55
VI. EVALUASI PROMOSI RESTORAN WARALABA MIE JOGJA CABANG BOGOR
6.1. Evaluasi Aktivitas Promosi Restoran Mie Jogja Cabang Bogor
Evaluasi akivitas promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ini dilakukan dengan mengamati karakteristik konsumenpelanggan yang menjadi
responden sehingga dapat membentuk segmen-segmen pasar berdasarkan setiap karakteristik
responden. Pertanyaan
yang diajukan
dalam kuesioner
diinterpretasikan untuk mengetahui kemampuan respon konsumenpelanggan terhadap aktivitas promosi yang dilakukan oleh Mie Jogja Cabang Bogor.
6.1.1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini dilihat dari jenis kelamin, lokasi tempat tinggal di Kota Bogor, usia, status, pekerjaan, pendidikan terakhir,
pendapatan rata-rata perbulan, cara mengetahui produk, dan pengeluaran rata-rata untuk membeli makanan di restoran Mie Jogja Cabang Bogor. Jumlah responden
yang diteliti sebanyak 30 orang yang merupakan konsumenpelanggan restoran Mie Jogja Cabang Bogor.
1. Jenis Kelamin Responden yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua
jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Perbedaan tersebut digunakan untuk mengevaluasi aktivitas promosi Mie Jogja Cabang Bogor berdasarkan ketidak-
setaraan pola gender antara laki-laki dan perempuan. Meskipun saat ini emansipasi perempuan semakin kuat, namun perilaku kedua kelompok gender
tersebut berbeda terutama dalam memutuskan kunjungan untuk makan di restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor.
Jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki selama pemilihan sampel adalah 14 orang atau 47 persen dari total responden; sedangkan responden
perempuan berjumlah 16 orang atau 53 persen dari total responden. Berdasarkan pengamatan di lapangan, pengunjung yang datang untuk makan di restoran
waralaba Mie Jogja Cabang Bogor lebih banyak berjenis kelamin perempuan. Perbedaan proporsi jenis kelamin tersebut dapat dilihat dalam Tabel 10.
56
Tabel 10. Proporsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Jumlah Responden Persentase
Laki-Laki 14
47 Perempuan
16 53
Total 30
100 Perbedaan tersebut disebabkan karena keputusan pembelian makanan
dalam keluargarumah tangga yang sering memberi pengaruh adalah ibu-ibu perempuan. Selain itu, perempuan juga cenderung lebih sering berbelanja dan
memiliki perhatian yang lebih terhadap makanan. Selisih responden berdasarkan jenis kelamin tersebut kecil, karena produk olahan mie banyak disukai oleh laki-
laki dan perempuan. Disamping itu, menu mie Jogja yang disajikan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor diposisikan sebagai hidangan yang
bernuansakan santai, pada umumnya baik laki-laki maupun perempuan menyukai nuansa tersebut. Dengan demikian perbedaan proporsi antara laki-laki dan
perempuan tergolong kecil. 2. Lokasi Tempat Tinggal
Perbedaan lokasi tempat tinggal merupakan perbedaan geografi yang biasa digunakan
dalam memahami
karakterisik konsumen
terutama dalam
melaksanakan program promosi. Program promosi selalu dilaksanakan di dalam unit-unit geografis lokasi tempat tinggal. Media iklan seperti televise, radio, dan
surat kabar biasanya disediakan berdasarkan keadaan geografi. Oleh karena itu, lokasi tempat tinggal menjadi bagian dari karakteristik responden yang
dipertimbangkan dalam mengevaluasi promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor.
Responden yang dipilih dalam mengisi kuesioner penelitian ini adalah konsumenpelanggan yang tinggal di Kota Bogor, dengan pertimbangan bahwa
konsumenpelanggan tersebut memahami keadaan geografis Kota Bogor. Selain itu, segmentasi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ini adalah Kota Bogor.
