Mari Menterjamahkan QS. Al-Isrâ’: 36 Mari Memahami QS. Al-Isrâ’: 36

Tafsir Ilmu Tafsir Kurikulum 2013 135

c. Mari Memaknai Mufradāt Penting Dari QS. Al-Isrâ’: 36

1. Kata ٌمۡلِع ‘Ilm, menurut Ibnu Faris di dalam Mu‘jam Maqâyis al-Lughah menyebutkan bahwa rangkaian fonem ‘ain, lam, dan mim, pada asalnya memiliki arti yang menunjuk pada adanya tanda atau jejak pada sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dari akar kata ini, di antaranya lahir turunan kata berikut: Al-‘alâmah ai al-ma‘rûfah ُةَفْوُرْعَمْلا ْيَأ ُةَمَلَعلْا = yang dikenal; al-’alam ُمَلَعْلا = bendera atau panji; dan al-‘ilmu ُمْلِعلْا = pengetahuan. ‹Ilm dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. AlAsfahani di dalam Al-Mufradât fi Garî�b al- Qur’ân menyebutkan bahwa al-‘ilmu ُمْلِعلْا adalah pengetahuan tentang hakikat sesuatu. 2. Kata َداَؤُفۡلٱ Al-Fu’ad berasal dari akar kata f a d, yang bermakna gerak, atau menaruh dalam gerak. Secara leksikal, ia adalah sinonim dari jantung, dengan sedikit perbedaan bahwa fuad merupakan bagian paling luar. Al Fu’ad merupakan potensi Qalb hati yang berkaitan dengan indrawi, mengolah informasi yang sering dilambangkan berada dalam otak manusia. Fu’ad mempunyai tanggung jawab pikiran yang jujur kepada apa yang dilihatnya. Potensi ini cenderung dan selalu merujuk pada kejujuran dan jauh dari berbohong 3. Ayat ini berbeda dengan QS. An-Nahl, disana kata yang menunjuk penglihatan berbentuk jamak راصبلا al-abshâr, sedang di sini berbentuk tunggal, yakni صلا al-absharpenglihatan. Hal ini disebebkan karena penekanan pada surah An-Nahl pada aneka nikmat Allah, antara lain aneka penglihatan yang dapat diraih manusia akibat posisinya yang berbeda-beda, sedang ayat Al-Isrâ’ ini dikemukakan dalam konteks tanggung jawab dan untuk itu setiap pandangan yang banyak dan berbeda-beda itu, masing –masing secara berdiri sendiri akan di tuntut pertanggung jawabannya.

d. Mari Menterjamahkan QS. Al-Isrâ’: 36

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”

e. Mari Memahami QS. Al-Isrâ’: 36

Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini memberi tuntunan bahwa dilarang mengikuti sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang hal itu, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Bahkan al-Qatadah menegaskan, Buku Siswa Kelas XII 136 janganlah seseorang mengatakan mendengar padahal ia belum mendengarnya, jangan menyatakan melihat padahal ia sendiri belum melihatnya dan jangan pula menyatakan mengetahui sesuatu padahal ia sendiri belum mengetahuinya. Karena itulah Rasu Saw. “meminta umatnya untuk menjauhi sikap menduga-duga dzan atau berprasangka karena hal itu termasuk perbuatan dosa”. Dari satu sisi tuntunan ayat ini mencegah sekian banyak keburukan, seperti tuduhan, sangka buruk, kebohongan dan kesaksian palsu. Di sisi lain ia memberi tuntunan untuk menggunakan pendengaran, penglihatan dan hati sebagai alat-alat untuk meraih pengetahuan. QS.An-Nahl : 78 Sayyid Qutub berkomentar bahwa ayat ini dengan kalimat-kalimatnya yang sedemikain singkat telah menegakkan suatu sistem yang sempurna bagi hati dan akal. Bahkan ayat ini menambah sesuatu yang berkaitan dengan hati manusia dan pengawasan Allah SWT. Tambahan dan penekanan ini merupakan keistimewaan Islam dibanding dengan metode-metode penggunaan nalar yang dikenal selama ini. Pintu-pintu atau media untuk sampainya ilmu adalah melalui al-sam’u pendengaran, al-basharu penglihatan, dan al-fu’adu perenungan-pemikiran. Ketiganya harus diintegrasikan dengan baik untuk memaksimalkan pendidikan intelektual seseorang. Karena itu, perlu dipahami bahwa yang dilihat di sini adalah fungsinya, potensinya, bukan alatnya. Ada orang yang punya mata tapi tidak melihat, punya telinga tapi tidak mendengar. Punya hati tapi tidak merenungkan. Bendanya: uzunun, ‘ainun, qalbun QS. Al-A’râf: 179. Al-Qur’an mengajarkan manusia agar bersikap kritis, dengan cara menggunakan pendengaran, penglihatan dan akal pikiran. Karena itu, ajaran Islam melarang orang bertaqlid dalam agama, yaitu mengikuti saja tanpa mengetahui dalil atau sumber rujukannya. Sikap taqlid sama dengan meniadakan adanya potensi akal yang Allah berikan kepadanya. Ayat ini sangat relevan dalam konteks pembelajaran aktif active learning yang berusaha memaksimalkan potensi generik inderawi tersebut untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu. Hikmah dari ayat ini adalah mengajarkan kepada kita bahwa jangan asal bicara, memutuskan, melangkah, sebelum memiliki pengetahuan yang kuatbenar. Karena pendengaran, penglihatan dan akal semuanya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Selanjutnya untuk memperkuat pembahasan tentang potensi akal dan ilmu ini, pelajari QS. Ar-Rahmân: 1-4 berikut Tafsir Ilmu Tafsir Kurikulum 2013 137 Ananda sekalian, mari kita pelajari QS. Ar-Rahmân: 1-4 bersama-sama dan beru- lang-ulang hingga lancar serta usahakan dapat menghafalnya

a. Mari Membaca QS. Ar-Rahmân: 1-4 Secara Tartil: