 (enam) bulan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun pajak. Jika salah satu dari ketiga kriteria tersebut di atas tidak terpenuhi, maka WP Badan tersebut harus menggunakan tarif PPh yang ditetapkan dalam Pasal 17 ayat (2a) UU PPh, yaitu sebesar 25% (dua puluh lima persen).


(65)

c. Tarif Pasal 31E UU PPh.

Besarnya tarif PPh menurut pasal ini adalah 50% (lima puluh persen) dari tarif umum yang disebutkan pada Pasal 17 ayat (1) huruf b atau Pasal 17 ayat (2b) UU PPh. Dengan kata lain, ada diskon tarif PPh sehingga tarif yang dikenakan kepada WP Badan yang memenuhi syarat hanya sebesar 14% (untuk tahun pajak 2009) atau 12,5% (mulai tahun pajak 2010).

WP Badan yang berhak mendapatkan fasilitas ini adalah WP Badan yang jumlah peredaran brutonya dalam satu Tahun Pajak tidak lebih dari Rp 50 milyar. Cara penghitungannya dapat dilihat pada memori penjelasan Pasal 31E UU PPh.

Menurut penegasan dalam poin 2.c. Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE 66/PJ./2010 tanggal 24 Mei 2010, yang dimaksud dengan ‘peredaran bruto’ adalah penghasilan yang berasal dari kegiatan usaha, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sebelum dikurangi dengan biaya fiskal.

F. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis Penelitian

1. Long Term Debt to Asset Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang

Long Term Debt to Asset Ratio adalah rasio yang mengukur seberapa besar jumlah aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang jangka panjang. Aktiva didanai dari dua sumber, yaitu dari investor dan kreditor. Penggunaan hutang oleh perusahaan akan menimbulkan biaya bunga yang harus dibayarkan secara periodik kepada kreditur atau investor obligasi. Peraturan perpajakan


(66)

memperlakukan biaya bunga sebagai bagian dari biaya usaha. Oleh karena itu, semakin besar bunga hutang perusahaan maka pajak yang terutangnya akan

menjadi lebih kecil karena bertambahnya unsur biaya usaha. Sebagaimana

dijelaskan dalam pasal 6 ayat (1) a UU Nomor 17 tahun 2000 yang menyatakan bahwa biaya bunga dapat menjadi unsur pengurang penghasilan kena pajak. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Endah Nilam Rahmadani (2010) tentang pengaruh Long Term Debt to Asset Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang, menunjukkan semakin besar rasio Long Term Debt to Asset Ratio maka akan menurunkan jumlah Pajak Penghasilan Badan Terutang.

Berdasarkan keterkaitan antar variabel Long Term Debt to Asset Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang maka hipotesis yang akan diajukan yaitu: Ha1 : Long Term Debt to Asset Ratio berpengaruh signifikan terhadap Pajak

Penghasilan Badan Terutang.

2. Debt to Equity Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang

Debt to Equity Ratio adalah perbandingan rasio total hutang dengan ekuitas yang didefinisikan sebagai proporsi penggunaan total hutang dengan modal sendiri (ekuitas) dalam kebijakan struktur modal perusahaan. Semakin tinggi rasio berarti semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Peraturan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia membedakan perlakuan biaya bunga pinjaman dengan pengeluaran deviden, bahwa bunga pinjaman dapat dikurangkan sebagai biaya (Tax deductible) sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Nomor 17 tahun 2000 sedangkan pengeluaran deviden tidak dapat


(1)

