Agribisnis Lobak Analisis Pendapatan Usahatani Lobak Korea dan Daikon (Studi Kasus Agro Farm di Desa Ciherang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

pH tanah enam sampai tujuh Tindall, 1986. Karena itu lobak banyak dibudidayakan di beberapa tempat dataran tinggi Indonesia. Jika biji lobak telah tumbuh, maka akan dibiarkan sampai tanaman menjadi kuat, baru kemudian diperjarang. Kemudian setiap rumpun ditinggalkan dua tanaman yang paling baik. Tanaman lainnya dicabut dan dijual sebagai lalap. Apabila tanaman agak besar dan umbi akar telah terbentuk, kemudian di lakukan penimbunan untuk mencegah agar pangkal umbi tidak berserat. Pemupukan dilakukan dengan pupuk kandang atau pupuk buatan yang mengandung enam persen nitrogen, delapan sampai sepuluh persen asam phospat dan enam sampai delapan kalium. Rekomendasi yang diberikan untuk pemakaian pupuk ini adalah 1.120- 1.680 kgha. Dalam hal ini pemberian pupuk tergantung pada jenis sayuran tersebut. Pada daerah tropis hasil panen terbaik diperoleh pada suhu bulanan minimum 19-22 o C dan maksimum 30-33 o C. Lobak putih dapat dipanen setelah 30 – 50 hari setelah ditanam dan lobak merah dipanen setelah 20 – 25 hari setelah ditanam, tergantung pada cara penanaman, iklim dan tingkat kemasakan. Pada tingkat ini umbi masih lunak, tidak begitu getir dan renyah, dan biasanya sudah mencapai ukuran yang sesuai untuk dipasarkan. Lobak dipanen pada tingkat kemasakan ini sebelum berempulur dan berserabut. Waktu dipanen seluruh tanaman dicabut Rukmana, 1995. Pemasaran dapat dilakukan dengan atau tanpa daun. Bila daun-daun disertakan, daun-daun itu diikat. Bila tanpa daun, pemotongan daun- daunnya dilakukan setelah pencabutan. Komposisi kimia lobak seperti terlihat pada Tabel 7, diketahui bahwa kandungan air lobak sangat tinggi yaitu sekitar 94,1 gram pada tiap 100 gram bahan, atau sekitar 94,1 persen dari lobak adalah air. Kandungan air yang tinggi ini yang menyebabkan lobak mudah rusak. Tabel 7. Komposisi Zat Gizi Lobak per 100 Gram. Komponen Jumlah Kalori kal 19.00 Protein g 0.90 Lemak g 0.10 Karbohidrat g 4.20 Kalsium mg 35.00 Fosfor mg 26.00 Besi mg 0.60 Vitamin A I.U. 10.00 Vitamin B 1 mg 0.03 Vitamin C mg 32.00 Air g 94.10 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI 1979. Menurut Biro Pusat Statistik 1991 jumlah lobak di Indonesia semakin bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena cara penanaman yang makin baik, juga ada perluasan areal tanah untuk penanaman lobak. Lobak merupakan tanaman yang mudah tumbuh dan siap dipanen tiga sampai enam minggu setelah waktu penanaman. Adapun manfaat lain dari lobak yaitu menyembuhkan liver da mencegah infeksi virus seperti batuk dan flu. 1.6.Kajian Kemitraan Agribisnis Penelitian terdahulu dimaksudkan untuk mengkaji penelitian-penelitian yang telah dilakukan dengan mengangkat topik, komoditas, produk maupun alat analisis yang sama sehingga dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan penelitian dan dapat dijadikan pembelajaran. Namun penelitian yang membahas kemitraan tentang komoditi lobak masih sangat sedikit. Berdasarkan penelitian terdahulu yang menjadi referensi penelitian ini, dapat dikatakan bahwa adanya kemitraan tidak dapat menjamin petani dapat meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang mengakibatkan kemitraan menjadi tidak signifikan dampaknya terhadap petani. Hal ini dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Saraswati 2002 yang mengkaji dampak pelaksanaan kemitraan terhadap pendapatan petani mitra antara PT. Bumi Mekar Tani dengan petani kacang tanah di Kabupaten Subang. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa pendapatan atas biaya total petani non mitra. Sebelum bermitra pendapatan atas biaya total petani mitra mencapai Rp. 725.903,11 sedangkan setelah bermitra menjadi Rp. 352.069,93. Angka ini juga sedikit lebih kecil dibandingkan dengan petani non mitra yaitu Rp. 403.711,86. Kecilnya pendapatan petani mitra ini disebabkan tingginya harga benih dan pupuk dari perusahaan yang menyebabkan biaya tunai petani mitra lebih besar daripada sebelum bermitra dari petani non mitra. Total produksi yang lebih kecil akibat pengaruh musim kemarau juga merupakan salah satu faktor penyebabnya. Dilihat dari segi pendapatan petani mitra, tidak terjadi peningkatan pendapatan yang diterima oleh petani mitra. Pendapatan petani mitra sebelum mengikuti kemitraan