Daerah yang menjadi tempat tinggal responden adalah Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara dan Tanah Sareal. Responden yang
57
tinggal di Kecamatan Bogor Selatan berjumlah 9 orang atau sebesar 30 persen; di Kecamatan Bogor Tengah berjumlah 5 orang atau sebesar 17 persen; di
Kecamatan Bogor Timur, Utara, dan Barat masing-masing berjumlah 3 orang atau sebesar 10 persen; dan di Kecamatan Tanah Sareal berjumlah 7 orang atau sebesar
23 persen. Proporsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Proporsi Responden Berdasarkan Lokasi Tempat Tinggal Lokasi Tempat Tinggal
Jumlah Responden Persentase
Bogor Selatan 9
30 Bogor Tengah
5 17
Bogor Timur 3
10 Bogor Barat
3 10
Bogor Utara 3
10 Tanah Sareal
7 23
Total 30
100 Proporsi responden yang tinggal di Kecamatan Bogor Selatan memiliki
jumlah terbesar dibandingkan Kecamatan lainnya. Hal tersebut disebabkan karena responden tersebut sudah mengenal mie Jogja dengan baik, sebab sebagian
responden di Kecamatan tesebut bekerja di Daerah Jakarta. Keberadaan mie Jogja di Daerah Jakarta sudah dikenal baik karena kantor pusatnya atau pemberi
waralaba franchisor terdapat di Kota Jakarta. Namun, perbedaan jumlah responden tersebut terlihat kecil atau proporsinya menyebar, karena sarana
masing-masing kecamatan untuk berkunjung ke restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ini mudah dan terletak di jalan utama Padjajaran yang
menghubungkan kota-kota besar. 3. Usia
Perbedaan usia menunjukkan tahapan perkembangan manusia yang membedakan sikap dan pelakunya dan berkaitan dengan pengambilan keputusan
konsumsi seseorang. Oleh karena itu, usia menjadi salah satu karakteristik yang
58
dipertimbangkan dalam mengevaluasi aktivitas promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor.
Usia para responden dibedakan dalam skala interval antara lain usia 17-25, 26-45, 46-55, 56-65, dan lebih dari 65 tahun. Kelompok usia 17-25 tahun
merupakan kelompok usia masa awal yang rata-rata masih menjalani jenjang pendidikan di Sekolah Menengah Atas SMA hingga perguruan tinggi.
Kelompok usia ini telah meninggalkan masa kanak-kanaknya dengan atau tanpa disadari mengalami kematangan pribadi dan jasmani sehingga cenderung lebih
memiliki rasa ingin tahu dan ingin mencoba hal-hal baru. Kelompok usia 26-45 tahun dilakukan dengan pertimbangan bahwa
perkembangan manusia pada rentang usia tersebut termasuk dalam kategori masa dewasa menengah yang produktif, dan rata-rata telah berkeluarga serta
tanggungannya bertambah setelah memiliki anak dan istrisuami. Batas usia 45 tahun pada kelompok usia ini dipilih dengan asumsi jika menikah pada usia 26
tahun maka pertumbuhan dan pendidikan anak masih menjadi tanggungan kelompok ini hingga anaknya berusia sekitar 19 tahun setelah lulus dari SMA,
SMK dan sekolah sederajat lainnya. Hal tersebut dapat memicu peningkatan kebutuhan dan perhatian yang lebih banyak kepada keluarganya termasuk
kesehatan keluarganya. Kelompok usia 46-55 tahun dilakukan dengan pertimbangan bahwa
kelompok usia ini termasuk dalam masa dewasa akhir yang produktif dimana rata- rata dari mereka mulai melepaskan anaknya karena anaknya mulai melanjutkan
pendidikannya ke perguruan tinggi atau langsung bekerja. Hasil dari bekal pendidikan yang telah diberikan oleh mereka kepada anaknya selama sekitar 19
tahun lalu mulai tampak pada kelompok usia ini. Rentang usia 56-65 tahun ditetapkan dengan pertimbangan bahwa usia ini
termasuk usia yang mulai memasuki tahap penuaan, dimana rata-rata dari kelompok ini mulai memasuki masa pensiunan pada usia 56 tahun. Pembatasan
rentang hingga usia 65 tahun dilakukan dengan pertimbangan bahwa meskipun telah pensiun tetapi hingga usia 65 tahun mereka masih termasuk ke dalam
kelompok usia produktif. Untuk pengelompokan usia lebih dari 65 tahun,
59
dipertimbangkan bahwa usia tersebut termasuk lanjut usia dan merupakan usia yang tidak produktif.
