Kepercayaan juga sering didefenisikan sebagai kepercayaan pihak lain dalam melakukan hubungan sosial, yang didalamnya tercakup resiko yang berasosiasi
dengan harapan itu. Artinya bila seseorang mempercayai orang lain maka ketika hal itu tidak terbukti ia akan menerima konsekwensi seperti merasa dikhianati Lewicki
dan Bunker dalam Zainuddin,2013.
2.2.3. Aspek-aspek Kepercayaan
Kepercayaan dibentuk melalui 4 aspek pokok kepercayaan, yaitu kompetensi, keterbukaan, kepedulian dan realibilitas Mishra,1996.
a. Keterbukaan Aspek keterbukaan sering disejajarkan dengan kejujuran honesty meskipun
keduanya secara konseptual berbeda. Keduanya memang berkaitan erat satu dengan yang lainnya. Keterbukaan dan kejujuran sering digunakan oleh individu
sebagai daya tarik atau untuk menunjukan bahwa dirinya dapat dipercaya. b. Kompetensi
Kompetensi merupakan daya tarik untuk membangun kepercayaan dalam pola hubungan bisnis, keterbukaan merupakan daya tarik yang mengandung nilai-nilai
moral utuk membangun hubungan sosial. Aspek kepedulan sebagai bagian dari kepercayaan inilah yang sebenarnya berkaitan langsung dengan keadilan sosial.
c. Kepedulian Kepedulian tidak hanya bentuk kontrol terhadap oportunisme atau interest
pribadi, karena secara moral pun interest pribadipun dibenarkan, namun yang
Universitas Sumatera Utara
lebih penting adalah perannya sebagai mekanisme untuk menyeimbangan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan orang lain.
d. Realibilitas Dalam psikologi sosial primaci efek terbukti besar pengaruhnya terhadap
pembentukan opini termasuk dalam membangun kepercayaan. Kepercayaan yang kuat terbentuk dari proses hubungan sosial yang terjalin lama dan terus menerus
dalam kondisi yang sangat memungkinkan adanya tes terhadap pihak-pihak yang dipercayai. Dengan mengetahui reabilitas pihak kedua maka resiko yang harus
ditanggung pihak pertama, dengan jalan mempercayai pihak kedua, juga dinilai lebih kecil.
2.2.4. Proses Terbentuknya Kepercayaan terhadap Orang Lain
Sarason 1993 menyatakan bahwa kepercayaan terbentuk dan berkembang melalui proses belajar secara individual maupun sosial. Ada tiga mekanisme dasar
terbentuknya kepercayaan yaitu; a. Characteristic-based trust, merupakan ide dasar mengaitkan antara kepercayaan
dengan latar belakang individu dan dengan stereotipe yang menyertainya. Proses terjadinya kepercayaan yang berdasarkan karakteristik ini merupakan proses yang
berlangsung lama. b. Process-based trust,dalam proses ini kepercayaan tumbuh melalui pengalaman
seseorang dalam melakukan pertukaran sosial, seperti berdagang saling memberi hadiah dan kontrak kerja. Dasarnya adalah konsep resiprositas atau pertukaran
yang seimbang. Tentu saja pembentukan kepercayaan melalui proses yang
Universitas Sumatera Utara
berjangka panjang, terkadang tidak cukup hanya sekali melakukan transaksi sosial. Dalam proses memerlukan waktu keterjaminan dan stabilitas akan
hubungan yang resiprokal yang merupakan perekat yang menguatkan tinggi rendahnya kepercayaan.
c. Institutional-based trust, atau dapat dikatakan sebagai kepercayaan fonannal. Kepercayaan tersebut terbentuk berdasarkan atribut resmi seperti ijasali, sertifikat,
surat pernyataan dan seterusnya. Perubahan kepercayaan terhadap pihak lain tergantung pada dua hal, yaitu kesamaan karakteristik dan pengalaman melakukan
hubungan resiprok. Secara sederhana komponen kepercayaan dalam hubungan dua pihak adalah mempercayai dan dipercayai yang masihng-masih melekat pada
pemberi kepercayaan dan penerima kepercayaan Kipnis, dalam Faturchman, 2000. Namun dalam kehidupan sosial, kepercayaan tidak hanya melibatkan dua
pihak, trustor dan trustee. Kadang-kadang pihak itu membutuhkan pihak ketiga yang sering disebut sebagai penghubung intermediary. Kepercayaan merupakan
aspek dalam kepribadian yag terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungan, maka hal tersebut merupakan penilaian awal terhadap dirinya dan
penilaian terhadap orang lain. Adanya keyakinan atau kepercayaan dalam diri individu terhadap lingkungan yang menimbulkan suatu sikap pada individu untuk
dapat berprilaku prososial sebagai perwujudan nyata dari intensi. Untuk dapat melakukan suatu prilaku prososial harus ada prilaku yang didasari oleh
kepercayaan dan hasil evaluasi pada individu itu sendiri Zainuddin, 2013.
