ekonomi tinggi. Terdapat 57,1 persen warga belajar dengan keadaan sosial ekonomi rendah namun memiliki keaktifan yang tinggi dan sebesar 62,5 persen
warga belajar dengan keadaan sosial ekonomi tinggi yang memiliki keaktifan yang tinggi pula.
Hasil uji menunjukkan, nilai signifikansi untuk hubungan antara sosial ekonomi dengan keaktifan adalah 0,765. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan
antara sosial ekonomi dengan keaktifan warga belajar. Nilai signifikansi yang menunjuk pada angka 0,765 menunjukkan angka yang lebih besar daripada
α 0,1 sehingga hal ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara
dua variabel yang diuji. Haryati 2007 menyatakan bahwa variabel sosial ekonomi memiliki
hubungan sangat nyata dan negatif terhadap keefektifan total. Keefektifan total dalam penelitian Haryati 2007 tersebut adalah gabungan skor dari variabel
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Pada penelitian tersebut, faktor sosial ekonomi sangat berhubungan nyata dengan keterampilan. Jadi dikatakan bahwa
dengan semakin tingginya status sosial, keefektifannya justru semakin rendah. dengan kata lain, responden yang berlatar belakang status sosial tinggi tidak cocok
sebagai peserta Paket B. Penelitian Haryati 2007 tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara keadaan sosial ekonomi dengan tingkat keaktifan.
6.2.4 Hubungan antara Motivasi dengan Tingkat Keaktifan
Hubungan antara Motivasi dan Keaktifan akan diukur dengan menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Pearson. Uji ini dilakukan untuk
melihat apakah terdapat hubungan yang nyata antara motivasi dengan keaktifan warga belajar. Hasil tabulasi silang untuk variabel motivasi dengan keaktifan akan
disajikan pada Tabel 16 di bawah ini. Tabel 16. Persentase Motivasi dengan Tingkat Keaktifan Warga Belajar di PKBM
Negeri 17 Jakarta, 2011 Keaktifan
Motivasi Rendah
Tinggi Rendah
66,7 22,2
Tinggi 33,3
77,8 Total
100,0 12
100,0 18
Tabel 16 di atas menunjukkan bahwa 66,7 persen warga belajar dengan motivasi rendah memiliki keaktifan yang rendah pula sedangkan sebanyak 77,8
persen warga belajar dengan motivasi tinggi memiliki keaktifan yang tinggi pula. Persentase tersebut menunjukkan adanya kecenderungan bahwa semakin tinggi
motivasi yang dimiliki oleh warga belajar maka akan semakin tinggi pula keaktifannya. Motivasi tinggi yang dimiliki oleh warga belajar akan membuat
warga belajar akan semakin bersemangat untuk mengikuti pembelajaran, sehingga dengan sendirinya warga belajar akan semakin proaktif untuk bertanya, dan
berusaha untuk mencari tahu tentang hal-hal yang mendukung kemajuan akademis mereka.
Hasil uji menunjukkan nilai signifikansi Asymp. Sig untuk hubungan antara motivasi dengan keaktifan adalah sebesar 0,015. Hal ini berarti terdapat
hubungan yang nyata antara motivasi dengan keaktifan. Nilai signifikansi sebesar 0,015 merupakan nilai yang signifikan, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi
motivasi yang dimiliki oleh warga belajar maka akan semakin tinggi pula kekatifan warga belajar dalam mengerjakan tugas dan bertanya pada guru.
Terdapatnya hubungan yang nyata antara motivasi dengan keaktifan berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Haryati 2007 tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan pembelajaran Paket B setara SLTP. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pada kasus pada Paket B di PKBM Citra
Pakuan Bogor, motivasi tidak memiliki hubungan nyata dengan keefektifan pembelajaran. Haryati 2007 mengatakan bahwa tidak terdapatnya hubungan antara
motivasi dengan keefektifan disebabkan karena program Paket B adalah satu-satunya alternatif pendidikan di jalur pendidikan nonformal yang diselenggarakan setara
SLTP, sehingga warga belajar yang tidak dapat masuk pada jalur pendidikan formal mendapatkan peluang untuk terus melanjutkan sekolah dan mendapat peluang untuk
mendapatkan ijasah untuk bekal mencari kerja.
6.2.5 Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Keaktifan