Latar Belakang 7.18 Analisis Pendapatan Usahatani Lobak Korea dan Daikon (Studi Kasus Agro Farm di Desa Ciherang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Tabel 2 . Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun 2003-2007. No Komoditas Produksi Ton 2003 2004 2005 2006 2007 1 Bawang Merah 762.795 757.399 732.610 794.929 802.810 2 Bawang Putih 38.957 28.851 20.733 21.052 17.312 3 Bawang Daun 345.720 475.571 501.437 571.264 479.924 4 Kentang 1.009.979 1.072.040 1.009.619 1.011.911 1.003.732 5 Lobak 26.340 30.625 54.226 49.344 42.076 6 KolKubis 1.348.433 1.432.814 1.292.984 1.267.745 1.288.738 7 PetsaiSawi 459.253 534.964 548.453 590.400 564.912 8 Wortel 355.802 423.722 440.001 391.370 350.170 9 Kacang Merah 90.281 107.281 132.218 125.251 112.271 10 Kembang Kol 86.222 99.994 127.320 135.517 124.252 Sumber: Departemen Pertanian 2008 Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa produksi beberapa tanaman sayuran di Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan sayuran masih berpotensi untuk dikembangkan di masa depan sebagai salah satu sumber pangan nasional. Masyarakat banyak yang berprofesi sebagai petani sayuran sebagai matapencaharian utama, sehingga sayuran sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi secara keseluruhan. Saat ini masyarakat semakin memahami pentingnya hidup sehat dengan cara mengkonsumsi makanan yang sehat pula. Kesadaran gizi menyebabkan kecenderungan masyarakat untuk mengurangi konsumsi makanan berlemak tinggi terutama berasal dari bahan hewani dan beralih mengkonsumsi sayuran. Jumlah industri yang meningkat seperti supermarket, restoran, convention centre, hotel, apartemen, dan rumah sakit membutuhkan pasokan sayuran lebih besar. Hal tersebut menyebabkan permintaan sayuran sebagai sumber bahan pangan cenderung meningkat dan menjadi faktor yang mempengaruhi konsumsi sayuran di negara Indonesia. Tabel 3 menunjukan konsumsi tanaman hortikultura di Indonesia. Tabel 3. Konsumsi Tanaman Hortikultura Khususnya Buah-buahan dan Sayuran di Indonesia Tahun 2007-2008. Komoditi Konsumsi kgthnkapita Peningkatan Tahun 2007 Tahun 2008 Buah-buahan 34.06 35.52 4.29 Sayuran 40.90 41.32 1.03 Jumlah 74.96 76.84 2.51 Keterangan: Angka Perkiraan Sumber: Departemen Pertanian 2008 Kebutuhan sayuran cenderung meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk dan pendapatan per kapita. Berdasarkan data dari World Bank dan World Development Report 1993 serta International Rice Research Institute 1994 dalam Rukmana dan Yuniarsih 1996 perkiraan jumlah penduduk dunia pada tahun 2025 naik menjadi 8,345 milyar, sementara penduduk Indonesia tahun 2025 naik menjadi 275 juta. Peningkatan konsumsi sayuran dapat tercermin dari perubahan pola pikir hidup sehat. Hal tersebut mengakibatkan semakin diminatinya makanan-makanan sehat seperti sayur-sayuran. Masyarakat Indonesia umumnya menyukai sayuran sebagai menu makanan sehari-hari. Sayuran masih berpeluang untuk dikembangkan menjadi komoditas yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat karena memiliki produktivitas yang cukup baik Tabel 4. Tabel 4. Tingkat Produktivitas Beberapa Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun 2003-2007. No Komoditi Poduktivitas TonHa 2003 2004 2005 2006 2007 1 Kentang 15.32 16.39 16.40 16.94 16.09 2 Wortel 16.55 17.53 17.85 16.97 14.78 3 Lobak 15.98 12.41 16.46 13.51 13.32 4 Labu 11.64 10.24 11.54 12.67 12.21 Sumber: Direktorat Jendral Hortikultura 2007 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa lobak merupakan komoditas sayuran yang memiliki tingkat produktivitas yang cukup baik dari tahun 2003 sampai 2007 sebesar 14.34 tonha. Selain itu, komoditas ini juga termasuk komoditas yang dapat tumbuh baik apabila perlakuan yang diberikan selama budidaya tepat. Hal ini menunjukkan lobak merupakan tanaman sayuran yang potensial untuk dikembangkan menjadi komoditas komersial yang menguntungkan Direktorat Jendral Hortikultura, 2008. Lobak merupakan tanaman hortikultura yang cukup populer. Pada umumnya lobak digunakan sebagai campuran sop, soto atau hanya rebusan sebagai lalap. Akan tetapi tren ini berubah dengan semakin banyaknya restoran yang bermunculan, khususnya restoran-restoran korea dan jepang. Restoran tersebut menyajikan lobak sebagai menu hidangan seperti salad, kimci dan asinan. Oleh karena, itulah permintaan akan lobak ini terus mengalami peningkatan yang signifikan. Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah utama penghasil lobak. Salah satu sentra produksi lobak di Jawa Barat adalah Kabupaten Cianjur yaitu di kawasan Rintisan Agropolitan yang berada di wilayah Kecamatan Cipanas. Jika dilihat dari jumlah produksi beberapa komoditas sayuran di Kawasan Rintisan Agropolitan wilayah Kecamatan Cipanas tahun 2005-2007, produksi lobak menempati posisi paling bawah diantara produksi sayuran lainnya seperti wortel, Bawang Daun dan Kubis. Hal ini antara lain disebabkan karena petani di daerah Cianjur lebih menyenangi menanam wortel ataupun bawang daun yang lebih mudah penanamannya. Akan tetapi, walaupun lobak ini menempati posisi paling bawah tetapi produksi dari tahun ke tahunnya meningkat Tabel 5. Tabel 5. Produksi Komoditi Sayuran di Kawasan Agropolitan Wilayah Kecamatan Cipanas Tahun 2005-2007. Jenis Komoditi Produksi Ton Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Wortel 25.547 13.813 12.469 Bawang daun 7.774 7.932 8.644 Kubis 5.682 2.401 1.640 Sawi 1.544 1.619 332 Lobak 1.558 3.264 4.498 Sumber : Dinas Pertanian Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur 2007 Jenis lobak yang dibudidayakan di Indonesia bermacam-macam, salah satunya adalah lobak korea atau yang sering dikenal dengan lobak bulat. Jenis lobak ini dikembangkan di daerah Cianjur karena iklim Cianjur cocok untuk menanam lobak korea. Selain lobak korea, para petani di daerah Cianjur juga menanam lobak daikon atau yang sering dikenal lobak panjang yang memang sudah terlebih dahulu dikenal dan dibudidayakan di daerah ini. Tanaman lobak yang telah dipanen umumnya dijual ke tengkulak, pasar ataupun ke perusahaan distribusi sayuran yang ada di sekitar Cianjur. Salah satu perusahaan distribusi sayuran yang berada di daerah Cianjur tepatnya di daerah Ciherang adalah Agro Farm. Agro Farm mengkhususkan aktivitasnya sebagai pedagang besar yang membeli sayuran hasil dari petani pemasok dan memberikan perlakuan pasca panen pada sayuran yang telah dibelinya berupa pembersihan, sortasi, pengklasifikasian dan pengemasan untuk kemudian memasarkannya ke pasar swalayan dan restoran. Sejak awal berdirinya, perusahaan ini menjalankan kerjasama dengan para petani sayuran melalui kemitraan yang menguntungkan dimana perusahaan bertindak sebagai penyedia input produksi sedangkan petani yang menjadi mitranya mengolah atau memproses input tersebut untuk menghasilkan output yang diharapkan.

