1,80 – 2,60 = buruk 2,60 – 3,40 = cukup
3,40 – 4,20 = baik 4,20 – 5,00 = sangat baik
2.16. Skala Semantic Differential
Alat analisis lainnya digunakan dalam penelitian ini adalah skala semantic differential.
Skala ini digunakan untuk menganalisis kategori perceived quality.
Skala ini merupakan salah satu skala faktor yang dikembangkan untuk menganalisis dua masalah Durianto, dkk, 2001, yaitu:
1. Pengukuran populasi yang multidimensi 2. Pengungkapan dimensi yang belum dikenal atau belum diketahui.
Metode skala ini dikembangkan khususnya untuk mengukur arti psikologis dari suatu objek di mata seseorang. Metode ini didasarkan pada
proporsi bahwa suatu objek memiliki berbagai dimensi pengertian kontatif yang berbeda dalam ruang ciri multidimensi yang disebut ruang semantic.
Metode ini dibuat dengan menempatkan dua skala penilaian dalam titik-titik ekstrim yang berlawanan, yang sering disebut bipolar. Biasanya di antara dua
titik ekstrim didapati lima atau tujuh titik-titik butir skala dimana responden menilai suatu konsep atau lebih pada setiap butir skala.
Sebagai contoh butir-butir skala semantic differential: Baik 5 ___:___:___:___:___ 1 Baik
Lambat 1 ___:___:___:___:___ 5 Cepat Lemah 1 ___:___:___:___:___ 5 Kuat
Menarik 5 ___:___:___:___:___ 1 Tidak Menarik
2.17. Estimasi Market Share Pangsa pasar
Memperkirakan pangsa pasar merupakan bukan hal yang mudah. Pendekatan perhitungan pangsa pasar pada penelitian ini dilakukan
berdasarkan data hasil kuisioner yang dibagikan kepada responden. Pada hakikatnya, pangsa pasar suatu produk dapat dibangun dari faktor-faktor yang
dideskripsikan sebagai berikut Durianto, dkk, 2004:
Market share = Awareness x Product attractiveness x Willingness to pay x
Availability Keterangan:
1. Awareness
Dapat dilihat dari hasil survey yang telah diperoleh, yaitu dari unaided brand awareness
yang merupakan penjumlahan Top of Mind dan Brand Recall.
2. Product attractiveness
Di dapat atas penilaian responden terhadap suatu merek yang menjadi objek penelitian relative terhadap merek-merek lainnya dengan
menanyakan ketertarikan responden terhadap suatu merek. 3.
Willingness to pay Dilakukan melalui pendekatan dari tingkat kepuasan responden terhadap
performance pada atribut harga yang sesuai dengan kualitas.
4. Availability
Diukur berdasarkan pendekatan kemudahan responden dalam mendapatkan objekproduk.
2.18. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Wuryaningsih 2007 menganalisis brand equity Esia prabayar dalam persaingan industri telekomunikasi CDMA dan implikasinya terhadap bauran
pemasaran pada mahasiswa di Depok. Metode yang digunakan adalah metode Product Moment, Hoyt, Alfa Cronbach, skala likert, skala differential, Uji
Cochran, Biplot, Brand Switching Pattern Matrix, dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Esia merupakan merek yang paling diingat oleh
konsumen berdasarkan posisi top of mind tertinggi pada elemen brand awareness
. Dari hasil analisis brand association, didapatkan bahwa asosiasi- asosiasi pembentuk brand image merek Esia adalah produk mudah diperoleh di
pasaran, mudah mendapatkan voucher isi ulang, tarif pembicaraan ke sesama operator murah, taris SMS ke sesama operator murah, dan produk yang sedang
trend saat ini. Penilaian konsumen pada perceived quality menunjukan bahwa
merek Esia unggul dibandingkan dengan merek lain dalam atribut pusat
pelayanan gerai. Analisis pada elemen brand loyalty menunjukkan bahwa merek Esia belum memiliki brand loyalty yang kuat. Hal ini tercermin dari
bentuk piramida brand loyalty yang mengecil pada tingkatan linking the brand dan committed buyer. Dari hasil analisis brand equity Esia, implikasi terhadap
bauran pemasaran adalah meningkatkan kualitas produk dalam atribut suara, sinyal, customer service, jaringan, kualitas sambungan telepon dan SMS
sehingga kualitas Esia dapat dinilai baik oleh konsumen. Menurut Pratama 2006 dalam analisis brand equity Pocari Sweat dalam
persaingan industri minuman bahwa elemen brand awareness merek Pocari Sweat merupakan merek yang paling diingat oleh konsumen. Asosiasi
pembentuk brand image pada elemen brand association menunjukan bahwa merek Pocari Sweat mendapatkan dua brand image, yaitu aman bagi kesehatan
dan rasa yang segar pelepas dahaga. Penilaian konsumen pada perceived quality
menunjukan bahwa merek Pocari Sweat lebih unggul dibandingkan merek lainnya dalam atribut manfaat, aman bagi kesehatan, menghilangkan
dehidrasi, rasa, dan memulihkan stamina. Analisa pada elemen brand loyalty menunjukkan bahwa merek Pocari Sweat belum memiliki brand loyalty yang
kuat. Hal ini tercermin dari bentuk piramida brand loyalty yang mengecil pada tingkatan liking the brand dan committed buyer.
Menurut Abadi 2009 dalam analisis elemen-elemen brand equity PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk cabang Bogor bahwa elemen brand awareness
merek PT. BMI menempati urutan tertinggi. Pada analisis brand association diketahui brand image PT. BMI cabang Bogor adalah bank murni syariah
pertama di Indonesia, terjamin halal, bernuansa islami, pelayanan karyawan yang ramah dan sistemnya lebih fair. Pada analisis perceived quality PT. BMI
cabang Bogor nilai rataan tertinggi berada pada atribut terjamin halal. Sedangkan nilai rataan terendah berada pada atribut program promosi dan
iklan. Pada analisis brand loyalty, terdapat 7 persen responden swircher, terdapat 27 persen responden yang termasuk tingkatan habitual buyer, terdapat
43 persen responden yang termasuk tingkatan satisfied buyer, terdapat 45 persen responden yang termasuk tingkatan liking the brand dan terdapat 14
persen responden yang termasuk tingkatan committed buyer.
III. METODE PENELITIAN