Proporsi responden berdasarkan usia pada penelitian ini persentasinya berbeda. Responden pada kelompok usia 17-25 tahun sebanyak 19 orang atau
sebesar 63 persen. Responden pada kelompok usia 26-45 tahun sebanyak 6 orang atau sebesar 20 persen. Responden pada kelompok usia 46-55 tahun sebanyak 5
orang atau sebesar 17 persen. Sedangkan pada responden kelompok usia 56-65 tahun dan lebih dari 65 tahun tidak ada. Proporsi tersebut dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12. Proporsi Responden Berdasarkan Usia Kelompok Usia
Jumlah Responden Persentase
17-25 tahun 19
63 26-45 tahun
6 20
46-55 tahun 5
17 56-65 tahun
Lebih dari 65 tahun Total
30 100
Persentase dan jumlah responden berdasarkan kelompok usia 17-25 tahun menjadi dominan tersebut disebabkan karena menu yang disajikan oleh restoran
waralaba Mie Jogja Cabang Bogor merupakan menu yang umumnya disukai oleh kalangan usia tersebut seperti mie ghodok, mie goreng, ayam penyet Surabaya dan
lain sebagainya. Selain itu didukung oleh rasa keingintahuan akan produk makanan baru yang berciri khas daerah ini, cukup tinggi pada kelompok usia
seperti ini. Disamping itu, segmentasi demografis yang diarahkan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor adalah usia muda pada kalangan menengah
keatas. Dalam hal ini adalah pada usia 17-25 tahun, yang dinilai bahwa tingkat konsumsi terhadap produk-produk olahan mie sangat tinggi, karena kelompok
tersebut mudah dipengaruhi oleh budaya-budaya luar seperti China dan Jepang yang sudah terbiasa mengkonsumsi mie sebagai makanan pokok.
60
3. Status Pernikahan Status pernikahan dari seluruh responden penelitian terdiri atas responden
yang telah dan belum menikah. Pada dasarnya, status pernikahan menunjukkan perbedaan tingkat kebutuhan dan perhatian dimana orang yang telah menikah
memiliki tanggungan tambahan yakni anak dan suamiistri. Sedangkan orang yang belum menikah, belum memiliki tanggungan tambahan sehingga masih memiliki
kebebasan yang cenderung lebih besar untuk mengambil keputusan pengeluaran dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa tertentu dibandingkan orang yang
telah menikah pada umumnya. Oleh karena itu, perbedaan status pernikahan menajdi bagian dari karakteristik responden untuk mengevaluasi aktivitas promosi
restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor. Proporsi antara kedua kelompok responden menurut status pernikahannya
dalam penelitian ini tampak berbeda. Responden yang telah menikah sebanyak 12 orang atau sebesar 40 persen. Sedangkan responden yang belum menikah
sebanyak 18 orang atau sebesar 60 persen. Proporsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Proporsi Responden Berdasarkan Status Pernikahan Status Pernikahan
Jumlah Responden Persentase
Belum Menikah 18
60 Menikah
12 40
Total 30
100 Perbedaan proporsi tersebut didominasi dari responden yang belum
menikah. Responden yang belum menikah dalam hal ini, proses penentuan keputusan pembeliannya dilakukan secara bebas dan pada umumnya memiliki
keinginan lebih besar untuk mencoba hal-hal baru. Produk makanan mie Jogja merupakan produk yang khas dari Jogjakarta, sehingga bagi konsumen yang
belum menikah tertarik untuk mengunjunginya berdasarkan gaya hidup akan kebebasannya dalam memutuskan pembelian. Sedangkan responden yang telah
menikah melakukan keputusan pembelian tidak hanya dengan pertimbangan membeli untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk keluarganya.