Data Perhitungan Manajemen Laba Tahun 2014

NO KODE PERUSAHAAN NET INCOME CFO TAC = NI - CFO SALES TAC / SALES

1 APLN 983.875.368.000 621.187.784.000 362.687.584.000 5.296.565.860.000 0,07

2 ASRI 1.176.955.123.000 653.035.948.000 523.919.175.000 3.630.914.079.000 0,14

3 BAPA 7.046.505.797 (7.138.086.935) 14.184.592.732 45.435.885.620 0,31

4 BEST 391.352.903.299 488.838.984.808 (97.486.081.509) 839.637.332.535 -0,12

5 BIPP 19.658.721.859 21.272.069.665 (1.613.347.806) 98.672.667.613 -0,02

6 BKDP 7.194.926.446 22.728.101.064 (15.533.174.618) 107.391.372.309 -0,14

7 BKSL 40.727.292.707 38.327.257.924 2.400.034.783 712.472.394.627 0,00

8 BSDE 3.996.463.893.465 126.342.552.051 3.870.121.341.414 5.571.872.356.240 0,69

9 COWL 165.397.041.451 54.207.738.387 111.189.303.064 566.385.701.354 0,20

10 CTRA 1.794.142.840.271 1.989.104.868.881 (194.962.028.610) 6.344.235.902.316 -0,03

11 CTRP 398.603.030.590 547.958.158.582 (149.355.127.992) 1.662.474.689.613 -0,09

12 CTRS 583.796.318.489 37.221.013.448 546.575.305.041 1.713.275.574.259 0,32

13 DART 408.108.626.000 51.009.384.000 357.099.242.000 1.287.984.466.000 0,28

14 DILD 432.417.358.803 737.126.509.346 (304.709.150.543) 1.833.470.463.312 -0,17

15 DUTI 701.641.438.319 269.660.839.437 431.980.598.882 1.543.419.395.688 0,28

16 ELTY 423.151.432.586 138.091.393.268 285.060.039.318 1.579.947.206.733 0,18

17 EMDE 45.023.513.886 83.983.094.030 (38.959.580.144) 311.279.776.496 -0,13

18 FMII 2.423.674.916 7.041.553.503 (4.617.878.587) 44.485.466.213 -0,10

19 GMTD 120.000.195.583 40.065.235.627 79.934.959.956 316.638.970.381 0,25

20 JPRT 714.531.063.000 113.990.308.000 600.540.755.000 1.936.340.442.000 0,31

21 KIJA 394.055.213.379 290.997.155.681 103.058.057.698 2.799.065.226.163 0,04

22 LAMI 38.389.080.000 31.392.034.000 6.997.046.000 130.470.990.000 0,05

23 LPCK 844.123.258.897 (35.472.067.553) 879.595.326.450 1.792.376.641.870 0,49

24 LPKR 3.135.215.910.627 731.470.095.313 2.403.745.815.314 11.655.041.747.007 0,21

25 MDLN 711.211.597.935 146.827.172.833 564.384.425.102 2.839.771.320.340 0,20

26 MTLA 309.217.292.000 8.965.918.000 300.251.374.000 1.117.732.408.000 0,27

27 NIRO (108.501.147.457) 63.457.416.294 (171.958.563.751) 245.385.905.043 -0,70

28 PWON 2.599.141.016.000 1.994.263.395.000 604.877.621.000 3.872.272.942.000 0,16

29 RBMS 3.001.250.377 330.780.603 2.670.469.774 49.251.127.287 0,05

30 RODA 517.557.620.084 (185.660.481.980) 703.218.102.064 685.034.406.501 1,03

31 SCBD 131.543.016.000 54.727.230.000 76.815.786.000 963.242.156.000 0,08


(2)

Nilai Discretionary Accrual Tahun 2013-2014

DACpt = (TApt/SALESpt)

(TApd/SALESpd)

NO

KODE PERUSAHAAN

2014

2013

1

APLN

0,1825

-0,0349

2

ASRI

0,5372

-0,0599

3

BAPA

-0,0115

0,2660

4

BEST

-0,1084

0,1167

5

BIPP

-1,9031

2,4948

6

BKDP

3,4226

-1,7383

7

BKSL

-0,6282

0,9793

8

BSDE

0,2841

0,0735

9

COWL

0,0840

0,1710

10

CTRA

0,2311

0,0026

11

CTRP

-0,0427

0,1433

12

CTRS

0,4716

0,1891

13

DART

-0,0439

0,2139

14

DILD

-0,2218

0,0366

15

DUTI

-0,0314

0,3115

16

ELTY

0,3349

0,5015

17

EMDE

0,0578

-0,3127

18

FMII

0,1760

0,4219

19

GMTD

-1,5902

2,6411

20

JPRT

0,1626

0,0162

21

KIJA

0,3437

-0,1108

22

LAMI

-0,0449

-0,0575

23

LPCK

0,0562

0,4597

24

LPKR

-0,3445

0,5452

25

MDLN

-1,2973

1,2931

26

MTLA

0,0130

0,0136

27

NIRO

0,0563

-1,0772

28

PWON

0,4752

-0,0412

29

RBMS

2,0386

-1,9767

30

RODA

0,4745

2,5123

31

SCBD

-0,0475

0,4095


(3)

Lampiran Hasil Statistik : Uji Asumsi Klasik

Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Pajak_Penghasilan 64 1027246575 560048091102 104238067364 116518602352

LDAR 64 1,9 50,1 19,312 11,6113

DER 64 18,0 224,2 85,772 46,5179

Manajemen_Laba 64 -1,98 3,42 ,1902 ,93798

Valid N (listwise) 64

Uji Normalitas


(4)

Uji Multikolinieritas

Coefficientsa

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1

(Constant)

LDAR ,595 1,682

DER ,593 1,687

Manajemen_Laba ,985 1,016


(5)

Uji Heteroskedastisitas

Hasil Uji Autokorelasi

Model Summaryb Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,488a ,238 ,200 1,042E+11 2,367

a. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER b. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan

Koefisien Determinasi


(6)

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,488a ,238 ,200 1,042E+11

a. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER b. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan

Hasil Pengujian Hipotesis Uji t

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) -1715685464,0 28832315114,4 -,060 ,953

LDAR 3425943548,7 1466727201,5 ,341 2,336 ,023

DER 477766319,1 366672623,1 ,191 1,303 ,198

Manajemen_Laba -6241873443,5 14110024676,8 -,050 -,442 ,660

a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan

Hasil Pengujian Hipotesis Uji F

ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1

Regression 2,033E+23 3 6,778E+22 6,237 ,001b

Residual 6,520E+23 60 1,087E+22

Total 8,553E+23 63

a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Real Estate Dan Properti Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

4 102 103

Analisis Pengaruh Kinerja Perusahaan Dan Kinerja Pasar Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Real Estate Dan Property Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 35 89

Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Real Estate Dan Property Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

3 50 111

Pengaruh Karakteristik Spesifik Perusahaan Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Perusahaan Real Estate Dan Properti Di Bursa Efek Indonesia

0 30 88

Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Real Estate Dan Properti Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia 2008-2011

0 43 88

PENGARUH KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, STRUKTUR MODAL, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi pada Sektor Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

1 25 1

Fakto-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Sektor Property, Real Estate, dan Konstruksi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2013

8 88 134

PENGARUH STRUKTUR AKTIVA DAN PROFITABILITAS TERHADAP STRUKTUR MODAL Pengaruh Struktur Aktiva dan Profitabilitas terhadap Struktur Modal (Studi pada Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013).

0 2 16

PENGARUH STRUKTUR AKTIVA DAN PROFITABILITAS TERHADAP STRUKTUR MODAL Pengaruh Struktur Aktiva dan Profitabilitas terhadap Struktur Modal (Studi pada Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013).

1 3 15

PENDAHULUAN Pengaruh Struktur Aktiva dan Profitabilitas terhadap Struktur Modal (Studi pada Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013).

1 5 7