Rumpon The Sustainable technology and management of FADsbased tuna fisheries in Prigi, East Java

Tenggara yang bertiup dari tenggara ke arah barat laut menyebabkan terjadinya Transpor Eikman yang mengarah menjauhi pantai Selatan Jawa, maka akan terjadi kekosongan ruang yang berakibat naiknya massa air upwelling dari bawah menuju ke lapisan permukaan Wyrtki, 1962; Purba, 2007. Terjadi upwelling pada musim timur tidak langsung dapat meningkatkan kesuburan perairan dan pola pertumbuhan ikan di sekitar rumpon, karena perlu adanya proses waktu panjang yang dibutuhkan setelah upwelling terjadi untuk membentuk jaringan rantai makanan dan tingginya tekanan penangkapan ikan pada saat itu sangat berpengaruh terhadap pola pertumbuhan ikan. Nelayan diharapkan melakukan penangkapan ikan secara terencana dan efisien dengan mengetahui informasi musim penangkapan ikan. Dalam hal ini diperlukan kebijakan pemerintah untuk mengatur operasional penangkapan ikan agar tidak terjadi tangkap lebih over fishing dan kapasitas berlebih over capacity.

5.2 Rumpon

Upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi perikanan dengan pengegunaan rumpon sangatlah tepat, akan tetapi dalam perkembangannya, pemasangan rumpon selain menimbulkan efek positif juga menimbulkan beberapa masalah, antara lain akibat pemasangan rumpon yang tidak teratur dan lokasi yang berdekatan dapat merusak pola ruaya ikan, hasil tangkapan yang kurang selektif terhadap ukuran ikan yang dapat mengganggu keseimbangan alam, konflik antar nelayan, dan pemanfaatan yang berlebihan dapat menimbulkan tangkapan berlebih overfishing serta kapasitas penangkapan yang berlebih overcapacity. Secara teknis rumpon tersusun dalam empat komponen utama yaitu pelampung, atraktor atau pemikat, tali-temali dan pemberat. Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa bahan-bahan yang digunakan nelayan untuk pembuatan satu unit rumpon sebagian besar menggunakan bahan buatan manusia bukan alami dan mudah didapat seperti plat besi, tali sintesis, ban bekas dan semen cor, yang mana bahan buatan ini mempunyai daya tahan pakai lebih lama bila dibandingkan dengan bahan alami. Hanya bahan atraktor pemikat ikan yang menggunakan bahan alami berupa daun kelapa. Kesesuaian kondisi aktual umpon di lokasi penelitian terhadap persyaratan umum komponen dan konstruksi rumpon Tim Pengkajian Rumpon IPB, 1987 dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Kesesuaian kondisi aktual terhadap kelayakan teknis rumpon No Kriteria kelayakan teknis Kondisi aktual di lapangan Kesesuaian 1 2 3 4 5 Pelampung • Mempunyai kemampuan mengapung yang cukup baik 13 bagian di atas air • Konstruksi cukup kuat; • Tahan terhadap gelombang dan air • Mudah dikenali dari jarak jauh • Bahan mudah didapat. Atraktor atau pemikat • Mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan • Tahan lama • Mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertikal dengan arah ke bawah • Melindungi ikan-ikan kecil • Bahan kuat, tahan lama dan murah. Tali-temali, • Terbuat dan bahan yang kuat dan tidak mudah busuk • Harga relatif murah, daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus • Tidak bersimpul less knot. Pemberat, • Bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh • Massa jenisnya besar, permukaannva tidak licin dan dapat mencengkeram. Jarak antar rumpon 10 nmil Pelampung • Kemampuan mengapung cukup baik • Konstruksi cukup kuat • Tahan terhadap gelombang dan air • Mudah dikenali dari jarak jauh • Bahan mudah didapat. Atraktor atau pemikat • Daya pikat yang baik terhadap ikan. • Tahan lama • Posisi potongan