Pengembangan dan Pengelolaan The Sustainable technology and management of FADsbased tuna fisheries in Prigi, East Java

kemungkinan perbedaan antara jenis ikan yang sama pada stok yang berbeda. Faktor kondisi dasar hubungan panjang dan berat sebagai indikator ketersediaan makanan di wilayah perairan dan secara umum siklus perubahan musim dapat mempengaruhi perkembangan gonad Hossain, 2010.

5.5 Pengembangan dan Pengelolaan

Pengembangan penggunaan rumpon sangatlah tepat untuk upaya peningkatan produksi perikanan, tetapi dalam perkembangannya pemasangan rumpon selain menimbulkan efek positif juga menimbulkan beberapa masalah, antara lain akibat pemasangan rumpon yang tidak teratur dan lokasi yang berdekatan dapat merusak pola ruaya ikan yang berimigrasi jauh sehingga mengganggu keseimbangan dan konflik antar nelayan, kemudahan penangkapan ikan dengan menggunakan rumpon dapat menimbulkan lebih tangkap over fishing , dan kelebihan kapasitas penangkapan over capacity. Penerapan rumpon pada pengelolaan perikanan tuna cakalang di Prigi merupakan bentuk pengurangan jumlah effort. Pengelolaan harus memperhatikan jumlah rumpon dan armada terhadap luas aktual perairan tempat penyebaran rumpon yang berhasil didata sebesar 8.940 km² dan berdasarkan otonomi daerah Kab. Trenggalek wilayah laut 12 mil seluas 2133 km² DKP, 2006. Usaha perikanan rumpon di Prigi bersifat open accsess dimana rumpon suatu kelompok nelayan dapat dimanfaatkan oleh nelayan dari kelompok lain, sehingga perkembangannya tidak terkontrol dan nelayan bebas melakukan pengembangan teknologi maupun daerah penangkapan. Hal ini mengakibatkan mudahnya pelaku usaha untuk bergabung dalam pemanfaatan sumber daya perikanan di rumpon. Tekanan pemanfaatan yang semakin kuat dapat mengakibatkan upaya penangkapan meningkat untuk memanfaatkan sumber daya sebanyak-banyaknya, apabila jumlah rumpon terus ditambah, maka produksi hasil tangkapan akan terus menurun. Pengaruh cuaca terhadap kondisi laut akan sangat berpengaruh secara langsung terhadap lokasi keberadaan ikan serta kemungkinannya untuk ditangkap terutama untuk jenis ikan pelagis yang berdampak langsung terhadap produksi hasil tangkapan. Pengelolaan penangkapan ikan sebaiknya memperhatikan waktu musim penangkapan agar upaya yang dilakukan dapat lebih efisien. Pengelolaan perikanan rumpon dari segi bioekologis sebaiknya ditujukan untuk menangkap jenis tuna dewasa yang telah layak tangkap dengan cara alat tangkap disesuaikan dengan keberadaan ukuran ikan dewasa yaitu dengan cara mengatur kedalaman alat tangkap atau adanya aturan mengenai ukuran ikan yang boleh ditangkap. Nikijuluw 2009 lebih lanjut menyatakan bahwa perikanan tangkap di Samudera Hindia sebaiknya diarahkan pada dua pola pengelolaan utama yaitu pola pertama pengembangan perikanan industri dengan peralatan pendukung yang lebih maju untuk memanfaatkan produksi tuna yang berukuran besardewasa dan pola ke-dua yaitu untuk perikanan skala kecil artisanal fisheries dengan tujuan penangkapan jenis ikan cakalang, tongkol, tenggiri dan setuhuk. Sasaran yang perlu dicapai dalam pengelolaan perikanan tangkap di sekitar rumpon di PPN Prigi adalah berbagai hal yang dapat dioptimalkan melalui pengaturan alokasi unit penangkapan ikan dengan memperhatikan fungsi tujuan, fungsi pembatas dan variabel keputusan. Alokasi sumberdaya dapat dikatakan optimal bila dapat memenuhi sasaran yang diharapkan dengan simpangan terkecil yang mungkin terjadi dengan keterbatasan yang ada Henriwan et al., 2008. Pendekatan optimalisasi alokasi unit armada penangkapan ikan dapat memberikan pertimbangan solusi terhadap permasalahan eksploitasi sumberdaya ikan yang berlebihan dengan mengupayakan kesinambungan antara tingkat pemanfaatan dengan sumberdaya yang ada. Kebijakan dan model pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan