Armada penangkapan Musim penangkapan

bantu rumpon menangkap ikan-ikan berukuran kecil. Setelah satu tahun pemasangan payaos ini telah ada tuntutan dari nelayan huhate Sulawesi Utara bahwa hasil tangkapan mereka menurun cukup banyak. Naamin dan Kee-Chai Chong 1987 menyatakan pada awal penggunaan rumpon laut dalam di Sorong antara tahun 1985 sampai 1986, ternyata dapat meningkatkan hasil tangkapan total sebesar 105 dan hasil tangkapan per satuan upaya sebesar 142. meningkatkan pendapatan pemilik rumpon sebesar 367, mengurangi pemakaian bahan bakar minyak untuk kapal sebesar 64,3 serta mengurangi pemakaian umpan hidup sebesar 50. Namun demikian dengan bertambahnya penggunaan rumpon maka terlihat kecenderungan menurunnya hasil tangkapan per satuan upaya CPUE. Menard et al. 2000b menyatakan bahwa pemanfaatan rumpon secara besar-besaran pada suatu area penangkapan akan merubah pola migrasi dan pertumbuhan ikan, yang sangat berpengaruh terhadap produksi dan distribusi secara geografis. FADs mempunyai keterbatasan pengaruh langsung terhadap ekosistem, sehingga pemanfaatannya yang intensif dapat berpengaruh negatif pada yield per – recruitment.

5.1.2 Armada penangkapan

Hingga saat ini armada utama penangkapan ikan yang melakukan penangkapan di sekitar rumpon adalah jenis armada pancing tonda dan jaring insang. Jenis alat tangkap, taktik penangkapan dan lokasi penangkapan yang dilakukan oleh armada jaring insang saat ini sama dengan yang dilakukan armada tonda. Perbedaan dari kedua armada ini hanya dari ukuran kapal dan lama operasional di laut. Tahun 2004 penggunaan armada tonda mulai digunakan oleh nelayan Prigi. Terjadi peningkatan armada tonda hampir 100 di tahun 2005 dan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Armada jaring insang juga mengalami perkembangan hingga 100 di tahun 2005 dan menjadi diatas 152 pada tahun 2006. Pertambahan jumlah armada penangkapan menjadi lebih cepat perkembangannya seiring meningkatnya penggunaan rumpon yang dilakukan oleh nelayan Prigi.

5.1.3 Musim penangkapan

Hasil analisis musim penangkapan ikan dengan metode persentase rata- rata, terlihat bahwa penangkapan di rumpon dilakukan sepanjang tahun. Bulan Juni sampai Desember sebagai musim tangkap, sedangkan bulan Januari sampai Mei, bukan musim tangkap. Puncak musim penangkapan ikan jenis pelagis besar tuna dan cakalang di Samudera Hindia dengan basis Sumatera barat menggunakan alat tangkap tonda berlangsung pada bulan Oktober, di Pelabuhanratu dengan alat tangkap jaring insang berlangsung pada bulan Juli sampai Oktober dengan puncak musim pada bulan September, Cilacap dengan alat tangkap tonda dan jaring insang berlangsung pada bulan Juni sampai Oktober dengan puncak musim pada bulan September BRPL, 2004. Puncak musim penangkapan terjadi pada musim timur Juli dan Agustus dimana kondisi perairan pada bulan tersebut relatif tenang hingga musim peralihan II September – November. Pada bulan Desember terjadi perubahan musim menuju ke musim barat Desember – Februari yang mana pada saat ini kondisi alam perairan kurang baik sehingga banyak nelayan yang tidak melaut yang mengakibatkan penurunan trend musim penangkapan ikan. Musim peralihan I Maret – Mei kondisi perairan masih dalam penyesuaian menuju musim timur sehingga masih terjadi kondisi alam yang buruk, pada bulan-bulan ini walaupun terlihat tren nilai indeks musim penangkapan masih dibawah normal tetapi terjadi kenaikan tren yang menuju nilai normal. Salah satu penentu kesuburan perairan yang dapat berpengaruh terhadap produksi dan musim penangkapan adalah terjadinya upwelling. Nontji 1987 menyatakan bahwa upwelling berskala besar terjadi di Perairan Selatan Jawa, sedangkan berskala kecil terjadi di Selat Bali dan Selat Makasar. Upwelling di perairan Indonesia bersifat musiman yang terjadi pada musim timur Mei – September, hal ini menunjukan adanya hubungan antara upwelling dan musim. Pada Musim Timur, ketika berhembus Angin Muson Tenggara, arus katulistiwa selatan AKS melebar ke utara melebihi 10º LS, bergerak dari Sumbawa hingga sepanjang pantai Selatan Jawa, dimulai sekitar bulan Mei hingga September yang menyebabkan terjadinya upwelling. Angin Muson Tenggara yang bertiup dari tenggara ke arah barat laut menyebabkan terjadinya Transpor Eikman yang mengarah menjauhi pantai Selatan Jawa, maka akan terjadi kekosongan ruang yang berakibat naiknya massa air upwelling dari bawah menuju ke lapisan permukaan Wyrtki, 1962; Purba, 2007. Terjadi upwelling pada musim timur tidak langsung dapat meningkatkan kesuburan perairan dan pola pertumbuhan ikan di sekitar rumpon, karena perlu adanya proses waktu panjang yang dibutuhkan setelah upwelling terjadi untuk membentuk jaringan rantai makanan dan tingginya tekanan penangkapan ikan pada saat itu sangat berpengaruh terhadap pola pertumbuhan ikan. Nelayan diharapkan melakukan penangkapan ikan secara terencana dan efisien dengan mengetahui informasi musim penangkapan ikan. Dalam hal ini diperlukan kebijakan pemerintah untuk mengatur operasional penangkapan ikan agar tidak terjadi tangkap lebih over fishing dan kapasitas berlebih over capacity.

5.2 Rumpon