61
6. Jenis Pekerjaan Orang yang telah berpenghasilan cenderung lebih memiliki kebebasan
pengeluaran lebih besar dibandingkan orang yang produktif. Namun bagi yang belum berpenghasilan atau orang yang telah tidak produktif untuk berpenghasilan,
memiliki banyak keterbatasan dalam hal melakukan pengeluaran kebutuhan hidupnya. Hal tersebut akan mempengaruhi keputusan konsumsinya terhadap
suatu barang atau jasa tertentu khusus produk makanan mie Jogja. Responden dalam penelitian ini, memiliki jenis pekerjaan yang berbeda-
beda antara lain belum bekerja, pegawaikaryawan, berwiraswasta, buruh lepas dan pensiunan. Pembedaan kelompok jenis pekerjaan tersebut didasarkan kepada
kebebasan finansialnya, dimana orang yang bermatapencaharian sebagai karyawanpegawai memiliki ketergantungan penghasilan terhadap instansinya
masing-masing. Sedangkan orang yang berwiraswasta, cenderung memiliki kebebasan finansial yang lebih besar bahkan mampu memberikan penghasilan
kepada orang lain. Kelompok yang belum bekerja adalah mereka yang masih mengikuti jenjang pendidikan atau belum memiliki penghasilan sendiri yang
kontinu. Kelompok buruh lepas adalah mereka yang memiliki penghasilan dari pekerjaan buruh harian yang tergantung pada proyek tertentu. Sedangkan
kelompok pensiunan adalah mereka yang telah dipensiunkan secara resmi dari instansinya masing-masing, biasanya berusia lebih dari 56 tahun.
Proporsi responden dari masing-masing jenis pekerjaan tampak berbeda. Kelompok responden yang belum bekerja berjumlah 9 orang atau sebesar 30
persen; kelompok responden pegawaikaryawan berjumlah 6 orang atau sebesar 20 persen; kelompok responden yang berwiraswasta berjumlah 15 orang atau
sebesar 50 persen; sedangkan kelompok responden pensiunan dan buruh lepas tidak ada. Perbedaan proporsi masing-masing tersebut dapat dilihat pada Tabel 14.
62
Tabel 14. Proporsi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan
Jumlah Responden Persentase
Wiraswasta 15
50 PegawaiKaryawan
6 20
Belum Bekerja 9
30 Pensiunan
Buruh Lepas Total
30 100
Proporsi pada kelompok responden yang berwiraswasta tampak menjadi mayoritas. Hal ini disebabkan harga menu yang disajikan adalah untuk kalangan
menengah keatas, pada umumnya berprofesi sebagai wiraswasta dan pegawaikaryawan yang memiliki rata-rata pendapatan cukup tinggi. Harga rata-
rata menu per porsi seperti mie godhok dan mie goreng baik rasa sapi atau ayam adalah sebesar Rp 18.000. Pada umumnya pengunjung yang datang tidak hanya
membeli pilihan menu utamanya saja, namun membeli makanan lainnya seperti sayur olahan, tahu tempe goreng dan lainnya untuk pilihan menu ayam penyet
Surabaya serta minumannya. Sedangkan yang belum bekerja mereka termasuk ibu rumah tangga atau sedang mengikuti jenjang pendidikan yang masih ditanggung
oleh keluarganya. Dalam hal ini, mereka yang belum bekerja masih berada pada lingkup pengasilan dari keluarganya masing-masing baik berwiraswasta maupun
pegawaikaryawan. 6. Pendidikan Terakhir.
Pendidikan terakhir ini merupakan pendidikan formal terakhir yang telah dijalani responden. Pendidikan terakhir ditetapkan sebagai bagian dari
karakteristik responden yang dipertimbangkan dalam mengevaluasi akivitas promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor dengan pertimbangan bahwa
manusia merupakan makhluk yang dididik dan makhluk yang mendidik. Selain itu, pendidikan dipahami sebagai ikhtisar pembudayaan yang mendasari sejarah
perkembangan peradaban manusia.
63
Pendidikan terakhir dari para responden terdiri atas responden yang telah tamat Sekolah Dasar SD, Sekolah Menengah Pertama SMP, Sekolah
Menengah Atas SMA, Diploma, dan Sarjana. Responden yang tamat SMA menduduki peringkat tertinggi yang mendominasi populasi sampel yakni 24 orang
atau sebesar 80 persen. Responden yang tamat Diploma dan Sarjana masing- masing berjumlah 3 orang atau sebesar 10 persen. Sedangkan untuk responden
yang tamat SD dan SMP tidak ada. Proporsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Proporsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir
Jumlah Responden Persentase
SD SMP
SMA 24
80 Diploma
3 10
Sarjana 3
10 Total
30 100
Responden tamatan SMA didominasi oleh responden berusia 17-25 tahun atau mereka yang memiliki penghasilan sebagai wiraswasta yang hanya tamat
SMA. Pada usia 17-25 tahun kecenderungan untuk mengkonsumsi produk olahan mie yang baru dan khas lebih tinggi, seperti menu yang disajikan oleh restoran
waralaba Mie Jogja Cabang Bogor. Disamping itu, berpenghasilan sebagai wiraswasta pada umumnya minimal bertamatan SMA, karena pada tamatan
tersebut dinilai mempunyai penguasaan ilmu pengetahuan secara umum sudah cukup luas dalam menjalankan usahanya. Dengan berprofesi sebagai wiraswasta,
biasanya mampu menghasilkan pendapatan yang tinggi. Sehingga, tingkat pendapatan yang diperoleh tersebut dapat menjangkau pembelian makanan yang
sajikan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor, khususnya pada mereka yang memiliki penghasilan lebih yakni kalangan menengah keatas.