menjadi kunci keberhasilan yang sangat penting dalam pemanfaatan sumberdaya. Model yang ditempuh dengan menerapkan kebijakan beserta implikasinya menjadi kesatuan yang sangat penting dalam pemanfataan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah rumpon yang berhasil didetksi berjumlah 55 unit, tetapi tidak menutup kemungkinan jumlah sebenarnya lebih dari angka tersebut, hal ini disebabkan tidak adanya informasi dan data tercatat mengenai lokasi dan jumlah rumpon yang digunakan oleh nelayan Prigi. Menurut hasil wawancara kepada nelayan penambahan jumlah rumpon tersebut mengakibatkan produksi hasil tangkapan menurun, sehingga mereka harus melakukan penangkapan di tempat yang lebih jauh. Strategi optimasi pengelolaan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap berbasis rumpon di PPN Prigi dengan alokasi optimum unit armada penangkapan yang direkomendasikan untuk armada jaring insang hanyut sebanyak 43 unit dan armada tonda sebanyak 63 unit dengan jumlah rumpon sebanyak 33 unit untuk wilayah luas perairan tempat penyebaran rumpon yang berhasil didata sebesar 8.940 km². Untuk wilayah perairan Kabupaten Trenggalek pada luas perairan 12 mil sebesar 2.133 km 2 DKP, 2006 jumlah yang direkomendasikan sebanyak 16 unit armada jaring insang, 19 unit armada tonda dan 8 unit rumpon. Strategi optimasi pengelolaan mengacu pada hasil penelitian Kleiber and Hampton 1994, Dragon et al. 2000a yang menyatakan pengaruh rumpon pada radius 9 km 5 nmil, dengan asumsi jarak antar rumpon 18 km 10 nmil dan Kepmen Pertanian No.51kptsik.250197, dengan jarak pemasangan antara rumpon satu dengan rumpon lainnya sekurang-kurangnya 10 sepuluh mil laut. Pengaturan jumlah rumpon dan armada penangkapan perlu dilakukan untuk menjaga kelangsungan usaha perikanan rumpon yang berkelanjutan. Pemanfaatan dan pengelolaan secara bersama oleh beberapa kelompok nelayan community based management , pengendalian terhadap jumlah upaya penangkapan ikan effort, khususnya armada penangkapan ikan, jumlah dan jarak rumpon, diharapkan dapat memperbaiki tingkat pemanfaatan sumber daya yang ada. Nahib 2008 menyatakan bahwa sistem pengelolaan perikanan tuna di perairan Teluk Palabuhanratu berdasarkan analisis Phase Plane biomass ikan dan effort termasuk dalam sistem kuadran 3 yang mana peningkatan effort akan menyebabkan penurunan biomass ikan. Perlu adanya peraturan pengelolaan dalam pemanfaatan sumber daya agar produktivitas optimum dapat terjaga dengan memperhatikan musim penangkapan, potensi lestari MSY, upaya lestari Effort MSY dan jumlah tangkap yang diperbolehkan TAC. Charles 2001 menyatakan bahwa sistem pengelolaan perikanan merupakan suatu petunjuk guidance mechanism terhadap kompleksitas antar komponen-komponen sistem alam dan sistem manusia serta interaksinya. Komponen-komponen dalam sistem pengelolaan secara rinci adalah sebagai berikut: 1 Kebijakan dan perencanaan perikanan strategic management , menyangkut aspek-aspek: a perumusan tujuan pembangunan perikanan secara keseluruhan, b kebijakan yang terkait langsung dengan tujuan tersebut, c aspek legal dalam pengelolaan perikanan, d keputusan mengenai struktur pengelolaan. 2 Pengelolaan perikanan tactical and operational management, terdiri dari aspek-aspek: a suatu sistem pengelolaan untuk menjaga keseimbangan antara stok dan pemanfaatan sumberdaya ikan, b indikator kinerja atau kondisi tahunan perikanan, c rencana aksi dalam pengelolaan perikanan sehari-hari, d penelitian dan penyediaan informasi. 3 Pengembangan perikanan fishery development , menyangkut pengembangan perikanan berdasarkan ukuran-ukuran perkembangan komponen-komponen perikanan yang langsung atau tidak langsung dalam sistem agribisnis perikanan. 4 Penelitian perikanan fishery research.

5.6 Implikasi terhadap Perikanan yang Bertanggungjawab