Secara Teoritis Secara Praktis
11
suara, atau rangsang yang lain melalui indera pendengaran. Selanjutnya menurut Sudibyo Markus dalam Sardjono, 2000: 8 mengatakan bahwa
tunarungu-wicara adalah seorang individu yang menderita tunarungu sejak bayi atau lahir, yang karenanya tidak dapat menangkap
pembicaraan orang lain sehingga tidak mampu mengembangkan kemampuan bicaranya walaupun tidak mengalami kerusakan pada organ
bicaranya. Menurut Moh. Amin dalam Sardjono, 2000: 8 mengungkapkan
anak tunarungu adalah: Mereka yang sejak lahir demikian kurang pendengaranya,
sehingga memustahilkan mereka dapat belajar bahasa dan bicara dengan cara-cara normal.
Mereka yang sekalipun lahir dengan pendengaran normal tetapi sebelum dapat berbicara mendapat hambatan taraf berat pada
pendengaranya. Mereka yang sekalipun sudah mulai dapat berbicara karena saat
terjangkitnya gangguan pendengaran, sebelum umur kira-kira 12 tahun, maka kesan-kesan yang diterima mengenai suara dan
bahasa seolah-olah hilang. Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak
anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran pada tingkat 70 dB atau lebih sehingga anak mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, mereka sulit untuk mengatahui kosakata yang sering diucapkan oleh orang lain saat
berkomunikasi. Akibatnya mereka hanya memiliki sedikit kosakata, yang menyebabkan mereka memiliki hambatan dalam berbahasa yang
berdampak pada rendahnya kemampuan komunikasi. Dalam rangka memberikan pendidikan dan layanan kepada mereka diperlukan
12
pembelajaran yang berbeda dengan anak normal, baik itu model, metode maupun strateginya.