yang menjadi sasaran program, tetapi hanya kepada penduduk yang hasil pemeriksaan tinjanya positif, dan 2 Selective Treatment, adalah pengobatan
di sarana kesehatan bagi penderita yang datang berobat sendiri dan hasil pemeriksaan mikroskopik tinja positif atau hasil pemeriksaan klinis dinyatakan positif menderita
cacingan. Apabila hasil pemeriksaan total screening menunjukan prevalensi di atas 30, maka harus dilakukan pengobatan massal, dan apabila prevalensinya kurang
dari 30 lakukan pengobatan selektif yaitu pengobatan pada penduduk yang hasil pemeriksaan tinjanya positif mengandung cacing Depkes RI, 2004.
5.3. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup beberapa aspek yaitu:
5.3.1. Aspek Disain Penelitian
Penelitian ini menggunakan disain cross sectional yang meneliti suatu penyakit dengan pengambilan data antara pemapar dan terpapar pada waktu yang
bersamaan, sehingga tidak diketahui mana yang lebih dulu terjadi antara paparan dan akibat. Oleh karena itu tidak dapat memberikan penjelasan tentang hubungan sebab
akibat, hubungan yang ada hanya menunjukkan besarnya hubungan faktor pemapar dengan infeksi cacing dan bukan hubungan kausal, selain itu juga tidak tertutup
kemungkinan terjadinya berbagai bias antara lain bias seleksi dan bias informasi yang mempengaruhi kualitas data.
Universitas Sumatera Utara
5.3.2. Kualitas Data
Pada penelitian ini karena data mengenai paparan faktor risiko diperoleh dengan mengandalkan daya ingat atau catatan medik, maka akan terjadi recall bias.
Hal ini karena responden lupa atau responden yang mengalami efek cenderung lebih mengingat paparan terhadap faktor risiko dari responden yang tidak mengalami efek.
Pada proses pemeriksaan juga bisa terjadi bias diagnosis. Penggunaan data sekunder, dalam hal ini catatan medik yang sering dipakai sebagai sumber data
kadang kala tidak begitu akurat. Kualitas data juga dipengaruhi oleh kemampuan responden mencerna pertanyaan dalam kuesioner serta bias yang berasal dari
pewawancara di mana pewawancara meskipun sudah dilatih terlebih dahulu, bias ini mungkin saja terjadi mengingat keterbatasan pengetahuan pewawancara.
5.3.3. Parameter
Parameter yang digunakan untuk mengukur berbagai variabel dalam penelitian terbatas, sehingga tidak tertutup kemungkinan adanya parameter lain yang
lebih tepat untuk menggambarkan tiap-tiap variabel.
5.3.4. Aspek Peneliti
Penguasaan ilmu pengetahuan peneliti yang masih belum memadai terhadap infeksi kecacingan maupun dalam teori-teori yang mendukung suatu penelitian,
di samping dana dan sarana yang dapat menyebabkan kurang sempurnanya penelitian.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Prevalensi infeksi cacing pada anak SD di Kecamatan Deli Tua Kabupaten
Deli Serdang 42,3. 2.
Prevalensi infeksi cacing berdasarkan jenis cacing pada anak SD di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang, prevalensi ascariasis 18,6,
trichuriasis 7,2, infeksi campuran 16,4. 3.
Prevalensi infeksi cacing berdasarkan intensitas infeksi cacing pada anak SD di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang, infeksi berat 5,2, infeksi
sedang 14,4, infeksi ringan 22,7. 4.
Terdapat hubungan signifikan variabel status gizi p=0,001, personal Hygiene anak p=0,000, perilaku anak p=0,006, sanitasi lingkungan
p=0,0004, perilaku ibu p=0,001, dan pengetahuan ibu p=0,000 dengan infeksi cacing pada anak SD di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli
Serdang. 5.
Terdapat hubungan signifikan tindakan pengobatan p=0,004 dengan infeksi cacing pada anak SD di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang.
6. Hasil uji regresi logistik terdapat empat variabel yang mempunyai hubungan
signifikan dengan infeksi kecacingan, yaitu variabel status gizi anak, personal hyegiene, sanitasi lingkungan dan pengetahuan ibu.
Universitas Sumatera Utara