memegang peranan yang sangat penting. Pemahaman yang kurang dari keluarga mengenai ASI dan manfaatnya mengakibatkan keluarga tidak mampu memberikan
dukungan sosial yang baik terhadap pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu diharapkan adanya perhatian yang besar dari petugas kesehatan setempat untuk
meningkatkan penyuluhan, konseling, dan pendampingan ASI eksklusif kepada ibu serta keluarga khususnya lagi kepada suami yang merupakan orang terdekat dari ibu.
Suami seharusnya adalah orang yang pertama mendukung program ASI eksklusif untuk bayinya. Selain itu tidak ada salahnya jika keluarga juga ikut
mempelajari seluk beluk ASI seperti manfaat ASI, kelebihan ASI dibanding susu formula atau makanan lain. Hal ini sangat penting mengingat di masyarakat masih
banyak kepercayaankeyakinan, anggapan yang kelirutentang ASI eksklusif. Dengan dukungan suami dan keluarga maka seorang ibu merasa mendapat dukungan dalam
pemberian ASI esklusif. Sebagaimana penelitian Ida 2012 juga menjelaskan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor yang paling dominan dalam pemberian ASI
eksklusif. Adapun Rayuni 2010 juga mengungkapkan bahwa budaya yang mendukung dalam pemberian ASI eksklusif adalah keterikatan keluarga sebagai
pemberi dukungan untuk memberikan ASI eksklusif.
5.4 Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian ASI Eksklusif
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar ibu bekerja 52,9. Hal ini secara langsung dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Hasil tabulasi
silang juga memperlihatkan bahwa dari 54 ibu menyusui yang bekerja hanya 38,9
Universitas Sumatera Utara
yang memberikan ASI eksklusif dan 61,1 tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Demikian juga pada ibu menyusui yang tidak bekerja hanya 29,2 yang
tidak memberikan ASI eksklusif dan 70,8 memberikan ASI eksklusif. Data tersebut menunjukkan bahwa ibu yang tidak bekerja terbanyak yang
memberikan ASI eksklusif. Hasil uji statistik juga memperlihatkan bahwa variabel pekerjaan mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemberian ASI ekslusif. Hal
ini sesuai dengan penelitian Susilawati 2007 yang menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara ibu yang bekerja dengan pemberian ASI eksklusif.
Hasil uji multivariat juga menunjukkan bahwa variabel pekerjaan mempunyai pengaruh yang paling kuat terhadap pemberian ASI eksklusif dengan nilai OR
sebesar 5,202. Hubungan antara ibu yang tidak bekerja dengan pemberian ASI eksklusif
dimungkinkan karena ibu yang tidak bekerja mempunyai waktu yang lebih banyak untuk memberi ASI kepada bayinya. Ibu yang tidak bekerja tidak banyak disibukkan
dengan kegiatan di luar rumah sehingga mempunyai kesempatan yang banyak bersama bayinya. Sedangkan bagi ibu yang bekerja karena kesibukan di tempat kerja
maka tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memberikan ASI kepada bayinya. Sebagaimana yang dijelaskan Subagyo 2009 bahwa dengan banyak kesibukan maka
orangtua khususnya ibu terkadang sulit meluangkan waktunya bersama anak. Penelitian Roesli 2004 juga mengungkapkan bahwa kurangnya pemberian ASI
eksklusif disebabkan beberapa faktor diantara adalah kesibukan ibu dalam melakukan
Universitas Sumatera Utara
pekerjaannya dan singkatnya pemberian cuti melahirkan yang diberikan terhadap ibu yang bekerja.
Sebenarnya untuk ibu yang bekerja maka di tempat kerjanya dapat disediakan ruang khusus untuk menyusui atau pojok ASI, begitu juga bagi ibu yang menitipkan
bayinya di tempat penitipan anak dapat disediakan pojok ASI yang nyaman bagi ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya. Dengan adanya pojok ASI maka sewaktu-
waktu ibu bisa memberikan ASI kepada bayi dalam keadaan nyaman. Pemberian ASI eksklusif sebenarnya terdapat Undang-Undang kesehatan Nomor 362009 pasal 128
ayat 1 disebutkan bahwa setiap bayi berhak mendapatkan Air Susu Ibu ASI eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan kecuali atas indikasi medis. Sedangkan
dalam PP Nomor 33 tahun 2012 pasal 30 ayat 3 menerangkan bahwa pengurus tempat kerja wajib menyiapkan fasilitas khusus untuk menyusui danatau memerah
ASI sesuai kemampuan perusahaan, juga disebutkan bahwa tempat kerja wajib memberikan kesempatan bagi karyawan untuk memerah ASI di tempat kerja selama
waktu bekerja. Wahyuningsih 2012 menyebutkan bahwa bagi ibu yang bekerja maka di
tempat kerja perlu disediakan ruangan menyusui jika perlu dilengkapi tempat penitipan bayi, waktu menyusui dan dukungan dari internal kantor. Dengan demikian
maka ibu yang bekerja dapat juga memberikan ASI eksklusif.
5.5 Hubungan Pendapatan dengan Pemberian ASI Eksklusif