Mengembangkan ilmu pengetahuan dan memperbaiki masyarakat. Gurulah salah satu sosok yang dapat menanamkan adat istiadat yang baik
dalam jiwa anak didik dan memasukkan pendidikan akhlak dan keagamaan dalam hati sanubari anak-anak. Sekolah adalah sumber untuk
tiap-tiap perbaikan dan guru yang ikhlas dapat mengangkat derajat umat.
”
14
Imam Al-Ghazali melukiskan “betapa penting kepribadian bagi seorang
guru dalam mengamalkan ilmunya, lalu perkataannya, jangan membohongi perbuatannya karena sesungguhnya ilmu itu dapat dilihat dengan mata hati
sedangkan perbuatan dapat dilihat dengan mata kepala.
15
Dari statemen di atas dapat dilihat bahwa amal perbuatan, perilaku, akhlak dan kepribadian seorang guru, khususnya guru yang mengajarkan
Al-Q ur’an adalah sangat penting, mungkin lebih penting daripada ilmu
pengetahuan yang dimilikinya karena kepribadian seorang pendidik yang mengajarkan Al-Q
ur’an akan diteladani dan ditiru oleh anak didiknya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
M. Jawad Ridha mengemukakan tentang beberapa prinsip dasar kode etik seorang guru antara lain yaitu:
a. Keharusan ilmu dibarengi dengan pengamalannya
b. Menyayangi anak didiknya
c. Menghindarkan diri dari ketamakan dan komersialisasi ilmu, yakni tidak
menjadikan ilmunya itu sebagai sarana mencapai tujuan dunia semata. d.
Bersikap toleran dan pemaaf. e.
Bersikap adil, selalu memiliki kesadaran dan rasa empati. f.
Bersikap jujur dan tulus dalam menghadapi suatu persoalan.
16
Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai seorang guru, maka mereka juga dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan yang nantinya akan
memudahkan mereka untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Diantara prinsip keguruannya ialah:
14
Zainuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara,
1991, Cet.1, h. 53
15
Zainuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali …, h. 56
16
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Standar Kompetensi Guru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. III, h. 124-125
a. Memperhatikan kesiapan, kemampuan, pertumbuhan, dan perbedaan
anak didik b.
Membangkitkan semangat belajar pada anak didik. c.
Menumbuhkan bakat dan sikap anak didik yang baik. d.
Mengatur proses belajar mengajar dengan baik. e.
Memperhatikan perubahan-perubahan
kecenderungan yang
mempengaruhi proses mengajar. f.
Menciptakan hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.
17
Sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, maka kehadiran guru yang berkualitas dan professional serta memiliki
pikiran-pikiran yang kreatif dan terpadu itu sangat dibutuhkan, khusunya seorang guru yang berkompeten dalam mengajarkan membaca Al-Q
ur’an. Dalam hal ini ada beberapa macam sifat dan sikap guru yang ideal dalam
mengajarkan membaca Al-Q ur’an diantaranya yaitu hendaknya guru
mengajarkan membaca Al-Q ur’an sesuai tingkat kemampuan intelektual dan
daya serap anak didiknya sehingga tidak membebankan siswa yang memang memiliki daya serap lemah, memiliki kesabaran dan kesungguh-sungguhan
dalam mengajar, berperilaku sopan santun dan bertutur kata yang baik, memiliki pengetahuan yang mendalam tentang materi yang akan diajarkan
yakni pengetahuan tentang ilmu Al- Qur’an diantaranya yaitu ilmu tajwid,
makhraj huruf, qira’at serta dapat menanamkan kecintaan terhadap Al- Qur’an ke dalam jiwa anak didik sehingga mereka semakin rajin membaca
Al- Qur’an dan dapat mengamalkan ajaran Islam.
3. Anak Didik yang Ideal dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an
Anak didik merupakan faktor yang penting dalam interaksi belajar- mengajar. Karena tujuan dari interaksi edukatif adalah membantu siswa
dalam mengarahkan perubahan tingkah laku secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan.
