Unsur Cerpen Kajian Tentang Cerpen
karakternya saja. Sementara tokoh kompleks, sebaliknya lebih menggambarkan keutuhan personalitas manusia, yang memiliki sisi baik dan buruk secara dinamis.
Berdasarkan dua pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tokoh adalah gambaran fisik, serta sifat atau watak para tokoh cerita dalam sebuah karya fiksi.
c Latar
Dalam fiksi latar dibedakan menjadi tiga bagian, yakni latar tempat, waktu dan sosial. Latar tempat adalah hal yang berkaitan dengan masalah geografis, latar
waktu berkaitan dengan masalah historis dan latar sosial berkaitan dengan kehidupan masyarakat Sayuti, 2000: 127. Latar memiliki fungsi memberi
konteks cerita. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebuah cerita terjadi dan dialami oleh tokoh di suatu tempat tertentu, pada suatu masa, dan lingkungan
masyarakat tertentu Wiyatmi, 2012: 40. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurgiyantoro, 2012: 217 yang menyatakan bahwa latar memberikan pijakan
cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-
sungguh ada dan terjadi. 2
Sarana Cerita a
Judul Judul merupakan hal yang pertama dibaca oleh pembaca fiksi. Judul
merupakan elemen lapisan luar suatu fiksi. Oleh karena itu, ia merupakan elemen yang paling mudah dikenali oleh pembaca. Biasanya judul dapat mengacu pada
sejumlah elemen-elemen yang membangun fiksi dari dalam. Dalam kaitan ini, mungkin sekali judul mengacu pada tema, mengacu pada latar, mengacu pada
konflik, mengacu pada tokoh, mengacu pada simbol cerita, mengacu pada atmosfer, mengacu pada akhir cerita, dan sebagainya Sayuti, 2000: 147-148.
b Sudut Pandang
Menurut Nurgiyantoro 2012: 246, sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan; siapa yang menceritakan, atau; dari posisi mana siapa peristiwa
dan tindakan itu dilihat. Lebih lanjut Sayuti 2000: 159 mengemukakan sudut pandang dipergunakan untuk menentukan arah pandang pengarang terhadap
peristiwa-peristiwa di dalam cerita sehingga tercipta suatu kesatuan cerita yang utuh. Adapun beberapa jenis sudut pandang, yaitu sebagai berikut:
1 Sudut pandang first person-central atau akuan sertaan Di dalam sudut pandang akuan-sertaan, tokoh sentral cerita adalah pengarang
yang secara langsung terlibat di dalam cerita. 2 Sudut pandang first person atau akuantak sertaan
Dalam sudut pandang akuan-taksertaan , tokoh ―aku‖ biasanya hanya menjadi
pembantu atau pengantar tokoh lain yang lebih penting. Pencerita pada umumnya hanya muncul di awal atau akhir cerita.
3 Sudut pandang third-person-limited atau diian maha tahu Di dalam sudut pandang diaan-mahatahu, pengarang berada di luar cerita,
dan biasanya pengarang hanya menjadi seorang pengamat yang maha tahu, bahkan mampu berdialog langsung dengan pembaca.
4 Sudut pandang third-person-omniscient atau diaan terbatas Dalam diaan-terbatas pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai
pencerita yang terbatas hak berceritanya. Di sini pengarang hanya menceritakan apa yang dialami oleh tokoh yang dijadikan tumpuan cerita.
c Gaya dan Nada
Sumardjo 1986: 92 menyatakan gaya adalah cara khas pengungkapan seseorang. Cara bagaimana seseorang pengarang memilih tema, persoalan,
meninjau persoalan dan menceritakannya dalam sebuah cerpen. Gaya merupakan cara pengungkapan seorang yang khas bagi seorang pengarang. Secara sederhana,
gaya dapat didefinisikan sebagai cara pemakaian bahasa yang spesifik oleh pengarang. Unsur-unsur yang membangun gaya seorang pengarang meliputi diksi,
imajeri dan sintaksis. Sedangkan nada sebuah fiksi merupakan ekspresi sikap. Nada dalam karya fiksi merupakan kualitas gaya yang memaparkan sikap
pengarang terhadap masalah yang dikemukakan dan juga terhadap pembaca karyanya Sayuti, 2000: 173-177.
3 Tema
Stanton dalam Nurgiyantoro, 2012: 25 mengemukakan tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita. Ia selalu berkaitan dengan berbagai
pengalaman kehidupan. Dalam hal tertentu, sering tema dapat disinonimkan dengan ide atau tujuan utama cerita. Sejalan dengan pendapat tersebut, Sumardjo
1986: 56 menyatakan tema adalah ide sebuah cerita. Tema tidak perlu selalu berwujud moral, atau ajaran moral. Tema bisa hanya berwujud pengamatan
pengarang terhadap kehidupan.
Sayuti 2000: 190 menjelaskan tema lebih merupakan sejenis komentar terhadap subjek atau pokok masalah, baik secara eksplisit maupun implisit. Jadi,
di dalam tema terkandung sikap pengarang terhadap subjek atau pokok cerita. Lebih lanjut Haryamawan dalam Wiyatmi, 2009: 49 mengemukakan tema
merupakan rumusan intisari cerita sebagai landasan idiil dalam menentukan arah tujuan cerita. Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan tema adalah ide atau
gagasan yang menjadi landasan dalam menentukan arah tujuan cerita.