1.2. Perumusan masalah

Agro Farm sebagai salah satu perusahaan agribisnis yang bergerak dalam pendistribusian sayur-sayuran segar memasarkan produknya ke pasar swalayan dan restoran. Dengan demikian, perusahaan membutuhkan pasokan bahan baku dari petani mitra untuk memenuhi kebutuhannya. Lobak korea dan lobak daikon merupakan beberapa jenis sayuran yang sedang dikembangkan perusahaan. Permintaan terhadap lobak khususnya dari lobak korea dan panjang terus mengalami peningkatan, namun Agro Farm belum dapat memenuhi semua permintaan tersebut. Oleh karena itu, bahan baku produksi lobak korea perlu menjaga kontinuitas agar menjadi lancar dan terus meningkat. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Agro Farm, diketahui bahwa permintaan terhadap lobak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun rata-rata sebesar 15 persen. Keterangan lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 . Permintaan Lobak Pada Agro Farm Tahun 2005-2009 Tahun Permintaan Produksi Kg Pertumbuhan 2005 30.164 - 2006 34.668 14.93 2007 40.219 16.01 2008 46.235 14.96 2009 53.217 15.10 Sumber: Agro Farm 2010 Pada umumnya konsumen sangat memperhatikan kesegaran, daya tahan, dan kesesuaian kriteria produk yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, produk yang dipasarkan oleh Agro Farm merupakan produk hortikultura yang mudah rusak. Kendala yang sering dialami oleh perusahaan menyangkut masalah kontinuitas, kuantitas dan kualitas produksi sayuran. Perusahaan harus mampu menjaga peningkatan produksi dan mempertahankan kualitas lobak yang dibudidayakan karena berhubungan dengan pasar lobak yang ekskusif. Adapun kendala yang sering dihadapi petani lobak adalah mengenai jaminan pemasaran. Selain itu, petani mengalami permasalahan dalam penerapan manajemen, kualitas sumberdaya manusia SDM, dan penggunaan teknologi yang sederhana. Petani juga masih terkendala dalam hal harga jual lobak yang rendah dan berfluktuasi jika hasil panen mereka dijual langsung ke pasar. Berdasarkan hal tersebut, pengembangan pola kemitraan merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi masalah tersebut. Dengan demikian, peluang permintaan yang semakin meningkat dapat dimanfaatkan secara optimal. Walaupun manfaat bermitra cukup besar, tidak semua petani melakukan kemitraan dengan perusahaan. Hal ini menyangkut pola pikir petani yang masih memiliki anggapan bahwa kemitraan tidak memberikan keuntungan apapun bagi mereka. Agro Farm dengan petani mitra sudah memiliki kesepakatan mengenai penyediaan faktor-faktor produksi yang diperlukan dalam pembudidayaan lobak. Agro Farm menyediakan faktor-faktor produksi yang dibutuhkan oleh para petani lobak mitra. Faktor- faktor produksi yang dibutuhkan diantaranya benih lobak dan saprotan lainnya. Dengan demikian, petani lobak harus memanfaatkan faktor-faktor produksi tersebut untuk menghasilkan lobak yang sesuai dengan ketentuan. Agro Farm dengan petani mitra juga telah membuat kesepakatan mengenai jumlah lobak yang harus diserahkan petani kepada Agro Farm setiap kali panen. Hal ini disebabkan jumlah lobak hasil panen para petani yang harus diserahkan kepada Agro Farm sudah ditentukan dengan jumlah tertentu, sehingga meskipun jumlah produksi lobak petani melebihi kuota tersebut, tetapi yang harus diserahkan atau disetor petani kepada Agro Farm tetap harus sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan oleh Agro Farm. Hal ini berlaku pula untuk semua jenis komoditas sayuran lainnya yang dihasilkan oleh para petani mitra. Adanya kuota tersebut dimaksudkan agar produk yang dipasarkan sesuai dengan kondisi permintaan di pasar, sehingga melimpahnya produk di pasar yang berakibat pada turunnya harga jual produk tersebut dapat diminimalisasi.