17
Muhaimin, dkk, Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahnman Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam, Pustaka Dinamika, 1999, Cet. I, h. 114
Imam Al-Ghazali menggunakan istilah anak dengan beberapa kata, seperti As-Shabiy kanak-kanak, al-
muta‟allim pelajar, dan thalabul „ilmi penuntut ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, istilah anak didik
dapat diartikan sebagai anak yang sedang mengalami perkembangan jasmani dan rohani sejak awal terciptanya dan merupakan obyek utama
dari pendidikan dalam arti yang luas.
18
Dilihat dari kedudukannya, menurut Abudin Nata bahwa anak didik adalah:
Makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menuju fitrahnya masing-masing. Dalam pandangan yang
lebih modern, anak didik tidak hanya dianggap sebagai obyek atau sasaran pendidikan, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subyek
pendidikan. Yakni dengan cara melibatkan mereka dalam proses kegiatan belajar mengajar.
19
Seperti halnya guru, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi aspek latar belakang siswa
serta faktor sifat yang dimiliki siswa. Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin, tempat kelahiran, tempat
tinggal, tingkat sosial ekonomi keluarga dan lain sebagainya. Misalnya saja siswa yang berasal dari keluarga yang tidak biasa menerapkan anaknya
untuk mencintai dan mempelajari Al-Q ur’an sejak kecil, maka siswa
tersebut akan kesulitan ketika mengikuti pembelajaran Al-Q ur’an.
Sedangkan melihat dari sifat anak didik, Wina sanjaya berpendapat bahwa: Di lihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar,
pengetahuan dan sikap. Tidak disangkal bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda, yang dapat dikelompokkan kepada siswa
yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Hal ini tentunya akan menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam pengelompokan siswa
maupun perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya belajar.
20
Demikian pula halnya mengenai tingkat pengetahuan anak didik. Seorang anak didik yang memiliki pengetahuan mengenai dasar ilmu Al-
Q ur’an ilmu tajwid misalnya akan memudahkan proses pembelajaran
18
Zainuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali …, h. 64
19
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997,
Cet. I, h. 79
20
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2008, Cet.I, h. 200
mereka, dibandingkan dengan anak didik yang belum memiliki pengetahuan dasar ilmu Al-Q
ur’an. “Dalam pandangan Islam hakikat ilmu berasal dari Allah sedangkan proses memperolehnya dilakukan melalui belajar kepada
guru. Karena ilmu itu dari Allah maka membawa konsekuensi perlunya seorang anak didik mendekatkan diri kepada Allah dan menghiasi dirinya
dengan akhlak yang bai k.”
21
Dalam hubungan ini muncullah aturan normatif tentang perlunya kesucian jiwa bagi seseorang yang sedang menuntut ilmu. Asma Hasan
Fahmi menyebutkan beberapa akhlak yang harus dimiliki oleh peserta didik, diantaranya yaitu:
a. Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa
sebelum ia menuntut ilmu. b.
Harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa dengan sifat keutamaan dan mendekatkan diri kepada Allah
c. Peserta didik harus sabar dalam memperoleh ilmu.
d. Seorang peserta didik harus menghormati guru dan selalu berusaha untuk
memperoleh kerelaan dan keridhoan dari guru atas ilmu yang sudah diberikannya.
22
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa seorang anak didik yang hendak menuntut ilmu khususnya menuntut ilmu Al-Q
ur’an mereka harus menyiapkan diri dan hati mereka dengan meluruskan niat untuk benar-benar
menuntut ilmu, memiliki kesabaran karena belajar itu butuh proses untuk menjadi sukses dan menghiasi diri dengan sifat-sifat yang baik sehingga
ilmu yang akan kita pelajari akan mudah difahami dan diamalkan dalam kehidupan.
4. Lingkungan yang Ideal dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an
Lingkungan sebagai salah sat u sumber belajar. “Lingkungan adalah
tempat atau ruangan yang dapat mempengaruhi belajar siswa.”
23
Menurut
21
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam …, h. 80
22
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam…, h. 82-83