1 Orang yang mengerjakan haji itu seorang yang beragama Islam.
2 Orang yang mengerjakan haji itu seorang yang mukalaf orang yang telah
dewasa yang wajib menjalankan hukum agama. 3
Orang yang mengerjakan haji itu merdeka bukan budak belian. 4
Orang yang mengerjakan haji mempunyai kesanggupan melakukannya.
Ringkasnya, syarat wajib haji, ialah Islam, baligh, berakal, merdeka dan sanggup mengerjakannya. Maka orang kafir
27
tidak sah hajinya dan tidak akan diterima oleh Allah jika ia melakukannya, karena mereka tidak termasuk dalam
persyaratan. Islam sebagai syarat utama dalam semua ibadah. Bagi orang yang gila, dia tidak wajib haji. Kalau dia melakukan haji, maka hajinya tidak sah.
Sedangkan anak kecil yang belum baligh, hajinya sah dan walinya mendapat pahala karena menghajikan anaknya. Akan tetapi haji anak kecil tidak
menggugurkan kewajiban haji baginya ketika dia telah baligh. Bagi hamba sahaya, dia tidak wajib haji karena dia mempunyai kewajiban melayani tuannya.
Akan tetapi bila dia melaksanakan haji, maka hajinya sah dan mendapatkan pahala atas hajinya. Oleh karena itu, bagi orang-orang yang tidak terdapat pada
syarat-syarat tersebut, tidaklah diwajibkan haji. Dengan memiliki syarat-syarat ini, menjadi wajiblah seseorang melaksanakan ibadah haji.
27
Muhammad bin „Abdul „Aziz al-Musnad, Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah, Jakarta: Pustaka Imam Asy-
Syafi‟i, 2007, h. 26
c Dalil Pensyari’atannya
Adapun Dalil dari Al-Quran:
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, diantaranya maqam Ibrahim, barang siapa memasukinya Baitullah itu menjadi amanlah dia, mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban
haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu dari semesta alam.”Al-Imran: 97
Dalil dari HR Bukhari dan Muslim
28
: “Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda: “Islam dibangun dibangun di atas
lima perkara yaitu syahadat laa ilaaha illallah dan Muhammad raulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji.”
28
Muhammad Ridwan, Mekanisme Pembiayaan Dana Talangan Haji di Bank Muamalat Cabang Ciledug, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2013, h. 15
2. Umroh
a Pengertian Umroh
Umroh menurut bahasa bermakna ziarah. Menurut istilah syara‟ umroh ialah
menziarahi Ka‟bah, melakukan tawaf di sekelilingnya, bersa‟i antara Shafa dan Marwah dan mencukur atau menggunting rambut. Sedangkan pengertian umroh
secara istilah adalah berkunjung ke Ka‟bah untuk melakukan serangkaian ibadah dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Umroh disunahkan bagi muslim yang
mampu. Umroh dapat dilakukan kapan saja, kecuali pada hari Arafah 11, 12, 13 Zulhijah. Melaksanakan umroh pada bulan Ramadhan sama nilainya dengan
melakukan Ibadah Haji Hadits Muslim.
29
b Syarat Wajib Umroh
Sejumlah syarat yang harus dipenuhi, yang jika tidak maka seseorang tidak wajib melakukan umroh. Syarat itu adalah: Islam, baligh, aqil, merdeka dan
istitha‟ah. Sedangkan wajib umroh adalah ketentuan yang bila mana dilanggar, maka ibadah umrohnya tetap sah, tetapi seseorang harus membayar dam karena
meninggalkannya. Yang termasuk wajib umroh hanya dua, yakni: niat ihram dari miqat dan tidak berbuat yang diharamkan pada waktu melakukan ibadah
umroh.
30
29
Zaenal Abidin, Pengertian Haji dan Umroh Terkini, dipublikasikan pada 14 April 2012, diakses pada 19 April 2014 dari http:jurnal-haji.blogspot.com201204pengertian-haji-umroh-
terkini.html
30
Nino, Umroh, artikel ini dipublikasikan pada 22 Februari 2011, diakses pada 19 April 2014 dari http:umroh-murah.blogspot.com
c Rukun Umroh
Rukun umroh hampir mirip dengan rukun haji. Jika salah satunya ditinggalkan, ibadah tersebut tidak sah. Bedanya hanya satu yaitu tidak wukuf
di Arafah. Lengkapnya, rukun umroh adalah ihram, thawaf berkeliling Ka‟bah, sa‟i diantara shafa dan Marwah, bercukur dan tertib menertibkan
antara empat rukun diatas.
31
d Hukum Umroh
Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukum umroh. Asy Syafii dalam mazhab jadidnya menerangkan, bahwasanya umroh itu adalah suatu
fardhu. Sedangkan Abu Hanifah, Malik dan Abu Tsawr menetapkan bahwa umroh itu sunah muakkadah, bukan wajib. Pendapat ini diriwayatkan pula oleh
Ibnu Munzir dan An Nakhai.
32
Mereka melandaskan pendapat ini pada beberapa dalil dan salah satu firman Allah SWT :
Mendudukan ayat Al-Quran, “Sempurnakanlah Ibadah Haji dan Umroh
karena Allah” Al-Baqarah: 196 sebagai dalil wajibnya umroh adalah keliru. Pasalnya objek yang diwajibkan disini ialah penyempurnaan haji dan umroh
setelah ihram untuk keduanya dilakukan.
33
31
M Ablah, Buku Induk Haji dan Umrah Untuk Wanita, Jakarta: Zaman, 2009, h.375-376
32
Nino, Umroh, artikel ini dipublikasikan pada 22 Februari 2011, diakses pada 19 April 2014 dari http:umroh-murah.blogspot.com
33
M Ablah, Buku Induk Haji dan Umrah Untuk Wanita, h.372-373
D. Akad Qardh dan Ijarah
Dalam Al Quran, ada beberapa istilah yang berkaitan dengan janji atau perjanjian, yaitu kata akad al-aqdu, ahd al-ahdu, dan
wa‟adu.
34
Secara bahasa, akad atau perjanjian itu digunakan untuk banyak arti, yang keseluruhannya
kembali kepada bentuk ikatan atau penghubungan terhadap dua hal. Sementara akad menurut istilah adalah keterikatan keinginan diri dengan sesuatu yang lain
dengan cara yang memunculkan adanya komitmen tertentu yang di syariatkan.
Sedangkan menurut fatwa DSN No. 45DSN-MUIII2005, mengartikan akad sebagai transaksi atau perjanjian syar‟i yang menimbulkan hak dan kewajiban. Akad
yang sah mempunyai akibat hukum pada objek akad. Setiap transaksi memiliki akibat hukum masing-masing sesuai dengan jenis dan bentuknya. Dalam transaksi jual beli
murabahah, akibat hukumnya adalah terjadinya pemindahan pemilikan dari satu pihak yang melakukan ijab kepada pihak lain yang menyatakan kabul. Sedangkan
dalam transaksi sewa-menyewa ijarah, akibat hukumnya adalah terjadinya pengalihan kemanfaatan dari suatu barang dan jasa dari pemilik sewa kepada pengguna
sewa dan begitu seterusnya dalam transaksi-transaksi lain.
35
34
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012, h. 126
35
Ibid, h. 129-131