64
7. Pendapatan Rata-Rata per Bulan. Pendapatan rata-rata seseorang per bulan pada umumnya menggambarkan
gaya hidup terutama kesanggupannya dalam mengkonsumsi suatu produk tertentu. Batas pendapatan rata-rata minimum tenaga kerja di suatu Negara
tertentu menjadi cerminan dari kesejahteraan ekonomi di Negara tersebut, dimana kesejahteraan ekonomi tersebut berhubungan langsung dengan kuantitas dan jenis
barang yang diputuskan untuk dibeli oleh konsumen. Oleh karena itu, pendapatan rata-rata perbulan menjadi bagian dari karakteristik responden yang
dipertimbangkan dalam mengevaluasi aktivitas promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor.
Responden dalam kegiatan ini dibedakan ke dalam enam kategori pendapatan rata-rata per bulan, antara lain responden dengan pendapatan kurang
dari Rp 500.000; Rp 500.000 – Rp 1.499.999; Rp 1.500.000 – Rp 2.499.999; Rp 2.500.000 – Rp 3.499.999; Rp 3.500.000 – Rp 4.499.999; dan lebih besar dari Rp
4.500.000. Responden yang telah mengisi kuesioner memiliki rentang pendapatan antara 0 sampai lebih dari Rp4.500.000, dimana rentang ini mendasari pembagian
kategori pendapatan untuk melihat target konsumen yang ditetapkan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor. Pertimbangan berikutnya dilihat dari Upah
Minimum Regional tahun 2010 di Jawa Barat Lampiran 5, untuk daerah Kota Bogor adalah sebesar Rp 971.200, sehingga rentang Upah Minimum Regional
tersebut dimulai dari kalangan yang berpendapatan menengah-kemenengah hingga Rp 1.500.000; kalangan menengah-keatas hingga Rp 2.500.000; kalangan
atas-kebawah hingga Rp 3.500.000; kalangan atas-kemenengah hingga Rp 4.500.000; dan kalangan atas-keatas yang memiliki lebih besar dari Rp 4.500.000.
Ukuran proporsi dari setiap kategori pendapatan tampak berbeda. Responden dengan pendapatan Rp 2.500.000 – Rp 3.499.999 menjadi mayoritas
responden dengan jumlah 9 orang atau sebesar 41 persen; responden dengan pendapatan Rp 500.000 – Rp 1.499.999 berjumlah 6 orang atau sebesar 27 persen;
responden dengan pendapatan Rp 1.500.000 – Rp 2.499.999 berjumlah 4 orang atau sebesar 18 persen; responden dengan pendapatan lebih besar Rp4.500.000
berjumlah 2 orang atau sebesar 9 persen; responden dengan pendapatan lebih kecil
65
dari Rp 500.000 berjumlah 1 orang atau sebesar 5 persen; sedangkan responden dengan pendapatan Rp 3.500.000 – Rp 4.499.999 tidak ada. Ukuran proporsi
tersebut dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Proporsi Responden Berdasarkan Pendapatan Rata-Rata per Bulan Pendapatan Rata-Rata per Bulan
Jumlah Responden Persentase
Kurang dari Rp 500.000 Rp 500.000 – Rp 1.499.999
6 27
Rp 1.500.000 – Rp 2.499.999 4
18 Rp 2.500.000 – Rp 3.499.999
9 41
Rp 3.500.000 – Rp 4.499.999 Lebih dari Rp 4.500.000
2 9
Total 30
100 Proporsi responden dengan pendapatan Rp 2.500.000 – Rp 3.499.999
relatif lebih banyak. Hal ini menunjukkan bahwa restoran waralaba Mie Jogja ini lebih mampu dijangkau oleh masyarakat ekonomi menengah ke atas. Untuk itu,
restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor menetapkan kalangan ekonomi menengah ke atas sebagai target pasarnya. Umumnya konsumen yang berkunjung
ke restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ini memiliki pendapatan rata-rata diatas nilai UMR Kota Bogor. sehingga harga-harga menu yang ditawarkan
disesuaikan dengan target pasarnya. 8. Asal Mengetahui Restoran
Asal responden mengetahui restoran dalam hal ini adalah darimana responden pertama kali mengetahui restoran. Asal mengetahui restoran
dipertimbangkan dalam mengevaluasi promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor karena dapat dijadikan sebagai media promosi. Selain itu, kesan
pertama seseorang terhadap sesuatu hal cenderung membentuk persepsinya terhadap hal tersebut. Persepsi positif atau negatif yang terbentuk akan
mempengaruhi perilaku seseorang dalam pengambilan keputusan untuk mengkonsumsi produk tertentu.