justru lebih besar jika dibandingkan dengan saat mereka mengikuti kemitraan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hal ini, berasal dari dalam kemitraan itu sendiri, yaitu pelunasan pinjaman petani mitra yang belum terselesaikan, disamping itu faktor-faktor dari luar kemitraan, seperti pengaruh musim kemarau. Adapun penelitian yang dilakukan Agreianti 2009 yang mengkaji pengaruh kemitraan terhadap produktivitas dan pendapatan petani kakao dikabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta dapat memberikan gambaran lain mengenai kemitraan. Hal tersebut disebabkan kemitraan memberikan manfaat nyata bagi petani, termasuk dalam peningkatan pendapatan namun pendapatan yang diterima oleh petani yang bermitra belum dapat dikatakan optimal karena perbedaannya dengan pendapatan petani yang tidak bermitra tidak terlalu jauh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kemitraan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Manfaat bagi perusahaan adalah mendapatkan pasokan biji kakao berfermentasi, menghemat biaya produksi, dan bertambahnya mitra usaha yang loyal terhadap perusahaan. Manfaat bagi petani kakao mitra adalah bimbingan teknis, pembayaran secara tunai melalui kelompok tani, pemberian bantuan pupuk, dan kemudahan untuk memasarkan produkya. Hasil analisis usahatani membuktikan bahwa adanya kemitraan antara PT. Pagilarang dengan petani kelompok tani Ngupadikoyo dapat meningkatkan penerimaan, karena apabila dibandingkan dengan pendapatan non petani mitra, pendapatan atas biaya tunai petani mitra lebih besar yaitu Rp. 1.187.425 dan petani non mitra sebesar Rp. 694.445, sehingga menyebabkan pendapatan petani mitra lebih besar. Akan tetapi, bila dilihat secara uji statistik yaitu uji-t untuk melihat seberapa besar perbedaan nyata pendapatan petani mitra dan petani non mitra hasil t-hitung 0,0010, dimana nilai t-hitung ini dibawah nilai t-tabel yaitu 1,96 sehingga dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani mitra dan petani non mitra tidak berbeda nyata, jadi adanya kemitraan tidak berpengaruh pada pendapatan petani kakao. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Mia 2009 mengenai keberhasilan pelaksanaan kemitraan dalam meningkatkan pendapatan antara petani semangka di kabupaten Kebumen Jawa Tengah dengan CV Bimandiri menunjukkan manfaat yang diperoleh petani melalui kemitraan. Berdasarkan hasil penelitian kemitraan yang di jalankan oleh CV Bimandiri dirumuskan dalam sebuah memo kesepakatan antar kedua belah pihak yang memuat hak dan kewajibannya masing-masing. Hak petani sebagai mitra adalah petani mendapatkan harga jual sesuai dengan yang telah disepakati dan juga mendapatkan bimbingan teknis dari pihak perusahaan. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa pendapatan atas biaya total petani mitra lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan atas biaya total petani non mitra. Pendapatan atas biaya total petani mitra mencapai Rp. 5.935.667, sedangkan pendapatan total petani non mitra adalah Rp. 2.430.733. Hal ini disebabkan karena harga jual semangka petani mitra lebih besar dibandingkan dengan petani semangka non mitra. Demikian pula dengan RC atas biaya total petani mitra yang relatif lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra. RC atas biaya total petani mitra adalah 1.85, artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh petani akan memberikan tambahan keuntungan sebesar 1.85. Sedangkan RC atas biaya total petani non mitra adalah sebesar 1.4, artinya setiap satuan rupiah yang dikeluarkan oleh petani akan memberikan tambahan keuntungan hanya sebesar Rp. 14. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang dilakukan oleh petani semangka terbukti dapat meningkatkan pendapatan petani dengan perbedaan yang mencolok dengan pendapatan yang diterima petani non mitra. Hal ini menunjukkan kemitraan tersebut berhasil meningkatkan kesejahteraan petani semangka. Sejalan dengan itu, Penelitian yang dilakukan oleh Aryati 2009 mengenai analisis pengaruh kemitraan dengan judul Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah, penelitian diarahkan untuk mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara PT. Garudafood dengan petani kacang yang berada di daerah Cianjur juga menunjukkan hasil yang sama. Berdasarkan evaluasi pelaksanaan masih terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan perjanjian, seperti masih ada petani yang menggunakan pupuk tidak sesuai dosis, menjual hasil produknya ke perusahan lain dan waktu tanam yang tidak sesuai dengan perjanjian. Meskipun demikian pelaksanaan kemitraan tersebut memberikan manfaat kepada petani yaitu adanya kepastian pasar, kepastian harga, meningkatkan pendapatan dan menambah pengetahuan mengenai budidaya kacang tanah. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, petani mitra memperoleh pendapatan usaha yang lebih baik jika dibandingkan dengan petani non mitra, baik untuk pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total. Hasil imbangan dapat diketahui RC rasio atas biaya tunai dan total petani mitra yaitu 2.77 dan 1.47, sedangkan RC rasio atas biaya tunai dan biaya total 1.92 dan 0.96 maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kemitraan antara PT. Garudafood dengan petani kacang tanah mitra di Desa Palangan memberikan keuntungan bagi petani mitra, sehingga kemitraan dapat diteruskan. Adapun Kurnia 2003 mengkaji pelaksanaan pola kemitraan antara perusahaan agribisnis CV Mekar Dana Profitindo dengan petani bawang merah Brebes. Menurut hasil penelitian kondisi pelaku kerjasama, kondisi perusahaan cenderung menunjukkan kekuatan yang terletak pada faktor pemasaran, keuangan dan sumberdaya manusia. Adapun kelemahan perusahaan terletak pada faktor produksi serta penelitian dan pengembangan. Sebaliknya kondisi petani cenderung menunjukkan kekuatan pada faktor modal, produksi dan teknologi sedangkan kelemahannya terletak pada manajemen dan pemasaran. Berdasarkan hasil analisis pemilihan pola kemitraan antara kedua pelaku, pola kemitraan yang terpilih saat ini adalah Pola Inti Plasma. Pola inti plasma merupakan pola kemitraan yang dirasakan paling efektif oleh kedua pelaku mengingat kondisi petani yang masih membutuhkan bantuan dari perusahaan dalam hal sarana produksi, serta bimbingan teknis dan non teknis dari perusahaan yang dianggap lebih berpengalaman dalam menjalankan pertanyaan berskala besar. Kemitraan antara perusahaan dengan petani yang berlangsung selama ini belum mengalami hambatan meskipun kemitraan yang terbentuk hanya berdasarkan kesepakatan lisan saja. Namun begitu jika hal tersebut dibiarkan bukan tidak mungkin kemitraan yang berbentuk dikemudian hari akan mengalami permasalahan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan bahwa adanya suatu kemitraan memberikan dampak besar kepada petani mitra khususnya. Dampak ini terjadi karena adanya berbagai bentuk bantuan yang diberikan oleh perusahaan seperti dalam hal permodalan, teknis, dan pemasaran. Namun ternyata tidak semua hasil penelitian menyimpulkan bahwa adanya kemitraan akan memberikan peningkatan pendapatan bagi petani mitranya, tentu hal ini terkait dengan banyak faktor. Hal inilah menjadi latar belakang fokus penelitian ini, yaitu mengukur dampak kemitraan pada pendapatan petani mitra pada komoditi lobak. Penelitian yang dilakukan oleh Saraswati 2002 dan Aryati 2009 meneliti komoditas yang sama, yaitu kacang tanah. Perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan lembaga yang menjalin kemitraan di masing-masing tempat penelitian tersebut. Kedua penelitian menganalisis mengenai pendapatan usahatani petani mitra dan non mitra. Namun penelitian terdahulu belum menganalisis sejauh mana perbedaan biaya input produksi pada kedua bentuk lembaga kemitraan tersebut dapat mempengaruhi perolehan tingkat keuntungan bagi petani. Persamaan penelitian penulis dengan penelitian terdahulu terletak pada analisis pendapatan usahatani, sedangkan perbedaannya terletak pada komoditas yang dikaji yaitu lobak bulat dan panjang yang menurut pengetahuan penulis belum pernah ada yang meneliti sebelumnya setidaknya dari sisi kemitraannya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi penulis untuk dapat mengangkat aspek-aspek yang mungkin pada penelitian sebelumnya belum sempat dikemukakan. Selain itu, kemitraan yang selama ini berlangsung antara Agro Farm dengan petani mitranya juga belum pernah dilakukan. Penelitian ini berusaha mencari penjelasan tentang fenomena kemitraan yang terjadi serta menemukan alternatif rekomendasi dari kebijakan yang bisa diambil guna mengatasi permasalahan kemitraan dengan melakukan analisis terhadap kepuasan petani dalam bermitra. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Kemitraan Menurut Dirjen Pembinaan Pengusaha Kecil 1994, Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, kemitraan adalah hubungan bisnis antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil disertai bantuan pembinaan berupa peningkatan sumber daya manusia, peningkatan modal kerja dan peningkatan krekit perbankan. Definisi kemitraan yang terkandung dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 adalah suatu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan serta bertujuan meningkatkan nilai tambah yang maksimal. Adapun batasan kemitraan usaha agribisnis menurut Hafsah 2000 adalah hubungan bisnis usaha pertanian yang melibatkan satu atau sekelompok orang yang berbadan hukum dengan satu atau sekelompok orangbadan usaha dimana masing-masing pihak memperoleh penghasilan dan usaha bisnis yang sama atau saling berkaitan dengan tujuan menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan yang dilandasi rasa saling menguntungkan, saling memerlukan dan saling melaksanakan etika bisnis. Secara ekonomi, kemitraan didefinisikan sebagai : 1. Esensi kemitraan terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga Labour maupun benda properti atau keduanya untuk tujuan kegiatan ekonomi. Pengendalian kegiatan dilakukan bersama dimana pembagian keuntungan dan kerugian distribusi diantara dua pihak yang bermitra. Burrns, 1996 dalam Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1998 . 2. “Partnership atau Alliance” adalah suatu asosiasi yang terdiri dari dua orang atau usaha yang sama-sama memiliki sebuah perusahaan dengan tujuan untuk mencari laba. Winardi, 1971 dalam Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1998 . 3. Kemitraan adalah suatu persekutuan dari dua orang atau lebih sebagai pemilik bersama yang menjalankan suatu bisnis mencari keuntungan. Spencer, 1977 dalam Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1998 . 4. Suatu kemitraan adalah suatu perusahaan dengan sejumlah pemilik yang menikmati bersama keuntungan-keuntungan dari perusahaan dan masing-masing menanggung liabilitas yang tidak terbatas atas hutang-hutang perusahaan. McEachern, 1988 dalam Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1998 . Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, maka kemitraan dalam agribisnis dapat diartikan sebagai jalinan kerjasama yang berorientasi ekonomi bisnis yang berkesinambungan antara dua atau lebih pelaku agribisnis, baik dalam satu subsistem maupun antara subsistem agribisnis keterkaitan antar subsistem. Jalinan kerjasama tersebut harus saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan, sehingga hubungannya akan berkesinambungan.

3.1.2 Maksud dan Tujuan Kemitraan

Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah “ Win-Win Solution Partnership”. Kesadaran dan saling menguntungkan disini tidak berarti para patisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adalah adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Berdasarkan pendekatan cultural, kemitraan bertujuan agar mitra usaha dapat mengadopsi nilai-nilai baru dalam berusaha seperti perluasan wawasan, prakarsa, kreatifitas, berani mengambil risiko, etos kerja, kemampuan aspek-aspek managerial, bekerja atas dasar perencanaan dan berwawasan ke depan. Menurut Hafsah 2000, dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkret adalah : 1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, 2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, 3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, 4. Meningkatkan pertumbujan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, 5. Memperluas lapangan kerja., 6. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Saling membutuhkan merupakan salah satu azas tumbuhnya kerjasama antara dua belah pihak yang bermitra. Kerjasama antara perusahaan besar dengan petani kecil dapat berlangsung baik jika ada imbalan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Perusahaan besar memiliki akses lebih besar terhadap pasar, informasi, teknologi dan modal. Sedangkan petani kecil mempunyai sumberdaya potensial untuk dikembangkan sebagai sumber bahan baku yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan besar. Oleh sebab itu keberadaan kemitraan usaha ini bagi perusahaan besar bisa mengurangi biaya overhead dan resiko yang harus diterimanya. Sementara itu petani kecil akan menerima berbagai bantuan seperti modal, teknologi, manajemen dan kepastian pemasaran produknya.