13
Berdasarkan dua pendapat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa klasifikasi anak tunarungu dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan
yaitu dari yang tergolong gangguan pendengaran ringan sampai dengan anak tunarungu yang tergolong berat sekali sesuai dengan tingkat
kemampuan sisa pendengaran yang dimilikinya. Gangguan pendengaran dan keterbatasan anak yang indera pendengarannya
mengalami ketidakfungsian baik sebagian atau keseluruhan tersebut, berpengaruh terhadap kondisi indera-indera lain secara keseluruhan,
sehingga menimbulkan perilaku anak tunarungu berbeda dengan anak normal lainnya. Kekhasan satu perilaku yang melekat dan sering
dimunculkan dalam tindakan menjadi suatu karakteristik tersendiri pada anak tunarungu.
3. Karakteristik Anak Tunarungu
Menurut Permanian Somad dan Tati Hernawati 1996: 35-36 karakteristik anak tunarungu dapat dilihat melalui beberapa aspek baik
dalam segi intelegensi, segi bahasa dan bicara, dan segi emosi dan sosial. Dalam karakteristik anak tunarungu diantaranya yaitu:
a. Segi Intelegensi Pada umumnya anak tunarungu dibandingkan dengan anak pada
umumnya sering menampakan prestasi akademik yang rata-rata atau normal. Hal tersebut dipengaruhi oleh perkembangan bahasa yang
terhambat dikarenakan gangguan organ pendengaran. b. Segi Bahasa dan Bicara
Anak tunarungu cenderung terhambat dalam berkomunikasi terutama dalam pemerolehan bahasa yang berakibat pada minimnya
pemerolehan kosakata. Hal tersebut diakibatkan karena tidak mendapatkan umpan balik melalui pendengaran.
14
c. Segi Akademik Keterbatasan dalam berbicara dan berbahasa mengakibatkan anak
tunarungu memiliki prestasi akademik yang rendah dalam pelajaran yang bersifat verbal, akan tetapi pada pelajaran yang bersifat lebih
tervisualisasi prestasi pelajaran anak tunarungu cenderung sama dengan anak normal seusianya, sehigga dalam proses belajar anak
tunarungu lebih banyak menangkap pelajaran yang tervisualisasikan. d. Segi Emosi dan Sosial
Anak tunarungu sering terasing dari pergaulan dikarenakan kelainan yang dialami sehingga terbatas dalam hal bergaul yang cenderung
nyaman bergaul dengan sesama anak tunarungu, anak tunarungu memiliki sifat egosentris yang besar dikarenakan tindakan yang
berpusat pada ego dan kesulitan dalam merespon rangsangan dari luar khususnya melalui pendengaran, kesulitan dalam menafsirkan
sesuatu dikarenakan memiliki hambatan dalam memahami bahasa lisan, dan anak tunarungu lebih mudah cepat marah dikarenakan
mengalami kesulitan untuk mengungkapkan perasaan atau pikiran. Murni Winarsih 2007: 16 menambahkan bahwa perkembangan
sosial anak dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dimana ia tinggal, kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh anak bergantung pada orang
dewasa disekitarnya. Pembentukan sikap sosial anak juga dipengaruhi oleh peran orang tua dalam memberikan bimbingan kepada anaknya.
Selanjutnya Emon Sastrawinata 1997: 16 menambahkan bahwa anak tunarungu memiliki sikap menutup diri bertindak secara agresif atau
sebaliknya yaitu menampakan kebimbangan dan keraguan. Kondisi tersebut menyebabkan anak tunarungu tidak dapat belajar dan memahami
bahasa dari masyarakat umum maupun anak normal lainya. Hal ini menjadi faktor penyebab anak tunarungu menjadi pribadi yang egois.
Berdasarkan pendapat ahli diatas dapat diketahui bahwa anak tunarungu memiliki karakteristik dari segi intelegensi anak memiliki
kemampuan intelektual rata-rata akan tetapi menampakan intelegensi