66
Responden yang dipilih telah mengetahui restoran pertama kali dari kerabatteman, iklan Koranmajalah, brosurleafleat, spandukpapan nama dan
internet. Responden yang mengetahui restoran pertama kali dari spandukpapan nama menjadi mayoritas dengan jumlah 16 orang atau sebesar 53 persen;
responden yang mengetahui restoran pertama kali dari kerabatteman berjumlah 10 orang atau sebesar 34 persen; responden yang mengetahui restoran pertama
kali dari brosurleafleat berjumlah 4 orang atau sebesar 13 persen; sedangkan responden yang mengetahui restoran pertama kali dari iklan Koranmajalah dan
internet tidak ada. Proporsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Proporsi Responden Berdasarkan Asal Mengetahui Restoran Asal Mengetahui Restoran
Jumlah Responden Persentase
KerabatTeman 10
34 Iklan KoranMajalah
BrosurLeafleat 4
13 SpandukPapan Nama
16 53
Internet Total
30 100
Proporsi mayoritas
responden yang
mengetahui restoran
dari spandukpapan nama ini terjadi karena di lokasi restoran terpampang papan nama
dengan tulisan “Mie Jogja Pak Karso” yang sangat jelas terlihat bagi masyarakat yang melewati restoran tersebut. Hal tersebut menjadi daya tarik bagi restoran
atau sebagai media promosi untuk menginformasikan produknya bagi masyarakat terutama yang melewati restoran tersebut. Responden yang mengetahui restoran
pertama kali dari kerabatteman akibat dari hubungan pertemanan atau kekerabatan untuk saling menceritakan, sehingga memberikan pengaruh untuk
melakukan promosi person to person baik disadari maupun tidak. Sedangkan responden yang mengetahui restoran dari brosurleaflet ini terjadi pada saat
konsumenpelanggan yang akan beranjak pulang biasanya diberikan leaflet pada saat pembayaran di kasir, selanjutnya konsumen tersebut menginformasikan ke
67
kerabattemannya. Sehingga pengaruh promosi lewat brosurleafleat dapat juga berasal dari konsumenpelanggan yang telah berkunjung sebelumnya.
9. Rata-Rata Pengeluaran per Bulan untuk Membeli Makanan di Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor
Rata-rata pengeluaran responden per bulan tersebut bagian karakteristik yang dipertimbangkan dalam mengevaluasi aktivitas promosi restoran waralaba
Mie Jogja Cabang Bogor karena dapat menggambarkan tingkat rutinitas atau kontinuitas konsumsi makanan di restoran ini. Pengeluaran ini terhitung dalam
satu bulan untuk mengetahui berapa penganggaran yang dikeluarkan oleh konsumen untuk membeli setiap bulannya. Selain itu, dapat mengetahui kepuasan
konsumen yang dapat dilihat dari anggaran pembeliannya. Rata-rata pengeluaran per bulan untuk membeli makanan di restoran
waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ini terbagi atas rata-rata pengeluaran dengan rata-rata kurang dari Rp 50.000, antara Rp 50.000 – Rp 100.000, dan lebih dari
Rp100.000. Pembagian
kategori responden
ini dilakukan
dengan mempertimbangkan tujuan konsumsi setiap responden. Kategori pengeluaran
kurang dari Rp 50.000 mengindikasikan perilaku responden yang mengkonsumsi tetapi tidak membeli karena keinginan untuk mencoba makanannya. Kategori
pengeluaran antara Rp 50.000 – Rp 100.000 menunjukkan perilaku responden yang membeli untuk dikonsumsi sendiri maupun keluarganya, dan mengkonsumsi
tidak hanya karena keinginan tetapi juga membutuhkannya. Kategori pengeluaran yang lebih dari Rp 100.000 mengindikasikan perilaku responden yang benar-
benar membutuhkan makanan baik untuk dikonsumsi sendiri maupun keluarganya, dan cenderung loyal terhadap makanan maupun restoran ini.
