Umroh Haji dan Umroh

D. Akad Qardh dan Ijarah

Dalam Al Quran, ada beberapa istilah yang berkaitan dengan janji atau perjanjian, yaitu kata akad al-aqdu, ahd al-ahdu, dan wa‟adu. 34 Secara bahasa, akad atau perjanjian itu digunakan untuk banyak arti, yang keseluruhannya kembali kepada bentuk ikatan atau penghubungan terhadap dua hal. Sementara akad menurut istilah adalah keterikatan keinginan diri dengan sesuatu yang lain dengan cara yang memunculkan adanya komitmen tertentu yang di syariatkan. Sedangkan menurut fatwa DSN No. 45DSN-MUIII2005, mengartikan akad sebagai transaksi atau perjanjian syar‟i yang menimbulkan hak dan kewajiban. Akad yang sah mempunyai akibat hukum pada objek akad. Setiap transaksi memiliki akibat hukum masing-masing sesuai dengan jenis dan bentuknya. Dalam transaksi jual beli murabahah, akibat hukumnya adalah terjadinya pemindahan pemilikan dari satu pihak yang melakukan ijab kepada pihak lain yang menyatakan kabul. Sedangkan dalam transaksi sewa-menyewa ijarah, akibat hukumnya adalah terjadinya pengalihan kemanfaatan dari suatu barang dan jasa dari pemilik sewa kepada pengguna sewa dan begitu seterusnya dalam transaksi-transaksi lain. 35 34 Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012, h. 126 35 Ibid, h. 129-131

1. Qardh

a. Pengertian Qardh

Qardh adalah suatu akad pembiayaan kepada nasabah tertentu dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada Lembaga Keuangan Syariah LKS pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan nasabah. 36 Kata qardh ini kemudian diadopsi menjadi credo Romawi, credit Inggris, dan kredit Indonesia. Objek dari pinjaman qardh biasanya uang atau alat tukar lainnya yang merupakan transaksi pinjaman murni tanpa bunga ketika peminjam mendapatkan uang tunai dari pemilik dana dalam hal ini bank dan hanya wajib mengembalikan pokok utang pada waktu tertentu di masa yang akan datang. 37 Dalil yang menjadi landasan hukum qardh sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional No. 19DSN-MUIIX2000, tanggal 9 April 2001 antara lain menegaskan bahwa nasabah qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat memperpanjang jangka waktu pengembalian, serta menghapus write off sebagian atau seluruh kewajibannya. 36 Mukhtar Alshodiq, Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Fatwa-Fatwa Ekonomi Syariah Kontemporer, Jakarta: Renaisan, 2005, h. 53-57 37 Ascarya, Akad Produk Bank Syariah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007, h. 46 Berdasarkan fatwa DSN tersebut, maka yang menjadi pertimbangan Dewan Syariah Nasional menetapkan qardh sebagai sebuah sistem perekonomian yang sah menurut syariah adalah: a Lembaga Keuangan Syariah LKS di samping sebagai lembaga komersial, harus dapat berperan sebagai lembaga sosial yang dapat meningkatkan perekonomian secara maksimal. b Sebagai salah satu sarana peningkatan perekonomian yang dapat dilakukan oleh LKS adalah penyaluran dana melalui prinsip qardh, yakni suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada LKS pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan nasabah. c Akad tersebut sesuai dengan syariah Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang akad qardh untuk dijadikan pedoman oleh LKS. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qardh merupakan salah satu bentuk pembiayaan atau penyaluran dana oleh bank syariah kepada nasabah penerima fasilitas debitur. 38 Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu: a Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya ke haji. 38 Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h. 222