vertikal dengan arah ke bawah • Melindungi ikan-ikan kecil • Bahan kuat, tahan lama dan murah. Tali-temali, • Bahan kuat dan tidak mudah busuk • Harga relatif murah mempunyai daya apung yang cukup • Tidak bersimpul less knot. Pemberat, • Bahan murah, kuat dan mudah diperoleh • Massa jenis besar, permukaan tidak licin dan mencengkeram. Rata-rata jarak antar rumpon 5 nmil Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak sesuai Aspek bioekologi dari data hasil tangkapan di sekitar rumpon oleh armada tonda dan jaring insang untuk jenis tuna baik tuna mata besar maupun tuna sirip kuning menunjukkan hasil tangkapan berukurun kecil atau belum layak tangkap yang mengakibatkan dampak negatif terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan. Untuk menanggulangi penangkapan ikan dalam ukuran yang belum layak tangkap diperlukan metode operasi penangkapan dengan alat tangkap yang selektif terhadap ukuran ikan hasil tangkapan. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan yang menjadi sasaran utama penangkapan juga diperlukan guna pengembangan metode pengoperasian dan alat tangkap dapat lebih efektif. Rumpon sebagai alat bantu penangkapan dipasang di tengah laut, maka dalam penempatannya diperlukan informasi lingkungan sebagai pendukung mengenai kedalaman, kecerahan air, arus, suhu, salinitas dan topografi dasar perairan dimana rumpon akan dipasang. Informasi tersebut sangat diperlukan agar dalam pemasangan rumpon benar-benar tepat pada perairan yang diharapkan. Pemasangan rumpon harus pula memperhatikan aspek bioekologis yang bertujuan agar rumpon dipasang benar-benar pada perairan yang diharapkan dan tepat sasaran. Keberadaan ikan di sekitar rumpon berkaitan dengan pola rantai makanan food web yang dimulai dengan tumbuhnya bakteri dan mikroalga ketika rumpon dipasang. Kemudian makhluk renik ini bersama dengan hewan-hewan kecil lainnya, menarik perhatian ikan-ikan pelagis ukuran kecil. Ikan-ikan pelagis ini akan memikat ikan yang berukuran lebih besar untuk memakannya. Samples dan Sproul 1985 menyatakan bahwa keberadaan ikan di sekitar rumpon disebabkan oleh : a Rumpon sebagai tempat berteduh shading place bagi beberapa jenis ikan tertentu; b Rumpon sebagai tempat mencari makan feeding ground bagi ikan-ikan tertentu; c Rumpon sebagai tempat berlindung dari predator bagi ikan-ikan tertentu; d Rumpon sebagai titik acuan navigasi reference point bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya; e Rumpon sebagai substrat untuk meletakkan telurnya bagi ikan-ikan tertentu. Lebih lanjut Gooding dan Magnuson 1967 menyatakan bahwa rumpon juga berfungsi sebagai stasiun pembersih cleaning place bagi ikan-ikan tertentu. Hasil penelitian Yusfiandayani 2004 menemukan bahwa organisme yang pertama ada di pelepah daun kelapa adalah perifiton dan ada sekitar 26 genus perifiton alga yang teramati disekitar atraktor rumpon dan 9 genus untuk perifiton avertebrata. Perifiton alga yang ditemukan antara lain Nitzchia, Rhizosolenia, Navicula, Peridinum , Amphiprora dan Chaetoceros sedangkan perifiton avertebrata yang ditemukan antara lain Calanus, Balanus, Thysanopoda, Microsetella dan Typhloscolex. Selanjutnya dijelaskan bahwa perifiton mempengaruhi laju perkembangan proses kolonisasi organisme pemangsa lainnya termasuk juvenil ikan. Selanjutnya dikemukakan bahwa selain perifiton ditemukan pula 23 jenis fitoplankton dan 6 genus zooplankton. Jenis fitoplankton antara lain Chaetoceros, Rhizosolenia dan Thysanessa sedangkan jenis zooplankton antara lain Eutintinus, Eucalanus, Synchaeta dan Stolomophorus.

5.3 Kelayakan Usaha