Proporsi responden yang membeli makanan di restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor dengan pengeluaran Rp 50.000 – Rp 100.000 per bulan
berjumlah 12 orang atau sebesar 40 persen; responden dengan pengeluaran lebih kecil Rp 50.000 per bulan berjumlah 11 orang atau sebesar 37 persen; sedangkan
responden dengan pengeluaran lebih besar dari Rp100.000 per bulan berjumlah 7 orang atau sebesar 23 persen. Proporsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 18.
68
Tabel 18. Proporsi Responden Berdasarkan Rata-Rata Pengeluaran per Bulan
untuk Membeli Makanan Di Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor
Rata-Rata Pengeluaran per Bulan Jumlah Responden
Persentase
Kurang dari Rp 50.000 11
37 Rp 50.000 – Rp 100.000
12 40
Lebih dari Rp100.000 7
23 Total
30 100
Proporsi responden berdasarkan rata-rata pengeluaran per bulan masing- masing selisihnya tampak berbeda kecil. Mayoritas responden membeli dengan
rata-rata pengeluaran antara Rp 50.000 – Rp 100.000 per bulan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata konsumen butuh akan produk makanan dari
restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor, karena menu yang disajikan adalah manu olahan mie yang khas daerah Jogjakarta yang pada umumnya konsumen
menyukai produk olahan mie yang memiliki khas tertentu. Responden yang membeli dengan rata-rata pengeluaran lebih kurang dari Rp 50.000 disebabkan
oleh responden yang cenderung memiliki ketertarikan konsumsi untuk mencoba makan di restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor. Sedangkan responden yang
membeli dengan rata-rata pengeluaran lebih dari Rp 100.000 menunjukkan responden tersebut sudah memperoleh kepuasan dalam mengkonsumsi makanan
di restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor.
6.1.2. Analisis Deskriptif dalam Mengevaluasi Aktivitas Promosi Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor
Hasil pengisian kuesioner penelitian dari responden, selanjutnya dievaluasi berdasarkan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas promosi restoran
waralaba Mie Jogja Cabang Bogor. Hal-hal yang dievaluasi meliputi pernyataan persetujuan dari responden melalui pertanyaan yang diberikan. Dari hasil jawaban
pertanyaan yang diberikan, terdapat beragam hasilnya sesuai dengan karakteristik respondennya.
Penilaian responden terhadap tepattidaknya aktivitas promosi ini dilakukan dengan memperhatikan aspek kualitas pelayanannya. Kualitas
69
pelayanan tersebut dapat meliputi keterandalan, kecepatan, jaminan, empati, dan nyata. Responden dapat menilai secara umum berdasarkan kriteria tersebut.
Responden akan bersediatidaknya menjadi konsumen restoran setelah memperhatikan aktivitas promosi restoran tersebut, dengan mempertimbangkan
keputusan pembelian ke restoran ataupun tujuan responden dalam mengunjungi ke sebuah restoran. Jika responden memutuskan membeli karena kebutuhan, maka
responden tersebut cenderung bersedia menjadi konsumen untuk mengunjungi ke restoran tersebut secara kontinu pada jangka waktu tertentu. Sedangkan jika
setelah restoran menjalankan aktivitas promosinya, terdapat responden yang memutuskan tidak membeli tetapi mencoba mengkonsumsi dari makanan yang
dibeli oleh kerabat atau keluarganya, maka responden tersebut cenderung belum bersedia untuk menjadi konsumen restoran.