Universitas Sumatera Utara
Sosial budaya yang mendukung dalam pemberian ASI adalah; 1. Kepercayaan minum wejah sejenis minuman dari daun-daunan tertentu dengan
keyakinan bahwa ASI akan lebih banyak keluar. 2. Kepercayaan bahwa ASI tidak boleh dibuang sembarangan. Makna dari
kepercayaan tersebut adalah bahwa ASI diberikan kepada bayi bukan untuk dibuang Arisman, 2007.
Sosial budaya yang tidak mendukung dalam pemberian ASI 1. Berbagai tahayul untuk berpantang makanan yang seharusnya tidak dimakan oleh
ibu yang sedang menyusui seperti ikan laut, udang, cumi-cumi dan lain-lain, dengan anggapan ASI akan berbau amis sehingga bayi tidak menyukainya.
2. Kepercayaan memberikan cairan manis ketika bayi lahir sebagai salah satu cara dalam agama.
3. Keyakinan bahwa dengan menyusui akan merusak bentuk tubuh dan payudara. 4. Keyakinan untuk berhenti menyusui bayi apabila ibu dalam keadaan hamil
Arisman,2007. Berkaitan dengan kepercayaan terhadap makanan bagi ibu yang sedang
menyusui dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan makanan pantang adalah bahan makanan atau masakan yang tidak boleh dimakan oleh para individu dalam
masyarakat karena alasan-alasan yang bersifat budaya, adat menantang itu diajarkan secara turun temurun dan cendrung ditaati walaupun individu yang menjalankannya
mungkin tidak terlalu paham atau yakin akan rasional dari alasan memantang makanan yang bersangkutan, dan sekedar karena patuh kepada orang tua dan sudah
Universitas Sumatera Utara
menjadi tradisi setempat, dikabupaten Bener Meriah makanan yang dianggap dapat menimbulkan gatal pada payudara ibu adalah makanan yang diyakini dapat
menyebabkan gatal contohnya sayur terong, ikan tongkol, cumi-cumi, Sedangkan makanan yang dianjurkan adalah makanan yang dianggap baik dan harus dikosumsi
Mutiaf, 1998. Keyakinan atau kercayaan dari ibu yang kuat merupakan faktor determinan
yang penting terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif Kurniawan,2013. Kepercayaan atau keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap prilaku tertentu,
norma-norma subjektif dan kontrol prilaku Robbins, 1996. Berbagai faktor sosial melatar budaya yang melatar belakangi prilaku pemberian ASI eksklusif adalah
berkaitan dengan kebiasaan masyarakat dalam memberikan makanan pada bayi yang baru lahir. Menurut sebagian besar masyarakat kebiasaan memberikan madu, pada
mulut bayi yang baru lahir supaya mulut bayi bersih. Kebiasaan tersebut dilakukan secara turun temurun, dan masih dijalani oleh masyarakat bahwa madu yang
dioleskan kemulut bayi akan menyebabkan mulut bayi menjadi bersih. Penelitian yang dilakukan oleh Rayuni, 2010 mengungkapkan budaya yang mendukung dalam
pemberian ASI eksklusif adalah keterikatan keluarga dan sosial sebagai pemberi dukungan untuk memberikan ASI eksklusif. Sedangkan budaya yang tidak
mendukung adalah adanya pantangan dan mitos pada pemberian ASI eksklusif. Pemahaman kodrat dan kepercayaan terhadap anugrah Tuhan adalah modal
utama untuk berhasil menyusui. Bayi akan tumbuh sehat, cerdas, kuat, peka, luwes,
Universitas Sumatera Utara
peduli dan mempunyai nurani kalau ayah dan ibunya mampu memberikan bekal pendidikan yang baik, menyusui adalah awal dari pendidikan anak Perinansia, 2003
2.2.5. Nilai dan Norma