Responden menilai menariktidaknya aktivitas promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ini dilihat dari kreativitas restoran tersebut dalam
merancang dan menerapkan aktivitas promosinya sedemikian rupa hingga menarik perhatian sasarannya. Kreativitas tersebut berupa kreasi atau daya cipta
pada atribut-atribut promosi seperti atribut fisik restoran, pelayanan yang diberikan, dan atmosfir restoran. Atribut tersebut juga dapat menggambarkan
bagian interior dan eksterior restoran yang penting untuk diperhatikan. Penilaian responden terhadap aktivitas promosi produk makanan restoran
tersebut dalam membuat responden menyukai produk tersebut, dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian antara pesan yang disampaikan dalam aktivitas
promosi produk dengan respon dari responden setelah mengkonsumsi produk. Jika
terdapat kesesuaian
yang membuat
responden tertarik
untuk mengkonsumsinya dalam jangka waktu tertentu, maka responden cenderung
menyukai produk makanan tersebut. Sedangkan jika tidak terdapat kesesuaian antara
keduanya yang
membuat responden
kurang tertarik
untuk mengkonsumsinya, maka responden cenderung tidak menyukai produk makanan
restoran tersebut. Penilaian responden secara umum adalah menyatakan setuju yang artinya
butuh beberapa kali untuk dapat mengevaluasi promosi restoran waralaba Mie
70
Jogja Cabang Bogor ini dengan jumlah 14 orang atau sebesar 47 persen; menyatakan sangat setuju sebanyak 6 orang atau sebesar 19 persen, dimana
responden dapat sangat mudah menilai evaluasi promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor sejak pertama kali mengunjunginya; menyatakan ragu-ragu
berjumlah 5 orang atau sebesar 16 persen, dimana responden masih sulit menilai aktivitas promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor meskipun berulang
kali mengunjunginya; menyatakan tidak setuju sebanyak 4 orang atau sebesar 13 persen, responden sulit untuk menilai aktivitas promosi restoran waralaba Mie
Jogja Cabang Bogor; dan menyatakan tidak sangat setuju sebanyak 1 orang atau sebesar 3 persen, dimana responden tidak memiliki kemampuan untuk menilai
aktivitas promosi yang dilakukan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor. Penilaian responden secara umum tersebut dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Proporsi Jawaban Responden dalam Menilai Akivitas Promosi
Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor
Penilaian Responden Jumlah Responden
Persentase
Sangat Setuju 6
19 Setuju
14 47
Ragu-Ragu 5
16 Tidak Setuju
4 13
Tidak Sangat Setuju 1
3 Total
30 100
Responden menilai mayoritas menjawab setuju berjumlah 14 orang atau sebesar 47 persen, dimana dibutuhkan sejumlah waktu untuk menilai aktivitas
promosi yang dilakukan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor adalah tepat dan dapat mempengaruhi konsumen. Waktu yang dimaksud adalah
ketertarikan konsumen untuk menilai promosi restoran tersebut. Sehingga konsumen tidak langsung tertarik terhadap aktivitas promosi yang dilakukan oleh
restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor. Proporsi responden yang menjawab setuju tersebut menjelaskan bahwa
responden baru menjadi konsumen setelah beberapa kali melihat aktivitas promosi
71
yang telah dilakukan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor. Dengan demikian konsumen merasa butuh untuk mengkonsumsi makanan tersebut karena
didalamnya terdapat keunggulan yang tidak dimiliki oleh restoran lain yang sejenis setelah melihat papan nama atau leaflet di lokasi restoran tersebut. Selain
itu, restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor memposisikan produk makanannya sebagai makanan atau hidangan santai yang umumnya dinikmati
pada sore hingga malam hari, sehingga membuat konsumen butuh untuk terus mengkonsumsinya dalam jangka waktu tertentu.
Proporsi jawaban mayoritas setuju tersebut disebabkan menu yang disajikan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor fokus pada produk
olahan mie, seperti mie godhok, mie goreng, dan bihun godhok dengan variasi rasa daging atau ayam. Aktivitas promosi yang dilakukan oleh restoran waralaba
Mie Jogja Cabang Bogor selalu mengunggulkan produk olahan mie tersebut dibanding dengan menu tambahan lannya seperti nasi goreng, ayam penyet
Surabaya dan lainnya dalam bentuk media brosurleafleat dan spanduk.
6.2. Bauran Promosi yang Dilakukan oleh Restoran Waralaba Mie Jogja